Anda di halaman 1dari 11

Faal Defekasi

Ravania Rahadian Putri


17-096
Kolon
Gerakan Kolon
• Karakteristik pergerakan = usus halus ( gerakan mencampur + gerakan
mendorong)
1. Gerakan mencampur (haustrasi)

• Merupakan gerakan yg sama dengan gerakan segmentasi pd usus


halus ( menjadikan bagian usus halus menjadi segmen2 ruang yg
mirip seperti rantai sosis, dimana ini dilakukan untuk memudahkan
kimus bercampur dg sekresi usus halus)
• Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan longitudinal
menyebabkan bagian usus menonjol yang disebut haustrasi
• Gerakan maju pada kontraksi ini sangat sedikit
2. Gerakan mendorong (mass movement)

• Dari sekum sampai sigmoid, gerakan massa dapat mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit
dalam satu waktu.
• Gerakan ini biasanya hanya terjadi satu sampai tiga kali setiap hari pada kebanyakan orang, terutama untuk
kira-kira 15 menit selama jam pertama sesudah makan pagi
• Gerakan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi yang ditandai oleh rangkaian peristiwa sebagai
berikut:
1. Cincin konstriksi
• sebagai respons dari tempat yang teregang atau teriritasi di kolon
2. Daerah distal sekitar 20cm dari cincin konstriksi
• akan berkontraksi sebagai satu unit (haustrasinya akan hilang karena bagian dari colon sepanjang 20 cm itu
akan berkontraksi seluruhnya)
• Akibat dari segmen kolon yang panjang tersebut berkontraksi, akan tercipta tekanan yang besar sehingga
feses akan terdorong maju.
• Gerakan m a s s m o v e m e n t ini dipengaruhi oleh refleks duodenokolik dan gastrokolik (refleks akibat
distensi / peregangan duodenum dan lambung). Refleks tersebut hampir secara pasti dijalarkan melalui
jalur sistem saraf otonom.
Absorbsi Kolon
• 1500 ml kimus masuk ke dalam ileosekal
• Hampir seluruh air dan elektrolit diserap di kolon (menyisakan hanya +/-
100mL untuk dieksresikan ke dlm feses)
• Elektrolit juga sebenarnya diserap semua, hanya menninggalkan +/- 1 – 5
mEq (Na+, HCL) di dalam feses
• Usus besar mengabsorpsi air dan elektrolit. Usus besar dapat
mengabsorpsi natrium dalam jumlah besar, terlebih ketika terdapat
sejumlah besar hormon aldosterone.
• Selain itu, usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat dan secara
bersamaan menyerap ion klorida dalam jumlah yang sebanding.
Bikarbonat membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri di
dalam usus besar.
• Akibat dari absorpsi natrium dan klorida, gradien osmotik di sepanjang usus besar
meningkat, akibatnya terjadi absorpsi air.
• Kolon dapat mengabsorpsi maksimal 5-8 liter cairan dan elektrolit sehari (tetapi
ratarata normalnya sekitar 1.4 liter, sementara usus halus sekitar 7.5 L), bila
jumlah cairan yang berada di dalam usus besar melebihi jumlah ini, kelebihan
cairan akan muncul dalam feses sebagai diare.
• Mukosa usus besar mensekresikan mukus yang mengandung bikarbonat dalam
jumlah sedang. Sekresi mukus diatur oleh rangsangan taktil langsung dari sel
epitel usus besar, refleks saraf setempat terhadap sel mukus, dan rangsangan
parasimpatis pada separuh sampai dua pertiga kolon bagian distal.
• Mukus pada usus besar berfungsi untuk melindungi dinding usus dan
menyediakan media lengket untuk melekatkan bahan feses bersama-sama.
Kerja bakteri dalam kolon dan produksi gas
Bakteri dalam kolon terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi
(kolon proksimal) dan mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa.
Selain itu, zat-zat lain yang muncul sebagai akibat aktivitas bakteri
adalah vitamin K, vitamin B12, lactate, buterate dan bermacammacam
gas, misalnya karbondioksida, hydrogen, dan metana, yang
menyebabkan flatus di kolon.
Komposisi Feses
- ¾ air
- ¼ bahan padat :
- 30% bakteri mati
- 10 – 20% lemak
- 10 – 20% bahan anorganik
- 2 – 3% protein
- 30% serat2 makanan yg tidak dicerna
- unsur kering getah pencernaan (c./ pigmen empedu, epitel yg terlepas)
- warna feses: sterkobilin, urobilin
- bau feses: produk kerja bakteri; bervariasi tiap org tergantung jenis flora bakteri dan makanan yg
dikonsumsi
- Produk yang benar-benar mengeluarkan bau meliputi indol, skatol, merkaptan, dan hidrogen
sulfida.
Defekasi
• Bila gerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera timbul keinginan
untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi sfingter anus.
• Pendorongan massa feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik
dari:
• Sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang
terletak tepat di sebelah dalam anus
• Sfingter ani eksternus, yang terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter
internus dan meluas ke sebelah distal.
Sfingter eksternus diatur oleh serat-serat saraf dalam nervus pudendus, yang
merupakan bagian sistem saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam
keadaan sadar atau setidaknya dalam bawah sadar
secara bawah sadar, sfingter eksternal biasanya secara terus-menerus mengalami
konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang menghambat konstriksi.
Refleks defekasi
• Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi:
1.) Refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam
dinding rektum.
Bila feses memasuki rectum  distensi dinding rektum  sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus  menimbulkan gelombang
peristalik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum  mendorong feses ke
arah anus. Pada saat gelombang peristaltik mendekati anus  sfingter ani internus
relaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus; jika sfingter ani
eksternus juga secara sadar, dan volunter berelaksasi pada waktu yang
bersamaan, terjadilah defekasi.

• Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya secara


normal bersifat relatif lemah. Refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks
defekasi jenis lain
2.) Refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis
• Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang  sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke
dalam medula spinalis  secara refleks kembali ke kolon desenden, sigmoid, rektum,
dan anus melalui serat-serat saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus.
• Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik dan juga
merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi
mienterik intrinsik dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat
• Refleks defekasi secara sadar dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk
menggerakkan diafragma turun ke bawah  mengontraksikan otot-otot abdomen untuk
meningkatkan tekanan dalam abdomen  mendorong isi feses ke dalam rektum untuk
menimbulkan refleks-refleks yang baru.
• Refleks-refleks yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks
yang timbul secara alamiah, karena alasan inilah orang yang terlalu sering menghambat
refleks alamiahnya cenderung mengalami konstipasi berat.

Anda mungkin juga menyukai