Anda di halaman 1dari 67

Identitas Pasien

• Nama : Ny. R
• Umur : 32 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Pekerjaan : ibu rumah tangga
• Status : menikah
• Alamat :
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2018
Keluhan Utama

Mata Terasa Pegal


Anamnesis Khusus
Pasien datang ke poliklinik mata RSAU Salamun dengan keluhan
mata pegal selama kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan
pasien apabila sedang sakit kepala membuat matanya terasa pegal. Pasien
juga mengatakan tidak kuat melihat cahaya yang membuat matanya pegal
seperti mau keluar dan terasa senut2.
Pasien mengaku ketika keluhannya muncul, pasien mengobatinya
seniri dengan obat tetes mata dan dirasakan keluhannya membaik.
Sejak kecil, pasien mengaku sering terkena sakit mata dan sempat melakukan
pengobatan tetapi tidak tuntas. Sejak kecil pula, pasien mengaku bahwa jika
melihat sesuatu tidak lurus dan harus memiring-miringkan kepalanya.
Pasien mengaku memiliki riwayat rabun jauh yang membuat
penglihatannya menjadi buram dan berbayang, mata kanannya terasa lebih
parah dibandingkan mata kiri
Pasien menyangkal adanya mata merah, mata berair, mata kering,
belekan. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat penyakit diabetes melitus,
dan hipertensi. Pasien menyangkal adanya keluarga yang memeiliki keluhan
yang sama
STATUS GENERALIS
• Keadaan Umum : Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda Vital : TD : 120/80 mmhg
N : 88x/menit
Kepala
– Mata :
• konjungtiva tidak anemis
• sklera tidak ikteris
– Leher
• KGB tidak teraba membesar
– Dada : bentuk dan gerak simetris
– Pulmo : VBS kiri=kanan, wheezing - , rhonki -
– Cor : bunyi jantung murni reguler
– Abdomen : datar, lembut, BU + , H/L tidak teraba membesar
– Ekstremitas: Dalam batas normal
Pemeriksaan Visus dan Refraksi
I. Pemeriksaan Visus dan Refraksi
Visus OD OS
SC 3/60 6/7
CC 6/7 6/6
STEN
KOREKSI S-2,75 C-0.75 x 80 S-0,50
II. Keseimbangan otot mata (MUSCLE BALANCE) :
Hirschberg Test eksotropia orthotropia
Cover Uncover Test
Pergerakan bola mata
- Duksi (9 arah) tertinggal ke arah nasal normal
- Versi (6 arah) tertinggal ke arah nasal normal
III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL

OD OS
Palpebra Edema (-), Hiperemi (-), Pus (-), Edema (-), Hiperemi (-), Pus (-),
Superior Entropion (+), Ektropion (-), Ptosis (-), Entropion(+),
Lafgothalmus (+), Massa (-) Ektropion (-), Ptosis (-), Lafgothalmus (+),
Massa (-)
Palpebra Edema (-), Hiperemi (-), Pus (-), Nyeri (-), Edema (-), Hiperemi (-), Pus (-), Nyeri (-),
Inferior Entropion (-), Ektropion (-), Massa (-) Entropion (-), Ektropion (-), Massa (-)

Ciliar Trichiasis (-), Districhiasis (-), Madarosis Trichiasis (-), Districhiasis (-), Madarosis (-)
(-)
Ap. Lacrimasi Inversi (+), Eversi (-), Mukokell (-), Inversi (+), Eversi (-), Mukokell(-), Epiforal
Epiforal (+) Sekret (+) (+), Sekret (+)

Conj. Tarsal Edema (-), Hiperemis (+), Folikel (-), Papil Edema (-), Hiperemis (+), Folikel (-), Papil
Sup (-), Cobble Stone (-) (-), Cobble Stone (-)

Conj. Tarsal Edema (-), Hiperemis (-), Folikel (-), Papil Edema (-), Hiperemis (-), Folikel (-), Papil
Inf (-), Cobble Stone (-) (-), Cobble Stone (-)

Massa (-), Nodule (-), Injeksi siliar (-) Massa (-), Nodule (-), Injeksi siliar (-)
Conj. Bulbi
Jernih, Edema (-), Makula (-), Infiltrat (-), Jernih, Edema (-), Makula (-), Infiltrat (-),
OD OS
Refleks Cahaya
-Direct (+) (+)
-Konsensuil (+) (+)
Iris Warna hitam Warna hitam
kecoklatan, Sinekia (-) kecoklatan, Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Lain-lain - -
PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY

OD OS
Cilia Trichiasis (-), Districhiasis (-), Trichiasis (-), Districhiasis (-),
Madarosis (-) Madarosis (-)
Conjunctiva Hiperemi (+), Inj. Conj. (-) Hiperemi (+), Inj. Conj. (-)
Cornea Jernih, Sikatrik (-) Jernih, Sikatrik (-)
Kamar Depan Hipopion (-), Hifema (-) Hipopion (-), Hifema (-)
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih

Tonometri
-Palpasi : Normal, Fluktuasi (+) Normal, Fluktuasi (+)
-Schiotz : 14.6 17.3

Gonioskop Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang Normal Normal


Pandang
Funduskopi
OD OS
FUNDUSKOPI media: media:
-Papil Bentuk bulat, Batas Tegas, Merah Bentuk Bullat, Batas Tegas, Merah
kekuningan kekuningan
-A/V Ratio 2:3 2:3
-C/D Ratio 0,3 0,3
-Retina Perdarahan (-), Ablasio (-), Perdarahan (-), Ablasio (-),
Balooning (-), Exudate (-) Balooning (-), Exudate (-)
-Refleks Fovea (+)
(+)
RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSAU Salamun dengan
keluhan mata pegal sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan
dirasakan terus menerus dan tanpa adanya perubahan.
Keluhan dirasakan ketika pasien sedang sakit kepala. Pasien
juga mengatakan bahwa penglihatannya menjadi buram dan
seperti berbayang.
• Sejak kecil pasien mengaku sering mengalami sakit
mata yang pengobatannya tidak dituntaskan. Keluhan
tidak disertai dengan nyeri, mata berair, dan mata
merah.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
• Retinochoroiditis OD + Astigmatisme Miopia
Compositus OD + Miopian Simplex OS + Eksotropia OD
• Neuritis Optik OD + Astigmatisme Miopia Compositus
OD + Miopian Simplex OS + Eksotropia OD
• Ablasio Retina OD + Astigmatisme Miopia Compositus
OD + Miopian Simplex OS + Eksotropia OD
• Serpiginous choroiditis OD + Astigmatisme Miopia
Compositus OD + Miopian Simplex OS + Eksotropia OD
DIAGNOSIS KERJA
• Retinochoroiditis OD + Astigmatisme Miopia
Compositus OD + Miopian Simplex OS +
Eksotropia OD
Usulan Pemeriksaan
• Fogging test
• Tes Serologi
Penatalaksaan Retinochoroiditis
Kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan corticosteroids
merupakan terapi klasik dari ocular toxoplasmosis.
Pengobatan diberikan selama 30-60 hari pada pasien
imunocompetent.
Penatalaksanaan AMC
• Penggunaan kacamata lensa miopi + silinder
Penatalaksanaan eksotropia
• Bila disebabkan gangguan refraksi dilakukan
koreksi secepatnya, pada anisometrop
usahakan lensa kontak.
• Latihan-latihan ortopik
• operasi
Prognosis
• Quo Ad Vitam : ad bonam
• Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
• Quo ad Sanasionam : Dubia ad malam
Anatomi mata
Fisiologi penglihatan
• Photoreceptors & Photopigments
Photoreceptor itu ada dua, yaitu Rod dan Cone, yang masing-masing berbeda
penampakan outer segment photoreceptornya. Transduksi energi cahaya
menjadi receptor potential terjadi di outer segment rods dan cones.
Sedangkan photopigment adalah protein integral yang terletak di plasma
membrane dari outer segment. Bagian inner segment dari photoreceptor
adalah nucleus, badan golgi, terdapat banyak mitokondria, dan di ujung
proksimal dari photoreceptor terdapan bulblike synaptic terminal yang berisi
synaptic vesicle.
Langkah pertama dari transduksi penglihatan adalah absorpsi cahaya oleh
photopigment (colored protein yang mengijinkan perubahan struktur ketika
menyerap cahaya) di outer segment photoreceptor. Photopigment pada rods
adalah rhodopsin, sedangkan pada cones adalah iodopsin.

Photopigments merespon cahaya dengan proses :


1. ketika ada cahaya, retinal menyerapnya, dan bentuk cis retinal yang
bengkok berubah menjadi trans retinal yang lurus, dengan proses isomerisasi
retinal.
2. trans-retinal berpisah dari opsin sehingga tampak colorless atau disebut
juga Bleaching of photopigment
3. enzim Retinal Isomerase mengubah trans retinal menjadi cis retinal
4. penempelan kembali cis retinal ke opsin, disebut Regeneration, dan
tampak berwarna kembali
Visual pathway..
• Axon yang berasal dai ganglion cell yan berada diretina menghantarkan
aksi potensial,yang muncul ketika terjadi proses isomerase. Proses
isomerase terjadi bila sel rods dan cone terkena paparan cahaya yang
mengakibatkan hyperpolarisasi yaitu keadaan dalam sl reseptor menjadi
lebih negatif dari daerah di luarnya.
• Axon yang membawa impulse ini bergabung menjadi optic nerve yang
berada di sepanjang optic canal.
• Optic nerve fiber tersebut akan bersilangan untuk fiber dari nasal
half,contralteral sedangkan fiber dari temporal half tidak
bersilangan,ipsilateral.
• Optic fiber in akan menjalar di daerah belakang thalamus akan disebut
optic radiation.
• Optic tract ini akan berterminasi di daerah :
– Suprachiasmatic nucleus dari thalamus : pengaturan pola mata pada
siang dan malam hari, mengatur pola tidur sebagai respon dari terang
dan gelap.
– Superior coliculus : menerima impulse dari retina untuk di sampaikan
ke cerbellum,dan juga sebagai respon tubuh terhadap objek yang
dilihat melalui:
• Tectopontine : mengontrol pergerakan mata melalui median
pontine reticular formation
• Tectospinal : mengatur reflex yang mengatur kontrol pergerakan
kepala dan leher sebagai respon dari visual input.
– Pretectal area : akan bergabung dengan edinger-westhpal nucleus,
melalui postganglionic fiber akan menginervasi bagian otot rectus
superior, rectus medial, rectus inferior dan inferior obligue. Sedangkan
bagian parasimpatis akan meninervasi cilliary muscle untuk akomodasi
dan pupilary reflex.
– Lateral geniculate nucleus (thalamus) / geniculocalcarine tract terdiri
dari 6 lapisan :
• Magnocellular (lapisan 1-2) : di sebut juga sel Y,berukuran besar
sel nya. Nerve ini akan membawa informasi seputar : movement,
orientasi, contrast, illumination.
• Parvocelular (lapisan 3-6) : di sebut juga sel x, berukuran kecil.
Nerve ini akan membawa informasi : bentuk dan warna dari suatu
objek.
– Pirmary cortex area (occipital lobe): geniculocalcarine tract akan
berterminasi di occipital lobe, occiptal lobe terdiri dari :
• Daerah primer (broadmann area 17) : untuk analisis objek yang
dilihat, bentuk, pergerakan, membalikan objek yang terbalik dari
retina, posisi benda, texture
• Daerah sekunder (area 18 dan 19) : untuk visual sensory
processing, occluar pursuit movement, akomodasi, convergence,
dll.
Akomodasi..
• Akomodasi adalah kemampuan mata dalam mengubah fokusnya sehingga
sinar sinar dari objek berjarak lebih besar atau kurang dari 5 meter akan
dijatuhkan tepat pada retina. Dengan berakomodasi → benda pada jarak
yang berbeda-beda akan terfokus pada retina
• Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :
– Teori akomodasi Hemholtz : dimana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar
sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil.
– Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah
bentuk, sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks
lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula zinn sehingga nucleus lensa
terjepit dan bagian lensa superfisial di depan nukleus akan mencembung.
• Media Refraksi:
– Kornea
– Aquous humor
– Lensa
– Vitrous humor
• Mata: memiliki 4 perbatasan refraksi
– Perbatasan antara permukaan anterior kornea dengan udara
– Perbatasan antara permukaan posterior kornea dengan Aquous humor
– Perbatasan antara Aquous humor dengan permukaan anterior lensa
mata
– Perbatasan antara permukaan posterior lensa mata dengan Vitrous
humor
Extraocular Muscles of the Orbit
Muscle Origin Insertion Innervation Main Actiona
Levator palpebrae Lesser wing of sphenoid Superior tarsus and skin of Oculomotor nerve; deep Elevates superior eyelid
superioris bone, superior and superior eyelid layer (superior tarsal
anterior to optic canal muscle) is supplied by
sympathetic fibers

Superior oblique Body of sphenoid bone Its tendon passes through Trochlear nerve (CN IV) Abducts, depresses, and
a fibrous ring or trochlea, medially rotates eyeball
changes its direction, and
inserts into sclera deep to
superior rectus muscle

Inferior oblique Anterior part of floor of Sclera deep to lateral Abducts, elevates, and
orbit rectus muscle laterally rotates eyeball
Superior rectus Elevates, adducts, and
Oculomotor nerve (CN III) rotates eyeball medially
Inferior rectus Sclera just posterior to Depresses, adducts, and
Common tendinous ring rotates eyeball medially
corneoscleral junction
Medial rectus Adducts eyeball
Lateral rectus Abducent nerve (CN VI) Abducts eyeball
MIKROBIOLOGI
Toxoplasma Gondii

• Merupakan parasite yang termasuk kelas sporozoa yang berkembang biak


secara aseksual (skizogoni) dan seksual (sporogoni) secara bergantian.
Parasite ini ditemukan pada manusia dan binatang.
• Hospes definitive Toxoplasma gondii adalah kucing dan binatang
sejenisnya
• Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia dan burung
• Nama penyakit yang disebabkan Toxoplasma gondii disebut Toxoplasmosis

• Morfologi Toxoplasma gondii


Terdapat dalam 3 bentuk, yaitu:
– Takizoit
– Kista
– Ookista
• Klasifikasi Toxoplasma gondii Epidemiologi Toxoplasma gondii
• Kingdom : animalia • Di Indonesia, prevalensi zat anti
• Subkingdom : protozoa T.gondii pada kucing 35-75%, babi,
• Filum : apicomplexa kambing 11-61%, anjing 75%.
• Kelas : conoidasida
• Subkelas : coccidiasina
• Ordo : eucoccidiorida
• Subordo : elimeriorina
• Family : sarcocystidae
• Genus : toxoplasma
• Spesies : toxoplasma gondii
• Siklus hidup Toxoplasma gondii
• Pada manusia:
• Dalam sel epitel usus kucing berlangsung daur aseksual dan daur seksual
 ookista (dalam tinja kucing)  trofozoit (apabila tertelan manusia) 
takizoit  kista (berisi bradizoit)
– Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tapi dibentuk stadium istirahat
yaitu kista jaringan. Bila kucing sebagai hospes definitive makan hospes perantara yang
terinfeksi, maka terbentuk lagi berbagai stadium seksual didalam sel epitel usus kecilnya.
• Pada kucing:
• Jaringan tubuh kucing trofozoit  takizoit  kista jaringan  dapat
ditemukan didalam hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung
dan otot bergaris.
Cara infeksi Toxoplasma gondii :
• Pada Toxoplasmosis congenital transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi
in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu
hamil.
• Pada Toxoplasmosis akuisita dapat terjadi bila memakan daging mentah
atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut tersebut
mengandung kista jaringan atau takizoit Toxoplasma. Pada orang tidak
makan daging dapat terinfeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja
kucing tertelan.
• Terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor penderita
toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi
Toxoplasma gondii.
• Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat
laboratorium lain yang terkontaminasi oleh Toxoplasma gondii
• Transfuse darah lengkap dapat menyebabkan infeksi
Gejala Toxoplasma gondii
• Tahap infeksi akut Toxoplasma bisa tanpa gejala tetapi sering
memberikangejala flu pada tahap akut
• Jika infeksi terjadi untuk pertama kalinya selama kehamilan, parasite dapat
melewati plasenta, mungkin menyebabkan hydrocephalus atau
microcephaly, kalsifikasi intracranial, chorioretinitis, dengan kemungkinan
aborsi spontan atau kematian intrauterine.
TOXOPLASMA RETINOCHOROIDITIS
• Toxoplasmosis
Toxoplasmosis disebabkan oleh parasite obligate intraselular, yaitu
Toxoplasma Gondii. Toxoplasmosis merupakan penyebab paling umum dari
posterior uveitis dengan lebih dari 80% kasus di beberapa negara.
• Jenis Toxoplasmosis
1. Toxoplasmosis kongenital
– Disebabkan oleh transmisi transplasenta. Insidensi dan keparahan
infeksinya tergantung dari waktu infeksi maternal.
– Trimester 1 : Insidensi infeksi fetal 15-20 %  bisa aborsi atau tetap
bertahan.
– Trimester 3 : Insidensi 40%
• Manifestasi klinis kongenital toxoplasmosis terdiri dari retinochoroiditis,
hidrosefalus, mikrosefalus, kalsifikasi serebral kejang, organomegaly,
jaundice, rash dan fever.
• Spektrum klinis:
– Ocular lesion : 76% (yang paling sering adalah retinochoroiditis)
– Neurologic disorder : 51 %
– Kalsifikasi intracranial : 32%
– Hidrosefalus atau mikrosefalus : 26%
• Lebih dari 80% bayi yang terinfeksi berkembang menjadi lesi ocular saat
remaja.
• biasanya terjadi pada kedua mata (20-40%) dengan karakteristik adanya
lesi sikatrik macular dengan central necrotic dan inflamasi pada vitreous.
• Diagnosis  trias 3C: convulsi, calcification cerebral, chorioretinitis.
2. Acquired Toxoplasmosis
– Pada pasien dengan imunocompetent yang terinfeksi, biasanya
bersifat self-limited dan tidak menimbulkan gejala.
– 10-20 % bisa menimbulkan gejala seperti acute-flu like syndrome
seperti demam, limpadenopati, malaise, myalgia, papulomacular
rash sparing di telapak tangan dan kaki, hepatosplenomegaly, dan
atipikal limpositosis.
– Kebanyakan ocular toxoplasmosis merupakan sekunder dari
acquired toxoplasmosis dan bukan karena reaktivasi. Kontak
dengan binatang seperti anjing dan kucing, makan daging yang
tidak matang atau terkontaminasi air merupakan sumber dari
acquired toxoplasmosis.
3. Toxoplasmosis Pada Pasien Imunocompromised
– Pasien imunocompromised beresiko mengalami toxoplasmosis akut.
Hal ini bisa disebabkan oleh reaktivasi oleh infeksi kronis atau
mungkin suatu acquired infection. Pada pasien ini bisa berkembang
menjadi encephalitis, pneumonitis dan miokarditis. Okular
toxoplasmosis pada pasien AIDS relatif jarang terjadi dan terjadi
– Pada pasien ini, retinochoroiditis biasanya atipikal dan cenderung
menjadi necrotizing yang parah, bilateral, multifocal, perivascular di
lokasi dan tidak berdekatan dengan old scar.
4. Ocular Toxoplasmosis
– Ocular toxoplasmosis sering terlihat sebagai focal necrotizing retinitis
yang secara umum berhubungan dengan vitreitis dan granulomatous
anterior uveitis, atau tampak seperti papillitis atau neuroretinitis
(lebih jarang).
Ocular Toxoplasmosis
• Definisi
– suatu non-curable infectious disease yang disebabkan oleh parasite
Toxoplasma gondii dan merupakan penyebab utama dari infeksi
posterior segment
– Umumnya mengenai retina dan paling sering menyebabkan
chorioretinitis (inflammation of the choroid) dan posterior uveitis
(inflammation of the posterior uveal layers).
• Epidemiologi
– First attack biasanya pada decade kedua, dengan 75% kasus terjadi
pada usia 10-35 tahun.
• Etiologi
– Toxoplasma gondii
• Faktor resiko
– Kontak dengan binatang seperti anjing dan kucing, makan daging yang
tidak matang atauT\ terkontaminasi air
Patogenesis

• Retinochoroidits tampak sebagai focus of retinitis yang melibatkan inner


retinal layers. Tampak seperti whitish fluffy lesion dengan edema pada
sekitar retina. Lesi aktif terlihat berdekatan dengan old inactive scar yang
disebut satellite lesion.
• Retina merupakan tempat utama infeksi. Koroid dan sclera bisa juga
tampak setelahnya.
• Kemudian, dapat terjadi pigmentasi pada margin lesi. Waktu yang
dibutuhkan untuk lesi chorioretinal sembuh tergantung dari ukuran lesi,
treatment, dan kondisi imunologis tubuh.
• Scar yang ditimbulakn dari toxoplasma yang telah sembuh : berbatas tegas
dengan central retinochoroidal atrophy dan peripheral pigment epithelial
hyperplasia.
• Pada atrophic central area, baik pembuluh darah choroidal or bare sclera
bisa terlihat.
• Healing Toxoplasma lesions may be complicated by proliferative
vitreoretinopathy, retinal gliosis, vascular shunts, and choroidal
neovascular membranes. Traksi band juga sering ada dan biasanya
menghubungkan old scar ke optic disc (Franceschetti's syndrome).
3 tipe morfologi toxoplasmic
2. Puctate inner retinal lesions:
retinochoroiditis:
merupakan area retinitis aktif multifocal
berwarna abu dengan edema retina
1. Large destructive lesions: area of active ringan dan reaksi vitreous. Lesi yang
retinitis of >1 disc diameter. Areanya terletak di macula butuh pengobatan.
berwarna putih kekuningan yang padat, 3. Punctate outer retinal lesions: lesi
elevated dan berhubungan dengan severe multifocal yang terletak di retina bagian
vitreous reaction. Merupakan varian yang dalam dan berhubungan dengan sedikit
paling sering dan parah. atau tanpa reaksi vitreous. Lesi ini
cenderung resolve secara lambat dan recur
dalam bentuk lesi satelit.
Manifestasi Klinis
• Blurring or loss of vision and floaters.
• Jika mengenai macula, pasien akan
mengeluhkan adanya central blind spot.
Diagnosis
• Anamnesa :
– Blurring or loss of vision and floaters.
– Jika mengenai macula, pasien akan mengeluhkan adanya
central blind spot.
– Ada faktor resiko
• Funduskopi :
– White atau yellow patch of retinochoroiditis dengan
moderate to severe vitreous reaction.
– Healed lesions appear as atrophic scars with peripheral
hyperpigmentation.
– The characteristic sign of ocular toxoplasmosis is
necrotizing retinitis with vitreous involvement and anterior
chamber reaction
Diagnosis
• Serologi:
Bukan standar diagnosis.
Coefficient Of Witmer-Desmonts
Diagnosis Banding
• DD kongenital toxoplasmosis:
– TORCH : Rubella, cytomegalovirus, and herpes simplex
– Coloboma,
– Persistent hyperplastic,
– Primary vitreous,
– Retinoblastoma
• DD recurrent lesi toxoplasma:
– Serpiginous choroiditis : terdapat skar helicoid chorioretinal pada
area peripapillar dan tidak tanda inflamasi yang signifikan pada
area segment anterior dan vitreous
– Candidiasis
– CMV retinitis
– Acute retinal necrosis
Treatment
Treatment

Pada wanita hamil, bisa diberikan spiramicin (500 mg setiap 6 jam) +


pyrimethamine atau sulfadiazine selama 3 minggu dan bisa diulangi setelah
21 hari jika respon tidak adekuat. Bisa diberikan prednisone jika perlu.
Pada bayi baru lahir dapat diberikan kombinasi pyrimethamine,
sulfadiazine, dan folinic acid (5-20mg /hari tergantung jumlah neutrofil).
Prevention
– Daging harus dimasak pada suhu 60°C (140°F) sekurang-
kurangnya 15 menit atau dibekukan pada suhu dibawah - 20°C
sekurang-kurangnya 24 jam untuk menghancurkan kista.
– Jangan kontak dengan feses
– Cuci tangan setelah menyentuh uncooked meat dan setelah
kontak dengan kucing atau tanah yang terkontaminasi feses
kucing.
– Jangan konsumsi telur mentah dan susu non pasteurized dan
susu kambing.
– Cuci buah dan sayuran dengan benar.
– Jangan transplantasi darah dan organ dari donor seropositive ke
resipien seronegatif
– Hindari kontak dengan binatang peliharaan dan minum air yang
terkontaminasi
Komplikasi
• Permanent loss vision karena retinal necrosis.
• Kehilangan central vision jika lesi mengenai fovea,
maculopapillary bundle, or optic disc.
• Optic atrophy.
• Macular edema dan inflamasi sisa pada segmen anterior
sequelae of (secondary glaucoma, posterior synechiae,
secondary cataracts)
• Retinal detachment, CNVM, vitreous hemorrhage,
epiretinal membrane formation,
• Komplikasi vascular : subretinal neovascularization,
retinochoroidal vascular anastomoses dan obstruksi dari
cabang arteriol dan venul yang melewati area infeksi of
branch arterioles
Prognosis
• Ad vitam : Ad bonam
• Ad functionam :
• Dubia ad bonam bila tidak mengenai optic nerve or the central
macula.
• Ad malam bila terjadi macular retinochoroidal scar, severe vitreous
haze, glaucoma, macular edema, epiretinal membrane, choroidal
neovascularization, dan retinal detachment
• Faktor yang memperburuk prognosis visual:
• Besarnya lesi
• Dekat atau tidak dengan fovea
• Lamanya penyakit
• Ad sanctionam:
• Rekurensi dalam 3 tahun sekitar 50%, 5 tahun sekitar 80%
• Average number of recurrent attacks per patient is 2.7.
Kelainan Refraksi
• Definisi refraksi
– Refraksi mata : perbahan jalannya cahaya, akibat media refraksi mata,
dimana mata dalam keadaan istirahat (tidak berakomodasi).
– Jika suatu berkas cahaya menembus suatu permukaan yang tegak
lurus terhadap berkas itu  berkas cahaya tidak akan membelok.
– Jika cahaya menembus permukaan yang miring  berkas cahaya akan
membelok, jika indeks bias kedua permukaan itu berbeda.
• Presbiopia
– Penurunan daya akomodasi lensa mata yang terjadi secara normal
bersamaan dengan bertambahnya usia.
• Ametropia
– Suatu kondisi: sinar sejajar yang datang tidak difokuskan tepat ke
retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa
akomodasi.
– keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata tidak seimbang
• Etiologi:
– Aksial: sumbu bola mata yang lebih panjang/pendek
– Refraktif: daya bias terlalu kuat /kurang
• Bentuk Ametropia:
– Myopia (Rabun Jauh)
– Hipermetropia (Rabun Dekat)
– Astigmatisma
• Myopia (rabun jauh)
– Seuatu kelainan refraksi dimana tanpa akomodasi
sinar yang datang sejajar akan difokuskan di
depan retina.
• Hypermetropia (rabun dekat)
– Ketidakseimbangan antara kekuatan refraktif
dengan panjang axial mata sehingga cahaya yang
masuk terfokus di posterior dari retina.
• Astigmatisme
– Suatu keadaan kelainan refraksi dimana terdapat perbedaan derajat
refraksi pada meridian yang berbeda
– Berkas sinar difokuskan pada dua garis api yang saling tegak lurus
akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea (90%) dan kelainan
kelengkungan permukaan lensa (10%).
• Klasifikasi
• Berdasarkan keteraturan meridiannya :
– Astigmatisma reguler
• Suatu astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada
astigmatisme reguler dengan bentuk yang teratur, dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
– Astigmatisma Irreguler
• Suatu astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling
tegak lurus.
• Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi lebih
irreguler .
• Berdasarkan letak meridian utamanya, astigmatisma reguler dibagi atas:
• Astigmatism with the rule
– kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau jari-
jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang
horizontal.
– Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda dan bayi baru lahir
akibat dari perkembangan normal serabut-serabut kornea.
• Astigmatism against the rule
– kelengkungan kornea pada bagian meridian horizontal lebih kuat
dibandingkan kelengkungan kornea vertikal.
– Keadaaan ini sering ditemukan pada usia lanjut karena kornea menjadi lebih
sferis kembali
• Astigmatisma reguler berdasarkan letak pembiasan dibagi
atas :
– Astigmatisma miopia simpleks
• Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia
– Astigmatisma miopia compositium
• Kedua meridian berupa miopia
– Astigmatisma hipermetropia simpleks
• Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkn meridian yang lain
emetropia
– Astigmatisma hipermetropia compositium
• Kedua meridian berupa hipermetropia
– Astigmatisma mixtus
• Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain
hipermetropia
• Patofisiologi
– Pada mata normal permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisme pembiasan
sinar tidak difokuskan pada satu titik  tidak sama pada semua arah
sehingga tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar
dapat terfokus pada bagian depan retina sedangkan sebagian sinar
difokuskan dibelakang retina, akibatnya penglihatan akan terganggu.
• Gejala dan diagnosis
– Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head
– Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas
– Menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
– Pada saat membaca, penderita ini memegang bacaan mendekati
mata
Pemeriksaan
• Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu
Snellen, pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi.
• Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan bertambah baik maka
kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetropia atau astigmatisme)
 lakukan tes fogging bila dengan lensa cekung atau cembung tidak
memberikan perbaikan pada ketajaman penglihatan.
• Setelah pemberian lensa foging penderita disuruh melihat gambaran kipas dan
ditanyakan garis manakah dari kipas yang dilihatnya paling jelas garis  yang
paling jelas ini menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus
dikoreksi dengan pemberian lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan
pada meridian ini.
• Dengan lensa silinder ini kita dapat mempersatukan fokus. Kemudian berikan
lensa silindris didepan mata  geser sumbu sedikit-sedikit  bila penglihatan
bertambah tajam maka sumbu silinder telah dapat ditentukan  naikkan
perlahan-lahan kekuatan lensa silinder.
• Penglihatan terjelas lensa silinder yang dipasang menunjukkan lensa silinder
yang akan dipakai.
• Tatalaksana
– Regular astigmatisme: Penggunaan kacamata
lensa silinder
– Irregular astigmastime:
• External astigmatism: rigid contact lense, keratoplasty,
koreksi bedah
• Internal astigmatism: penggantian lensa dengan
intraocular lens
STRABISMUS

• Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata


– Keseimbangan yang ideal dari seluruh otot penggerak bola mata
menyebabkan penglihatan binokuler. Apabila salah satu atau lebih
otot penggerak bola mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otot
lainnya, maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak antara
kedua mata, sehingga timbul penglihatan menyilang pada tempat
diluar letak benda yang menjadi perhatiannya, keadaan ini disebut
strabismus.
• Pembagian kelainan pengerak mata :
1. Strabismus paralitika = inconcomitant
– Deviasi pada berbagai jurusan tak sama , disebabkan hilangnya fusi
satu atau lebih otot mata luar.
2. Strabismus non paralitika = concomitant
– Deviasi bersifat konstan pada segala jurusan terbagi menjadi
• Akomodatif : berhubungan dengan kelainan refraksi
• Non akomodatif : tidak berhubungan dengan kelainan refraksi

• Strabismus dapat juga dibagi menurut keadaanya :


– Manifestasi : Kelainannya tampak nyata disebut heterotropia
– Laten : Kelainannya tersembunyi hanya Nampak waktu diperiksa
atau sedang melamun yang disebut heteroforia.

Anda mungkin juga menyukai