Anda di halaman 1dari 36

WABAH SINDROM PERNAFASAN TIMUR

TENGAH (MERS) YANG DISEBABKAN OLEH


CORONAVIRUS DI WILAYAH AL-AHSSA,
ARAB SAUDI 2015
DISUSUN OLEH:
Ardiyanti ( 13 17 777 14 236)
Gilvandris Aimang (13 17 777 14 234)

PEMBIMBING:
drg. Nita Damayanti, M.Kes
Abstrak
• Antara 19 April dan 23 Juni 2015, terdapat 52 kasus Sindrom Pernapasan
Timur Tengah (Middle East Respiratory Syndrome-MERS) yang disebabkan
oleh coronavirus yang telah terkonfirmasi laboratorium di wilayah Al-Ahssa,
Arab Saudi bagian timur.
• Tujuh kasus pertama terjadi dalam satu keluarga, kemudian diikuti 45 kasus
di tiga rumah sakit umum.
• Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan karakteristik
epidemiologis dari kelompok tersebut dan mengidentifikasi faktor resiko
potensial dan membentuk langkah-langkah pengontrolan untuk mencegah
terjadinya MERS lebih lanjut.
Lanjutan
• Kami memperoleh catatan medis dari semua kasus yang telah terkonfirmasi,
mewawancarai anggota rumah tangga yang terkena dampak dan meninjau
tindakan yang diambil oleh otoritas kesehatan. Semua kasus tersebut saling
berhubungan.
• Kasus yang menjadi indeks adalah kasus seorang pria yang berusia 62 tahun
dengan riwayat pernah kontak dekat dengan unta-unta dromedaris (unta
berpunuk satu)
• Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 6 hari. Kelompok kasus muncul karena
paparan MERS yang tinggi, keterlambatan diagnosis, penyuluhan resiko yang
masih kurang, dan kurangnya kepatuhan petugas kesehatan dan pengunjung
rumah sakit dengan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pendahuluan
Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Middle East Respiratory Syndrome-
MERS) merupakan sebuah penyakit menular yang menyerang sistem
pernapasan yang dihubungkan dengan tingkat fatalitas kasus yang tinggi.
Infeksi primer pada manusia dikaitkan dengan paparan langsung atau tidak
langsung terhadap unta dromedaris yang telah terinfeksi MERS coronavirus
(MERS-CoV) di Arab Saudi, Qatar, dan UEA. Lebih dari 85% kasus MERS
telah dilaporkan berasal dari Arab Saudi.
Lanjutan

Pada 20 April 2015, satu kasus MERS dilaporkan di Al-Ahssa, Arab Saudi
bagian timur, yang diikuti oleh enam kasus yang berasal dari keluarga yang
sama dari kasus tersebut. Pada 23 Juni 2015, terdapat 52 kasus yang telah
terkonfirmasi laboratorium dilaporkan telah terjadi di wilayah tersebut, 45 kasus
sekunder dilaporkan di tiga rumah sakit umum; dan 8 infeksi yang asimtomatik
yang ditemukan pada petugas kesehatan.
Lanjutan
Kementrian Kesehatan Arab Saudi menggelar misi bersama dengan Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) ke wilayah tersebut untuk
menginvestigasi gambaran karakteristik epidemiologi dari wabah tersebut,
mengidentifikasi faktor resiko potensial yang terjadi pada kelompok keluarga
yang terdampak MERS dan kasus sekunder pada fasilitas perawatan
kesehatan, dan mengidentifikasi langkah-langkah pengontrolan untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial, termasuk penyuluhan tentang faktor
resiko dan wabah MERS.
Material dan Metode
Latar belakang
Al-Ahssa merupakan provinsi terbesar di Arab Saudi dengan luas 534.000 km2,
dan memiliki populasi 1.063.112 jiwa pada tahun 2010. Di sana terdapat iklim
tropis yang kering dengan 5 bulan musim panas dan musim dingin yang relatif
dingin. Selain aktivitas pertanian, terdapat juga aktivitas peternakan yang
membuat Al-Ahssa menjadi salah satu penghasil makanan terbesar di Arab
Saudi. Terdapat 3 rumah sakit umum di Al-Ahsaa: Rumah Sakit A, B, dan C.
Sumber Data
Diagnosis MERS dilakukan menggunakan uji Real Time reverse-
transcription Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR) pada swab nasofaring dan
spesimen pernapasan bagian bawah lainnya. Data tambahan didapatkan dari
formulir penelitian yang buat oleh ahli epidemiologi lapangan di wilayah Al-
Ahssa, dengan meninjau rekam medis pada kasus dan korespondensi di
aplikasi “Whatsapp” pada petugas kesehatan di wilayah tersebut. Tim
investigasi wabah mengunjungi keluarga dari kasus indeks sebanyak 2 kali
untuk mendapatkan kronologi yang lengkap dan hubungan antara ayah (yang
merupakan kasus indeks) dan anggota keluarga lainnya.
Lanjutan
Seluruh anggota keluarga telah diwawancarai untuk mengidentifikasi
faktor resiko yang menyebabkan mereka terjangkit MERS dan mengambil
sampel swab nasofaring untuk kepentingan uji rRT-PCR. Tes serologi tidak
dilakukan karena alasan logistik.
Pengendalian Infeksi dan Pencegahan pada rumah
sakit di Al-Ahssa
Rumah Sakit A memiliki 105 tempat tidur dan melayani sekitar 300.000-
400.000 populasi dalam daerah cakupannya; rumah sakit tersebut menerima
rata-rata 350 pasien rawat jalan dan 500 pasien IGD setiap hari. Rumah Sakit B
merupakan rumah sakit tersier yang memiliki 73 tempat tidur dan melayani
seluruh wilah Al-Ahssa dan juga menerima pasien dari wilayah lain. Rumah
Sakit C menerima rata-rata sekitar 700-800 pasien per hari. Ketiga rumah sakit
tersebut memiliki unit-unit khusus kecil untuk pengendalian infeksi dan
pencegahan (infection prevention and control-IPC); dimana tiap unitnya terdiri
dari satu hingga dua dokter dan beberapa perawat.
Lanjutan
Direktur dari ketiga rumah sakit tersebut diminta untuk memberikan
informasi tentang implementasi tindakan IPC yang direkomendasikan, termasuk
uraian terperinci dari semua langkah-langkah yang diambil tentang wabah
MERS dan mencegah kasus-kasus sekunder, dengan tanggal yang pasti; daftar
petugas kesehatan yang telah diuji-skrining MERS, ruang kerja mereka di
rumah sakit, alasan pengujian, tanggal pengujian, tanggal penerimaan hasil
laboratorium, dan apakah mereka yang mendapat hasil positif merasakan
gejala atau tidak; tanggal penggunakan peralatan perlindungan diri, triase
Lanjutan
langkah-langkah IPC lainnya yang relevan; daftar semua petugas kesehatan
yang terlibat dalam setiap kasus dan apakah mereka menggunakan peralatan
pelindung diri selama kontak dengan pasien; dan daftar kesulitan dalam
mengimplementasikan langkah-langkah IPC sepenuhnya. Pada Rumah Sakit
C, kami mewawancarai perawat di meja triase.
Hasil
Wabah bermula dari sekelompok dari 7 kasus dalam sebuah keluarga yang
terdiri dari 26 anggota keluarga yang tinggal di gedung tiga lantai (secondary
attact rate = 23%). Tambahan 37 kasus bergejala dan 8 kasus tak bergejala
yang mengjangkiti petugas kesehatan pada Rumah Sakit B. Jumlah kasus yang
bergejala dan tak bergejala adalah 52 kasus. Tiga dari tujuh anggota keluarga
(ayah, anak sulung, dan anak perempuan) meninggal, seperti halnya 18 kasus
bergejala lainnya, untuk tingkat fatalitas kasus 40,4%. Tabel 1 merangkum
karakteristik demografis dari semua kasus.
Tabel 1 Jumlah kasus Sindrom Pernapasan
Timur Tengah (Middle East Respiratory
Syndrome-MERS) yang disebabkan oleh
coronavirus, Al-Ahssa, Arab Saudi, April-Juni
2015

Indikator

*petugas keamanan di fasilitas kesehatan yang berhubungan


langsung dengan pasien dan dianggap sebagai petugas perawatan
kesehatan paramedis
Kasus indeks dan keluarganya
Kasus indeks adalah seorang pria berusia 62 tahun. Keluarganya memiliki
lahan pertanian yang jauh dari rumahnya, dimana terdapat dua unta
dromedaris muda, kedua unta tersebut memiliki ulser. Sang ayah dilaporkan
memiliki kontak dekat dengan unta, baik itu di peternakan maupun di pasar
unta biasa. Dulunya ia menghabiskan waktunya sehari-hari di peternakan.
Kementrian peternakan menguji dua unta tersebut untuk skrining MERS-CoV
dan hasilnya ditemukan IgG positif dan IgM negatif.
Lanjutan
Dua puluh enam anggota keluarga tinggal di rumah yang pernuh sesak
dan berventilasi buruk. Sang ibu menderita diabetes, hipertensi dan masalah
ginjal, dan sang ayah & anak laki-laki tertuanya bertahun-tahun merokok
shisha. Keluarga tersebut kurang berpendidikan, dan otoritas kesehatan
setempat menilai tingkat kebersihannya sangat rendah.
Lanjutan
Mereka mengatakan bahwa mereka sadar pesan kesehatan masyarakat
tentang MERS. Meskipun sang ayah akhirnya dirawat di rumah sakit, anak laki-
lakinya tidak memberi tahu anggota keluarga lainnya tentang diagnosis
penyakit ayahnya, bahkan setelah dia sendiri terjangkit penyakit tersebut.
Setelah saudara-saudaranya mulai menunjukkan gejala penyakit, saudara
bungsunya juga menolak untuk dirawat di rumah sakit.
Kasus-kasus MERS di Rumah sakit
Enam kasus positif MERS didiagnosa di Rumah Sakit A setelah dirawat
anggota keluarganya; tiga dokter dan tiga pasien rawat inap. Dokter pertama
menemani pasien dari Rumah Sakit A ke Rumah Sakit B. Kasus kedua terjadi
pada seorang dokter di unit perawatan intensif yang sedang mengintubasi
pasien yang sedang kritis tanpa menggunakan peralatan pelindung diri, dia
masih tanpa gejala pada hari kunjungan. Dokter ketiga bekerja di bagian
orthopedi; ia menyangkal pernah kontak dengan pasien positif MERS dan
mengatakan bahwa ia terinfeksi dari istrinya yang bekerja di Rumah Sakit B;
namun apusan nasofaring yang diambil dari mulut istrinya negatif MERS-CoV.
Lanjutan
Lima belas kasus positif MERS dirujuk dari Rumah Sakit A ke Rumah Sakit B,
dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit C. Dari kasus yang dirujuk, sebagian
besar pasien menghabiskan setidaknya 2 hari di Rumah Sakit A sebelum
dirujuk ke Rumah Sakit B. Bagian Administrasi Rumah Sakit B meyakini bahwa
beberapa kasus telah tertular infeksi sebelum dirujuk ke rumah sakit; dan gejala
MERS mulai muncul setelah mereka dirawat.
Kurva Epidemi
Kurva ini menunjukkan dua kelompok kasus yang berbeda; yang pertama yaitu
tujuh kasus pada anggota keluarga, dan yang kedua terdiri dari kasus sekunder
yang terkait dengan kunjungan, masuk, atau bekerja di ketiga rumah sakit
umum. Gambar 1 menunjukkan bahwa kelompok kasus di keluarga yang
terkena dampak mendahului mereka yang ada di tiga rumah sakit umum.
• Semua kasus yang terkonfirmasi MERS dirawat di Rumah Sakit C.

Gambar 1. Kurva epidemi MERS yang menunjukkan distribusi kasus MERS menurut tanggal timbulnya gejala di Al-Ahssa,
Arab Saudi, 2015

Semua kasus yang terkonfirmasi MERS dirawat di Rumah Sakit C.


Diskusi
Munculnya tujuh kasus penyakit MERS dalam sebuah keluarga dan munculnya
kasus tambahan di kalangan petugas medis dan pasien yang begitu cepat
menimbulkan perhatian serius dari para otoritas kesehatan masyarakat,
terutama sebagai wabah yang dikaitkan dengan tingkat fatalitas kasus yang
relatif tinggi dan terjadi setelah periode yang lama tanpa kasus MERS.
Lanjutan
Namun, wawancara mendalam dengan beberapa anggota keluarga
menunjukkan bahwa faktor resiko yang memungkinkan adalah paparan kasus
indeks terhadap coronavirus dengan jumlah yang sangat tinggi dan
keterlambatan diagnosis karena adanya penolakan oleh anggota keluarga;
faktor resiko tersebut diperparah dengan komunikasi yang tidak tepat dan
ketidakpatuhan dengan langkah-langkah IPC di rumah sakit.
Lanjutan
Kejadian kasus MERS yang parah pada kelompok keluarga yang besar relatif
jarang terjadi. Tingkat serangan sekunder dalam keluarga jauh lebih tinggi
(23%) dari yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya (sekitar 5%). Faktor-
faktor yang mungkin berkontribusi terhadap banyak kasus yang terjadi dalam
keluarga adalah kondisi lingkungan tempat tinggal yang penuh sesak, tingkat
kebersihan yang buruk dan hubungan yang dekat antar anggota keluarga laki-
laki.
Lanjutan
Tidak ada kasus baru MERS yang muncul setelah identifikasi dari
petugas kesehatan yang terinfeksi namun asimtomatik. Hal ini menunjukkan
bahwa infeksi pada petugas kesehatan yang asimtomatik berperan dalam
penularan MERS dalam fasilitas kesehatan (faskes). Banyak penelitian terbaru
menunjukkan bahwa demam dikaitkan tidak teratur dengan timbulnya MERS.
Keterlambatan dalam diagnosis MERS biasanya dikarenakan pengujian swab
nasofaring berulang yang memiliki hasil negatif atau apusan nasofaring yang
tidak meyakinkan, yang menunjukkan hasil pengujian positif pada spesimen
ketiga atau keempat.
Lanjutan
Kejadian kasus sekunder MERS di rumah sakit merupakan indikator atas
kelalaian dan ketidak patuhan dalam menerapkan langkah-langkah IPC atau
kekurangan sumber daya manusia, peralatan, persediaan atau pengawasan.
Wabah saat ini menunjukkan kesenjangan yang terjadi pada program IPC di
rumah sakit di Wilayah Al-Ahssa, meskipun perbaikan menyeluruh di Arab
Saudi.
Lanjutan
MERS adalah infeksi droplet; namun wawancara dengan dokter-dokter
menunjukkan bahwa banyak yang kurang mendapat informasi tentang MERS-
CoV, khususnya mode penularan virus, banyak yang percaya bahwa itu adalah
penyakit yang ditularkan melalui udara. Tantangan utama dalam
mengimplementasikan program IPC adalah untuk mengubah perilaku petugas
keseharan, seperti memastikan kebersihan tangan; tantangan lainnya adalah
mempertahankan praktik yang baik di antara wabah.
Lanjutan
Selama wabah, banyak rumah sakit yang mengurangi penerimaan dan
penghentian operasi elektif atau menutup unit-unit tertentu. Pengurangan
beban kerja selama wabah dianggap sebagai kesempatan untung
mengidentifikasi kelemahan, melatih staf dan meningkatkan dan meningkatkan
kesiapan rumah sakit untuk menghadapi kejadian yang serupa di masa depan.
Rumah sakit harus mendokumentasikan dan berbagi pengalaman tentang
MERS. Wabah itu menunjukkan bahwa rumah sakit dan petugas kesehatan
tidak ada yang kebal terhadap MERS
Lanjutan
Munculnya MERS di rumah sakit B mendorong pengelolanya untuk memantau
kebersihan tangan para petugas kesehatannya melalui tempat perawatan;
petugas kesehatan yang tidak patuh, termasuk dokter senior, dilaporkan ke
pengelola rumah sakit secepatnya.
Lanjutan
Dewan Penasihat Ilmiah Kementrian Kesehatan telah merekomendasikan
triase klinis dapat digunakan untuk identifikasi awal pasien yanng masuk
dengan penyakit pernapasan akut di ruang IGD untuk mencegah penularan
MERS dan virus lainnya yang menyerang bagian pernapasan. Banyak rumah
sakit di Al-Ahssa yang kesulitan menyediakan ruang yang cukup untuk triase
yang tepat, seperti ruangan khusus untuk asesmen dan skrining, ruangan
isolasi, dan lift khusus untuk dugaan kasus MERS perlu untuk implementasi
yang tepat.
Lanjutan
Sebuah sistemdapat dirancang di mana setiap rumah sakit menerima
peringatan tentang kasus MERS yang baru didiagnosis di rumah sakit lain. Ini
dapat bermanfaat dalam mengurangi resiko penularan infeksi MERS dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lainnya.
Lanjutan
Selama wabah, Direktorat Jenderal Kesehatan di Al-Ahssa memutuskan bahwa
perugas IPC harus melapor langsung ke kantornya dan ketetuan referensi
petugas IPC di level regional direvisi sesuai dengan itu. Tindakan ini mungkin
meningkatkan akses sumber daya tambahan untuk munculnya krisis kesehatan
masyarakat dan mempercepat pembelian peralatan dan pasokan yang
diperlukan.
Kesimpulan
Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Middle East Respiratory Syndrome-
MERS) merupakan sebuah penyakit menular yang menyerang sistem pernapasan
yang dihubungkan dengan tingkat fatalitas kasus yang tinggi. Wabah besar MERS
terjadi di fasilitas perawatan kesehatan mulai dari yang tidak bergejala atau sakit
ringan hingga penyakit pernapasan akut yang berat dan kematian. Diagnosis MERS
dilakukan menggunakan uji Real Time reverse-transcription Polymerase Chain
Reaction (rRT-PCR) pada swab nasofaring dan spesimen pernapasan bagian bawah
lainnya. Otoritas kesehatan harus mengumumkan secara transparan terjadinya wabah
secepat mungkin dan mengatasi kekhawatiran masyarakat. Pengumuman tentang
wabah yang tepat akan menjaga kepercayaan masyarakat dan mendorong mereka
terlibat dalam tindakan pengendalian.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai