Anda di halaman 1dari 30

DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH DI FASILITAS


PELAYANAN KESEHATAN

SEKSI KESEHATAN LINGKUNGAN


KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
REALITAS DAN PERMASALAHAN

INCINERATOR  49% rumah MERKURI  termometer pecah


sakit di Indonesia menggunakan 4.620 termometer pecah per tahun
incinerator suhu kurang dari (Mexico City & Manila), 53% emisi
800oC  dioksin, furan & polutan dari amalgam gigi dan alat
toksik laboratorium

DAMPAK  gangguan pada hati,


jantung, paru-paru, ginjal, sistem
metabolisme, sistem imunitas, sistem
syaraf yang bersifat karsinogenik,
teratogenik (kelahiran cacat) dan
mutagenik (kerusakan genetik)
Timbulan Limbah Medis

Limbah medis
dihasilkan dalam
jumlah yang tidak
sedikit • Timbulan limbah medis dari Rumah Sakit sekitar
(data di samping 140 gr/tempat tidur/hari (Ditjen PP & PL, 2003)
belum termasuk • Rumah Sakit berjumlah 2.300 (Jan 2015).
Posyandu, Apotek,
Laboratorium, Institusi • Puskesmas berjumlah 9.655 (Jan 2014).
akademis, Pengobatan
tradisional, Klinik, dan
Praktik dokter)
Dampak Limbah medis terhadap kesehatan

Limbah medis yang tidak dikelola berdampak besar terhadap kesehatan


(WHO Fact Sheet No. 281, October 2004)

Jarum suntik yang terkontaminasi mengakibatkan:


• 21 juta infeksi hepatitis B virus (HBV), 32% dari kasus baru
• 2 juta infeksi hepatitis C virus (HCV), 40% dari kasus baru
• Paling sedikit 260.000 infeksi HIV, 5% dari kasus baru

Kajian epidemiologi mengindikasikan bahwa seseorang yang terluka karena tusukan


jarum suntik yang berasal dari sumber infeksi berisiko terkena HBV 30%, HCV 1,8%, dan HIV
0,3%.

Sekitar 22-53% kasus hepatitis B, 31-59% kasus hepatitis C, dan 7-24% kasus HIV/AIDS
diasosiasikan dengan pengelolaan limbah medis yang tidak aman.
DASAR HUKUM TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH FASYANKES
Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan


Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.56/Menlhk-Sekjen/2015 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari FASYANKES

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah (Lampiran LXIV)
Kesepakatan Internasional

Basel Convention tentang Pengelolaan


limbah berbahaya dan limbah lain Minamata Convention on Mercury
Antar Limtas Batas
UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN

Lingkungan sehat mencakup tempat kerja, tempat dan


fasilitas umum (Pasal 162)

Lingkungan sehat  bebas dari limbah padat, cair dan


gas (Pasal 163 ayat 1a, b, dan c)

Standar baku mutu kesehatan lingkungan dan


PROSES PENGOLAHAN LIMBAH (Pasal 163 ayat 2)
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 59

• Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 WAJIB melakukan


pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
• Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan
limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
• Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 tahun 2009
tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahayan Berbahaya
dan Beracun
Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 Instansi Pemberi Izin:
WAJIB dilengkapi IZIN:

PENGANGKUTAN Menteri Perhubungan

PENYIMPANAN SEMENTARA Bupati/Walikota

• Menteri Lingkungan Hidup


PENGUMPULAN • Gubernur
• Bupati/Walikota

PEMANFAATAN Menteri instansi terkait

PENGOLAHAN
Menteri Lingkungan Hidup
PENIMBUNAN
Ketentuan Pidana dan Denda dalam
Pengelolaan Limbah B3
Penjara Denda
UU nomor 32 tahun 2009
Min Max Min Max
Pengelolaan Limbah B3 tanpa izin
1 tahun 3 tahun 1 Milyar 3 Milyar
(Pasal 102)
Tidak melakukan pengelolaan limbah B3
1 tahun 3 tahun 1 Milyar 3 Milyar
(Pasal 103)
Pejabat berwenang tidak melakukan pengawasan
- 1 tahun - 500 juta
(Pasal 112)
Impor Limbah B3 (Pasal 106) 5 tahun 15 tahun 5 Milyar 15 Milyar
UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT

Instalasi pengelolaan limbah


(Pasal 11 ayat 1a)

Pengolahan sampah
(Pasal 10 ayat 2t)

Dokumen Lingkungan
(Pasal 8 ayat 2)
Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2014
tentang Kesehatan Lingkungan

Permukiman
• Air
• Udara
• Tanah Tempat kerja
• Pangan
• Sarana dan bangunan Tempat rekreasi
• Vektor & binatang
pembawa penyakit
Tempat & Fasilitas umum
Definisi Limbah B3
Peraturan • Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
Pemerintah selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
nomor 101 tahun B3. Bahan Berbahaya dan Beracun yang
2014 tentang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat,
Pengelolaan konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
Limbah Bahan langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
Berbahaya dan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
Beracun hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
(Pasal 1)
Lampiran I (PP 101/2014)
Tabel 3. Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Umum
Kode Jenis Kode Kategori
Sumber Limbah Uraian Limbah
Kegiatan Kegiatan Limbah Bahaya
Limbah klinis memiliki
A337-1 1
karakteristik infeksius
Seluruh rumah A337-2 Produk farmasi kedaluwarsa 1
sakit dan
laboratorium klinis A337-3 Bahan kimia kedaluwarsa 1
Rumah sakit Fasilitas Peralatan laboratorium
A337-4 1
dan fasilitas incinerator terkontaminasi
37
pelayanan IPAL yang Peralatan medis mengandung
kesehatan mengolah effluen logam berat, termasuk merkuri
dari kegiatan A337-5 1
(Hg), kadmium (Cd), dan
rumah sakit dan sejenisnya
laboratorium klinis
B337-1 Kemasan produk farmasi 2
B337-2 Sludge IPAL 2
PERMEN LHK Nomor: P.56/Menlhk-Sekjen/2015 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk


memberikan panduan bagi Penghasil Limbah
B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan dalam
mengelola Limbah B3 yang dihasilkan.
FASYANKES YANG MANA?

 Fasilitas pelayanan kesehatan yang wajib terdaftar di instansi


yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
 Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
a. pusat kesehatan masyarakat;
b. klinik pelayanan kesehatan atau sejenis; dan
c. rumah sakit.

Sumber: [Pasal 3, PERMEN LHK P.56/Menlhk-Sekjen/2015]


LIMBAH B3 APA SAJA YANG DIATUR?

Limbah B3 yang diatur meliputi Limbah:


a. dengan karakteristik infeksius;
b. benda tajam;
c. patologis;
d. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;
e. radioaktif (diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai ketenaganukliran)
f. farmasi;
g. sitotoksik;
h. peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi; dan
i. tabung gas atau kontainer bertekanan.
Indikator dan Target Pengelolaan Limbah
Rumah Sakit

Penanggung Jawab Target (Tahun)


Indikator Kinerja
Eselon II 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7

RS yang melaksanakan
pengelolaan limbah medis Direktorat PL 10% 15% 20% 30% 36%
sesuai peraturan
Definisi Operasional

Pengelolaan limbah medis sesuai


peraturan adalah minimal melakukan
Fasyankes yang dimaksud adalah RS pemilahan limbah (antara limbah
yang terdaftar di Kementerian medis dan non-medis) dan
Kesehatan Republik Indonesia. pengolahan limbah secara mandiri (on
site) atau bekerja sama dengan pihak
yang memiliki izin (off site).
RS yang Melaksanakan Pengelolaan Limbah Medis
Sesuai Standar
91%
• 394 RS mengelola limbah (dari 378 target)
• 15,63% RS mengelola limbah (dari 15% target)
69%
63%
• 15 Provinsi mengelola limbah di atas rata-rata nasional
56% • 5 Provinsi belum mengelola limbah/belum ada data
50%
46%

32%
30% 30% 29% 28%

21%
17% 17% 16% 15.63% 15% 15% 13% 13% 12% 11%
8%
5% 5% 4% 4% 2% 1% 0% 0% 0% 0% 0%

Data 13 Juli *Timbulan Limbah dari 2.520 RS: 0,7 Kg/tempat tidur/hari | 87 Kg/RS/hari |
2016 220 Ton/hari
STRATEGI Pengelolaan Limbah B3 FASYANKES

Mewajibkan semua
Mendorong program
pengelola Fasyankes
pengurangan limbah di Meningkatkan
untuk mengelola
Fasyankes sesuai kapasitas SDM
limbah dengan benar
Peraturan
(sesuai persyaratan)

Mendorong
Meningkatkan Meningkatkan
penggunaan teknologi
kemitraan khususnya pemantauan dan
alternatif selain
dengan swasta evaluasi
insinerasi
Rekomendasi dalam Pengelolaan Limbah Medis

Pengurangan atau pembatasan dan tata kelola barang


Pemilahan limbah sesuai dengan karakteristik dan teknologi pengolahannya
Penggunaan kembali atau daur ulang
Insinerasi dengan panas yang optimal
Penggunaan teknologi alternatif selain insinerasi
Kerja sama dengan pihak pengolah limbah yang berizin
Memenuhi tata cara proses perizinan pengelolaan limbah B3
Program Pengelolaan Limbah Fasyankes

Penguatan jejaring dan koordinasi lintas program dan sektor.

Penyusunan kebijakan dan peraturan pengelolaan limbah Fasyankes.

Percontohan non insinerasi di 5 (lima) lokasi.

Percontohan RS Bebas Merkuri di 7 (tujuh) lokasi.

Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan di pusat dan daerah.

Kunjungan langsung ke Fasyankes dalam rangka pengumpulan data dan sosialisasi.

Pengumpulan data dan informasi elektronik pengelolaan limbah Fasyankes di Indonesia.

Pembuatan media KIE cetak dan elektronik pengelolaan limbah Fasyankes.

Menyediakan pilihan teknologi dalam pengolahan limbah Fasyankes.


Kebijakan Pengelolaan Limbah Medis Non Insinerasi
Menghasil emisi, termasuk
dioksin, furan dan logam
Kewajiban Stockholm
berat
Convention untuk
Memberikan dampak mengeliminasi POPs
kesehatan masyarakat &
kesehatan kerja
Arahan Kebijakan
Regulasi terhadap proses Nasional terkait limbah
insinerasi sangat ketat medis dan logam berat

Biaya instalasi,
operasional, pemeliharaan
MAHAL
Percontohan Pengelolaan Limbah Non Insinerasi

 RSUD Kota Solok, Sumatera Barat


 RSUD Wangaya, Denpasar Bali
 RSUD Kota Yogyakarta
 RSUD Tugurejo Semarang
 RSUD Samsudin Sukabumi
MERKURI DALAM ALAT MEDIS

Alat Medis Perkiraan Kandungan Merkuri


Termometer klinis 0.5 - 1.5 g
Termometer laboratorium 3.0 - 4.0 g
Portable and wall-mounted blood pressure 110 - 200 g
units (sphygmomanometers)
Maloney or Hurst bougies One tube may contain up to
(esophageal dilators) 1361 g of mercury
Cantor tubes 54 - 136 g
Miller-Abbott tubes 136 g
Dennis tubes 136 g
Foley catheter 68 g
LANGKAH-LANGKAH
PENGHAPUSAN MERKURI NASIONAL BIDANG KESEHATAN

• Peninjauan dan penyusunan regulasi terkait penghapusan alat


mengandung merkuri
• Inventarisasi peralatan yang mengandung merkuri
• Kajian terhadap dampak penggunaan alat mengandung merkuri
• Evaluasi dan kajian peralatan pengganti non merkuri
• Peningkatan kapasitas bagi petugas dan masyarakat
• Melakukan kemitraan dengan berbagai pihak dalam eliminasi
penggunaan merkuri di sektor kesehatan
• Monitoring dan evaluasi
LANGKAH-LANGKAH PENGHAPUSAN MERKURI
DI RUMAH SAKIT
1. Membuat Gugus Tugas ELIMINASI MERKURI
2. Manajemen Rumah Sakit menandatangani Surat Komitmen untuk
PENGHAPUSAN MERCURY
3. Melakukan Inventarisasi Merkuri
4. Menyusun program substitusi merkuri
• Mengganti termometer dan alat ukur tekanan darah dengan yang aman,
akurat, afordabel
• Mengadopsi kebijakan pembelian ‘mercury-free’
• Menetapkan program pengelolaan dan penyimpanan limbah merkuri
• Pelatihan dan pendidikan

5. Evaluasi Pasca Implementasi


Percontohan Fasyankes Bebas Merkuri

1. RSUD Pariaman, Sumatera Barat


2. RSU Provinsi Kepulauan riau
3. RSUD Balaraja, Banten
4. RSUD Ulin, Kalimantan Selatan
5. RSUD Kota Makassar, Sulawesi Selatan
6. RSUD Sleman, DI Yogyakarta
7. RSUD Dr. Sutomo, Surabaya, Jawa Timur
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai