Faktor Lingkungan
• Perubahan lingkungan akan menyebabkan perkembangan system kekebalan mukosa atau melibatkan flora enteral
termasuk perubahan higienis, mengkomsumsi makananan yang tidak terkontaminasi bakteri, vaksinasi pada anak-anak
serta peningkatan usia pada anak-anak saat pertama sekali terpapar bakteri pathogen intestinal.
Faktor Imunologi
• sel Th2 menghasilkan sitokin seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan merangsang antibody-mediated immune respons. Hal
ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktivasi antibodi dan komplemen lebih sering ditemukan pada Kolitis
Ulserativa.
Integritas Epitel
• Kelainan barier epitel mukosa akan menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap sistem kekebalan traktus
gastrointestinal diduga sebagai faktor inisial pada IBD.
(Sugiarto, 2016).
ETIOLOGI KOLITIS ULSERATIVA
• Pada KU, proses peradangan dimulai di rektum dan
meluas ke proksimal secara kontinu sehingga
secara umum dapat melibatkan seluruh bagian
kolon. Lesi biasanya hanya melibatkan lapisan
mukosa dan submukosa usus. Infl amasi hampir
tidak pernah terjadi di daerah usus halus kecuali
jika di ileum terminalis juga terdapat peradangan.
Keterlibatan rektum hampir selalu terjadi pada KU,
tidak adanya skip area yakni area normal di antara
daerah lesi menjadi penanda khas KU sehingga
dapat dijadikan pembeda dengan PC.
• Pada PC, peradangan dapat melibatkan seluruh
mukosa saluran cerna dimulai dari mulut hingga ke
anus dengan tiga bentuk pola umum yang khas
yakni adanya peradangan, striktur, dan fistula.
Berbeda dengan KU, lesi pada PC tidak hanya
melibatkan mukosa dan submukosa namun juga
dapat transmural. Hal ini menjadi penanda
patologis yang khas untuk PC. Selain itu, lesi pada
PC bersifat diskontinu sehingga akan ditemukan
skip area. (Firmansyah, 2013).
ETIOLOGI KOLITIS ULSERATIVA
EPIDEMIOLOGI KOLITIS ULSERATIVA
• Sekitar satu hingga dua juta orang
di Amerika Serikat diperkirakan
mengalami kolitisul seratif (KU)
dengan insindens berkisar70-150
kasus per 100.000 individu. • Secara global dikatakan bahwa
• Eropa, insidens KU berkisar7.3 insidens KU 2.2–14.3 kasus per
kasus per 100.000 penduduk 100.000 penduduk
(Silverstein,2000)
• Di Indonesia tahun 2002 , ada 5,2
% kasus KU dari seluruh total
kasus yang ada (Kelompok Studi
IBD Indonesia, 2011)
PASIEN YANG PALING
• Kedua tipe IBD ini paling sering
SERING MENGALAMI didiagnosa pada orang-orang
KOLITIS ULSERATIVA berusia dewasa muda. Insiden
paling tinggi dan mencapai
puncaknya pada usia 15-40 tahun,
• Insiden IBD pada ras kulit putih kemudian baru yang berusia 55-
kira-kira lebih tinggi empat kali 65 tahun. Namun, pada anak-anak
lipat dibandingkan ras lainnya. di bawah 5 tahun maupun pada
Perbandingan insiden antara laki- orang usia lanjut terkadang dapat
laki dan perempuan hampir sama ditemukan kasusnya. Dari semua
untuk UC (Ulcerative colitis) dan pasien IBD, 10%-nya berusia
CD (Crohn disease), namun pada kurang dari 18 tahun (Rowe,
perempuan sedikit lebih tinggi 2011;Talley, et al., 2011).
insidennya (Rowe, 2011;Talley, et
al., 2011).
ALGORITMA
Kolitis Ulserativa
(Allen Helen,2015)
Apakah Mrs Q cocok dengan pola ini?
• Cocok, karena untuk lini pengobatan pertama menggunakan
kortikosteroid enema – Predsol enema
• Bahan aktif dari predsol adalah prednisolon
sodium phospate
• Golongan : Kortikosteroid
• Kelas obat kortikosteroid seperti prednisone,
methylprednisone dan hidrokortisone. Kelas obat
ini digunakan pada kasus kolitis ulseratif yang
memiliki tingkat moderate sampai severe yang
tidak merespon obat aminosalicylates (5-ASA). BAHAN AKTIF DAN
• Kortikosteroid juga dikenal sebagai steroid,
GOLONGAN OBAT
dapat diberikan secara oral , intravena, melalui PREDSOL
enema, atau dalam supositoria tergantung pada
lokasi peradangan.
(Dipiro, 2005).
Glukokortikoid seperti Prednisolone dapat
• menghambat infiltrasi leukosit di tempat peradangan
• mengganggu mediator respons inflamasi
• menekan respons imun humoral
• mengurangi reaksi inflamasi dengan membatasi
dilatasi kapiler dan permeabilitas struktur vaskular.
• membatasi akumulasi leukosit polimorfonuklear dan
makrofag dan mengurangi pelepasan vasoaktif kinin. MEKANISME
• menghambat pelepasan asam arakidonat dari PREDNISOLON
fosfolipid, sehingga mengurangi pembentukan
prostaglandin
• Tindakan antiinflamasi glukokortikoid diperkirakan
melibatkan protein penghambat phospholipase A2,
lipokortin, yang mengendalikan biosintesis
mediator kuat peradangan seperti prostaglandin dan
leukotrien
EFEK SAMPING PREDNISOLON SODIUM
FOSFAT
• Absorbsi sistemik mungkin terjadi,
• iritasi lokal dapat terjadi,
• penggunaan jangka panjang harus dihindari,
• dikontraindikasi pada infeksi yang tak terobati
1. Pada Anak
• Pertumbuhan yang lambat
• Kalsium pada tulang berkurang
2. Terhadap imun
• Obat ini mengurangi respon sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit untuk
mengurangi gejala reaksi alergi seperti nyeri dan pembengkakan. Oleh sebab itu apabila
mengalami alergi dan efek samping lainnya harus di konsultasi kepada dokter.
(Sukandar,2008)
•
Overdosis atau penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan efek fisiologis yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek samping glukokortikoid maupun
mineralokortikoid.
• Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi, retensi
natrium dan air serta kehilangan kalium. Hal ini jelas
terjadi pada fludrokortison dan cukup sering terjadi pada
kortison, hidrokortison, kortikotropin dan tetrakosaktrin.
• Efek samping mineralokortikoid pada betametason dan EFEK
deksametason yang mempunyai efek glukokortikoid yang
besar, dapat diabaikan, sedangkan pada metil prednisolon,
KORTIKOSTEROID
prednisolon dan triamsinolon efek mineralokortikoid YANG MERUGIKAN
ringan.
• Efek samping glukokortikoid antara lain diabetes dan
osteoporosis, yang berbahaya, terutama pada lanjut usia,
dapat terjadi fraktur osteoporotik pada tulang pinggul dan
tulang belakang. Selain itu, pemberian dosis tinggi dapat
mengakibatkan nekrosis avaskular pada kepala femur.
PREDNISOLONE ENEMA
Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid.
Alasan utama enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltic. Volume cairan, yang
dimasukkan, memecah masa feses, merenggangkan dinding rectum, dan mengawali reflek defekasi. Enema juga
diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang menimbulkan efek local pada mucosa rectum.
• Efek samping lebih kecil dibandingkan dengan bentuk sediaan tablet, karena langsung menuju target
• Waktu kerja (onsetnya) lebih cepat karena tanpa melewati pencernaan terlebih dahulu, melainkan langsung
ke pembuluh darah dan sel target
(Ansel, 2008).
PREDNISOLONE TABLET
(Ansel, 2008).
TUJUAN LAIN DALAM PEMBERIAN PREDNISOLONE
ENEMA
“Gejala yang biasanya ditimbulkan oleh kolitis ulseratif adalah diare yang disertai darah, lendir,
atau nanah dan sering ingin buang air besar tetapi tinja cenderung tidak bisa keluar”
Hal tersebut dapat mendasari pemilihan obat dalam bentuk enema, karena:
• Dapat merangsang gerakan usus besar
Setelah seluruh dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan,
pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema, digunakan larutan garam
isotonik yang sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, karena mempunyai konsentrasi
gradien yang netral. Larutan tersebut tidak menarik elektrolit dari tubuh – seperti jika
menggunakan air biasa. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan
waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.
(Voight, R,1995)
FORMULASI ENEMA
Prednisolone 20mg/100mL
Kegunaan:
anti inflamasi
dan anti
arthritis
Dosis: 900
mg/hari,
terbagi
menjadi 3
dosis selama 6
minggu
BUTYRATE
Kegunaan: antiinflamasi
Kegunaan: antiinflamasi
Ulmus fulva
• Sebagai supplement IBD
TRITICUM ASETIVUM
• 20 mL/hari, digunakan sebagai jus
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
FORMULASI ENEMA PREDNISOLON
KELEBIHAN
• Sediaan rektal jenis enema memiliki laju absorpsi terbesar
dibandingkan dengan 2 jenis sediaan rektal lain yakni jenis
suppositoria dan foam
• Lebih efektif karena langsung bekerja pada kolon yang terkena
radang
• Efek samping lebih sedikit
• Hanya ada sedikit penyerapan sistemik dan efeknya pada lapisan
usus dimaksimalkan (Stephen and Hanauer, 2010).
KEKURANGAN
• Kurang praktis
• Cara penggunaan kurang menyenangkan
• Prednisolon dengan bentuk sediaan enema hanya mampu
mencapai descending colon
• Pemakaian enema yang tidak tepat dapat memungkinkan
terjadinya kerusakan pada mukosa rektum (Stephen and
Hanauer, 2010).
KONSELING PENGGUNAAN ENEMA
Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. The Mc. Graw Hill Company.
USA.
Dipiro. Et. al. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. New York : McGraw Hill
Firmansyah, M.A. 2013. Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan Inflammatory
Bowel Disease. CDK. Volume 4 (4): 247-252.
https://id.wikihow.com/Melakukan-Enema-(Suntikan-Urus-Urus)-di-Rumah
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3271691/
https://www.drugbank.ca/drugs/DB00860
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Studi Inflammatory Bowel Disease Indonesia. 2011. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Inflammatory Bowel Disease (IBD) di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan
Gastroienterologi Indonesia.
Kyorin pharmaceutical. 2013. Ulcerative colitis/regional enteritis remedy, predonema®
enema 20 mg. http://www.kyorin-
pharm.co.jp/prodinfo/medicine/pdf/PREDONEMA_Enema.pdf
Rowe WA. Inflammatory Bowel Disease. Available at: http://emedicine.medscape.com. [Diakses
pada 31 Oktober 2017
Sugiarto. 2016. Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan. Volume 12 (3): 61-74
Sukandar, Elin Yulinah dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI.
Talley NJ, Abreu MT, Achkar JP, Bernstein CN, Dubinsky MC, Hanauer SB, Kane SV, Sandborn WJ,
Ullman TA, Moayyedi P. An Evidence-Based Systemic Review on Medical Therapies for
Inflammatory Bowel Disease. Am J Gastroenterol 2011; 106:S2 – S25.
Voight, R.1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press
Yosy D.S, dan Hasri Salwan. 2014. Inflammatory Bowel Disease Pada Anak. Jurnal MKS, 46 (2).