Anda di halaman 1dari 56

REVIEW EPID DASAR

Meilani Anwar
Prodi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
STRATEGI EPIDEMIOLOGI
A. TUJUAN UTAMA

 Tujuan utama epidemiologi adalah untuk


mencari hubungan kausal penyakit dengan
keterpajanan terhadap lingkungan
B. LANGKAH-LANGKAH ILMIAH
Teori/
Pengetahuan/Aksioma

Eliminasi kesalahan teori/ Deduksi teori/ dan


Penyempurnaan hipotesis penyempurnaan hipotesis

Simpulan dan Hipotesis


Interpretasi Konseptual

Penarikan Rancangan
inferensi Studi

Temuan-temuan Hipotesis
Empirik Operasional

Analisis Pengumpulan
Data Data
Data / Hasil Observasi
HIPOTESIS EPIDEMIOLOGI MENJELASKAN :

• Populasi (karakteristik orang-orang)


dalam hipotesis
• Penyebab (yang diduga)
• Penyakit (efek yang ditimbulkan)
• Hubungan dosis dan akibat (dose
response)
• Hubungan waktu dan akibat (time
response)
C. MERAKIT FAKTA

Variabel-variabel yang dirakit :


 Orang

 Tempat

 Waktu
ORANG
 Menggambarkan ciri-ciri orang yang terkena, seperti
umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, status sosial
ekonomi atau status perkawinan.
TEMPAT
• Adakah kasus menyebar rata antara macam-macam
negara, propinsi di suatu negara atau kabupaten,
atau daerah perkotaan dan pedesaan, tanah dataran
vs pegunungan ?

WAKTU
• Menjelaskan waktu orang terkena penyakit tersebut.
Adakah hal-hal yang luar biasa pada distribusi kasus-
kasus menurut waktu, seperti menurut tahun, bulan atau
hari ?
D.HIPOTESIS

 hipotesis yang menyakinkan dapat menjadi


suatu alat yang penting untuk mengarahkan
penelitian yang akan datang.
 Keberhasilan suatu penelitian sangat tergantung
pada mutu hipotesis yang diajukan.
I. CARA MENYUSUN HIPOTESIS :

1. Metoda Perbedaan
2. Metoda Kecocokan
3. Metoda Concomittan cojoint Variation
4. Metoda Analogi
1. METODA PERBEDAAN
 Bila frekuensi suatu penyakit berbeda pada dua
keadaaan yang berbeda
 dan beberapa faktor terdapat pada suatu
keadaaan tetapi tidak ditemukan pada keadaan
yang lain,
 maka mungkin hal ini dapat dipertimbangkan
sebagai penyebab penyakit tersebut.
2. METODA KECOCOKAN
 Bila suatu faktor yang sama ditemukan pada
keadaan-keadaan yang berbeda
 dan ternyata faktor tersebut berasosiasi dengan
penyakit,
 maka faktor ini mungkin adalah penyebab
penyakit tersebut.
 Contoh : Kanker serviks berhubungan dengan
hubungan kelamin pada umur muda,
berhubungan juga dengan rekan seksual yang
banyak, dan dengan keadaan sosial-ekonomi
rendah. Faktor yang sama mungkin virus yang
ditularkan secara seksual.
3. METODE CONCOMITTAN COJOINT
VARIATION

 mencari sejumlah faktor yang frekuensinya atau


kekuatannya berubah mengikuti perubahan frekuensi
penyakit.
 Contoh : frekuensi zat gizi tertentu dengan insiden
penyakit jantung koroner pada daerah-daerah yang
berbeda.
4. METODE ANALOGI
 Penyebaran suatu penyakit mungkin sangat
mirip dengan penyebaran yang lain yang sudah
diketahui penyebabnya. Mungkin penyebab ini
sama.
 Contoh: penyakit-penyakit keturunan
(hereditery) cenderung untuk terdapat di
keluarga. Jadi bila ada penyakit yang cenderung
untuk terdapat dalam keluarga, maka penyakit
ini juga dianggap penyakit keturunan.
 Cara berpikir seperti ini juga dapat
menyesatkan.
BEBERAPA PERTIMBANGAN
1. Keterkaitan
2. Hubungan statistik
3. Perubahan
4. Kasus jarang
5. Hasil pengamatan
BEBERAPA PERTIMBANGAN
1.Hipotesis yang baru biasanya disusun dengan
mengaitkan hasil observasi dari berbagai bidang,
seperti klinik, patologik, dan dari laboratorium

2.Semakin kuat hubungan statistik yang


didapatkan, semakin besar pula peluangnya
untuk mendapatkan hipotesis sebab-akibat.
Kuatnya hubungan statistik disini diartikan
bukan derajat kemaknaan, tetapi seberpa jauh
tercapainya keadaan, dimana penyakit tidak ada
pada suatu keadaan dan pada keadaan lain
penyakit hampir selalu ada.
3.Pengamatan terhadap adanya perubahan
frekuensi penyakit menurut suatu kurun waktu
biasanya amat berguna bagi penyusunan suatu
hipotesis.

4.Suatu kasus yang aneh atau jarang terjadi


seharusnya mendapat perhatian dalam
penysusunan suatu hipotesis.

5.Hasil pengamatan yang tampaknya saling


bertentangan perlu mendapat perhatian pada
waktu penyusunan hipotesis.
MEMILIH DAN MENILAI HIPOTESIS
1. Nilai hipotesis dengan jumlah alternatif
 Asosiasi antar faktor yang dicurigai dengan
penyakit
 Variabel saling berasosiasi
 Asosiasi variabel dengan variabel yang lain
2. Mencari keterangan demografi yang relevan
3. Tidak perlu konsisten
MEMILIH DAN MENILAI HIPOTESIS
Pertama

Nilai suatu hipotesis berbanding terbalik dengan


jumlah alternatif yang dapat diterima. Jumlah
alternatif ini tergantung pada :

a.Semakin banyak asosiasi yang terpisah yang dapat


diterangkan oleh asosiasi antara faktor yang dicurigai
dan penyakit, semakin sedikit jumlah alternatif yang
dapat diterima. Suatu asosiasi yang melibatkan satu
variabel biasanya dapat berkembang menjadi suatu
hipotesis, sedangkan asosiasi yang melibatkan dua
variabel bebas menyempitkan pilihan.
 Contoh a : Beberapa hipotesis dapat
menerangkan terdapatnya insiden leukemia
yang tinggi pada para ahli radiologi, tetapi
jumlah hipotesis menjadi jauh lebih sedikit bila
ditambah keterangan bahwa insiden leukemia
juga tinggi pada penderita "ankylosing
spondylitis", yang mendapat pengobatan dengan
penyinaran. Bila hasil pengamatan ketiga
ditambahkan, bertambahnya insiden rate
leukemia pada mereka korban bom atom di
Nagasaki, maka makin kecil alternatifnya
b. Bila dua variabel ditemukan saling berasosiasi, dan
keduanya berasosiasi dengan suatu penyakit, maka
nilainya masing-masing untuk menyusun hipotesis menjadi
berkurang.
Contoh : Pekerjaan dan daerah tempat tinggal
berhubungan erat, suatu penyakit yang berasosiasi dengan
salah satu variabel tersebut pasti akan berasosiasi juga
dengan variabel yang lain.

c. Asosiasi suatu variabel dengan variabel tertentu, mungkin


lebih bernilai dari pada asosiasi dengan variabel lain.
Contoh : Asosiasi antara pekerjaan dengan agama mungkin
kurang nilainnya dibandingkan asosiasi dengan umur dan
jenis kelamin.
Kedua

 Adalah sangat berguna untuk berusaha mencari


keterangan demografi yang relevan. Contoh :
dihipotesiskan bahwa tingginya insiden kanker
lambung di Jepang karena adanya predisposisi
genetika. Bila hal ini benar, maka diharapkan
insiden kanker lambung orang Jepang
dimanapun juga akan sama. Ternyata hal ini
tidak demikian.
Ketiga

Suatu hipotesis tidak perlu konsisten dengan hasil


pengamatan yang ada. Hal ini mungkin terjadi
karena :

a. Adanya penyebab banyak dari suatu penyakit

b. Kasarnya klasifikasi penyakit


MENGUJI HIPOTESIS
HUBUNGAN

A. Tidak berhubungan secara statistik

B. Berhubungan secara statistik

1. Non - Kausal

2. Kausal

a. Tidak Langsung

b. Langsung
HUBUNGAN KAUSAL

1. Urutan waktu
2. Konsistensi
3. Kekuatan hubungan
4. Biological gradient
5. Specificity of effect
6. Collateral evidence and biological plausibility
7. Pembuktian Kausal
KRITERIA HUBUNGAN KAUSAL

a) Urutan Waktu
Penyebab harus lebih dahulu dari akibat.
Paling sedikit harus diasumsikan. Ini adalah
syarat dasar bagi hubungan sebab-akibat

b) Konsistensi
Bila asosiasi itu ditemukan pada keadaan-
keadaan yang berbeda, maka adanya
hubungan kausal makin diperkuat.
KRITERIA HUBUNGAN KAUSAL

c) Kekuatan Hubungan
Semakin besar resiko relatif yang kita dapatkan
semakin kecil kemungkinannya bahwa hubungan
tersebut karena kebetulan

d) Biological Gradient
Adanya "biological gradient" atau hubungan dose-
response memperkuat dugaan adanya hubungan
kausal.

e) Specificity of Effect
Bila keterpaparan terhadap sesuatu faktor selalu
menimbulkan akibat yang sama, dan bila
keterpaparan tersebut dihilangkan maka akibatpun
tidak timbul. Hal ini jarang bisa berlaku karena
adanya "multiple causation" dan "multiple effects".
f) Collateral evidence and biological plausibility
"Collateral evidence" atau bukti tambahan dapat
berupa statistik vital nasional. "Biological plausibility"
dapat diperoleh dari penelitian-penelitian di
laboratorium yang sesuai dengan hipotesis yang
sedang dikaji.

g) Pembuktian Kausal
Hal ini biasanya tidak relevant untuk penelitian-
penelitian obsevasional. Ini memerlukan penelitian
experimental.
MENERANGKAN MEKANISMA

Bila hipotesis diperkuat oleh hasil penelitian, maka


harus dijelaskan mekanisma adanya hubungan sebab
akibat, baik ditinjau dari ilmu biologi maupun
kedokteran; apakah hubungan tersebut dapat
ditimbulkan kembali pada percobaan dengan hewan.
keterangan juga dapat dicari dari mekanisma seluler
atau biokimia.
DISAIN STUDI
EPIDEMIOLOGI
DISAIN STUDI

DESKRIPTIF ANALITIK

POPULASI INDIVIDU OBSERVASIONAL EKSPERIMEN


TUJUAN STUDI

 DESKRIPTIF  ANALITIK

MENDESKRIPSIKAN MEMPEROLEH
DISTRIBUSI PENJELASAN
FREKUENSI TENTANG FAKTOR-
PENYAKIT MENURUT FAKTOR PENYEBAB
WAKTU, TEMPAT, PENYAKIT (Etiologi)
DAN ORANG
STUDI DESKRIPTIF
SUATU RISET EPIDEMIOLOGI YANG BERTUJUAN
MENGGAMBARKAN POLA DISTRIBUSI PENYAKIT
DAN DETERMINAN PENYAKIT MENURUT
POPULASI, LETAK GEOGRAFIS, DAN WAKTU.

INDIKATOR YANG DIGUNAKAN MENCAKUP


FAKTOR-FAKTOR SOSIO DEMOGRAFI (UMUR,
GENDER, RAS, STATUS PERNIKAHAN,
PEKERJAAN) MAUPUN VARIABEL-VARIABEL
PERILAKU
MANFAAT

Perencanaan program

Petunjuk
awal untuk
merumuskan HIPOTESIS
DESKRIPTIF
 POPULASI
 STUDI KORELASI (Correlation Study)

 INDIVIDU
 LAPORAN KASUS (Case Study)
 RANGKAIAN KASUS (Case Series)

 STUDI POTONG LINTANG (Cross Sectional Study)


STUDI ANALITIK
SUATU RISET EPIDEMIOLOGI YANG BERTUJUAN
UNTUK MEMPEROLEH PENJELASAN TENTANG
FAKTOR-FAKTOR RISIKO DAN PENYEBAB
PENYAKIT.

PRINSIP ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM


STUDI ANALITIK ADALAH MEMBANDIKANG
KELOMPOK TERPAJAN (EXPOSE) DENGAN
KELOMPOK YANG TIDAK TERPAJAN (NON
EXPOSE)
ANALITIK

 OBSERVASIONAL
 KASUS KONTROL (Case Control Study)
 KOHOR (Cohort Study)

 EKSPERIMEN
 EKSPERIMEN MURNI (Experimental)
 Laboratory, Clinical Trial, Community Intervention

 EKSPERIMEN SEMU (Quasi Experimental)

 Clinical/Laboratory program/policy
DEFINISI SKRINING

7/22/2019
 Menurut US Commiission on Chronic Illness
(1951)

Skrining
 Identifikasi dugaan penyakit yang tidak diketahui
atau kelainan dengan penerapan tes (uji),
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat
diterapkan secara cepat.

40
Suatu penerapan test terhadap orang

7/22/2019
yang tidak menunjukkan gejala dengan
tujuan mengelompokkan mereka
kedalam kelompok yang mungkin

Skrining
menderita penyakit tertentu

41
UJI SKRINING

7/22/2019
 Memisahkan secara jelas orang
yang sehat mungkin mempunyai
penyakit dari pada orang-orang

Skrining
yang sehat yang mungkin tidak
mempunyai penyakit

 Tidak ditujukan untuk menjadi


diagnostik. Orang dengan tes
positif atau temuan dicurigai harus
dirujuk ke dokter mereka untuk
diagnosis dan perlakuan 42
pengobatan
UJI SKRINING

 Hanyamerupakan pemeriksaan awal,

7/22/2019
responden yang positif memerlukan
pemeriksaan diagnostik kedua

Skrining
 Inisiatifnyalebih baik dimulai oleh
peneliti atau orang atau lembaga
penyedia pelayanan dari pada
keluhan-keluhan pasien

 Umumnya peduli dengan penyakit


kronik dan bertujuan mendeteksi
penyakit yang belum dalam 43

pengobatan medik
TUJUAN SKRINING (1)

7/22/2019
 Pencegahan penularan penyakit

Skrining
 Perlindungan kesehatan public

 Sebagai bagian dari survilans, bermanfaat untuk


menentukan frkuensi dan riwayat alamiah
masalah kesehatan atau penyakit tertentu

44
TUJUAN SKRINING (2)

7/22/2019
Mendapatkan keadaan penyakit dalam

Skrining
keadaan dini untuk memperbaiki
prognosis, karena pengobatan dilakukan
sebelum penyakit mempunyai
manifestasi klinik.

45
PENYAKIT SERIUS

7/22/2019
 Cost-effective (pengobatannya)
 Biaya skrining harus sesuai dengan hilangnya
konsekuensi kesehatan

Skrining
 Etik
Konsekuensi tidak terdiagnosis dan
pengobatan dini harus lebih
menguntungkan dari pada akibat yang
didapat dari prosedur skrining
 Menyelamatkan hidup
Misalnya, kanker paru, ca. serviks, Phenyl
Keton urea
46
KARAKTERISTIK UJI SKRINING

7/22/2019
 Sensitivitas
 Proporsi orang yang benar-benar sakit dalam

Skrining
populasi yang diskrining yang diidentifikasi
sebagai penyakit oleh uji skrining

 Suatu ukuran probabilitas yang secara benar


pendiagnosisan suatu kasus, atau probabilitas
yang diberikan setiap kasus akan
diidentifikasi oleh tes (uji). Sinonim: true
positive rate
47
KARAKTERISTIK UJI SKRINING

7/22/2019
 Sensitivitas
 Kemampuan dari suatu uji memberikan temuan
positif bila orang yang diuji benar-benar sakit

Skrining
48
KARAKTERISTIK UJI SKRINING

7/22/2019
 Spesifisitas
 Proporsi orang yang benar-benar tidak sakit yang
diidentifikasi oleh uji skrining

Skrining
 Mengukur probabilitas identifikasi secara benar
orang yang tidak sakit dengan suatu uji skrining
 Sinonim: true negative rate

49
KARAKTERISTIK UJI SKRINING

7/22/2019
 Spesifisitas
 Kemampuan suatu uji (tes) memberikan temuan
yang negatif bila orang yang diuji bebas penyakit

Skrining
50
KARAKTERISTIK UJI SKRINING

7/22/2019
 Validitas
 Berasal dari bahasa Latin, artinya kekuatan

Skrining
 Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
suatu instrumen pengukuran atau uji yang
diperkirakan untuk mengukur
 kemampuan mengukur sesuatu yang seharusnya
diukur

51
IMPLIKASI DAN KONSEKUENSI SKRINING

7/22/2019
 Harus dipertimbangkan sebelum program
skrining dimulai

Skrining
 Apakah skrining dapat dibenarkan, secara
ilmiah dan pendanaan, dengan hasil yang
menguntungkan masyarakat
 Usulan suatu skrining dibuat dengan
keyakinan bahwa diagnosis dini (lebih
awal) membuat lebih efisien terapi saat ini

52
TABEL 1. TABULASI SILANG HASIL
SKRINING TES DENGAN STATUS
PENYAKIT

HASIL UJI STATUS PENYAKIT TOTAL


SKRINING SEBENARNYA (Diagnosis)
SAKIT (D+) TIDAK SAKIT
(D-)
Positif (T+) A B A+B

Negatif (T-) C D C+D

TOTAL A+C B+D A+B+C+D

7/22/2019 Skrining 53
PENJELASAN TABEL 1.

7/22/2019
A = orang yang sakit dideteksi oleh uji
skrining (True Positive = TP)
 B = orang yang tidak sakit dideteksi oleh uji

Skrining
skrining (False Positive = FP)
 C = orang yang sakit tidak dideteksi oleh uji
skrining (False Negative = FN)
 D = orang yang tidak sakit, hasil tes negatif
pada uji skrining (True Negative = TN)
 T+ = tes positif
 T- = tes negatif
 D+ = penyakit positif
 D- = penyakit negatif
54
SENSITIVITAS
 Probabilitas bahwa hasil uji akan positif bila uji itu
dilakukan pada orang yang sesungguhnya mempunyai
penyakit
 Rumus
 Sensitivitas = Pr(T+|D+)  dibaca probabilitas tes
positif bila kondisional ada penyakit
( A) TP

 Sensitivitas = ( A  C ) TP  FN

7/22/2019 Skrining 55
SPESIFISITAS
 Probabilitas bahwa hasil uji akan negatif bila
uji itu dilakukan pada orang yang
sesungguhnya bebas penyakit
 Rumus
 Spesifisitas = Pr(T-|D-)  dibaca probabilitas tes
negatif bila kondisional tidak ada penyakit

( D) TN
 Spesifisitas = 
( B  D) FP  TN

7/22/2019 Skrining 56

Anda mungkin juga menyukai