Anda di halaman 1dari 57

PRESENTASI KASUS

HEPATITIS B DAN KOLELITIASIS


Disusun oleh :
dr. Winda Chandra

Pembimbing :
Dr. Sarada Devi, Sp.PD
Dr. Hj. Sofiana
Dr. Meliana Muliawaty
PENDAHULUAN

Hepatitis B
Infeksi yg umum Angka kejadian
Kronis 
ditemukan di meningkat dlm
kelainan hati
Indonesia 5 thn terakhir
EPIDEMIOLOGI

1/3 populasi dunia pernah terpajan virus ini (350-


400 jt orang)

Asia: pasien Hep B tdk memiliki


keluhan ataupun gejala  kronik

INA: 2013 ↑ 2x
dari thn 2007
4-20,3%
ETIOLOGI

3 bentuk dari VHB

• Tidak dapat dibedakan secara antigen dari permukaan luar / protein kapsul

Protein kapsul pd permukaan luar virion & tubular yg kecil 


Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg)
• Konsentrasi partikel HBsAg dan virus dalam darah masing-masing dapat
mencapai 500 μg / mL dan 10 triliun partikel per mililiter
42 nm 27 nm 22 nm
Morfologi Virion bercangkang ganda Inti nukleokapsid Sferis dan berfilamen; memiliki
(permukaan dan inti) sferis bahan pelindung virus yang
sangat tebal
Antigen HBsAg, HBcAg, HBeAg HBcAg, HBeAg HBsAg
Antibodi Anti-HBs, Anti-HBc, Anti-HBe Anti-HBc, Anti-HBe Anti-HBe
Ciri Khas  Virus ditularkan melalui Nukleokapsid mengandung DNA HBsAg terdeteksi pada> 95%
darah; dapat sebagai dan DNA polimerase; terdapat pasien dengan hepatitis B akut;
carrier dalam nukleus hepatosit; HBcAg ditemukan dalam serum, cairan
 Diagnosis akut: HBsAg, IgM tidak bersirkulasi; HBeAg (larut, tubuh, sitoplasma hepatosit;
anti-HBc nonpartikulat) dan DNA HBV anti-HBs muncul setelah infeksi
 Diagnosis kronis: IgG anti- bersirkulasi — berkorelasi — antibodi pelindung
HBc, HBsAg dengan infektivitas dan virion
 Penanda replikasi: HBeAg, yang lengkap
HBV DNA
 Hati, limfosit, organ lain
PATOFISIOLOGI

Masuk ke
Partikel Dane
dalam tubuh Replikasi virus
masuk ke hati
(parenteral)

Respon imun Respon imun


spesifik non spesifik
1.Fase imunotoleransi
• Pada fase ini, konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian tingginya, tetapi tidak terdapat
peradangan hati yang berarti. VHB berada dalam keadaan fase replikatif yang ditandai dengan titer
HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan konsentrasi ALT
yang relatif normal. Pada fase ini jarang terjadi serokonversi HBeAg secara spontan.

1.Fase imunoaktif / fase immune clearance


• Akibat replikasi VHB yang berkepanjangan dapat terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel hati yang
terinfeksi VHB. Pada fase ini dapat terjadi serokonversi HBeAg akibat terapi.

1.Fase non replikatif / fase residual


• Pada sekitar 70% individu, partikel VHB dapat dieliminasi tanpa terdapat kerusakan sel hati yang
berarti. HBsAg biasanya berada pada kadar yang lebih rendah, anti-HBe positif, dan kadar ALT
normal. Namun, pada sebesar 20-30% kasus dalam fase residual ini VHB dapat mengalami reaktivasi.
Dalam fase residual ini, replikasi VHB sudah mencapai titik minimal. Namun, akibat terjadinya fibrosis
setelah nekrosis yang berulang-ulang, pasien dapat jatuh dalam keadaan sirosis hepatis. Kejadian
karsinoma hepatoselular (KHS) juga meningkat pada pasien yang terinfeksi VHB.
KLASIFIKASI

Manifestasi klinis Status HBeAg

Hepatitis B kronik yang masih aktif


Hepatitis B kronik dengan HBeAg positif
(hepatitis B kronik aktif)

Carrier VHB inaktif Hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif


MANIFESTASI KLINIS

Pada sebagian kasus dpt


Pemeriksaan faal hati ditemukan
Gambaran klinis
bisa menunjukkan hasil hepatomegali,
bervariasi
normal splenomegali, tanda
kronis penyakit hati

Albumin dlm batas


Biliriubin umumnya dlm normal, kecuali pd
batas normal kasus dgn kerusakan
hati berat
DIAGNOSIS

Diagnosis infeksi VHB biasanya


dapat dibuat dgn mendeteksi
HBsAg dlm serum

Penanda serologis penting


lainnya: HBeAg. Kegunaan klinis
utamanya: sebagai indikator
infektivitas relatif
Pemeriksaan Serologis pada Infeksi Hepatitis B
TATALAKSANA

Indikasi terapi pada infeksi Hep B

• nilai DNA VHB serum


• status HBeAg,
• nilai ALT dan
• gambaran histologis hati
Indikasi terapi pada pasien dengan
HBeAg (+)
HBV DNA > 2 x 104 IU/mL dengan kadar ALT >2x batas atas nilai normal / ULN:
dapat dilakukan observasi selama 3 bulan apabila tidak terdapat risiko kondisi
dekompensasi, terapi dapat dimulai apabila tidak terjadi serokonversi

HBV DNA > 2 x 104 IU/mL dengan kadar ALT normal atau 1-2x batas atas nilai
normal / ULN: observasi setiap 3 bulan, terapi dapat dimulai apabila
ditemukan inflamasi sedang – berat atau fibrosis signifikan

HBV DNA < 2 x 104 IU/mL dengan kadar ALT berapapun: observasi setiap 3
bulan, terapi dimulai apabila ditemukan inflamasi sedang – berat atau fibrosis
signifikan, eksklusi penyebab lain apabila ditemukan peningkatan kadar ALT.
Indikasi terapi pada pasien dengan
HBeAg (-)
HBV DNA > 2 x 103 IU/mL dengan kadar ALT >2x batas atas nilai normal / ULN: dapat
dilakukan observasi selama 3 bulan apabila tidak terdapat risiko kondisi dekompensasi,
terapi dapat dimulai apabila tidak terjadi serokonversi

HBV DNA > 2 x 103 IU/mL dengan kadar ALT normal atau 1-2x batas atas nilai normal /
ULN: observasi setiap 3 bulan, terapi dapat dimulai apabila ditemukan inflamasi sedang –
berat atau fibrosis signifikan

HBV DNA < 2 x 103 IU/mL dengan kadar ALT lebih dari normal: observasi setiap 3 bulan,
terapi dimulai apabila ditemukan inflamasi sedang – berat atau fibrosis signifikan, eksklusi
penyebab lain apabila ditemukan peningkatan kadar ALT.

HBV DNA < 2 x 103 IU/mL dengan kadar ALT persisten normal: monitor kadar ALT setiap 3-6
bulan dan HBV DNA setiap 6-12 bulan, terapi dimulai apabila ditemukan inflamasi sedang –
berat atau fibrosis signifikan.
Indikasi terapi pada Indikasi terapi pada
pasien dengan sirosis pasien dengan sirosis
terkompensasi tidak terkompensasi
terapi harus segera
dimulai untuk
terapi dimulai pada mencegah
pasien dengan DNA deteriorasi tanpa
VHB >2 x 103 IU/mL memandang nilai
DNA VHB ataupun
ALT
TATALAKSANA – KELOMPOK TERAPI
a.Kelompok a.Kelompok
imunomodulator terapi antivirus Lini pertama untuk terapi Hepatitis B
kronik berdasarkan rekomendasi saat ini
yakni terdiri dari pegulated interferon,
Interferon Lamivudin entecavir, atau tenofovir. Pada pasien non
sirosis yang menginginkan terapi untuk
jangka waktu tertentu, terapi yang
Timosin Adenofovir direkomendasikan adalah Peg-IFN.
alfa 1 dipivoksil Rekomendasi lini kedua sebagai alternatif
terapi Hepatitis B adalah lamivudin,
Vaksinasi
adefovir, dan telbivudine
terapi
INTERFERON

Pemberian terapi IFN dapat diberikan pada pasien


dengan karakteristik
Kontraindikasi pemberian interferon:
• Pasien muda yang telah memenuhi indikasi
terapi, tanpa penyakit penyerta, dan memiliki • Pasien sirosis dekompensata
biaya yang mencukupi.
• Pasien dengan gangguan psikiatri
• Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB
• Pasien yang sedang hamil
genotip A atau B, mengingat penelitian yang ada
telah membuktikan bahwa terapi interferon • Pasien dengan penyakit autoimun aktif
akan memberikan efektivitas yang lebih baik
pada infeksi VHB dari genotip tersebut.
LAMIVUDIN

Lamivudin dipertimbangkan utk digunakan pada:


• Pasien naif dengan DNA VHB <2 x 108 IU/mL,
status HBeAg positif, ALT >2x batas atas normal. • Lamivudin tidak boleh diberikan pada pasien
yang sudah resisten terhadap lamivudin,
• Lamivudin dapat diteruskan bila pada minggu
telbivudin, atau entecavir.
ke-4 pasien mencapai DNA VHB < 2 x 103 IU/mL,
serta pada minggu ke-24 mencapai DNA VHB <2
x 102 IU/mL.
ADEFOVIR DIPIVOXIL

Adefovir tidak disarankan diberikan pada:


• Hepatitis B kronik dengan gangguan ginjal.
Adefovir dapat diberikan pada:
• Pasien hepatitis B yang resisten terhadap
• Pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, dengan adefovir.
DNA VHB rendah, dan ALT tinggi.
• Pasien dalam pengobatan adefovir yang tidak
• Pasien dengan riwayat gagal terapi dengan menunjukkan respon pada minggu ke-24 (bila
pemberian analog nukleosida. hal ini terjadi, ganti strategi terapi dengan
menambahkan atau mengganti ke analog
nukleos(t)ida lain.
ENTECAVIR

Entecavir dapat diberikan pada keadaan:


• Entecavir tidak disarankan untuk diberikan pada
• Pasien hepatitis B naif. pasien hepatitis B yang resisten terhadap
entecavir.
• Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis.
TELBIVUDIN

Telbivudin dapat digunakan pada:


• Pasien naif dengan DNA VHB <2 x 108 IU/mL, • Telbivudin tidak diberikan pada pasien yang
status HBeAg positif, ALT >2x batas atas normal. sudah resisten terhadap lamivudin, telbivudin,
atau entecavir.
• Telbivudin juga dapat diteruskan bila pada
minggu ke-24 mencapai DNA VHB tak terdeteksi.
TENOFOVIR DISOPROXIL FUMARATE

Tenofovir dapat diberikan pada keadaan: Tenofovir tidak disarankan untuk diberikan pada
• Pasien hepatitis B naif. keadaan:

• Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis. • Pasien hepatitis B yang resisten tenofovir.
• Pasien hepatitis B dengan gangguan ginjal.
Penatalaksanaan Hepatitis B secara umum memiliki tujuan
utk supresi jangka panjang infeksi virus hepatitis B melalui
terapi, dan pencegahan transmisi dengan vaksinasi, sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien
yang terinfeksi

Terapi juga diberikan untuk mencegah perkembangan


penyakit, progresi penyakit menjadi sirosis, sirosis
dekompensata, penyakit hati lanjut, karsinoma
hepatoselular, dan kematian, sekaligus mencegah terjadinya
transmisi virus
Target Deskripsi
Target ideal (ideal endpoint) Hilangnya HBsAg, dengan atau tanpa serokonversi
anti-HBs
Target memuaskan Tidak ditemukannya relaps klinis setelah terapi
(satisfactory endpoint) dihentikan pada pasien HBeAg positif (disertai
serokonversi anti HBe yang bertahan) dan pada
pasien HBeAg negatif
Target diinginkan (desirable Penekanan HBV DNA yang bertahan selama terapi
endopoint) jangka panjang untuk pasien HBeAg positif yang
tidak mencapai serokonversi anti HBe dan pada
KOMPLIKASI

Sirosis dan Karsinoma Hepatoselular (KHS) adalah dua komplikasi hepatitis B


kronik yang tidak diterapi dengan tepat

Insidens kumulatif 5 thn sirosis pada pasien dgn Hep B yg tidak diterapi
menunjukkan angka 8-20%, dengan 20% dari jumlah ini akan berkembang
menjadi sirosis dekompensata dalam 5 tahun berikutnya

Insidensi kumulatif KHS pd pasien dgn Hep B yg sudah mengalami sirosis


mencapai 21% pada pemantauan 6 tahun
KOLELITIASIS
LATAR BELAKANG

• Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu (Cholelithiasis) atau di
dalam saluran empedu (choledocolithiasis).
• Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus
sistikus atau duktus koledokus  gejala bervariasi dari ringan – berat.
• Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta
pria dan 15 juta wanita.
• Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian.
Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan.
DEFINISI CHOLELITHIASIS

• Batu empedu (gallstones/cholelithiasis) adalah massa padat yang terbentuk dari endapan mineral pada
saluran empedu.
• Batu empedu di saluran empedu dapat mempengaruhi bagian distal pada ampula Vater  saluran
empedu dan saluran pankreas bergabung sebelum keluar ke duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh
batu di titik ini dapat menyebabkan sakit perut dan sakit kuning
• Dalam waktu yang lama, batu empedu di kandung empedu dapat menyebabkan fibrosis progresif
kolesistitis kronis.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
TANDA DAN GEJALA CHOLELITHIASIS

• 4 tahap gejala cholelithiasis


• Keadaan litogenik  di mana kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya pembentukan batu
empedu.
• Batu empedu asimtomatik (silent stones)  dpt terjadi selama bbrp dekade, biasanya tanpa terapi
• Batu empedu simtomatik (kolik bilier)  nyeri pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan mungkin
menjalar hingga ke ujung skapula kanan. (post-prandially). Bisa disertai dgn mual muntah dan tidak
hilang dengan pemberian obat2 lambung.
• Komplikasi kolelitiasis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan darah  peningkatan SGOT dan SGPT, diikuti dengan peningkatan serum bilirubin setiap
jamnya (tanda obstruksi)
• USG Abdomen  Merupakan pemeriksaan utama! ; Kolesistitis akut termasuk penebalan kandung
empedu (> 5 mm), cairan pericholecystic, kandung empedu distensi (> 5 cm), dan Murphy sign
sonografi. Batu empedu dapat dilihat dengan tampak masa echogenic dan menimbulkan accoustic
shadow
• Foto polos abdomen  memiliki sedikit peran dalam mendiagnosis batu empedu. Kolesterol dan
pigmen batu yang radiopak akan terlihat pada radiografi hanya 10 – 30 % dari kasus, tergantung sejauh
mana proses kalsifikasinya.
PENATALAKSANAAN

• Medikamentosa  bedah dan non bedah


1. Non Bedah  pembatasan diet makanan berlemak dan pembatasan kalori pada pasien obesitas.
2. Bedah  cholesystectomy
* indikasi pada gejala asimptomatik :
• - Pasien dengan batu empedu > 2cm
• - Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan
• - Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut.
 ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy )
• Medikamentosa :
Obat disolusi batu empedu dapat dicoba dengan pemberia ursodiol. Agen ini menekan sekresi kolesterol
pada hati dan menghambat penyerapan kolesterol pada usus.
PROGNOSIS

• Prognosis bergantung pada kehadiran dan tingkat keparahan komplikasi.


• Adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat
mengancam jiwa
• Dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya baik
LAPORAN KASUS

• Identitas
• Nama : Tn. F
• Umur : 43 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Villa Mutiara Wanasari, Bekasi
• Agama : Islam
• Tanggal pemeriksaan : 31 Januari 2019
• Ruangan : Catalya
ANAMNESIS
• Keluhan Utama:
Nyeri perut bagian tengah atas
• Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu yang lalu yang terasa hilang timbul. Keluhan
juga disertai dengan mual dan muntah. Frekuensi muntah sebanyak 3 kali. Pasien tidak ada keluhan demam,
namun sebulan yang lalu pasien sempat merasakan demam selama 2 hari. BAK berwarna seperti teh dan hanya
sedikit-sedikit serta terasa anyang-anyangan, BAB lunak dan berwarna kuning. Pasien emmpunyai riwayat sakit
liver pada tahun 2012. Pasien sempat cek lab sebelumnya dan angka lab menunjukkan peningkatan fungsi liver.
• Riwayat Penyakit Terdahulu
- HT dan DM disangkal
- Riwayat sakit liver di tahun 2012
PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum
Sakit sedang/gizi baik/composmentis

• Status Vitalis
Tekanan Darah : 90/60mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 202x/menit
Suhu : 36,2oC
• Kepala
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik +/+
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Mata : pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RC +/+

• Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada, tidak didapatkan massa tumor. Tidak ada nyeri tekan.
• Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler R=L
Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

• Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1/S2 reguler,murmur (-)
• Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.
Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi :Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan,
murphy sign positif, tidak teraba massa,
defense muskular tidak ada.
Perkusi : Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan,
tympani (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran Radiologi (22-05-2015)
VF : Tampak multiple lesi hiperechoic dengan accoustic shadow +, diameter antara 0,48 cm-0,88 cm
RESUME

• Seorang laki-laki berumur 43 tahun datang ke RSKM 1 dengan keluhan nyeri ulu hati yang sudah
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan keluhan mual dan muntah, muntah ber-
frekuensi 3x sehari. BAB lunak berwarna kuning, BAK berwarna seperti teh dan hanya sedikit- sedikit.
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan mata ikterik, pada pemeriksaan fisik abdomen di dapatkan ada
nyeri tekan pada bagian perut bagian tengah, dan murphy sign +. Dari pemeriksaan fungsi liver
terdapat peningkatan pada nilai SGOT (339), SGPT(377), dan bilirubin total (2,93). Dari pemeriksaan
serologi yang dilakukan pada tgl 12-09-2012  HBsAg positif.Dari pemeriksaan radiologi  USG di
dapatkan adanya gambaran cholelithiasis multiple di dalam vesica fellea yang berukuran 0,48 cm – 0,88
cm dari pemeriksaan MRCP didapatkan adanya gambaran hepatomegali dan sludge gallbladder.
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
• Hepatitis B Kronik Eksaserbasi Akut + Cholelithiasis
• Nonmedikamentosa :
Tirah Baring
Diet rendah lemak
• Medikamentosa :
IVFD RL : D5% = 2:1
Ondancentron inj 3 x 8 mg
OMZ inj 1 x 40 mg
Domperidon 3 x 1 tab
Curcuma 3 x 1
Vit. B Complex 3 x 1
FOLLOW UP

- Tramal supp
- Curcuma tab 3x1
- Vit. B complex tab
3x1
Kasus Teori

Tanda dan - pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati - Pada hepatitis B kronis biasanya tidak
Gejala dan disertai mual muntah yang ditemukan gejala dan pemeriksaan fisik
sering. normal, namun terkadang terdapat
tanda-tanda peny. Hati kronik*
- Terdapat nyeri tekan pada - Pada kasus batu simptomatik sering
pemeriksaan fisik (murphy sign +) disertai dengan adanya gejala nyeri
pada bagian perut kanan atas dan
bagian ulu hati yang dapat menjalar s/d
skapula. Dapat dosertai diaforesis dan
mual muntah.
- Murphy sign +

Pemeriksaan - Terdapat peningkatan pada hasil - Pemeriksaan serologis hepatitis B


Penunjang laboratorium fungsi hati ( SGOT seperti IgM, IgG HBsAg.
(339), SGPT(377), dan bilirubin total - peningkatan SGOT dan SGPT, diikuti
(2,93) ), Riw. HbsAg POSITIF dengan peningkatan serum bilirubin
- Terdapat gambaran hiperekoik setiap jamnya (tanda obstruksi)
disertai adanya accoustic shadow - Batu empedu dapat dilihat dengan
pada usg abdomen. tampak masa echogenic dan
Kasus Teori

Terapi (Hepatitis B) - Pasien diberikan obat-obatan - Penatalaksanaan hepatitis B


yang bersifat suportif untuk di kelompokkan menjadi 2
gejala. Seperti domperidon golongan obat :
dan omeprazole. imunomodulator dan
antivirus.
- Pasien diberikan curcuma
sebagai suplemen liver.
Kasus Teori
Terapi (Cholelithiasis) - Terapi non medikamentosa - Terapi non medikamentosa
berupa diet rendah lemak berupa diet rendah lemak
diterapkan untuk pasien dan pembatasan kalori pada
untuk mengurangi gejala pasien yang mengalami
yang disebabkan oleh batu obesitas.
yang kemungkinan batu - Terapi definitif dengan
kolesterol pembedahan 
- Terapi non medikamentosa kolesistektomi.
bedah  merujuk pasien ke
rs lain yang mempunyai
spesialis bedah digestive dan
fasilitas lebih lengkap untuk
dilakukannya kolesistektomi
DAFTAR PUSTAKA

• Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia Tahun 2017. In:
Infodatin; 2017. [available at:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/Infodatin-situasi-penyakit-
hepatitis-B-2018.pdf]
• Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia.
PPHI; 2017.
• Kasper D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's principles of internal medicine.
19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2015.

Anda mungkin juga menyukai