Anda di halaman 1dari 14

PMK No 18 Tahun 2016

NAMA KELOMPOK :
KRISTINA WENINGTYASTUTI P07120216009
BELLA INTAN MEILANA P07120216017
ISMI FITRIANI P07120216026
FARADILLA PRAMESTHI P07120216035
 Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan praktik
keprofesian Penata Anestesi.
 Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat melibatkan organisasi profesi.
 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien, dan melindungi
masyarakat dari segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
1) Mentri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan praktik keprofesian
Penata Anestesi. Pembinaan dan pengawasan terhadap
peaksaanan praktik keprofesian Penata Anestesi berupa:
 Pembina, pengembang, dan pengawas terhadap
mutu pendidikan
 Pembina, pengembang, dan pengawas terhadap
pelayanan
 Pembina serta pengembang ilmu pengetahuan dan
teknologi
 Pembina, pengembang, dan pengawas kehidupan
profesi Penata Anestesi
2) Dalam melaksanaan pembinaan dan pengawasaan, mentri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat melibatkan organisasi profesi. Melibatkan organisasi profesi
menetapkan serta merumuskan standar pelayanan profesi, standar
pendidikan, dan pelatihan profesi serta menetapkan kebijakan profesi.
 Melibatkan organisasi profesi dalam melaksanakan pembinaan
dan pengawasan memberikan banyak manfaat, seperti:
 Mengembangkan dan memajukan profesi
 Menertibkan dan memperluas ruang gerak profesi
 Menghimpun dan menyatukan pendapat warga profesi
 Memberikan kesempatan pada semua anggota untuk berkarya
dan berpera aktif dalam mengembangkan dan memajukan profesi
3) Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan tentang :
a) Mutu pelayanan
 Mutu pelayanan sebagai ukuran dari penilaian atas
beberapa unit pelayanan, penilaian mutu erat hubungan
dengan proses penyusunan standar pelayanan, meliputi
empat langkah utama, yaitu menentukan kebutuhan dan
lingkup standar, menyusun standar, menerapkan standar,
evaluasi, dan pembaruan (updating) standar. Ada 3 (tiga)
pendekatan penilaian standar mutu ,yaitu Standar struktur
yang meliputi aspek fisik, sarana organisasi dan sumber
daya manusia, standar proses, tahapan kegiatan yang
dilakukan dalam pelayanan dan standar hasil, outcome
dari proses kegiatan pelayanan yang diharapkan.
b) Keselamatan pasien
 Sasaran keselamatan pasien meliputi :
 Ketepatan identifikasi pasien;
 Peningkatan komunikasi yang efektif;
 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
 Kepastian tepat-lokasi, tepat prosedur, tepat-pasien operasi;
 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
 Pengurangan risiko pasien jatuh.
 Disini penata anastesi diharuskan sesalu memonitor keadaan
pasien saat berlangsungnya operasi sehingga keselamatan pasien
terjamin

c) Melindungi masyarakat dari segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan pencegahan resiko infeksi dari penyakit
menular atau wabah dll.
1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan tindakan administratif kepada Penata
Anestesi yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan penyelenggaraan praktik keprofesian Penata
Anestesi dalam Peraturan Menteri ini.
2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
 Teguran lisan;
 Teguran tertulis; dan/atau
 Pencabutan SIPPA.
 Sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dalam melaksanaan
pengawasan dan pembinaan, pemerintah dapat memberikan
tindakan administratif kepada setiap penata anestesi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
praktik keprofesian penataanestesi. Pihak yang berwenang dalam
memberikan tindakan administratif adalah Menteri, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
 Penata anestesi harus menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku yaitu dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/PER/III/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit.
Apabila terjadi pelanggaran maka akan diberikan tindakan administratif. Tindakan yang
diberikan dapat berupa
Teguran lisan
 Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh
pejabat yang berwenang menghukum kepada pegawai yang melakukan pelanggaran
disiplin.
Teguran tertulis
 hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis
oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada pegawai yang melakukan pelanggaran.
Pencabutan SIPPA
 SIPPA merupakan surat izin praktik penata anestesi sebagai bukti tertulis wewenang untuk
menjalankan praktik keprofesian penata anestesi di fasilitas pelayanan kesehatan.Penata
Anestesi yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki Surat Izin Praktik Penata
Anestesi (SIPPA). SIPPA dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan diberikan
kepada Penata Anestesi yang telah memiliki STRPA serta berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Penata Anestesi hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) SIPPA. Permohonan SIPPA kedua
dapat dilakukan dengan menunjukkan bahwa Penata Anestesi telah memiliki SIPPA pertama.
Oleh karena itu, jika SIPPA dicabut oleh pemerintah maka penata anestesi tidak memiliki izin
untuk menjalankan praktik keprofesiannya di fasilitas pelayanan kesehatan.
1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
merekomendasikan pencabutan STRPA
terhadap Penata Anestesi yang melakukan
pekerjaan Penata Anestesi tanpa memiliki
SIPPA.
2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
mengenakan sanksi teguran lisan, teguran
tertulis sampai dengan pencabutan izin Fasilitas
Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan
Penata Anestesi yang tidak mempunyai SIPPA.
 Sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/PER/III/2011 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi Intensif di Rumah Sakit sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 23, dalam
melaksanakan pengawasan dan pembinaan,
pemerintah dapat memberikan sanksi kepada
setiap penata anestesi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik keprofesian penata
anestesi, antara lain sebagai berikut :
 Apabila Penata Anestesi yang melakukan pekerjaan Penata
Anestesi tanpa tidak SIPPA (Surat Izin Praktik Penata
Anestesi) maka pemerintah kabupaten/kota dapat
merekomendasikan pencabutan STRPA (Surat Tanda
Registrasi Penata Anestesi) yang mana STRPA sendiri
diperoleh jika setiap tenaga kesehatan yang telah memiliki
ijazah dan sertifikat uji kompetensi yang diberikan kepada
peserta didik setelah dinyatakan lulus program pendidikan
dan uji kompetensi.
 Apabila terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan
Penata Anestesi yang tidak mempunyai SIPPA maka pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis
sampai dengan pencabutan izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 Teguran lisan sendiri merupakan sanksi berupa teguran yang
disampaikan secara lisan oleh pemerintah kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempekerjakan penata anestesi tanpa
memiliki SIPPA, sedangkan Teguran tertulis merupakan sanksi yang
disampaikan secara tertulis pleh pemerintah kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempekerjakan penata anestesi tanpa
memiliki SIPPA. Selain teguran lisan dan tertulis, apabila terdapat
fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan penata anestesi
yang tidak memiliki SIPPA maka pemerintah berhak mencabut izin
fasilkitas pelayanan kesehatan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai