Anda di halaman 1dari 62

REFERAT “KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI”

DAN
LAPORAN KASUS
“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH”

Oleh:
FAUZIYAH ABIDAH (111 2017 2035)

Pembimbing :
Dr. Agus Japari, M. Kes, Sp. KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

RSKD PROVINSI SUL-SEL

2018
REFERAT
“KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI”
PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan Psikiatri

• Kegawatdaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati
pasien yang memerlukan intervensi segera.

Di antaranya yang sering adalah :

• Kondisi gaduh gelisah


• Tindak kekerasan (violence)
• Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
• Sindrom Neuroleptik Maligna
• Delirium
EVALUASI

TUJUAN UTAMA EVALUASI : Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat
TINDAKAN SEGERA YANG HARUS DILAKUKAN SECARA TEPAT ADALAH:
• Menentukan diagnosis awal:
 Wawancara Kedaruratan Psikiatri
Pemeriksaan Fisik
• Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien.
• Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai.
LIMA HAL YANG HARUS DITENTUKAN SEBELUM
MENANGANI PASIEN SELANJUTNYA
• Keamanan pasien
• Medik atau psikatrik?
• Psikosis
• Suicidal atau homicidal?
• Kemampua merawat diri
1. KONDISI GADUH GELISAH
PENGERTIAN

Menunjuk pada suatu keadaan tertentu,


suatu sindrom dengan sekelompok
gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah
dipakai sebagai sebutan sementara
untuk suatu gambaran psikopatologi
dengan ciri-ciri utama gaduh dan
gelisah.
ETIOLOGI

KEADAAN GADUH GELISAH MERUPAKAN MANIFESTASI KLINIS SALAH SATU JENIS PSIKOSIS:
• Psikosis dengan keadaan gaduh-gelisah : Delirium
• Skizofrenia katatonik
• Gangguan skizotipal
• Gangguan psikotik akut dan sementara
• Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
• Amok
PSIKOSIS KARENA GANGGUAN MENTAL ORGANIK:
DELIRIUM
• Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak organik akut
menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan delirium.
• Istilah sindroma otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit
badaniah.
• Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu terdapat pada otak sendiri
(neoplasma intracranial, meningo-encephalitis, dll) atau yang terletak diluar otak (tifus abdominalis,
penumonia, dll) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa
atau keadaan gaduh gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik anatomi pada otak itu sendiri.
• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut biasanya terdapat
kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik menahun biasanya terdapat dementia.
Akan tetapi suatu sindrom otak organik menahun (misalnya tumor otak, dll) dapat saja pada suatu
waktu menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui penyebabnya secara
lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis yang teliti
SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN SKIZOTIPAL

• Bila kesadaran tidak menurun, dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi yang inadequate, tanpa
frustasi atau konflik yang jelas maka hal ini biasanya suatu skizofrenia.
• Diagnosa kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara berbagai
aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi, psikomotorik dan kemauan.
• Dari berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan gaduh-gelisah ialah episode
skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Di samping psikomotor yang
meningkat, pasien menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir
sama sekali tidak realistik lagi
GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA

• Gangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi stress psikologik yang dirasakan hebat sekali
oleh individu.
• Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang
mendadak dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang dicintainya,
kegagalan, kerugian dan bencana.
• Gangguan Psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh gelisah adalah keadaan gaduh
gelisah reaktif dan kebingungan reaktif.
PSIKOSIS BIPOLAR

• Gangguannya terletak pada afek-emosi


• Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya,
tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang (“flight of
ideas”).
• Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja.
• Psikomotorik meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan
marah.
AMOK/AMUK

• Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya.
• Karena itu PPDGJ-III memasukkannya ke dalam kelompok “fenomena dan sindrom yang berkaitan dengan faktor sosial
budaya di indonesia” (“culture bound phenomena”).
• Efek “malu” (pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode “meditasi” atau
tindakan ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-
mula terhadap yang menyebabkan ia malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan
menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam keadaan trance).
• Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh
orang lain, karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya.
TANDA-TANDA ADANYA PERILAKU KEKERASAN YANG
MENGANCAM
• Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu
• Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
• Membawa benda-benda tajam atau senjata
• Adanya perilaku agitatif
• Adanya intoksikasi alkohol atau obat
• Adanya pikiran dan perilaku paranoid
• Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan.
• Kegelisahan katatonik
• Episode manik
• Episode depresi agitatif
• Gangguan kepribadian tertentu
MENILAI RESIKO TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN

• Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasan


• Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15–24tahun, status sosioekonomi
yang rendah, dukungan sosial yang rendah
• Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk, penyalahgunaan zat
psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri, psikosis
• Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)
PENATALAKSANAAN

• Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kita harus
bersikap tenang.
• Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara dengan
pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi.
• Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan
mengobatinya secara etiologis bila mungkin
PENATALAKSANAAN
• Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL),
pada umumnya sangat berguna untuk mengendalikan psikomotorik yang meningkat.
• Bila tidak terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnya
trifluoperazine, haloperidol (5 – 15 mg), atau fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi.
• Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 – 10 mg), disuntik
secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun
kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi
• Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi
postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk
mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi
sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang)
2. TINDAK KEKERASAN
(VIOLENCE)
PENGERTIAN

Violence atau tindak kekrasan adalah agresi fisik


yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain.
Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri,
disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri
(suicidal behavior). Tindak kekerasan dapat timbul
akibat berbagai gangguan psikiatrik, tetapi dapat
pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat
mengatasi tekanan hidup sehari-hari dengan cara
yang lebih baik.
GANGGUAN PSIKIATRIK YANG SERING BERKAITAN
DENGAN TINDAK KEKERASAN:
• Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila paranoid dan
mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding hallucination),
• Intoksikasi alkohol atau zat lain,
• Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-seddatif
• Katatonik furor
• Depresi agitatif
• Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan
pengendalian impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan antisosial),
• Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan temporalis
otak.
FAKTOR RISIKO LAIN TERJADINYA TINDAK
KEKERASAN:

• Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak kekerasan,


• Adanya rencana spesifik,
• Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan,
• Laki-laki,
• Usia muda (15-24 tahun),
• Status sosioekonomi rendah,
• Adanya riwayat melakukan tndak kekrasan,
• Tindakan antisosial lainnya
• Riwayat percobaan bunuh diri.
Tujuan utama menghadap pasien yang potensial untuk melakukan tindak kekerasan adalah
mencegah kejadian itu
Tindak selanjutnya membuat diagnosis sebagai dasar rencana penatalaksanaan
PANDUAN WAWANCARA DAN PSIKOTERAPI

• Bersikaplah suportif dan tidak mengancam, tegas dan berikan batasan yang jelas bahwa kalau perlu
pasien dapat diikat (physical restraints). Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan (misalnya pilih
obat atau diikat), dan bukan dengan menyuruh pasien secara provokatif: “minum tablet ini sekarang”
• Katakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima,
• Tenangkan pasien bahwa ia aman di sini. Tunjukkan dan tularkan sikap tenang dan penuh kontrol.
• Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya lebih tenang.
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN

• Lindungi diri anda sebagai pemeriksa


• Waspada terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan
• Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien secara aman.
• Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang telah terlatih. Biasanya setelah pasien
diikat diberikan benzodiazepin atau antipsikotik untuk menenangkan pasien.
• Lakukan evaluasi diagnostik yang tepat, meliputi ttv, pemeriksaan fisik dan wawancara pskiatrik.
TERAPI PSIKOFARMAKA

Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenangkan pasien diberikan obat
antipsikotik atau benzodiazepin:
• Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral atau IM,
• Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis rata-rata per hari 13-
14mg,
• Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2 menit).
3. PERCOBAAN BUNUH DIRI
PENGERTIAN

Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum


adalah kematian yang diniatkan dan dilakukan oleh
seseorang terhadap dirinya sendiri atau segala
perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri
hidupnya sendiri dalam waktu singkat.
FAKTOR RESIKO

Jenis Usia Ras Status Pekerjaan


Kelamin Perkawinan

Kesehatan Ganngguan Kecanduan Gangguan


Fisik Mental Alkohol Kepribadian
MENGENALI PASIEN YANG BERPOTENSI BUNUH DIRI
• Pasien pernah mencoba bunuh diri
• Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman:
• Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
• Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan, harga diri, dan lain-lain)
• Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan
mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang-barang miliknya.
• Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri.
PANDUAN WAWANCARA DAN PSIKOTERAPI
• Pada waktu wawancaa, pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung.
• Mulailah dengan menanyakan:
- Apakah anda pernah merasa ingin menyerah saja?
- Apakah anda pernah merasa bahwa lebih baik kalau anda mati saja?
• Tanyakan isi pikiran pasien:
- berapa sering pikiran ini muncul?
- Apakah pikiran tentang bunuh diri ini meningkat?
• Selidiki :
- apakah pasien bisa mendapatkan alat dan cara untuk melaukan rencana bunuh dirinya?
- Apakah mereka sudah mengambilkah aktif, Misalnya mengumpulkan obat?
- Seberapa pesimiskah mereka?
- Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya akan membaik?
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN

• Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat di rumah (di tempat kejadian) dan atau
di unit gawat darurat di rumah sakit.
• Bila keracunan atau luka sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatrik.
• Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan mereka
sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang tersebut.
• Etika mengevaluasi pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian apakah
hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.
• Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan mempunyai kebiasaan
melukai diri sendiri serta parasuicides.
TERAPI PSIKOFARMAKA

• Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama
2 minggu. Jangan memberikan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhdap pasien(rrespkan
sedikit-seikit saja) dan pasien harus kontrol dalam bebeapa hari.
• Penting sekali dalam pengobatan untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan psikoterapi dan obat antidepresan
4. SINDROMA NEUROLEPTIK
MALIGNA
PENGERTIAN

Suatu sindrom toksik yang behubungan dengan


penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya
meliputi : kekakuan otot, distonia, akinesia
mutisme dan agitasi.
GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS
Menurut dsm-iv-tr, diagnosis sindrom neuroleptik maligna ditegakkan jika terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai
dengan 2 atau lebih gejala berikut:

Diaforesis Disfagia Tremor Inkontinensia

Penurunan Tekanan darah


kedarang Mutism Takikardia yang meningkat
atau labil

Bukti laboratorium
Leukositosis adanya kerusakan
otot rangka
PATOFISIOLOGI

Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang menghambat reseptor D2 menghasilkan
hipotesis bahwa penghambatan reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis
yang timbul.
• Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan kesadaran.
• Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas.
• Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan instabilitas otonom, gangguan
pelepasan panas.
• Hiperpireksia terjadi akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot
FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PREDISPOSISI

FAKTOR RESIKO :Jenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresinko dibanding perempuan.
FAKTOR PREDISPOSISI :
• Dehidrasi, malnutrisi, kelelahan
• injeksi intramuskular neuroleptik, cedera kepala, infeksi
• intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik bersama dengan litium.
• Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang baru menghentikan terapi dengan obat-
obatan agoni dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine
PANDUAN WAWANCARA DAN PSIKOTERAPI

Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik sehingga perlu dirawat di ICU.
Kesadarannya terganggu, tanyakan perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.

• Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama penggunaan antipsikotik pada saat dosis mulai
ditingkatkan, umumnya dalam 10 hari pertama pengobatan antipsikotik.
• Sindrom neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik
potensi tinggi dalam dosis tinggi/dosis yang meningkat cepat.
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN

• Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada pasien yang mendapat antipsikotik yang
mengalami demam serta kekakuan otot.
• Bila terdapat rigiditas ringan yang tidak berespon terhdap antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas
sebabnya, buatlah diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna.
• Hentikna pemberian antipsikotik segera.
• Monitor tanda-tanda vital secara berkala.
• Lakukan pmeriksaan laboratorium
• Hidrasi cepat intrvena daapt mencegah erjadinya renjatan dan menurnkan kemungkinan terjadiny agagal ginjal.
• Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh, masalah kemudian adalah pemberian
naipsikotik selanjutnya apakah mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik semula yang
efektif.
TERAPI PSIKOFARMAKA

• Amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi


• Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari , dapat dianikan sampai 45 mg/hari
• Levodopa 50-100 mg/hari IV dalam infus terus-menerus
DAFTAR PUSTAKA
• Kaplan, sadock. Comprehensive textbook of psychiatry. 7th edition, volume 2. Lippincott williams and wilkins. Philadelphia, 2000. Page 2031-2055
• Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Cetakan ke-8. Airlangga university press. Surabaya,2004. Hal 421-447
• Kusuma, widjaja. Dari A sampai Z kedaruratan psikiatrik dalam praktek. Professional books. Jakarta. 1997. Hal 3-86.
• Emergency psychiatry. Http://en.Wikipedia.Org/wiki/emergency_psychiatry
• Endradita G. Kedaruratan psikiatrik fokus pada gaduh gelisah. Http://bakornas.Com
• Hawari, D.; Psikopatologi bunuh diri . balai penerbit FKUI , jakarta, 2010.
• Prayitno, a. ; Percobaan bunuh diri di jakarta, dalam hubungannya dengan diagnosis psikiatri dan faktor sosiokultural, disertasi gelar doktor FKUI, 1984.
• Maramis, w.F., Catatan ilmu kedokteran jiwa, cetakan kesembilan, surabaya : airlangga university press, 2005.
• Rumah sakit jiwa lawang, membangun kesadaran-mengurangi resiko gangguan mental dan bunuh diri, 2007. (Online), available :
http://rsjlawang.Com/artikel_070309a.Html
• Suwanto, bunuh diri, 2009. (Online), available : http://ezcobar.Com/dokter-online/dokter15/index.Php?
• Kaplan dan sadock. Kaplan H. I, sadock B.J sinopsis psikiatri : ilmu pengetahuan perilaku psikiatri, hal 353-367, klinis edisi ketujuh, jilid dua. Binarupa
aksara, jakarta. 2007.
LAPORAN KASUS
“GANGGUAN CEMAS
MENYELURUH“
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. Fe
• Umur : 35 tahun
• Jenis kelamin : laki-laki
• Tempat/tanggal lahir : kendari, 8 september 1983
• Agama : islam
• Suku : bugis
• Status pernikahan : sudah menikah
• Pendidikan terakhir : S1
• Pekerjaan : wiraswasta
• Diagnosis sementara : gangguan cemas menyeluruh (F41.1)
• Pasien datang ke poli jiwa rskd pada tanggal 12 desember 2018 untuk yang pertama kalinya.
RIWAYAT PSIKIATRI
KELUHAN UTAMA
Cemas
Riwayat Gangguan Sekarang

Seorang laki-laki umur 35 tahun datang ke poli RSKD diantar oleh istrinya untuk pertama kalinya dengan keluhan
cemas kurang lebih sejak1 tahun terakhir dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering merasa cemas, gelisah,
dan ketakutan. Keluhan cemas pasien disertai dengan berkeringat dingin dan gemetaran. Pasien sering merasa ketakutan
apabila berada di keramaian. Pasien merasa tegang apabila melihat orang banyak dan langsung ingin pulang istirahat.
Pasien juga merasakan tidak enak di perut seperti mual dan telah mmeriksakan dirinya ke dokter dan pemeriksaan semua
dalam batas normal. Pasien selalu merasa cepat capek. Pasien juga merasa cemas dan khawatir akan hal-hal yang belum
terjadi. Pasien tidak tidur nyeyak akhir-akhir ini, makan dan minum normal, mandi teratur, dan dapat merawat diri sendiri.
Pasien tetap bekerja namun sering ketakutan dalam beraktivitas terutama ditengah keramaian.
Awal perubahan perilaku sejak 1 tahun yang lalu, pada saat itu pasien mendengar kabar bahwa kerabat dekat di kantor
meninggal dunia dan pasien langsung ke Toraja untuk mengikuti proses pemakaman setelah itu pasien langsung drop
hampir pingsan. Setelah kejadian tersebut, pasien selalu merasa ketakutan apabila mendengar kabar meninggal. Pasien
juga jarang tidur di malam hari dan sering terlihat takut. Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam pekerjaan . Pasien
belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Hubungan gangguan
Faktor stress sekarang dengan
Hendaya / disfungsi psikososial riwayat penyakit fisik
dan psikis sebelumnya
- Hendaya sosial (-) Tidak jelas - Infeksi (-)
- Hendaya - Alkohol (+)
pekerjaan (+) - Trauma (-)
- Hendaya - Merokok (+), ± 1
penggunaan waktu bungkus per hari
senggang (+)
- Kejang (-)
- NAPZA (-)
RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA

1. Riwayat penyakit dahulu :


tidak terdapat riwayat penyakit terdahulu
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif:
tidak terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya:
pasien baru pertama kali ke RSKD dengan keluhan Cemas
RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

Riwayat Masa Kanak


Pertengahan (Usia 4-11
tahun)
Riwayat Prenatal dan Pasien mulai menempuh
Perinatal pendidikan sekolah dasar
Pasien lahir normal, cukup hingga tamat. Semasa
bulan, ASI sampai usia 2 SD pasien mudah bergaul
tahun. dan banyak teman

Riwayat Masa Kanak Riwayat Masa Kanak


Awal (Usia 1-3 tahun) Akhir dan Remaja (12-18
Tidak didapatkan tahun)
informasi Pasien dikenal sebagai
pribadi yang lebih memilih
menghindar jika ada
masalah dalam pergaulan
dan tidak suka berdebat
RIWAYAT MASA DEWASA

Riwayat Pernikahan Riwayat Agama


Pasien memeluk
Riwayat Masa Pasien sudah agama Islam tapi
Dewasa menikah dengan tidak taat
Pasien saat ini wanita pilihannya beragama. Shalat
bekerja sebagai dan memiliki 1 orang hanya pada hari
wiraswasta sejak ± anak perempuan jumat dan tidak
5 tahun yang lalu. umur 8 tahun. pernah puasa
Pernikahannya sudah ramadhan full satu
berlangsung 8 tahun bulan.
RIWAYAT KEHIDUPAN KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua dari dua besaudara (♀, ♂) . hubungan dengan keluarga baik. Pasien menikah
dengan wanita pilihannya dan memiliki 1 orang anak perempuan umur 8 tahun dan pernikahan sudah
berlangsung selama 8 tahun.
Situasi Sekarang Persepsi pasien
terhadap diri dan
kehidupannya

• Pasien saat ini • Pasien merasa


tinggal bersama dirinya sakit.
mertua di Bau-
bau. Riwayat
keluarga dengan
penyakit yang
sama tidak ada.
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Deskripsi Umum Penampilan Fungsi Intelektual (Kognitif) Gangguan Persepsi
• Seorang laki-laki berusia 35 tahun • Taraf pendidikan : Pengetahuan • Halusinasi : Tidak ada
perwakan sedang, wajah sesuai umur, umum dan kecerdasan pasien • Ilusi : Tidak ada
berambut plontos, memakai baju sesuai dengan taraf pendidikan. • Depersonalisasi: Tidak ada
kemeja berwarna biru dan memakai • Daya konsentrasi : Baik • Derealisasi : Tidak ada
celana jeans hitam. Perawatan diri • Orientasi • Proses Berpikir
baik. • Waktu : Baik • Arus Pikiran
• Kesadaran • Tempat : Baik • Produktivitas : Cukup
• Kualitatif : Baik • Orang : Baik • Kontinuitas: Relevan, koheren
• Kuantitatif : GCS E4 M6 V5 • Daya ingat
(composmentis) • Hendaya berbahasa: Tidak ada
• Jangka panjang: Baik hendaya dalam berbahasa
• Perilaku dan aktivitas psikomotor: • Jangka pendek : Baik
Tenang • Isi Pikiran
• Jangka segera : Baik • Preokupasi :Tidak ada
• Pembicaraan: Pasien menjawab • Pikiran Abstrak : Baik
pertanyaan dengan spontan, lancar • Gangguan isi pikiran: Tidak ada
dan intonasi biasa • Bakat kreatif : Tidak ada • Pengendalian Impuls : Baik
Sikap terhadap pemeriksa : • Kemampuan menolong diri • Daya Nilai
kooperatif sendiri : Baik • Norma sosial : Baik
• Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, • Uji daya nilai : Baik
Empati, dan Perhatian • Penilaian realitas: Baik
• Mood : Disforik • Tilikan (Insight) : Derajat 6 (Pasien
• Afek : Cemas merasa bahwa dirinya sakit dan
• Empati : Dapat butuh pengobatan).
dirabarasakan • Taraf Dapat Dipercaya :Dapat
dipercaya
PEMERIKSAAN INTERNUS DAN NEUROLOGI

Pemeriksaan Internus. Keadaan


umum : Baik ,Kesadaran : Compos
mentis, Tanda vital Tekanan darah : Status Neurologis
130/70 mmHg , Nadi : 86 x/menit , GCS: E4M6V5, Gejala rangsang selaput
Suhu tubuh : 36,7 C , Pernapasan otak: kaku kuduk negatif, pupil bulat isokor
: 20 x/menit , Pemeriksaan 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya (+/+),
Fisik: Dalam batas normal fungsi motorik dan sensorik keempat
ekstremitas dalam batas normal. Tidak
ditemukan refleks patologis. Cara berjalan
normal, keseimbangan baik. Sistem saraf
sensorik dan motorik dalam batas normal.
Kesan: normal..
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
• Seorang laki-laki umur 35 tahun datang ke poli RSKD diantar oleh istrinya untuk pertama kalinya dengan
keluhan cemas kurang lebih sejak1 tahun terakhir dan memberat sejak 1 minggu yang lalu.
• Pasien sering merasa cemas, gelisah, dan ketakutan. Keluhan cemas pasien disertai dengan berkeringat dingin
dan gemetaran. Pasien sering merasa ketakutan apabila berada di keramaian. Pasien merasa tegang apabila
melihat orang banyak dan langsung ingin pulang istirahat. Pasien juga merasakan tidak enak di perut seperti
mual dan telah mmeriksakan dirinya ke dokter dan pemeriksaan semua dalam batas normal.
• Awal perubahan perilaku sejak 1 tahun yang lalu, pada saat itu pasien mendengar kabar bahwa kerabat
dekat di kantor meninggal dunia dan pasien langsung ke toraja untuk mengikuti proses pemakaman setelah itu
pasien langsung drop hamper pingsan. Setelah kejadian tersebut, pasien selalu merasa ketakutan apabila
mendengar kabar meninggal. Pasien juga jarang tidur di malam hari dan sering terlihat takut. Pasien
mengatakan tidak ada masalah dalam pekerjaan . pasien belum pernah mendapatkan pengobatan
sebelumnya.
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

• Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang laki-laki perawakan sedang, wajah sesuai
umur, berambut plontos, memakai baju kemeja berwarna biru dan memakai celana jeans hitam.
Perawatan diri baik. Kesadaran pasien baik, kontak mata dan verbal ada. Aktifitas psikomotor
tenang. Pembicaraan spontan, lancar, dan intonasi biasa. Serta sikap terhadap pemeriksa
kooperatif. Mood disforik, afek appropriate, empati dapat dirabarasakan. Tilikan 6, pasien
merasa dirinya sakit dan ada usaha untuk mengobati. Taraf dapat dipercaya.
EVALUASI MULTIAKSIAL
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan
adanya gejala klinis yang bermakna berupa rasa cemas, keadaaan ini menimbulkan
penderitaan (distress) pada dirinya serta terdapat hendaya (disability) pada fungsi
pekerjaan dan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan jiwa.

Karena tidak didapatkan hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien
digolongkan dengan gangguan jiwa non-psikotik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan status internus dan pemeriksaan neurologis tidak


ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang
dapat menimbulkan gangguan otak, sehingga dikategorikan gangguan jiwa non
psikotik non organik.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien merasa cemas


sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh sering merasa cemas hampir setiap hari,
tidak terbatas dan menonjol pada situasi khusus tertentu saja (free floating). Selain itu
ditemukan adanya ketegangan motorik yang dirasakan pasien berupa gelisah,
gemetaran dan adanya overaktivitas otonomik yaitu berkeringat dingin. Maka
berdasarkan PPDGJ III diagnosis gangguan cemas menyeluruh (F41.1).
EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS 1: Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

AKSIS II : Sebelum sakit pasien adalah orang yang ramah dan pendiam. Ketika ada
maslah biasanya pasien tidak menceritakannya ke keluarganya. Ciri kepribadian
pasien belum dapat diarahkan pada salah satu ciri kepribadian yang khas.

Aksis III : Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna

AKSIS IV : Faktor stressor tidak jelas

AKSIS V : GAF Scale 70-61


DAFTAR PROBLEM

Organobiologik : Psikologik : Sosiologi :

• Tidak ditemukan • Ditemukan • Ditemukan adanya


kelainan fisik yang adanya perasaan hendaya ringan
bermakna, namun cemas sehingga dalam pekerjaan
diduga terdapat pasien memerlukan dan dalam
ketidakseimbangan psikoterapi kehidupan sosial
neurotransmitter, maka membutuhkan
maka dari itu sosioterapi.
pasien memerlukan
farmakoterapi
PROGNOSIS

Ad Vitam • Dubia ad
Bonam

Ad • Dubia
ad
Functionam bonam

Ad • Dubia
Ad
Sanationam Malam
RENCANA TERAPI
FARMAKOTERAPI PSIKOTERAPI

• Alprazolam 0,5 mg/12 jam/oral • Terapi kognitif-perilaku :


(1/2 – 0 – 1) pendekatan kognitif yang
• Fluoxetin 20 mg/24 jam/oral ( 0 mengajak pasien secara
- 0 – 1) langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan
perilaku, mengenali gejala
somatic secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada
pendekatan behavioral adalah
relaksasi dan biofeedback.
• Terapi suportif. Pasien
diberikan reassurance dan
kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum
tampak, didukung egonya, agar
lebih bias beradaptasi optimal
dalam fungsi social dan
pekerjaannya.
FOLLOW UP

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, menilai efektivitas terapi serta
kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diminum.

Anda mungkin juga menyukai