DAN
LAPORAN KASUS
“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH”
Oleh:
FAUZIYAH ABIDAH (111 2017 2035)
Pembimbing :
Dr. Agus Japari, M. Kes, Sp. KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
2018
REFERAT
“KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI”
PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan Psikiatri
• Kegawatdaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati
pasien yang memerlukan intervensi segera.
TUJUAN UTAMA EVALUASI : Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat
TINDAKAN SEGERA YANG HARUS DILAKUKAN SECARA TEPAT ADALAH:
• Menentukan diagnosis awal:
Wawancara Kedaruratan Psikiatri
Pemeriksaan Fisik
• Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien.
• Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai.
LIMA HAL YANG HARUS DITENTUKAN SEBELUM
MENANGANI PASIEN SELANJUTNYA
• Keamanan pasien
• Medik atau psikatrik?
• Psikosis
• Suicidal atau homicidal?
• Kemampua merawat diri
1. KONDISI GADUH GELISAH
PENGERTIAN
KEADAAN GADUH GELISAH MERUPAKAN MANIFESTASI KLINIS SALAH SATU JENIS PSIKOSIS:
• Psikosis dengan keadaan gaduh-gelisah : Delirium
• Skizofrenia katatonik
• Gangguan skizotipal
• Gangguan psikotik akut dan sementara
• Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
• Amok
PSIKOSIS KARENA GANGGUAN MENTAL ORGANIK:
DELIRIUM
• Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak organik akut
menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan delirium.
• Istilah sindroma otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit
badaniah.
• Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu terdapat pada otak sendiri
(neoplasma intracranial, meningo-encephalitis, dll) atau yang terletak diluar otak (tifus abdominalis,
penumonia, dll) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa
atau keadaan gaduh gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik anatomi pada otak itu sendiri.
• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut biasanya terdapat
kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik menahun biasanya terdapat dementia.
Akan tetapi suatu sindrom otak organik menahun (misalnya tumor otak, dll) dapat saja pada suatu
waktu menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui penyebabnya secara
lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis yang teliti
SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN SKIZOTIPAL
• Bila kesadaran tidak menurun, dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi yang inadequate, tanpa
frustasi atau konflik yang jelas maka hal ini biasanya suatu skizofrenia.
• Diagnosa kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara berbagai
aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi, psikomotorik dan kemauan.
• Dari berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan gaduh-gelisah ialah episode
skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Di samping psikomotor yang
meningkat, pasien menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir
sama sekali tidak realistik lagi
GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA
• Gangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi stress psikologik yang dirasakan hebat sekali
oleh individu.
• Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang
mendadak dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang dicintainya,
kegagalan, kerugian dan bencana.
• Gangguan Psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh gelisah adalah keadaan gaduh
gelisah reaktif dan kebingungan reaktif.
PSIKOSIS BIPOLAR
• Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya.
• Karena itu PPDGJ-III memasukkannya ke dalam kelompok “fenomena dan sindrom yang berkaitan dengan faktor sosial
budaya di indonesia” (“culture bound phenomena”).
• Efek “malu” (pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode “meditasi” atau
tindakan ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-
mula terhadap yang menyebabkan ia malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan
menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam keadaan trance).
• Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh
orang lain, karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya.
TANDA-TANDA ADANYA PERILAKU KEKERASAN YANG
MENGANCAM
• Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu
• Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
• Membawa benda-benda tajam atau senjata
• Adanya perilaku agitatif
• Adanya intoksikasi alkohol atau obat
• Adanya pikiran dan perilaku paranoid
• Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan.
• Kegelisahan katatonik
• Episode manik
• Episode depresi agitatif
• Gangguan kepribadian tertentu
MENILAI RESIKO TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN
• Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kita harus
bersikap tenang.
• Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara dengan
pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi.
• Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan
mengobatinya secara etiologis bila mungkin
PENATALAKSANAAN
• Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL),
pada umumnya sangat berguna untuk mengendalikan psikomotorik yang meningkat.
• Bila tidak terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnya
trifluoperazine, haloperidol (5 – 15 mg), atau fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi.
• Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 – 10 mg), disuntik
secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun
kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi
• Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi
postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk
mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi
sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang)
2. TINDAK KEKERASAN
(VIOLENCE)
PENGERTIAN
• Bersikaplah suportif dan tidak mengancam, tegas dan berikan batasan yang jelas bahwa kalau perlu
pasien dapat diikat (physical restraints). Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan (misalnya pilih
obat atau diikat), dan bukan dengan menyuruh pasien secara provokatif: “minum tablet ini sekarang”
• Katakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima,
• Tenangkan pasien bahwa ia aman di sini. Tunjukkan dan tularkan sikap tenang dan penuh kontrol.
• Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya lebih tenang.
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN
Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenangkan pasien diberikan obat
antipsikotik atau benzodiazepin:
• Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral atau IM,
• Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis rata-rata per hari 13-
14mg,
• Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2 menit).
3. PERCOBAAN BUNUH DIRI
PENGERTIAN
• Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat di rumah (di tempat kejadian) dan atau
di unit gawat darurat di rumah sakit.
• Bila keracunan atau luka sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatrik.
• Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan mereka
sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang tersebut.
• Etika mengevaluasi pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian apakah
hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.
• Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan mempunyai kebiasaan
melukai diri sendiri serta parasuicides.
TERAPI PSIKOFARMAKA
• Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama
2 minggu. Jangan memberikan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhdap pasien(rrespkan
sedikit-seikit saja) dan pasien harus kontrol dalam bebeapa hari.
• Penting sekali dalam pengobatan untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan psikoterapi dan obat antidepresan
4. SINDROMA NEUROLEPTIK
MALIGNA
PENGERTIAN
Bukti laboratorium
Leukositosis adanya kerusakan
otot rangka
PATOFISIOLOGI
Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang menghambat reseptor D2 menghasilkan
hipotesis bahwa penghambatan reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis
yang timbul.
• Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan kesadaran.
• Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas.
• Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan instabilitas otonom, gangguan
pelepasan panas.
• Hiperpireksia terjadi akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot
FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PREDISPOSISI
FAKTOR RESIKO :Jenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresinko dibanding perempuan.
FAKTOR PREDISPOSISI :
• Dehidrasi, malnutrisi, kelelahan
• injeksi intramuskular neuroleptik, cedera kepala, infeksi
• intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik bersama dengan litium.
• Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang baru menghentikan terapi dengan obat-
obatan agoni dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine
PANDUAN WAWANCARA DAN PSIKOTERAPI
Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik sehingga perlu dirawat di ICU.
Kesadarannya terganggu, tanyakan perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.
• Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama penggunaan antipsikotik pada saat dosis mulai
ditingkatkan, umumnya dalam 10 hari pertama pengobatan antipsikotik.
• Sindrom neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik
potensi tinggi dalam dosis tinggi/dosis yang meningkat cepat.
EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN
• Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada pasien yang mendapat antipsikotik yang
mengalami demam serta kekakuan otot.
• Bila terdapat rigiditas ringan yang tidak berespon terhdap antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas
sebabnya, buatlah diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna.
• Hentikna pemberian antipsikotik segera.
• Monitor tanda-tanda vital secara berkala.
• Lakukan pmeriksaan laboratorium
• Hidrasi cepat intrvena daapt mencegah erjadinya renjatan dan menurnkan kemungkinan terjadiny agagal ginjal.
• Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh, masalah kemudian adalah pemberian
naipsikotik selanjutnya apakah mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik semula yang
efektif.
TERAPI PSIKOFARMAKA
Seorang laki-laki umur 35 tahun datang ke poli RSKD diantar oleh istrinya untuk pertama kalinya dengan keluhan
cemas kurang lebih sejak1 tahun terakhir dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering merasa cemas, gelisah,
dan ketakutan. Keluhan cemas pasien disertai dengan berkeringat dingin dan gemetaran. Pasien sering merasa ketakutan
apabila berada di keramaian. Pasien merasa tegang apabila melihat orang banyak dan langsung ingin pulang istirahat.
Pasien juga merasakan tidak enak di perut seperti mual dan telah mmeriksakan dirinya ke dokter dan pemeriksaan semua
dalam batas normal. Pasien selalu merasa cepat capek. Pasien juga merasa cemas dan khawatir akan hal-hal yang belum
terjadi. Pasien tidak tidur nyeyak akhir-akhir ini, makan dan minum normal, mandi teratur, dan dapat merawat diri sendiri.
Pasien tetap bekerja namun sering ketakutan dalam beraktivitas terutama ditengah keramaian.
Awal perubahan perilaku sejak 1 tahun yang lalu, pada saat itu pasien mendengar kabar bahwa kerabat dekat di kantor
meninggal dunia dan pasien langsung ke Toraja untuk mengikuti proses pemakaman setelah itu pasien langsung drop
hampir pingsan. Setelah kejadian tersebut, pasien selalu merasa ketakutan apabila mendengar kabar meninggal. Pasien
juga jarang tidur di malam hari dan sering terlihat takut. Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam pekerjaan . Pasien
belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Hubungan gangguan
Faktor stress sekarang dengan
Hendaya / disfungsi psikososial riwayat penyakit fisik
dan psikis sebelumnya
- Hendaya sosial (-) Tidak jelas - Infeksi (-)
- Hendaya - Alkohol (+)
pekerjaan (+) - Trauma (-)
- Hendaya - Merokok (+), ± 1
penggunaan waktu bungkus per hari
senggang (+)
- Kejang (-)
- NAPZA (-)
RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
Pasien merupakan anak kedua dari dua besaudara (♀, ♂) . hubungan dengan keluarga baik. Pasien menikah
dengan wanita pilihannya dan memiliki 1 orang anak perempuan umur 8 tahun dan pernikahan sudah
berlangsung selama 8 tahun.
Situasi Sekarang Persepsi pasien
terhadap diri dan
kehidupannya
• Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang laki-laki perawakan sedang, wajah sesuai
umur, berambut plontos, memakai baju kemeja berwarna biru dan memakai celana jeans hitam.
Perawatan diri baik. Kesadaran pasien baik, kontak mata dan verbal ada. Aktifitas psikomotor
tenang. Pembicaraan spontan, lancar, dan intonasi biasa. Serta sikap terhadap pemeriksa
kooperatif. Mood disforik, afek appropriate, empati dapat dirabarasakan. Tilikan 6, pasien
merasa dirinya sakit dan ada usaha untuk mengobati. Taraf dapat dipercaya.
EVALUASI MULTIAKSIAL
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan
adanya gejala klinis yang bermakna berupa rasa cemas, keadaaan ini menimbulkan
penderitaan (distress) pada dirinya serta terdapat hendaya (disability) pada fungsi
pekerjaan dan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan jiwa.
Karena tidak didapatkan hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien
digolongkan dengan gangguan jiwa non-psikotik.
AKSIS II : Sebelum sakit pasien adalah orang yang ramah dan pendiam. Ketika ada
maslah biasanya pasien tidak menceritakannya ke keluarganya. Ciri kepribadian
pasien belum dapat diarahkan pada salah satu ciri kepribadian yang khas.
Ad Vitam • Dubia ad
Bonam
Ad • Dubia
ad
Functionam bonam
Ad • Dubia
Ad
Sanationam Malam
RENCANA TERAPI
FARMAKOTERAPI PSIKOTERAPI
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, menilai efektivitas terapi serta
kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diminum.