Anda di halaman 1dari 12

SKROFULODERMA

PENDAHULUAN

Skrofuloderma adalah salah satu bentuk tuberkulosis kutis yang paling sering ditemukan di
Indonesia, terjadi akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ di bawah kulit yang telah
terkena penyakit tuberkulosis, misalnya kelenjar getah bening (KGB), sendi atau tulang.
ETIOLOGI

• Mycobacterium tuberculosis kisaran 91,5%.

Lainnya: Mycobacterium scrofulaceum, Mycobacterium bovis, Mycobacterium


avium.
JARINGAN YG TERKENA

• Pada tempat-tempat yang banyak kelenjar getah bening superfisialis.

• Lokasi tersering di leher, diduga merupakan penjalaran dari KGB servikal, sedangkan lokasi lain
yang cukup sering adalah aksila dan inguinal.

• Porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau paru. Jika di ketiak
kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, jika di lipat paha pada ekstremitas bawah.

• Kadang-kadang tiga tempat predileksi tersebut diserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan
lipat paha. Pada kejadian tersebut kemungkinan besar terjadi penyebaran secara hematogen.
GEJALA KLINIS
• Bervariasi, tergantung durasi penyakit

• Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa


pembesaran kelenjar getah bening dengan besar yang berbeda-beda, tanpa
tanda-tanda radang akut.

• Mula-mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan
sebagian konfluensi.

• terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut


dengan jaringan sekitarnya.
• Kelenjar-kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak  konsistensi

bermacam-macam : keras, kenyal dan lunak

• Terbentuk abses  fistel  ulkus

• Ulkus dapat sembuh dan menjadi jaringan sikatriks


KRITERIA PENYEMBUHAN SKROFULODERMA

• Semua fistel dan ulkus sudah menutup

• Seluruh kelenjar getah bening sudah mengecil (<1 cm), konsistensi keras

• Sikatriks tidak eritema lagi

• LED turun atau normal


GEJALA KLINIS

• LED meningkat

• Tes Tuberkulin; hasil (+) berarti pernah atau sedang menderita penyakit tuberkulosis

• Pemeriksaan Radiologis (Rontgen Foto)

• Pemeriksaan Histopatologis

• Pemeriksaan Bakteriologis
GEJALA KLINIS
• Perbaiki keadaan umum

• Minum obat Teratur, jangan sampai putus.

• Insisi dan eksisi pada abses tidak diperlukan, jika eksisi tetap dilakukan, dua jenis obat
bakterisidal diberikan untuk terapi seperti INH dan Rifampicin selama sembilan bulan
PENGOBATAN

• Obat Lini I  sangat efektif untuk digunakan terutama untuk fase inisial :
- Isoniazid, Rifampicin, Aminoglikosid dan
Ethambutol

• Obat Lini II biasanya digunakan pada pasien yang resisten terhadap Mycobacterium :
- Pirazinamid, Etionamid,Viomycin,
Kanamycin, Capreomycin.
GEJALA KLINIS
Isoniazid • Bersifat bakteriostatik

• bersifat bakteriostatik dan bakterisidal • Dosis: 15-25 mg/kgBB

• Dosis: 5 mg/kg BB, max 300 mg • Tidak boleh diberikan pada anak di bawah

• ES: demam, erupsi kulit, neuritis perifer, usia 13 tahun

hepatotoksis, kelainan darah (agranulositosis,Rifampicin


eosinofilia, anemia, trombositopenia) • Dosis: 10 mg.kgBB, 600 mg/hr
Pirazinamid • ES: gangguan hepar, hypersensitifitas,
• Dosis: 15-30 mg.kg BB, max 2 gr/hari trombositopenia

• ES: gangguan hepar

Etambutol
GEJALA KLINIS
• Fase I ( Intensif/Inisial )

INH, Rifampicin, Pirazinamid

- selama 8 minggu setiap hari

- Tujuan : membunuh kuman aktif,

membelah secepat-cepatnya

dan sebanyak2nya.

• Fase II (Lanjut /continous)

INH, Rifampicin :

- setiap hari atau 2-3x/minggu ,16 minggu

- Tujuan : kegiatan sterilisasi, membunuh

kuman yang tumbuh lambat

REGIMEN PENGOBATAN

Anda mungkin juga menyukai