PRESENTATION
1. Amira Hany (03031181621019)
2. Yuhin Meidina Ocsa (03031381621057)
3. KMS Rizckhan Satria (03031381621079)
February 2 5 th 2019
2
8.7
3
Dalam subbab ini kita mengasumsi bahwa operasi CSTR berjalan
secara steady state dan mengasumsi orde dari reaksi adalah 1.
4
Dengan menggunakan kembali persamaan (8-54) yang mengasumsi
tidak ada kerja poros (Ws=0) dan (∆Cp=0) pada reaktor sehingga:
(8-54)
Dimana,
dan
(8-57)
5
Menggunakan mol balance CSTR yaitu X = -rA.V/Fa0 , persamaan
(8-54) menjadi:
(8-58)
(8-60)
6
Untuk mempelajari keadaan multiple steady states , kita harus memplot
R(T) dan G(T) sebagai fungsi temperatur dalam grafik yang sama dan
menganalisis keadaan di mana kita akan mendapatkan persimpangan
antara R(T) dan G(T).
Dimana,
8
8.7.2 Heat of Generation, G(T)
Panas yang dihasilkan (heat-generated term), pada persamaan
(8-59) bisa dituliskan dalam bentuk konversi.( Dengan X = -
rA.V/Fa0 )
9
Menyelesaikan yield X:
(8-62)
(8-63)
10
Pada temperatur yang sangat rendah, penyebut dari persamaan (8-
63) untuk reaksi orde 1 bisa diabaikan. Sehingga G(T) adalah:
(pada T rendah)
11
G(T) digambarkan sebagai fungsi T untuk 2 energi aktivasi yang
berbeda,E, dalam gambar (8-16). Jika laju alir menurun atau volume
reaktor meningkat sebagaimana dengan meningkatnya
𝜏, Panas yang dihasilkan (G(T)) berubah sesuai dengan gambar (8-17)
12
8.7.3 Ignition-Extinction Curve
Titik persimpangan dari R(T) dan G(T)
adalah titik dimana reaktor dapat
beroperasi secara steady state.
Apabila feed kita masukkan pada T
yang rendah, T01 dan memplot kurva
G(T) dan R(T) yang diilustrasikan
sebagai y dan a pada gambar (8-18)
kita dapat melihat hanya ada 1 titik
persimpangan yaitu TS1 yang
merupakan kondisi steady state.
Apabila kita meningkatkan temperatur
masuk menjadi T02, kurva G(T) atau y
tidak akan berubah. Tetapi kurva R(T)
akan bergeser ke kanan yang
digambarkan pada garis b. Begitupula
sampai dengan T06 kurva G(T) tidak
berubah tetapi kurva R(T) mengalami
pergeseran ke kanan yang
13
mempengaruhi banyaknya jumlah
kondisi steady state di reaktor.
Titik persimpangan dari R(T) dan G(T) adalah titik dimana reaktor dapat
beroperasi secara steady state. Apabila feed kita masukkan pada T yang
rendah, T01 dan memplot kurva G(T) dan R(T) yang diilustrasikan sebagai y
dan a pada gambar (8-18) kita dapat melihat hanya ada 1 titik
persimpangan yaitu TS1 yang merupakan kondisi steady state.
Apabila kita meningkatkan temperatur masuk menjadi T02, kurva G(T) atau
y tidak akan berubah. Tetapi kurva R(T) akan bergeser ke kanan yang
digambarkan pada garis b. Begitupula sampai dengan T06 kurva G(T) tidak
berubah tetapi kurva R(T) mengalami pergeseran ke kanan yang
mempengaruhi banyaknya jumlah kondisi steady state di reaktor.
14
15
Ketika suhu masuk meningkat, suhu
kondisi steady states meningkat
disepanjang garis bawah sampai 𝑇05 .
Fraksi meningkatkan suhu diluar 𝑇05
dan suhu reactor steady states akan
melonjak hingga 𝑇𝑠11 . Lompatan suhu
ini disebut suhu pengapian.
Jika sebuah reactor beroperasi pada
𝑇𝑠12 dan mulai mendinginkan suhu
masuk turun dari 𝑇06 , suhu reactor
steady states 𝑇𝑠3 akan tercapai, sesuai
dengan suhu masuk 𝑇02 . Sedikit
penurunan dibawah 𝑇02 akan
menurunkan suhu reactor kondisi
steady states ke 𝑇𝑠2 . Akibatnya, 𝑇05
16
disebut suhu kepunahan.
Jika beroperasi di 𝑇𝑠8 , dan terjadi peningkatan
pada suhu reaktor, mendapatkan suhu yang
ditunjukkan oleh garis vertikal 2 antara titik 8
dan 9. sepanjang garis vertical 2 ini kurva yang
dihasilkan oleh panas (G) lebih besar dari garis
R (G > R) yang dihilangkan panas. Akibatnya
suhu dalam reaktor akan terus meningkat
hingga titik 9 tercapai pada kondisi steady
states atas.
Jika mengalami penurunan suhu dari titik 8,
akan berada pada garis vertikal 3 antara titik 7
dan 8. kurva yang dihilangkan panas lebih besar
dari kurva yang dihasilkan oleh panas sehingga
suhu akan terus menurun sampai kondisi steady
states yang lebih rendah tercapai. Status steady
states yang berperilaku seperti itu dikatakan
tidak stabil.
17
Jika reaktor yang beroperasi di 𝑇𝑠9 mengalami peningkatan dalam suhu reaktor yang
ditunjukan oleh baris 1. Garis yang dihilangkan panas (d) lebih besar dari kurva
yang dihasilkan oleh panas (y), sehingga suhu reaktor akan menurun dan kembali ke
𝑇𝑠9 .
Jika ada penurunan tiba-tiba suhu dibawah 𝑇𝑠9 yang ditunjukan pada garis 2, kurva
yang dihasilkan panas (y) lebih besar dari garis yang dihilangkan panas (d) dan
suhu reaktor akan meningkat dan kembali kekondisi steady states atas di 𝑇𝑠9 .
Jika suhu steady states yang lebih rendah di 𝑇𝑠7 mengalami peningkatan ke suhu
yang ditunjukkan sebagai garis 3. Panas yang dihilangkan, R, lebih besar dari panas
yang dihasilkan, G, sehingga suhu reaktor akan turun dan kembali ke 𝑇𝑠7 .
Jika ada penurunan tiba-tiba suhu dibawah 𝑇𝑠7 ke suhu yang ditunjukan oleh garis 4,
bahwa panas yang dihasilkan lebih besar daripada yang dihilangkan, G > R, suhu
reaktor akan meningkat hingga kembali ke 𝑇𝑠7 .
18
Reaksi antara Sodium Tiosulfat dan Hidrogen Peroksida
19
Seseorang mengamati pada waktu ruang 12 detik, suhu reaksi mantap 4, 33, dan 80 °C. jika
beroperasi pada kondisi steady states yang lebih tinggi dan laju aliran volumetric terus
meningkat (yaitu, ruang-waktu menurun), didapatkan bahwa jika kecepatan ruang turun
dibawah sekitar 7 detik, suhu reaksi akan turun dari 70 °C hingga 2 °C. laju aliran dimana
20 penurunan ini terjadi disebut sebagai kecepatan ledakan
8.7.4 Reaksi Pelarian dalam CSTR
R(T*) = G(T*)
(−𝑟𝐴 ∗𝑉)
𝐶𝑃0 (1 + k)(T* - 𝑇𝑐 ) = (−∆𝐻𝑅𝑥 ) X* = −∆𝐻𝑅𝑥
𝐹𝐴0
21
22
Untuk kurva panas yang dihilangkan, kemiringannya:
𝑑𝑅(𝑇)
ቚ ∗= 𝐶𝑃0 (1 + k) (8-66)
𝑑𝑇 𝑇
−𝑟𝐴 𝑉
𝑑𝐺(𝑇) 𝑑 −∆𝐻𝑅𝑥 −∆𝐻𝑅𝑥 𝑉 𝑑(−𝑟𝐴 )
𝐹𝐴0 ቮ (8-67)
ቤ = = อ
𝑑𝑇 𝑇 ∗ 𝑑𝑇 𝑇∗ 𝐹𝐴0 𝑑𝑇
𝑇∗
23
−𝑟𝐴 = 𝐴𝑒 −𝐸Τ𝑅𝑇 𝑓𝑛(𝐶𝑖 ) (8-68)
Kemudian
𝑑(−𝑟𝐴 ) 𝐸 −𝐸 Τ𝑅𝑇 ∗ 𝐸 ∗
ቤ = ∗2
𝐴𝑒 𝑓𝑛 𝐶𝑖 = ∗2
(−𝑟𝐴)
𝑑𝑇 𝑇 ∗ 𝑅𝑇 𝑅𝑇
°
𝑑𝐺(𝑇) −∆𝐻𝑅𝑥 𝐸 𝐸
∗
𝑆 = ቤ = −𝑟𝐴° 𝑉 ∗2
=𝐺 𝑇 ∗
(8-69)
𝑑𝑇 𝑇 ∗ 𝐹𝐴0 𝑅𝑇 𝑅𝑇 ∗2
𝑑𝐺(𝑇)
ቤ = 𝑆∗
24
𝑑𝑇 𝑇 ∗
Dimana untuk reaksi orde nol
𝐸
𝑆∗ =G 𝑇∗
𝑅𝑇 ∗2
°
𝐸 ∗
−∆𝐻𝑅𝑥
𝐶𝑃0 1+𝑘 = −𝑟𝐴𝑉 = 𝑆∗ (8-70)
𝑅𝑇 ∗2 𝐹𝐴0
𝐸 𝑇𝑐 𝑅
𝑇∗ = 1− 1−4 (8-72)
2𝑅 𝐸
Dimana
𝑘𝑇𝑎 + 𝑇0
𝑇𝑐 =
1+𝑘
26
Setiap penyimpangan kekanan atau dibawah interaksi 𝐶𝑃0 (1 +
27
Persaaman untuk S* untuk reaksi orde pertama
−𝐸 Τ𝑅𝑇 ∗
𝜏𝐴𝑒 𝐸
𝑆∗ = ∗ −∆𝐻 °
𝑅𝑥 (8-73)
1+ 𝜏𝐴𝑒 −𝐸 Τ𝑅𝑇 2 𝑅𝑇 ∗2
29
.Neraca Energi Multipel Reaksi pada PFR
30
Neraca Energi Reaksi Multipel pad CSTR :
31
CONTOH 8-10.
ReAKSI PARALEL DALAM PFR DENGAN EFEK PANAS
Berikut reaksi fase gas yang terjadi dalam PFR :
Fed A murni dengan kecepatan 100 mol/s, suhu 150 C,
dan konsentrasi 0,1 mol/dm3. Tentukan profil
temperatur dan laju aliran diraktor;
Informasi tambahan :
32
penyelesaian
Neraca Mol :
Rate Law :
33
Relative rtaes :
Net rates :
34
35
Berikut reaksi fase gas yang terjadi dalam PFR :
Fed A murni dengan kecepatan 100 mol/s, suhu 150 C, dan konsentrasi 0,1
mol/dm3. Tentukan profil temperatur dan laju aliran diraktor;
Informasi tambahan :
36
Berikut reaksi fase gas yang terjadi dalam PFR :
Fed A murni dengan kecepatan 100 mol/s, suhu 150 C, dan konsentrasi 0,1
mol/dm3. Tentukan profil temperatur dan laju aliran diraktor;
Informasi tambahan :
37
Neraca Energi Steady state untuk 1 reaksi
Sehingga:
38
Substitusi nilai Q, abaikan kerja, dan asumsikan kapasitas panas
konstan:
39
Reaksi erlementer fase cair :
40
Rate law reaksi erlementer :
41
2. Rate Law
3. Neraca energi
42
43
44
45
46