Anda di halaman 1dari 18

Tatalaksana Necrotizing Skin and

Soft Tissue Infection pada Tungkai Bawah

M A RE LNO Z A K A N ITO, D R
P E M B IM B IN G :

DR. B ETA SU BA K T I N ATA’ATMAD J A , SP - B P - RE ( K )


PENDAHULUAN

Necrotizing skin and soft tissue (NSTI) adalah infeksi kulit dan jaringan
lunak progresif yang menyebabkan nekrosis jaringan dan sering
berhubungan dengan penyakit sistemik pada penderita.

Istilah "NSTI" kini lebih sering digunakan sebagai pengganti istilah


”Necrotizing Fasciitis", yang awalnya diciptakan oleh BL Wilson pada
tahun 1952, untuk meliputi kasus-kasus di mana nekrosis meluas
melampaui fasia dan dapat melibatkan otot, kulit, serta jaringan di
sekitarnya2.
NECROTISING SOFT TISSUE INFECTION
(NSTI)
 Infeksi jaringan lunak dan kulit yang berlangsung secara progresif.

 Berlangsung secara cepat merusak fascia dan lapisan subkutan.

 Menyebabkan nekrosis jaringan yang luas.

 Berhubungan dengan penyakit sistemik.

 Dapat disertai dengan sepsis, gagal multisystem organ dan sering


menyebabkan kematian.
TATALAKSANA DIAGNOSA
Assessment Klinis
Pemeriksaan Lab dan Sistem Skoring
Pemeriksaan radiologis/ Imaging
Biopsy jaringan
Treatment :
 Antibiotik
 Surgical Intervention
 Terapi Adjuvant
ASSESSMENT KLINIS
Sebagian besar kasus menunjukkan oedem dan eritema dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri.
Pasien dengan NSTI sering didapatkan dengan infeksi sistemik dan
pada beberapa kasus yang tidak tertangani dengan baik bahkan
sampai encephalopathy.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai bullae, ecchymosis, jaringan
nekrotik, edema, eritema, serta baal atau hilangnysa sensitivitas
pada kutaneous.
PEMERIKSAAN LAB DAN SISTEM SKORING

Leukositosis dan Hiponatremi suatu kondisi yang meningkatkan


sensitivitas dari pemeriksaan klinis.
Peningkatan kadar laktat > dari 6 mmol/L dan natrium serum < 135
mEq/L menjadi indikator terkait meningkatnya angka mortalitas di
rumah sakit akibat NSTI.
Pada tahun 2004, Wong dan colleagues mengembangkan
Laboratory Risk Indicator for Necrotizing Fasciitis (LRINEC).
Jumlah leukosit, hemo-globin, natrium, glukosa, kreatinin serum,
dan serum C - reaktif protein digunakan untuk Skor untuk
kemungkinan necrotizing fasciitis.
LRINEC SCORE
(LABORATORY RISK INDICATOR FOR NECROTIZING FASCIITIS)
 C-Reactive Protein :  ≤ 1.6 mg/dL (141 µmol/L)  0
 <15mg/dL (150mg/L)  0  > 1.6 mg/dL (141 µmol/L)  +2
 ≥15mg/dL (150mg/L)  +4

 White blood cell count (x10,000/µL) :  Glucose :


 <15  0  ≤180 mg/dL (10 mmol/L)  0
 15-25  + 1  >180 mg/dL (10 mmol/L)  +1
 >25  +2

 Hemoglobin (g/dL) :  Skor LRINEC ≥6 adalah cut-


 >13.5  0 off point untuk diagnosa
 11-13.5  +1 NSTI,
 <11  +2
 Jika skor LRINEC < 6 yaitu
 Sodium (mEq/L) :
resiko NSTI rendah, tetapi
 ≥135  0
tidak menyingkirkan
 <135  +2 diagnosis.
 Creatinine :
IMAGING
Tampak gambaran Gas dalam jaringan lunak pada Foto Rontgen.
Pada CT scan dengan kontras tampak Udara dan edema.
Pada MRI, ditemukan konsistensi intensitas gambar T2-weighted
images yang lebih besar dan tebal.
FOTO RONTGEN
Tampak gambaran Gas tracking pada
fascia di radiografi pada pasien
dengan NSTI di bagian lower extrimity.
CT SCAN
Dua Axial CT images pada
Left Lower Extrimity :
Tampak Edema pada soft
tissue (anak panah) dan
gambaran Udara pada fascia
(anak panah).
MRI

Axial section pada left thigh menunjukkan peningkatan soft tissue enhancement dan
gas dalam jaringan lunak.
Gambar (A) sebelum dan (B) setelah injeksi kontras, anak panah menunjukkan
penebalan kulit dan infiltrasi lemak subkutaneus.
Gambar (C) Shirt TI Inversion Recovery (STIR) anak panah menunjukkan penebalan
dari fascia intermuscular dalam dan stasis edema.
BIOPSY
Pada beberapa kasus, sebelum dilakukan operasi, ahli bedah dapat
menegakkan diagnosis dengan melakukan eksplorasi lokal di bawah
anestesi lokal.
Jika pada eksplorasi lokal di diagnosis NSTI maka dapat dilanjutkan
dengan debridement di OK.
Dilakukan insisi kecil pada daerah maksimal yang di curigai.
Pemeriksaan pada fascia untuk dicari tanda-tanda nekrosis:
 Terdapat cairan berwarna coklat (dishwater) atau terdapat Positive Finger Sign yaitu di
mana jari dimasukkan sepanjang lempeng fascia dan dapat dengan mudah mendiseksi
jaringan diatasnya tanpa terasa tahanan.
 Elektrokauter juga dapat dilakukan untuk menunjukkan non-reactivity serat otot, yang
menandakan kematian jaringan.
ANTIBIOTIK
Penggunaan terapi antibiotik secara dini dan agresif sangat penting
dan harus dilakukan seiring untuk pasien NSTI yang menjalani bedah
evaluasi dan perawatan.
Kultur Darah, Jaringan dalam, abses, diperlukan untuk menyesuaikan
terapi antibiotik.
SURGICAL INTERVENTION
Meskipun terapi antibiotik, resusitasi dan perawatan kritis evaluasi
yang diperlukan dalam pengobatan pasien dengan NSTIs, terapi
yang diutamakan tetap dengan Surgical intervention.
Surgical intervention  Debridement yang adekuat.
Penundaan dalam identifikasi dan penundaan early surgical
management dapat meningkatkan mortalitas.
Selain itu penundaan tidak hanya meningkatkan kematian, namun
pada survivors juga dapat meningkatkan jumlah operasi berikutnya
yang dibutuhkan untuk mengendalikan infeksi.
ADJUVANT THERAPY
2 adjuvant therapy paling umum untuk NSTIs adalah intra - vena
immune globuline dan Oksigen Hiperbarik.
Imunoglobulin intravena telah disarankan sebagai pengobatan dari
superantigen-mediated TSS karena streptococcal atau staphylococcal
necrotizing fasciitis.
Oksigen hiperbarik diajukan sebagai terapi adjuvant setelah surgical
debridement.
Fasia dikenal sebagai lingkungan yang relatif hipoksia karena suplai
darah lemah dibandingkan dengan daerah sekitar otot atau kulit.
Dengan meningkatkan kadar oksigen terlarut plasma, Oksigen
Hiperbarik diyakini dapat berpotensi meningkatkan pengiriman
oksigen ke jaringan hiipoksia disekitarnya dan, dapat langsung
membunuh bakteri anaerobik serta meningkatkan aktivitas leukosit.
KESIMPULAN
NSTI merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi, meskipun pada perawatan terdapat perbaikan yang
signifikan.
Perawatan dengan antibiotik spektrum luas dan debridemen pada
surgical intervention diperlukan untuk penanganan secara efektif
pada NSTI ini.
Pasien NSTI harus diidentifikasi, didiagnosa dan diterapi segera, agar
mendapatkan hasil penanganan yang lebih baik.
REFERENSI
Stephanie L. Bonne, MD, FACSa, Sameer S. Kadri, MD, MSb. Evaluation
and Management of Necrotizing Soft Tissue Infections. (2017) 497–511
Ling Hong L, Richard C, Tobian M. Diagnosis, management and outcomes
of necrotising soft tissue infection within a Plastic and Reconstructive
Surgery Unit. Scottish Medical Journal 2014, Vol. 59(1) 56–61

Anda mungkin juga menyukai