Anda di halaman 1dari 17

STATUS GIZI LANSIA PANTI DAN NON PANTI

Nurlaela NIM. 22030118410019


Ayu Meilina NIM. 22030118410028
1. PREVALENSI LANSIA
Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia (2010→2018)
 ♀ 71,83 tahun → 73,19 tahun
 ♂67,89 tahun → 69,20 tahun
Tahun 2020 diprediksi ↑ lansia sebesar 11,34% (28,8 juta jiwa)

Profil Lansia Jateng :


Tahun 2012 : 357 juta jiwa (10,81%).
Tahun 2016 : 414 juta jiwa (12,18%),

Proporsi lansia laki-laki 64,46% >> lansia perempuan

ᴥ Hal ini disebabkan karena lansia perempuan lebih rentan mengalami


masalah kesehatan dari segi finansial, sosial maupun emosional
2. MASALAH KESEHATAN LANSIA
Masalah kesehatan yang sering dikeluhkan mudah jatuh, beser
BAB/BAK, demensia, infeksi, gangguan penglihatan, pendengaran, dan
penciuman, depresi, malnutrisi, sulit tidur, gangguan seksual dan susah
buang air besar. Menurut Riskesdas 2013, masalah yang sering dialami
lansia adalah sebagai berikut:
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS
KESEHATAN DAN GIZI LANSIA

 Status gizi lansia sangat dipengaruhi oleh proses penuaan yang


bersifat individual dan berbeda perkembangannya disetiap
individu karena dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.

 Lansia sangat rentan mengalami malnutrisi, disebabkan :


 Penurunan asupan
 Penurunan fungsi tubuh.

 Malnutrisi mengakibatkan :
 ↓ kekebalan tubuh,
 penyembuhan luka yang lama,
 berkurangnya kekuatan otot,
 pemulihan dan rehabilitasi kesehatan yang lama.
PENYEBAB MALNUTRISI PADA LANSIA,
ANTARA LAIN:
1. Penurunan Selera Makan karena Proses Penuaan
Selera makan ↓ seiring↑usia. Lansia cenderung mengalami kurang
lapar secara konsisten, makan lebih sedikit dan lambat. Rata-rata
penurunan asupan energi pada usia 20 dan 80 tahun sekitar 30%.
Bertambahnya usia juga memiliki beberapa efek bagi saluran pencernaan
antara lain sekresi asam lambung dan pepsin ↓ yang berakibat pada ↓
penyerapan vitamin B6, B12, folat, zat besi dan kalsium.

2. Asupan terganggu
disebabkan karena efek penyakit tertentu, rasa sakit atau mual ketika
makan, depresi atau kecemasan, isolasi sosial atau hidup sendirian,
berkabung atau peristiwa kehidupan yang signifikan lainnya, kurangnya
pemahaman mengenai diet dan kesehatan, berkurangnya indera pencium
dan perasa, disfagia, kesadaran berkurang, demensia, kelemahan atau
radang sendi pada lengan, kebersihan mulut atau gigi yang buruk, dan
kurangnya bantuan saat makan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Obat-obatan dapat mempengaruhi status gizi
dengan berbagai cara, misalnya dengan menimbulkan
efek anoreksia, indera perasa menurun, mulut kering,
kebingungan, gangguan pencernaan termasuk mual,
muntah, diare, sembelit, dispepsia.

4. Malnutrisi terkait penyakit


Beberapa penyakit juga meningkatkan risiko
malnutrisi misalnya penyakit pernapasan kronis,
pencernaan, hati dan ginjal, kanker, HIV, AIDS,
stroke, dan pembedahan.
Status gizi kurang didefinisikan sebagai salah satu dari hal berikut:
 BMI <18,5 kg / m2

 berat badan ↓ tidak disengaja > 10% dalam 3 hingga 6 bulan terakhir

 BMI <20 kg / m2 dan berat badan ↓ tidak disengaja > 5% dalam 3 hingga 6
bulan terakhir.
4. PENGUKURAN STATUS GIZI LANSIA

 Alat komprehensif yang secara khusus dikembangkan untuk


mengukur status gizi lansia adalah Mini-Nutritional Assessment
(MNA). MNA adalah tes yang terdiri dari 18 komponen sederhana,
mudah dan cepat dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit
serta dapat mendeteksi risiko malnutrisi sebelum terjadi perubahan
berat badan atau protein serum.
5. PERBANDINGAN STATUS GIZI
LANSIA PANTI DAN NON PANTI
Subjek penelitian berjumlah 210 orang lansia
berusia > 60 tahun. Subjek terdiri dari 108 orang lansia
yang tinggal di Panti (3 panti) dan 102 orang di Non
Panti
 Lansia yang tinggal di panti jompo (dilembagakan) lebih
cenderung mengalami kekurangan gizi daripada mereka yang
tinggal di rumah mereka sendiri (tinggal di komunitas) hal ini
disebabkan karena berkurangnya produktivitas, harga diri,
isolasi sosial dan kesepian.
 Penghuni panti jompo umumnya lebih tua dan lebih lemah,
yang juga bisa mempengaruhi nafsu makan, masalah
mengunyah, dan komposisi massa tubuh.
 Mereka tidak memiliki akses untuk menyiapkan atau membeli
makanan mereka sendiri, dan mungkin tidak suka dengan
makanan yang disediakan panti.
 Lansia di panti jompo memiliki status fungsional yang jauh lebih buruk
dibandingkan dengan responden yang tinggal di komunitas.
 Status fungsional lansia adalah kemampuan mereka untuk melakukan
kegiatan sehari-hari termasuk persiapan makanan dan asupan, sehingga
mempengaruhi status gizi.
 Nafsu makan yang buruk, masalah mengunyah atau menelan,
ketergantungan pada gizi atau asupan yang buruk, sembelit, melewatkan
makan dan mengurangi asupan cairan dan produk susu sangat lazim di
kalangan penghuni panti jompo.
 Studi menunjukkan bahwa orang tua, khususnya mereka yang
dilembagakan, tidak menerima layanan medis yang memadai dan efektif.
 Melihat hal tersebut alangkah baiknya apabila sejak dini dipikirkan langkah-
langkah menjaga status gizi lansia agar tetap optimal, sehingga lansia dapat
menikmati masa tua dengan sejahtera.
 Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lansia,
pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa
jenjang.
 Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat :
 Bina Keluarga Lansia (BKL) oleh BKKBN
 Posyandu Lansia oleh Kementerian Kesehatan RI,
 Pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas dan kelompok Lanjut Usia
melalui konsep Puskesmas Santun Lanjut Usia, dan
 Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit dengan pengembangan
Poliklinik Geriatri.
TERIMA KASIH

“Lansia Sehat….Lansia Aktif dan Produktif”.

Anda mungkin juga menyukai