Anda di halaman 1dari 25

Yuliarni Syafrita

Bag. Ilmu Penyakit Saraf


FK-Unand/RS DR M Djamil
Definisi :
Gangguan fungsi bladder yang disebabkan
oleh berbagai macam gangguan saraf.
Fungsi normal : Menyimpan dan mengeluarkan
urine secara teratur yang di kontrol oleh
sistem saraf sentral dan perifer
Pengosongan urine secara essential adalah
reflek spinal yang dimodulasi oleh sistem
saraf pusat (otak dan MS), untuk
mengkoordinasikan fungsi bladder dan uretra
Fungsi ini dikoordinasi oleh SS Pusatdan
SS Perifer :
 Lobus Frontal : Pusat kontrol miksi
Aktivitas : mengirim sinyal inhibisi ke M
Destrusor, untuk mencegah kontraksi
bladder
 Pons : pontine micturition center (PMC) ,
mengkoordinasikan agar relaksasi sphincter
uretra terjadi bersamaan dengan kontraksi
M Detrusor, sehingga terjadi pengosongan
bladder.
 Medula spinalis : menyalurkan impuls dari
pusat miksi di sakral ke batang otak dan
selanjutnya ke lob frontal.

 Nerus Perifer terdiri dari saraf otonom ;


(simpatis dan parasimpatis) serta saraf
somatis
Fungsi Kandung Kencing:
1. Penyimpanan Urine
- Supresi tonus M Detrusor
- Kontraksi otot polos sphincter dan trigon
 Saraf Simpatis T11 – L1
- Kontraksi secara volunter otot sphincter
 Somatic S2,3,4
2. Pengosongan urine
- Eksitasi dan kontraksi M Detrusor
 Cholinergic parasimpati S2,3,4
- Relaksasi leher bladder dan Trigone
 Inhibisi aktivitas simpatis
Penyimpanan Normal
 500 cc
 Muncul sensasi distensi
 Mampu untuk menahan
 Mampu untuk memulai dan mempertahankan
kontraksi bladder untuk mengosongkan
isinya
 Secara sadar dapat memulai atau
menghambat pengosongan urine.
 Pusat Reflek miksi – MS segmen S2-4
 Pusat Miksi – pons
 Kortek motorik dan sensorik – lobus frontal
 Koordinasi destrusor dan sphincter striated –
cerebellum dan basal ganglia
 Affection influence – sistem limbic
Figure 1 Schematic diagram of afferent pathways from the bladder [3].

Hussain M et al. Journal of Clinical Urology 2012;5:192-203

Copyright © by British Association of Urological Surgeons


Figure 2 Schematic diagram of efferent pathways to the bladder.

Hussain M et al. Journal of Clinical Urology 2012;5:192-203

Copyright © by British Association of Urological Surgeons


 Lesi serebral : Uninhibited Bladder - detrusor
areflexia; detrusor hyperreflexia dengan
pengaturan oleh sphincter eksterna
 Lesi spinal suprasacral– Reflek Bladder -
autonomic dysreflexia (lesion above T6);
detrusor hyperreflexia dengan dissinergi
sphincter eksterna
 Inkontinensia
 Bladder mengosongkan isinya dengan cepat
dan sering
 Sphincter uretra eksterna mengalami kontraksi
secara paradox
 Adanya dissinergi antara M. Detrusor dan
sphincter :
- Sphincter dan bladder keduanya sama2
spastik pada saat bersamaan
- Meskipun bladder berusaha mengeluarkan
urine, namun sphincter externa kontraksi
kuat, mencegah urine jangan keluar.
 Lesi Spinalis sacral – Otonomic Bladder –
areflek detrusor dengan non-relaksasi uretra;
atonic urethra

 Lesi Perifer: Atoni Bladder – areflek detrusor


dengan gangguan koordinasi sphincter uretra
 Ada 2 tipe neurogenic bladder
1. Spastic
 Disebabkan oleh lesi diatas pusat miksi
di sacral.
 Hilangnya sensasi untuk mengosongkan
kandung kemih dan kehilangan kontrol
motorik
 Bladder bisa atropi, sehingga kapasitas
bladder berkurang
 Menurunnya kapasitas bladder
 Kontraksi detrusor secara involunter
 Tekanan intra vesikal tinggi
 Bladder hipertropi
 Spastik otot pelvic
Munculan Klinis :
• Sering berkemih secara involunter
• Kapasitas kecil < 300 cc
• Sejumlah kecil
• Disertai oleh spasme ekstremitas bawah
• Sensasi bladder hilang
• Pengosongan kemih bisa dicetuskan oleh
rangsangan kulit pada perineum atau
genitalia
• Mudah UTI
 Kapasitas urine di vesika bertambah
 Tekanannya rendah
 Tidak ada kontraksi volunter
 Menurunnya tonus sphincter eksterna
 Pengeluaran kemih bisa dilakukan dengan
memberi tekanan pada bagian bawah
abdomen
 Inkontinensia overflow
 Tonus sphincter menurun
 Sensasi (ingin berkemih) tak ada
 Tanda LMN pada ekstremitas bawah
2. Flaksid
• Lesi lower motor
neuron
• Bladder terus diisi dan
membesar (ektens)
• Urine terkumpul dan
bisa tejadi
pengosongan tapi
tidak komplit
(overflow)
– Menyebabkan
banyaknya residu
urine  potensi
untuk infeksi.
• Anamnesa
- Ada tidaknya rasa ingin berkemih
- Frekwensi dan volume urine saat berkemih
- Seberapa besar adanya kontrol berkemih
secara volunter
- Apakah ada demam atau hematuria
- Apakah ada tanda tanda keterlibatan
ekstremitas bawah (UMN atau LMN)
• Mengerti dulu masalahnya :
- Kegagalan dalam penyimpanan atau
- Kegagalan dalam pengosongan
- atau keduanya
• Ada tidaknya masalah penyerta
- Infeksi
- Obtruksi dan dilatasi ginjal
- Pembentukan batu
- Renal Failure
 Obat-obat parasimpatomimetic – Urotone
 Lakukan pengosongan urine secara berkala
 Kateterisasi intermiten
 Cegah resiko obstruksi uretra sept prostat
Farmakoterapi :
- Anticholinergic :
 Tropan (oxybutynine)
 Roliten (teltoredine)
 Probanthin
Pengeluaran Urine terus menerus
Sphinctertomy
Rhizotomy (S3-4)
Table 1 Causes of neurogenic bladder dysfunction [8].

Hussain M et al. Journal of Clinical Urology 2012;5:192-203

Copyright © by British Association of Urological Surgeons

Anda mungkin juga menyukai