Anda di halaman 1dari 51

PATOFISIOLOGI

GANGGUAN PERNAFASAN

WARDAH FAUZIAH.,S.Kep Ners


 Batuk dan sesak napas merupakan gejala
klinis dari gangguan pada saluran
pernapasan.
 Keduanya bukan merupakan suatu
penyakit, tetapi merupakan manifestasi
dari penyakit yang menyerang saluran
pernafasan.
 Penyakit yang bisa menyebabkan batuk
dan sesak napas sangat banyak sekali
mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan
keganasan.
Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sistem
Respirasi
 Secara umum saluran udara pernapasan adalah
sebagai berikut : dari nares anterior menuju ke
cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx,
trachea, bronchus primarius, bronchus
secundus, bronchus tertius, bronchiolus,
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius,
ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus
alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus
tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto,
dkk, 2005).
 Tractus respiratorius dibagi menjadi 2
bagian :
(1) zona konduksi, dari lubang hidung
sampai bronciolus terminalis,
(2) zona respiratorik, mulai dari bronciolus
respiratorius sampai alveolus.

• Zona konduksi berfungsi sebagai


penghangat, pelembab, dan penyaring
udara pernapasan.
• Zona respiratorik untuk pertukaran gas
(Guyton, 1997).
 Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu
inspirasi dan ekspirasi.
 Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial
dengan sumbu di articulatio
costovertebrale, diafragma kontraksi turun
ke caudal, sehingga rongga thorax
membesar, dan udara masuk karena
tekanan dalam rongga thorax yang
membesar menjadi lebih rendah dari
tekanan udara luar.
 Sedangkan ekspirasi adalah kebalikan dari
inspirasi (Ganong, 1999).
 Respirasi
melibatkan otot-otot regular
dan otot bantu.

 Otot
reguler bekerja dalam
pernapasan normal, sedang otot
bantu atau auxiliar bekerja saat
pernapasan sesak.
 Ototreguler inspirasi : m.
Intercostalis externus, m. Levator
costae, m. Serratus posterior superior,
dan m. Intercartilagineus.

 Ototauxiliar inspirasi : m. Scaleni, m.


Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis
mayor et minor, m. Latissimus dorsi,
m. Serrarus anterior
 Ototreguler ekspirasi : m.
Intercostalis internus, m. Subcostalis,
m. Tranversus thorachis, m. Serratus
posterior inferior.

 Ototauxiliar ekspirasi : m. Obliquus


externus et internus abdominis, m.
Tranversus abdominis, m. Rectus
abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).
 Secara histologis, saluran napas
tersusun dari epitel, sel goblet,
kelanjar, kartilago, otot polos, dan
elastin.

 Epiteldari fossa nasalis sampai


bronchus adalah bertingkat toraks
bersilia, sedang setelahnya adalah
selapis kubis bersilia.
 Selgoblet banyak terdapat di fossa
nasalis sampai bronchus besar,
sedang setelahnya sedikit sampai
tidak ada.

 Kartilagopada trakea berbentuk tapal


kuda, pada bronkiolus tidak
ditemukan dan banyak terdapat
elastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).
 Tanda dan Gejala Kelainan Respirasi
Dispnea atau sesak napas adalah
perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot
bantu pernapasan.
 Dispnea dapat ditemukan pada penyakit
kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru
interstisial atau alveolar, gangguan dinding
dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan (Price dan
Wilson, 2006).
 Parenkim paru tidak sensitif terhadap
nyeri, dan sebagian besar penyakit paru
tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis
bersifat sensitif, dan penyakit peradangan
pada pleura parietalis menimbulkan nyeri
dada.
 Batuk adalah gejala umum penyakit
pernapasan. Hal ini disebabkan oleh
(1) stimulasi refleks batuk oleh benda asing
yang masuk ke dalam larink,
(2) Akumulasi sekret pada saluran
pernapasan bawah.

• Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan


pneumonia merupakan penyakit dengan
gejala batuk yang mencolok
(Chandrasoma, 2006).
 Pemeriksaan sputum/ dahak sangat
berguna untuk mengevaluasi penyakit
paru.
 Sediaan apusan gram dan biakan sputum
berguna untuk menilai adanya infeksi.
 Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas.
 Selain itu, dari warna, volum, konsistensi,
dan sumber sputum dapat diidentifikasi
jenis penyakitnya.
 Hemoptisis adalah batuk darah atau
sputum dengan sedikit darah.
 Hemoptisis berulang biasanya terdapat
pada bronkitis akut atau kronik,
pneumonia, karsinoma bronkogenik,
tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli
paru.
 Jari tabuh adalah perubahan bentuk
normal falanx distal dan kuku tangan dan
kaki, ditandai dengan kehilangan sudut
kuku, rasa halus berongga pada dasar
kuku, dan ujung jari menjadi besar.

 Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis,


abses paru, kanker paru, penyakit
kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau
saluran pencernaan.
 Sianosis adalah berubahnya warna kulit
menjadi kebiruan akibat meningkatnya
jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price
dan Wilson, 2006).

 Ronki basah berupa suara napas


diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan
pendek, yang merupakan petunjuk adanya
peningkatan sekresi di saluran napas
besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis,
gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis.
 Wheezing/ mengik berupa suara
kontinu, musikal, nada tinggi, durasi
panjang.
 Wheezing dapat terjadi bila aliran
udara secara cepat melewati saluran
napas yang mendatar/ menyempit.
 Ditemukan pada asma, bronkitis
kronik, CPOD, penyakit jantung.
 Stridor adalah wheezing yang terdengar
saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar
lebih keras di leher dibanding di dinding
dada. Ini menandakan obstruksi parsial
pada larink atau trakea.

 Pleural rub adalah suara akibat pleura


yang inflamasi. Suara mirip ronki basah
kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
Mekanisme dan penatalaksanaan batuk

Mekanisme
 Batuk dapat dipicu secara refleks
ataupun disengaja.
 Sebagai refleks pertahanan diri, batuk
dipengaruhi oleh jalur sarad aferen
dan eferen.
 Batuk diawali dengan inspirasi dalam
diikuti dengan penutupan glotis,
relaksasi diafragma, dan kontraksi
otot melawan glotis yang menutup.

 Hasilnyaakan terjadi tekanan positif


pada intratoraks yang menyebabkan
penyempitan trakea.
 Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan
yang besar antara saluran napas dan
udara luar bersama dengan penyempitan
trakea akan menghasilkan aliran udara
yang melalui trakea.

 Kekuatan eksplosif ini akan ”menyapu”


sekret dan benda asing yang ada di
saluran napas. (Ikawati, 2008)
Etiologi
1. Iritan : Iritan yang masuk melalui inhalasi
akan merangsang reseptor batuk.
Reseptor batuk ada di laring sampai
bronkus. Sedangkan pada bronkiolus dan
bagian distal darinya sudah tidak
ditemukan lagi.
2. Inflamasi : Pada inflamasi reseptor batuk
akan lebih mudah tersensitisasi oleh
iritan, sehingga lebih mudah terjadi
batuk.
3. Konstriksi.
4. Kompresi.(Ikawati, 2008)
Penatalaksanaan
• Untuk batuk akut dan subakut yang umum
biasanya bisa sembuh dengan sendirinya
tanpa terapi farmakologi.
• Selain itu untuk pencegahan bisa dengan
menghindari pemicu batuk.
 Untuk terapi farmakologi kita bisa
menggunakan
1. Antitusif : Bekerja dengan menekan
reseptor batuk.
2. Ekspektoran : Ditujukan untuk
merangsang batuk sehingga
memudahkan pengeluaran dahak.
3. Mukolitik : Bekerja menurunkan
viskositas mukus, sehingga
memudahkan ekspektorasi. (Ikawati,
2008)
Etiologi dan Patofisiologi Sesak Napas

Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas


antara lain :
1. Faktor psikis.
2. Peningkatan kerja pernapasan.
a. Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani,
hiperkapnia, hipoksia, asidosis metabolik).
b. Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis
paru meningkat, tahanan elastis dinding
toraks meningkat, peningkatan tahanan
bronkial).
3. Otot pernapasan yang abnormal.
a. Penyakit otot ( Kelemahan otot,
kelumpuhan otot, distrofi).
b. Fungsi mekanis otot berkurang.
 Semua penyebab sesak napas
kembalinya adalah kepada lima hal
antara lain :
1. Oksigenasi jaringan menurun.
2. Kebutuhan oksigen meningkat.
3. Kerja pernapasan meningkat.
4. Rangsangan pada sistem saraf
pusat.
5. Penyakit neuromuskuler.
CONTOH KASUS
Nn A
 Keluhan penyerta : demam
 Pemeriksaan fisik : wheezing.
 Riwayat : perempuan umur 20 thn, sebelumnya
membersihkan rak penuh debu; kakak penderita
mengalami penyakit paru kronik dengan
gambaran rontgen honeycomb appereance,
tanpa wheezing
 Keluhan utama : batuk tidak berkurang sejak 3
hari, sejak hari ini berdahak & sesak napas.
 Penatalaksanaan: 2 obat dengan fungsi berbeda.
1. Penyakit apa yang diderita pasien ?
2. Bagaimana mekanisme batuk dan sesak
nafas ?
3. Bagaimana mekanisme gejala-gejala
yang ada di skenario ?
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini ?
PEMBAHASAN
 Pada kasus didapatkan perempuan berumur 20
tahun dengan keluhan batuk yang tidak
berkurang sejak 3 hari yang lalu. Mulai tadi pagi
batuk menjadi berdahak, terasa sesak napas,
dan timbul demam.
 Maka dapat diketahui pada pasien terkumpul
gejala-gejala penyakit pernapasan dan inflamasi.
 Batuk merupakan upaya pertahanan paru
terhadap berbagai rangsangan yang ada. Ini
adalah refleks normal untuk melindungi tubuh.
 Refleks batuk terdiri dari 5 komponen
utama : reseptor batuk, serabut saraf
aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen,
dan efektor batuk.
 Reseptor batuk terdapat di larink, trakea,
carina, dan daerah percabangan bronkus.
 Pada dasarnya mekanisme batuk dibagi
menjadi 3 fase : inspirasi, kompresi, dan
ekspirasi.
 Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat
dan cepat.
 Kemudian dimulailah fase kompresi dimana
glotis akan tertutup selama 0,2 detik.
 Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen
meningkat.
 Lalu secara aktif glotis membuka dan
berlangsung lah fase ekspirasi, udara terdorong
keluar menimbulkan batuk.
 Batuk dapat ditemukan pada penyakit paru
obstruktif (COPD, asma, bronkiektasis), penyakit
paru restriktif, infeksi, tumor, dan lain-lain.
 Dahak/ sputum diproduksi sel goblet dan
epitel untuk mengikat kotoran/ benda
asing yang masuk ke dalam saluran napas
agar lebih mudah dikeluarkan oleh silia.

 Produksi dahak berlebih ditemukan pada


penyakit paru obstruktif, infeksi, asma,
dan lain sebagainya.
 Sesak napas/ dispnea merupakan gejala
penyakit kardiovaskuler, emboli paru,
penyakit paru obstruktif dan restriktif,
gangguan dinding dada, kecemasan.

 Pada penyakit obstruktif, dispnea terjadi


karena terhalangnya udara saat masuk ke
dalam paru akibat sempitnya jalan napas,
begitu pun saat ekspirasi.
 Pada kasus, pasien juga mengalami
demam.
 Demam adalah salah satu tanda
inflamasi dan infeksi.
 Demam berfungsi untuk
mengoptimalkan kerja sel darah putih
untuk menyingkirkan zat asing yang
masuk ke dalam tubuh.

 Bila hanya melihat gejala-gejala ini, semua
penyakit yang disebutkan di atas memiliki
kemungkinan.
 Namun, saat dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan fisik yang berupa wheezing,
kemungkinan penyakit semakin sempit.
Wheezing didapatkan pada asma, COPD,
dan penyakit jantung kongestif.
 Maka diambil 2 kemungkinan terdekat
yaitu asma dan COPD.
 Meninjau riwayat penyakit keluarga, kakak
pasien menderita penyakit paru kronik
dengan gambaran rontgen thorax
menunjukan gambaran honeycomb
appereance, tetapi tidak pernah
ditemukan wheezing.

 Dari ciri tersebut, kemungkinan kakak


pasien menderita bronkiektasis.
`
 Bronkiektasis adalah keadaan yang
ditandai dengan dilatasi/ pelebaran
bronkus dan bronkiolus.
 Timbul bila dinding bronkus melemah.
 Bahan-bahan purulen terkumpul pada
bagian yang melebar ini mengakibatkan
infeksi yang menetap.
 Biasanya bronkiektasis disebabkan oleh
obstruksi bronkus jangka lama, penyakit
fibrokistik pada pankreas; infeksi berulang dan
sebagai komplikasi campak, batuk rejan,
influenza; atau kelainan kongenital sindrom
kartagener.
 Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai
gen resesif autosomal.
 Gambaran klinis utama bronkiektasis adalah
batuk kronik yang jarang, sputum mukopurulen
berbau busuk, hemoptisis, pada tingkat lanjut
penumonia rekuren, malnutrisi, jari tabuh.
 Dari gambaran ini, disimpulkan bahwa
penyakit pasien tidak ada hubungan
genitas/ turunan dengan penyakit
kakaknya.
 Dengan kata lain penyakit pasien berbeda
dengan penyakit kakaknya.

 Tinggal 2 kemungkinan penyakit pasien :


asma dan COPD. COPD terkait dengan 2
keadaan patologis berbeda, yaitu bronkitis
kronis dan emfisema.
 Bronkitis kronis didefinisikan sebagai
keadaan peningkatan sekresi mukus
bronkial menetap yang menyebabkan
batuk kronis dan sputum mukoid.
 Emfisema adalah pembesaran permanen
ruang udara distal dari bronkiolus
terminal, biasanya disertai kerusakan
parenkim paru. Kerusakan diyakini karena
kerja enzim proteolitik yang berlebihan
akibat defisiensi enzim alfa1-antiprotease.
 Gambaran bronkitis : awitan 20-30 tahun,
baru terdiagnosis ± 50 tahun; etiologi
karena merokok, polusio udara, cuaca;
sputum banyak sekali, dispnea lambat.

 Sedang gambaran emfisema : awitan 30-


40 tahun, baru terdiagnosis ± 60 tahun;
etiologi karena genetik, merokok, polusi
udara; sputum sedikit, dispnea relatif dini.
.
 Dari gambaran di atas, maka keadaan
berbeda dengan pasien.
 Pasien baru berumur 20 tahun, batuk baru
3 hari, dan sudah terasa sesak.
 Oleh karena itu COPD sebagai penyakit
pasien dapat disingkirkan.
 Kemungkinan terdekat adalah asma.
 Hal ini didukung pula oleh riwayat pasien,
dimana sebelum terjadi keluhan, pasien
terpapar oleh debu saat membersihkan
rak buku
 Menurut The Lung Association of Canada, ada 2
faktor yang menjadi pencetus asma :
1. pemicu (trigger) yang mengakibatkan
bronkokontriksi, antara lain : perubahan suhu
dan cuaca, polusi udara, asap rokok, infeksi,
emosi, olahraga.
2. penyebab (inducer) yang mengakibatkan
peradangan saluran napas (reaksi
hipersensitivitas), yaitu alergen seperti tepung
sari, debu, jamur, kotoran binatang.
 Pada kasus, debu adalah sebagai faktor
pencetus.
 Selain itu, asma terjadi pada usia < 30 tahun.
 Berarti pasien menderita asma tipe ekstrinsik.
 Saat antigen (dalam debu) terhirup, akan terjadi
ikatan dengan IgE spesifik.
 Lalu IgE akan berikatan pada reseptor Fc yang
terdapat pada permukaan sel mastosit dan
basofil.
 Interaksi antigen berulang dengan IgE
akan mengaktifkan sel bersangkutan dan
pelepasan berbagai mediator yang
tersimpan dalam granula sitoplasma sel
tersebut.
 Manifestasi klinik berupa bronkokontriksi,
sekresi dahak adalah disebabkan aksi
mediator tersebut.
 Histamin berasal dari sintesis histidin
dalam aparatus Golgi di sel mast dan
basofil. Histamin mempengaruhi saluran
napas melalui tiga jenis reseptor.
 Rangsangan pada reseptor H-1 akan
menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks
sensorik dan meningkatkan permeabilitas
vaskular serta epitel.
 Rangsangan reseptor H-2 akan meningkatkan
sekresi mukus glikoprotein.
 Rangsangan reseptor H-3 akan merangsang
saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat
reseptor yang menyebabkan sekresi histamin
dari sel mast.
 Akhirnya, saluran napas menjadi menyempit
sehingga timbulah sesak napas dan wheezing.
 Demam pada pasien kemungkinan disebabkan
oleh infeksi sekunder.
 Ketika pasien terpapar alergen dan menjadi
batuk-batuk, daya tahan tubuh pasien menjadi
melemah, sehingga lebih mudah terkena infeksi.
 Ditambah lagi dalam keluarganya (kakak pasien)
menderita bronkiektasis dimana pada
bronkiektasis terjadi infeksi menetap.
 Pasien dapat tertular oleh kuman dari kakaknya.
Adapun pada kasus, dokter memberi 2 macam
obat yang berbeda. Obat-obat tersebut adalah
jenis obat pelega atau bronkodilator untuk
mengurangi sesak napas dan antibiotik untuk
mengobati infeksi.
TERIMA KASIH.....

Anda mungkin juga menyukai