Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Disusun oleh:
Retna Ayu Wulandari (H2A014010P)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
Definisi
 Perdarahan lewat jalan lahir yang terjadi pada
umur kehamilan > 28 minggu
Penyebab perdarahan trimester 3
Prinsip manajemen perdarahan antepartum:
 Setiap perempuan yang mengalami perdarahan pervaginam
pada usia kehamilan akhir, harus dievaluasi dirumah sakit dan
VT tidak boleh dilakukan hingga plasenta previa telah
disingkirkan
 Deteksi dini gejala syok hipovolemia
PLASENTA PREVIA
 Plasenta yang terletak di segmen bawah rahim yang dapat
menutupi ostium uteri internum sebagian atau seluruhnya

 Faktor Resiko
 Usia ibu yang tua
 Multiparitas
 Riwayat SC
 Merokok
KLASIFIKASI
 Plasenta previa total : ostium internum sepenuhnya ditutupi
plasenta
 Plasenta previa parsial : ostium internum sebagian ditutupi
plasenta
 Plasenta previa marginal : tepi plasenta berada pada pinggir
ostium internum
 Plasenta letak rendah : plasenta berimplantasi pada segmen
bawah uterus sedemikian rupa hingga tepi plasenta tidak
mencapai ostium internum tetapi terletak berdekatan dengan
ostium tersebut.
Patofisiologi
 Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah
uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks
mulai membuka.
 Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri
interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan
robekan plasenta pada tempat perlekatannya
 Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta
previa ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta.
 Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut
otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta
yang letaknya normal.
 Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan
yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa
totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai
Manifestasi Klinis
 Anamnesis:
 Perdarahan berwarna merah terang, dan sesuai dengan beratnya
anemia
 Tidak ada kontraksi uterus
 Tanpa nyeri
 Cenderung berulang

 Pemeriksaan Fisik
 Bagian terbawah janin masih tinggi
 Inspekulo  perdarahan berasal dari ostium uteri

 Pemeriksaan penunjang
 USG  diagnosis pasti plasenta previa
Pengelolaan :
 Tergantung pada umur kehamilan, banyaknya perdarahan, dan
jenis plasenta previa
 Yang dapat lahir per vaginam: plasenta letak rendah
 Bila perdarahan hebat, harus dilakukan operasi untuk
melahirkan bayinya
 Bila perdarahan sedikit kemudian berhenti
 Bila UK < 37 minggu tunggu sampai 37 mg baru lakukan
SC
 Bila UK ≧ 37 mg lakukan SC terencana
 Hal yang perlu dilakukan dalam terapi konservatif
 Beri tokolitik jika ada kontraksi
 Dosis awal MgSO4 4 gr IV dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
 Atau nifedipin 3x20 mg/hari
 Pematangan paru  bethametasone 12 mg IV dosis tunggal
 Perbaiki anemia  sulfas fumarat 60 mg selama 1 bulan
 Segera ke RS jika terjadi perdarahan
SOLUSIO PLASENTA
 Lepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum bayi lahir.

Gejala & tanda :


 Terdapat riwayat trauma sebelumnya
 Perdarahan pervaginam, berwarna kehitaman
 Syok tidak sesuai dengan darah yang keluar
 Anemia berat
 Nyeri abdomen
 Uterus tegang
 Fetal distress
 USG  hematom retro plasenter
Patofisiologi
 Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus 
hematoma pada desidua  plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
 Apabila perdarahan sedikit, hematoma hanya mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda
serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta
lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
 Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk
lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya  hematoma
retroplasenter bertambah besar  sebagian atau seluruh plasenta
terlepas dari dinding uterus.
 Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar
dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot
uterus.
 Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire.
Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri.
 Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,
banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,
sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
 Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan
pembekuan intravaskuler
Faktor Risiko
KLASIFIKASI
 Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas < 25%, atau < 1/6 bagian.
Tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa
sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta.
Perdarahan vagina 0 hingga < 100 mL.

 Solusio plasenta sedang


Luas plasenta yang terlepas 25% hingga 50%.
Gejala dan tanda sudah jelas, seperti rasa nyeri pada perut yang
terus menerus, DJJ menunjukkan gawat janin, perdarahan lebih
banyak (100-500 mL), takikardia, hipotensi, kulit dingin,
oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150 - 250
mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan
gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
 Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas > 50%.
Perut sangat nyeri dan tegang, perdarahan yang berwarna hitam (>500
mL). Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi
dilakukan.
TFU > normal, karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim
pada kategori concealed hemorrhage.
Pada auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat
gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta.
Keadaan umum menjadi buruk disertai syok.
Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat
komplikasi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated
intravascular coagulation), dan gangguan fungsi ginjal.
Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah
ada trombositopenia.
Pengelolaan solusio plasenta ringan
 Bila uk < 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti,
perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
 Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
 Bila janin hidup SC
 Bila janin mati  amniotomi dan infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.
Pengelolaan solusio plasenta sedang dan berat
 Penanganan di RS: transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan SC
jika perlu.
 Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan
telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera diberikan.
 Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin.
 Keluarnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi
ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari
hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler
dimana-mana.
 Infus oksitosin  memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja
telah mengalami gangguan.
 Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang,
pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
 Awasi kelainan pembekuan darah
 Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan
persalinan adalah seksio sesaria.
 Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan
setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan.
VASA PREVIA
 Pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri
internum. Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput
ketuban (tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
 Faktor resiko
Insersio velamentosa atau lobus aksesorius
Kehamilan kembar

 Diagnosis
 Perdarahan pervaginam merah segar dan tidak nyeri
 DJJ menunjukkan fetal distress. Tidak adanya DJJ mengindikasikan
eksanguinasi janin.
 Pembuluh janin dapat terpalpasi saatVT.
 USG antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya
pembuluh darah pada selaput ketuban didepan OUI
 Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban
dan plasenta
 Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat
bahwa sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
 Data Diagnostik Tambahan
Sampel darah vagina di kirim ke laboratorium untuk penentuan
haemoglobin janin
 Test Kleihauer sangat sensitive terhadap sejumlah kecil darah janin.
Slide darah diperiksa setelah diinkubasi pada suatu pH asam. Sel-sel
maternal mengalami lisis, dan sel-sel darah janin dihitung.
 Tes Apt: didasarkan pada resistensi hemoglobin janin terhadap
alkali. Hemoglobin janin berwarna merah muda sedangkan
hemoglobin ibu menjadi kuning.
 Apusan darah dapat menunjukkan sel-sel darah merah janin yang
memiliki inti.
 Elektroforesis hemoglobin memberikan perkiraan kuantitatif
hemoglobin janin.
Penatalaksanaan
 Apabila bayi hidup  SC
 Janin sering anemic dan mungkin memerlukan transfusi darah
setelah lahir.
 Bila janin meninggal, tidak perlu terburu-buru melahirkannya,
karena vasa previa tidak menimbulkan bahaya bagi ibu.

Anda mungkin juga menyukai