Anda di halaman 1dari 67

TINJAUAN PUSTAKA

(Clinical Science Session)


KUSTA (Morbus Hansen)
Preseptor : Lina Damayanti, dr., Sp.KK
Kelompok LV-E
Presentan :
Nursyifa Dewi Afifah (4151171443)
Ayu Ameliya (4151171446)
Zulpah Ayu Pangesti (4151171459)
Dirga Fastarid (4151171480)
Sarah Maeta (4151171486)
Partisipan :
Abdul Basith (4151171001)
Mutia Aridha Imannisa (4151171445)
Aulia Puspa Maharani (4151171476)
Dina Agliana Savira (4151171478)
Syifa Salsabila (4151171508)
Definisi
Kusta adalah penyakit infeksi kronik pada
kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae, yang primer menyerang saraf perifer ,
sekunder menyerang organ lain seperti kulit,
mukosa traktus respiratorius bagian atas, dan
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat.
Epidemiologi
Kusta menyerang semua umur, dengan
frekuensi tertinggi usia 25-35 tahun . Makin
rendah sosial ekonomi makin banyak penyakit
kusta. Jumlah kasus terbanyak terdapat di
Brazil, India, Bangladesh, dan Indonesia. Di
Indonesia tercatat pada tahun 2009 ada 21.538
masyarakat mengidap kusta. Distribusi tertinggi
pada kasus kusta di Indonesia adalah di jawa
dan luar jawa.
Etiologi
Etiologi
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriacea
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium leprae
Etiologi
Mycobacterium leprae
Basil ini berbentuk batang gram positif
Bersifat tahan asam (BTA) dan alkohol
Non-motil
Tidak berspora
Membelah diri 12-13 hari
Ukuran 3-8 umx0,5um
Menyerang sel Schwann, dapat tersebar atau
dalam berbagai ukuran bentuk kelompok,
termasuk massa irreguler besar yang disebut
sebagai globi.
Cara penularan (1)
• Sumber penularannya adalah penderita kusta
yang banyak mengandung kuman (Tipe
Multibasiler) yang belum diobati, ada
syaratnya yaitu prolonged contact dan
intimate yang artinya bisa menular jika
terdapat kontak dengan keluarga dekat yang
lama, kontak yang lama (minimal 3 bulan)
dan kontak langsung dengan luka kusta.
• Penularan m.lepra dapat melewati inhalasi,
karena terdapat nodul pada saluran
pernafasan.
Cara penularan (2)
Patofisiologi
M.Leprae

Basil masuk ke sel Schwann

Aktivasi makrofag

Respon tergantung sistem imun individu

Sist. Imun baik Sist. Imun buruk

Makrofag memfagosit basil Makrofag memfagosit basil

Makrofag mengaktifkan Basil tdk mati dan


makrofag lain (kemotaktik) berkembang biak
Bakteri lisis

Manifestasi PB Membentuk epiteloid


Membentuk Basil tdk mati dan
epiteloid/granuloma berkembang biak

Mendesak sel Makrofag lisis


schwan

Basil keluar dari makrofag dan ditangkap


oleh makrofag lain
Mielin rusak

Nekrosis sel saraf Membentuk granul Virchcow (basil


dlm makrofag)

Manifestasi MB
Gejala Klinis
Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem
imunitas seluler penderita. SIS yang baik akan
tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid,
sebaliknya sistem imun seluler yang rendah
akan memberikan gambaran lepromatosa.
Diagnosis penyakit kusta didasarkan
gambaran klinis, bakterioskopis (15-30 menit),
histopatologis (10-14 hari), dan serologis. Jika
memungkinkan tes lepromin (Mitsuda).
Zona spektrum kusta menurut macam-macam klasifikasi

Klasifikasi Zona Spektrum Kusta

TT BT BB BL LL
Ridley &
(Tuberkuloid (Borderline (Mid (Borderline (Lepramatosa
Jopling
polar) tuberculoid) borderline) lepromatosa) polar)

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Puskesmas PB MB
Menurut Ridley dan Jopling dan Madrid:

TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni


tuberkuloid 100%, begitu juga LL adalah tipe
lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%.
Keduanya merupakan tipe yang stabil, jadi berarti
tidak mungkin berubah tipe.
Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe
borderline atau campuran, berarti campuran antara
tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe
campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50%
lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya,
sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya.
Tipe-tipe ini adalah tipe yang labil.
Menurut WHO
Multibasilar berarti mengandung banyak
kuman, dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+
yaitu tipe LL, BL dan BB. Sedangkan
pausibasilar berarti mengandung sedikit
kuman, dengan IB kurang 2+, yakni tipe TT, BT,
dan I.
Gambaran Klinis, Bakteriologi, dan imunologik kusta
multibasilar (MB)
Sifat Leprametosa (LL) Borderline Mid Borderline
Lepromatosa (BL) (BB)
Lesi
-Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-Shape
(kubah)
Papul Papul Punched-out
Nodus
-Jumlah Tidak terhitung, prktis tidak Sukar dihitung, Dapat dihitung, Kulit
ada kulit sehat masih ada kulit sehat jelas ada
sehat
-Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
- Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
-Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak
berkilat
-Anestesia Biasanya tidak jelas Tak jelas Lebih jelas
Sifat Leprametosa Borderline Mid Borderline
(LL) Lepromatosa (BB)
(BL)
BTA
-Lesi Kulit Banyak (ada Banyak Agak Banyak
Globus)
-Sekret Hidung Banyak (ada Biasanya Negatif Negatif
Glubus)
Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
Gambaran klinis, bakteriologi, dan
imunologi kusta pausibasilar (PB)
Sifat Tuberkuloid (TT) Borderline Indeterminate (I)
Tuberkulosa (BT)
Lesi
-Bentuk Makula saja; Makula dibatasi Hanya infiltrat
makula dibatasi infiltrat; infiltrat
infiltrat saja
-jumlah Satu, dapat Beberapa atau Satu atau beberapa
beberapa satu dengan
satelit
-Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi
-Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus, agak berkilat
-Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat
tidak jelas

-Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai tak


jelas
Sifat Tuberkuloid (TT) Borderline Intermedinate (I)
Tuberkulosa
(BT)
BTA
-Lesi Kulit Hampir Selalu Negatif atau Biasanya negatif
negatif hanya 1+
Tes lepromin Positif Kuat (3+) Positif Lemah Dapat positif
lemah atau
negatif
Klasifikasi WHO (1995)
Kusta Tipe BL
Kusta Tipe BB
Kusta Tipe Tuberkuloid (TT)
Kusta Tipe BB dan PB
Kusta Tipe Lepromatosa (LL)
Diagnosis
• Tanda dan Gejala
1. Bercak hipopigmentasi atau eritema dgn
hiperstesia/anestesia
2. Pembesaran atau penebalan saraf perifer
dengan hilangnya fungsi sensorik dan atau
motorik
3. BTA + atau pemeriksa histopatalogi khas
DD
•Dermatofitosis
•Tinea versicolor
•Ptiriasis rosea
•Ptiriasis alba
•Dermatitis seboroik
•Psoriasis
Pemeriksaan Status Neurologis
Pada penderita kusta umumnya terdapat lima
kelainan sistem saraf tepi yang sering terjadi yaitu
1. penebalan (pembesaran saraf)
2. hilangnya sensasi pada kulit yang mengalami lesi
3. gangguan motorik pada saraf perifer
4. Stocking-golve pattern sensory impairment
5. gangguan fungsi saraf otonom berupa telapak
tangan dan kaki yang tidak berkeringat,
Mengenai saraf perifer perlu diperhatikan
ialah pembesaran, konsistensi, dan atau
tidaknya nyeri spontan dan atau nyeri tekan.
Bagi tipe ke arah lepromatosa kelainan
saraf biasanya bilateral dan menyeluruh. Bagi
tipe ke arah tuberkuloid, kelainan sarafnya lebih
terlokalisasi mengikuti lesinya.
DEFORMITAS KUSTA
• Deformitas primer → akibat langsung oleh
granuloma yang terbentuk sebagai reaksi
terhadap M.leprae yang mendesak dan
merusak jaringan sekitarnya, yaitu kulit,
mukosa traktus respiratorius atas, tulang-
tulang jari, dan wajah.
• Deformitas sekunder →terjadi sebagai akibat
adanya deformitas primer, terutama
kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom),
antara lain kontraktur sendi, mutilasi tangan
dan kaki.
GEJALA KERUSAKAN SARAF
Gejala Kerusakan Saraf
N. Ulnaris
• Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari
manis
• Clawing kelingking dan jari manis
• Atrofi hipotenar dan otot intraoseus serta kedua
otot lumbrikalis medial
Gejala Kerusakan Saraf
N. Medianus
• Anestesia pada ujung jari ( anterior ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah)
• Tidak mampu adduksi ibu jari
• Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.
• Ibu jari kontraktur.
• Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis
lateral.
Gejala Kerusakan Saraf
N. Radialis
• Anestesia dorsum manus serta ujung proximal
jari telunjuk.
• Tangan gantung ( wrist drop )
• Tidak mampu ekstensi jari-jari atau
pergelangan tangan.
Gejala Kerusakan Saraf
N. Peroneus Communis
• Anestesia tungkai bawah, bagian lateral, dan dorsum
pedis.
• Kaki gantung (foot drop)
• Kelemahan otot peroneus

N. Tibialis posterior
• Anestesia telapak kaki
• Claw toes
• Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
Gejala Kerusakan Saraf
N. Fasialis
• Cab. Temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
• Cab. Bucal, mandibular, dan servikal menyebabkan
kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan
bibir.

N. Trigeminus
• Anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata
• Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan dilakukan pada beberapa saraf
superficial yaitu N.Facialis, N. Aurikularis magnus, N.
Radialis, N.ulnaris, N. Medianus, N. Poplitea lateralis
atau N. Peroneus komunis dan N. Tibialis posterior,
dari semua saraf yang wajib dilakukan pemeriksaan
yaitu saraf ulnaris, N. Tibialis Posterior dan N.
Peroneus komunis.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan saraf ulnaris dilakukan dengan cara
pasien diminta mengaduksikan jari ke 5 sambil
pemeriksa menahan jari kedua hingga 4 sehingga
yang digerakan oleh pasien hanya jari kelima.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan saraf medianus pasien diminta untuk
menggerakan ibu jari secara menyilang ke arah jari
ke lima, jika pasien bisa maka tes dilakukan dengan
cara memberi sedikit tekanan pada sisi ibu jari dan
pasien diminta untuk menggerakan ibu jari
melawan tahanan tersebut.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Saraf radialis diperiksa dengan cara pasien diminta
melakukan hiperekstensi dorsum manus yang
diberikan tahanan oleh lengan pemeriksa
• Saraf peroneus komunis diperiksa dengan cara
memberi tahanan pada kaki pasien dan pasien
diminta melakukan fleksi dan ekstensi dorsum
pedis.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit
atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan asam, antara lain Ziehl-Neilsen.
Pemeriksaan Bakteriologis dapat meliputi
pemeriksaan indeks bakteri dan indeks
morfologi.
• Pemeriksaan indeks bakteri : untuk
mengetahui kepadatan BTA tanpa
membedakan solid / non solid.

Skor Keterangan
1+ 1- 10 BTA dalam 100 LP
2+ 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+ 1 – 10 BTA rata-rata dalam 1LP
4+ 11 – 100 BTA rata-rata dalam 1LP
5+ 101 – 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ >1000 BTA rata-rata dalam 1LP

Pemeriksaan Histopatologik
• Makrofag dalam jaringan mempunyai fungsi
fagositosis. Jika ada kuman (M. leprae) masuk,
akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas
Selular (SIS) seseorang.
• Apabila SIS tinggi, makrofag akan mampu
memfagositosit M. leprae. Datangnya histiosit ke
tempat kuman disebabkan karena proses
imunologi dengan adanya faktor kemotaktik. Jika
datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang
harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk
menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak
dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel
datia Langhans.
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologik dapat membantu
menegakkan diagnosis kusta yang meragukan
karena tanda klinis dan bakteriologi tidak jelas.
Macam-macam pemeriksaan serologi
kusta:
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination)
• Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent
Assay)
• ML dipstick (Mycobacterium Leprae dispstick)
• ML flow test (Mycobacterium leparea flow
test)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
MDT Untuk PB MDT untuk MB
Hari ke-1  Rifampisin 600 mg  Rifampisin 600 mg
(2 kapsul @ 300 mg). (2 kapsul @ 300 mg)
 DDS/dapson 100 mg.  Lamprene 300 mg
(3 tablet @ 100 mg).
 DDS/dapson 100 mg.

Hari ke-2 DDS 100 mg Lamprene 50 mg


s/d 28 DDS 100 mg

Jumlah 6 Blister 12 Blister

Waktu 6-9 Bulan 12-18 Bulan


Dalam pengobatan MDT tipe MB, mula-
mula kombinasi obat ini diberikan 24 dosis
dalam 24 sampai 36 bulan dengan syarat
bakterioskopis harus negatif.
Apabila bakterioskopis masih positif,
pengobatan harus dilanjutkan sampai
bakterioskopis negatif. Selama pengobatan
dilakukan pemerikaan secara klinis setiap
bulan dan secara bakterioskopis minimal 3
bulan.
Dalam pengobatan MDT tipe PB,
rifampisin dan DDS diberikan dalam 6 dosis
selama 6 bulan sampai 9 bulan, berarti RFT
(Release From Treatment) setelah 6-9 bulan.
Selama pengobatan, pemeriksaan secara klinis
setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6
bulan pada akhir pengobatan. Pemeriksaan
dilakukan minimal setiap tahun selama 2 tahun
secara klinis dan bakterioskopis. Kalau tidak
ada keaktifan baru secara klinis dan
bakterioskopis tetap negative, maka
dinyatakan RFC.
Klofazimin (lamprene)
Dosis sebagai antikusta adalah 50 mg setiap
hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3x100 mg
setiap minggu. Juga bersifat anti-inflamasi
sehingga dapat dipakai pada penanggulangan
E.N.L dengan dosis lebih tinggi yaitu 200 mg-
300 mg/hari, namun awitan kerja baru timbul
setelah 2-3 minggu.
Efek sampingnya ialah warna kecoklatan pada
kulit, dan warna kekuningan pada sklera,
sehingga mirip ikterus
Rifampisin
Obat yang menjadi salah satu komponen
kombinasi DDS dengan dosis 10 mg/kgBB,
diberikan setiap hari atau setiap bulan.
Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi, oleh karena memperbesar
kemungkinan terjadinya resistensi.

Efek samping :hepatotoksik, nefrotoksik, gejala


gastrointestinal, flu-like syndrome, dan erupsi
kulit
WHO Ecpert Committee th 1998
PB 1 lesi Rifampisin 600 mg Dosis tunggal
Ofloksasin 400 mg
Minosiklin 100 mg
MB resisten Klofazimin 50 mg, ofloksasin Setiap hari
400 mg, minosiklin 100 mg Selama 6 bulan
rifampisin
Klofazimin 50 mg Setiap hari
Ofloksasin 400 mg / Selama 8 bulan
Minosiklin 100 mg
MB, Rifampisin 600 mg 1 bulan / kali
Ofloksasin 400 mg 24 bulan
menolak Minosiklin 100 mg
klofazimin
MB, Rifampisin 600 Hari I
menolak Ofloksasin 400 mg/
Minoksiklin 100 mg
klofazimin Dapson 100 mg
Ofloksasin 400 mg/ Hari ke 2 - 28
Minoksiklin 100 mg
Dapson 50 mg
Ofloksasin
Ofloksasin merupakan turunan
fluorokuinolon yang paling aktif terhadap
Mycobacterium leprae in vitro.
Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis
tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan
membunuh kuman Mycobacterium leprae
hidup hidup sebesar 99,99%.
Efek sampingnya adalah mual, diare, dan
gangguan saluran cerna lainnya, berbagai
ganguan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri
kepala, dizziness, nervousness, dan halusinasi.
Minosiklin
Minosiklin, termasuk dalam kelompok
tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi
daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah
daripada rifampisin.
Dosis standar harian 100 mg. Efek
sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-
anak, kadang-kadang menyebabkan
hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa,
berbagai simtom saluran cerna dan susunan saraf
pusat, termasuk dizziness dan unsteadiness.
Reaksi Kusta
Reaksi kusta merupakan interupsi episode akut pada
perjalanan penyakit yang sangat kronik  Perubahan
sistem kekebalan tubuh.
•Dapat timbul sebelum, selama & sesudah pengobatan.
•Ditandai adanya peradangan akut pada kulit, saraf,
organ lain dan dapat disertai gejala konstitusi.
Klasifikasi reaksi kusta dapat bermacam-
macam, namun yang paling banyak dianut pada
akhir-akhir ini, yaitu ENL (eritema nodusum
leprosum) dan reaksi reversal atau reaksi upgrading.
•ENL timbul terutama pada tipe lepromatosa polar
dan dapat pada BL (Borderline Lepromatous) .
•Reaksi reversal hanya terjadi pada tipe borderline
(Li, BL, BB, BT, Ti), sehingga disebut reaksi
borderline.
Reaksi Kusta
RINGAN
• TIPE I
- Lesi kulit tambah aktif, menebal
- Nyeri tekan saraf (-)
- Gangguan fungsi saraf (-)

• TIPE II
- Nodul nyeri tekan, hilang dalam 2-3 hari
- Demam ringan
- Nyeri tekan saraf (-)
- Gangguan fungsi saraf (-)
- Gangguan organ tubuh (-)
• BERAT
• TIPE I
- Lesi kulit merah, teraba panas
- Sendi sakit
- Nyeri tekan
- Gangguan fungsi saraf (+)

• TIPE II
- Nodul nyeri tekan, jumlah >>, ulkus (+)
- Demam berat
- Nyeri tekan saraf (+)
- Gangguan fungsi saraf (+)
- Peradangan organ tubuh (+)
Pengobatan Reaksi
REAKSI RINGAN :
1.BEROBAT JALAN , ISTIRAHAT DIRUMAH
2.BERI ANALGETIK , ANTIPIRETIK
3.CARI FAKTOR PENCETUS
4.MDT DITERUSKAN

REAKSI BERAT :
1.ISTIRAHAT / IMMOBILISASI
2.PEMBERIAN ANALGETIK , ANTIPIRETIK
3.CARI FAKTOR PENCETUS
4.MDT DITERUSKAN DENGAN DOSIS SAMA
5.PEMBERIAN OBAT ANTI REAKSI
Klasifikasi Kecacatan menurut WHO Expert Comitte
on Leprosy (1997)
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0: Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan
atau deformitas yang terlihat
Tingkat 1: Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau
deformitas yang terlihat
Tingkat 2: Terdapat kerusakan atau deformitas
Cacat pada mata
Tingkat 0: Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada
gangguan penglihatan

Tingkat 1: Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada


gangguan yang berat pada penglihatan. Visus 6/60 atau
lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)
Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60;
Tingkat 2: tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)
Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat
atau prevention of disabilities (POD), yaitu:
–Diagnosis dini kusta → pemberian pengobatan MDT
cepat dan tepat
–Mengenali gejala dan tanda reaksi kusta →
kortikosteroid sesegera mungkin
–Gangguan sensibilitas → diberi petunjuk sederhana +
diajarkan cara perawatan kulit sehari-hari, misalnya:
memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah
terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan
benda yang tajam atau panas, dan memakai kacamata
untuk melindungi matanya.
Rehabilitasi
•Operasi
•Fisioterapi
•Kekaryaan  memberi lapangan pekerjaan
yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat
berprestasi dan dapat meningkatkan rasa
percaya diri
•Terapi psikologi (kejiwaan)
Prognosis

•Dengan adanya obat-obatan kombinasi,


pengobatan menjadi lebih sederhana dan
lebih singkat, serta prognosis menjadi
lebih baik.
•Jika sudah ada kontraktur dan ulkus
kronis, prognosis menjadi kurang baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai