Anda di halaman 1dari 17

Skenario II

• Learning Unit 3: Endokrin Pada Gangguan


Muskuloskeletal
1. Bagaimana etiology dari osteoporosis??
• Penyebab spesifik osteoporosis tidak diketahui, tetapi
terdapat faktor-faktor risiko utama yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis. Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup,
dan aktivitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang.
Kekuatan masa tulang tergantung dari masa dan kerapatan
tulang. Kerapatan tulang tergantung dari jumlah kalsium,
fosfor dan mineral yang terkandung dalam tulang. Saat
tulang kekurangan mineral, kekuatannya menurun dan
sruktur internal menjadi rapuh (Humaryanto,2017).
• Faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis adalah:
• I. Genetik
• Perbedaan genetik mempengaruhi kepadatan masa tulang,
misalnya pada ukuran tulang besar dan tulang kecil, defek
pada sintesis atau struktur kolagen(Humaryanto,2017).
• II. Kalsium
• Kalsium (Ca) disebut juga zat kapur. Fungsinya adalah suatu mineral
yang berperan dalam membentuk tulang dan gigi serta memiliki
peran vitalitas pada otot. Sebagian besar kalsium pada tubuh
disimpan dalam tulang. Gejala awal kekurangan kalsium adalah
malaise, banyak keringat, gelisah, sesak nafas, berkurangnya daya
tahan tubuh, anoreksia, sembelit, insomnia, kram, dan kerapuhan
tulang. Penyerapan kalsium di usus dan reabsorpsi di ginjal
tergantung pada estrogen. Itulah sebabnya mengapa wanita paska-
menopause mengalami kehilangan kalsium melalui saluran kemih.
Ini disertai absorpsi yang tidak adekuat dari usus. Kadar serum
normal dipelihara melalui adsorpsi kalsium dari tulang. Pada
akhirnya akan terjadi osteopenia, osteoporosis dan fraktur jika
kalsium yang diberikan secara oral dan/atau parenteral tidak dapat
memenuhi kebutuhan ini. Dosis harian kalsium yang lebih tinggi
dibutuhkan untuk memelihara absorpsi intestinal dan
mempertahankan kadar serum kalsium yang normal pada wanita
paska-menopause (Humaryanto,2017).
• III. Estrogen
• Berkurangnya masa tulang dipercepat setelah overektomi dan selama masa
menopause. Dosis estrogen mencegah atau memperlambat penurunannya.
Menopause mempunyai pengaruh lebih besar pada kehilangan tulang daripada
umur kronologis (Humaryanto,2017).
• Sepanjang hidup, tulang secara berkala akan mengalami pembentukan kembali
(remodeling). Proses ini meliputi resorbsi dan formasi. Pada saat resorbsi, tulang
yang tua akan hancur dan akan dipindahkan oleh sel osteoklas. Pada saat formasi,
jaringan tulang yang baru akan menggantikan tulang yang telah rusak, dan hal ini
dilakukan oleh sel osteoblas. Fungsi osteoklas dan osteoblas diatur oleh kalsitonin,
hormon paratiroid, vitamin D, estrogen dan testosterone.

• Estrogen mempengaruhi kehilangan massa tulang baik secara langsung dengan
mengikat reseptor pada tulang dan secara tidak langsung dengan memengaruhi
hormon pengatur kalsium (PTH dan Vitamin D) dan sitokin interleukin (IL-1 , IL-6
dan TNF-α) (Potu dkk., 2009). Menurut Sabri (2011), estrogen yang menurun
mempengaruhi penurunan penyerapan kalsium pada usus yang berdampak pada
gangguan keseimbangan kalsium dalam darah. Kalsium darah turun
mengakibatkan reabsorsi kalsium pada tulang meningkat. Tulang selain berfungsi
sebagai kerangka penopang sistem muskulo-skeletal, pendukung lokomotif dan
pelindung organ vital, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan sebagian besar
kalsium (Ca) tubuh, berperan mempertahankan Ca darah dalam kisaran normal
melalui keseimbangan antara resorpsi tulang oleh osteoklas dan pembentukan
tulang oleh osteoblas selama proses remodeling tulang (Sabri,2019).
• IV. Usia
• Masa kalsium dalam tulang mencapai puncaknya pada usia 35 tahun.
Setelah itu, akan terus menurun. Memang, secara alami setiap 3-4 bulan
tulang dirusak oleh tubuh bersamaan dengan penggunaan kalsium yang
cukup banyak. Namun, kemudian terbentuk kembali kalsium tulang yang
baru. Setelah mencapai umur 40-45 tahun baik pria maupun wanita akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks. Kehilangan masa tulang
merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan usia. Dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan kalsitonin (menghambat resorbsi
tulang dan merangsang pembentukan tulang), estrogen (menghambat
pemecahan tulang). Terjadi peningkatan hormon paratiroid (meningkatkan
reasorbsi tulang). Pada wanita yang telah mengalami masa menopause,
produksi hormon estrogen yang ikut membantu penyerapan kalsium
memang menurun secara drastis, sehingga kalsium dalam tulang ikut
berkurang. Akibatnya, tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar,
dan kekuatannya juga merosot tajam. Sayangnya, pengeluaran kalsium
dalam tubuh wanita menopause lebih banyak daripada yang terbentuk
kembali. Dampaknya tulang-tulang lama menjadi rapuh dan keropos. Bila
kondisi ini tidak cepat ditanggulangi, maka risiko terjadinya patah tulang
akan sulit ditanggulangi (Humaryanto,2017).
• V. Jenis kelamin
• Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif daripada
pria karena puncak masa tulang lebih rendah serta terdapat efek
kehilangan estrogen selama menopause.(Humaryanto,2017).
• VII. Vitamin D
• Defisiensi vitamin dapat terjadi pada lanjut usia. Hal ini terjadi karena
individu mengalami penurunan paparan sinar matahari dan mengalami
gangguan kemampuan untuk membentuk prekursor vitamin D dalam kulit
serta terdapat penurunan reseptor vitamin D dalam duodenum. Keadaan
ini menyebabkan resisitensi usus terhadap kerja vitamin D aktif
(1,25102D3) selanjutnya absorbi kalsium terganggu yang menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder engan akibat penurunan kandungan tulang
(Humaryanto,2017).
• XII. Penggunan kortikosteroid
• Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit,
terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan dalam
jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis sekunder dan
fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya
osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama lebih dari 3
bulan (Humaryanto,2017).
• Angka kejadian osteoporosis cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan
terjadi hampir di seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia. Data dari
World Health Organization (WHO) menunjukkan jumlah penduduk dunia
berusia ≥50 tahun yang mengalami fraktur osteoporosis terbanyak di
wilayah Eropa (34,8%) dan Asia Tenggara menempati urutan ketiga dengan
jumlah 17,4%.1 Pada tahun 2050, diperkirakan sekitar 50% kejadian patah
tulang panggul terjadi di Asia (Pradipta,2015).
• Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Semakin
bertambah usia maka akan terjadi peningkatan bone loss (pengeroposan
tulang karena kehilangan mineral tulang), terutama pada lansia.3 Usia
harapan hidup penduduk Indonesia adalah 72 tahun dan diprediksikan
meningkat menjadi 80 tahun pada tahun 2050.4 Seiring dengan
meningkatnya usia harapan hidup di negara berkembang seperti Indonesia
maka terjadi peningkatan penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk
osteoporosis.5 Penelitian yang dilakukan oleh Tirtarahardja di Indonesia
pada tahun 2006 menyebutkan bahwa sebanyak 23% wanita usia 50-80
tahun mengalami osteoporosis dan 53% dialami oleh wanita usia 70-80
tahun. Pada tahun 2010 di Indonesia, sebanyak 71,3% dari jumlah kasus
patah tulang panggul yang dirawat di rumah sakit adalah wanita yang
sebagian besar berusia 61-75 tahun (46,8%) (Pradipta,2015).
Komplikasi apa yang sering menyertai
osteoporosis??
• Komplikasi serius yang sering ditemui adalah kasus
patah tulang.Keretakan tulang sering muncul pada
tulang belakang atau pinggul, dan pergelangan
tangan. Fraktur pada tulang menyebabkan
penurunan kualitas hidup seperti kecacatan, isolasi
social bahkan kematian (Humaryanto,2017).
Terapi apa yang digunakan untuk
osteoporosis??
• Indikasi unntuk terapi osteoporosis menurut NOF (National Ostheoporosis
Foundation) adalah wanita pasca menopause dan laki-laki dengan riwayat
fraktur pada tulang panggul atau tylang belakang T-score nya sama dengan
atau dibawah dari -2,5 atau maassa tulang rendah (osteopenia) dengan T-
score -1 dan -2,5 dan perkiraan patah tulang panggul dalam 10 tahun terakhir
paling sedikit sekitar 3%. Ada beberapa terapi yang biasa digunakan yaitu :
• Terapi non Farmakologi
• Modifikasi gaya hidup
• Yang bisa dilakukan yaitu jalan,aerobic ringan atau sedang, latihan
resistensi.selain itu hindari juga kebiasaan buruk diantarnya yaitu merokok,
mengkonsusmsi kafein berlebih, alcohol,garam,lemak dan lainnya.
• Asupan kalsium :1-1,5 g/hari
• Vitamin D: NOF merekomendasikan asupan vitamin D 800-1000 IU/hari untuk
usia 50 tahun ke atas.
• Terapi Farmakologis
• Terapi farmakologis ini meliputi anti-resorptive agent:
estrogen,calcitonin,SERMs (Selective Estrogen Receptore Modulators),
Bisphosphonates dan juga ada vitamin D, Fluoride, anabolic steroid, PTH dan
PTH RP dan strontium ranelate (Tjokroprawiro,2015).
Apa saja pencegahan yang bisa
dilakukan pada osteoporosis ini??
• a) Mengurangi faktor resiko
• Salah satu faktor penting dalam pencegahan osteoporosis adalah
mengurangi atau bahkan menghilangkan faktor resiko, antara lain
merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, memakai obat-obatan
yang dapat memengaruhi kesehatan tulang, mengurangi pencapaian
massa tulang maksimum atau meningkatkan pengeroposan tulang
(Humaryanto,2017).
• b) Pengaturan makanan
• Pengaturan makanan atau nutrisi yang dikonsumsi sangat penting
untuk menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis. Nutrisi
utama yang baik untuk menjaga kepadatan tulang adalah pertumbuhan
kalsium dan vitamin D. Asupan kalsium yang direkomendasikan
berbeda-beda sesuai perkembangan tubuh. Keperluan kalsium harian
untuk usia 1-3 tahun sebesar 500 mg, usia 4-8 tahun sebesar 800 mg,
9-18 tahun sebesar 1300 mg, 19-50 tahun sebesar 1000 mg, dan usia
51 tahun atau lebih sebesar 1200 mg. Asupan kalsium dapat diperoleh
dari makanan antara lain susu dan produk olahannya (yoghurt dan
keju), susu kedelai, ikan (terutama tulangnya), dan sayuran (terutama
kubis cina, lobak cina, dan brokoli) (Humaryanto,2017).
• c) Ativitas fisik (Olahraga)
• Terdapat dua jenis olahraga yang dapat membantu memperbaiki
kesehatan tulang, yaitu latihan tumpu bobot dan latihan resistif. Latihan
tumpu bobot (weight-bearing) adalah olahraga yang benar-benar
menumpu atau mengangkat bobot, antara lain berjalan, berlari, senam,
aerobic, hiking, naik tangga, menari, tenis, dan lompat tali. Akan tetapi,
dalam melakukannya harus berhati-hati agar terhindar dari resiko cedera
(Humaryanto,2017).
• d) Terapi penggantian hormon (HRT)
• Terapi penggantian hormone (HRT) dapat digunakan pada wanita saat
menopause untuk memperlambat penurunan kandungan tulang.
Penggunaan terapi pengganti hormon dilakukan dengan pengawasan
dokter untuk menentukan tindakan yang terbaik. Terdapat banyak bukti
bahwa estrogen, jika dimulai pada menopause, memperlambat
penurunan kandungan tulang, meningkatkan masa tulang, mencegah
fraktur vertebra, panggul dan osteoporosis. Penelitian terbaru
menunjukkan estrogen akan meningkatkan masa tulang femur.
Penelitian observasional Framingham mencatat suatu penurunan fraktur
panggul untuk wanita yang berumur 65-70 tahun. HRT pernah dianggap
sebagai Gold Standard untuk pengobatan osteoporosis, tetapi dalam
percobaan penelitian terbaru terdapat keraguan mengenai penggunaan
jangka panjang yang dapat meningkatkan penyakit jantung koroner,
stroke dan kanker payudara (Humaryanto,2017).
Bagaimana interprestasi dari Z-Score
• Bone densitometry (Calcaneus Ultrasound) digunakan sebagai alat
untuk mengukur densitas tulang lansia. Pengukuran bone
densitometry digunakan pada telapak kaki dan nilainya dibaca
sebagai T-score atau Z-score. Dalam penelitian ini, kami
menggunakan Z-score dalam hal untuk membandingkan
pengukuran densitas tulang dalam populasi di mana karakteristik
umur dan jenis kelamin (perempuan) secara kebetulan sama dalam
studi ini. Interpretasi Z-score adalah > -1 gr/cm2 = normal; ≤ -1
gr/cm2 = low bone mineral density (Rahayu,2014)

• Bone Mineral Density (BMD) pada tumit dan dinyatakan dalam T-


score (SD). Kepadatan tulang dinilai rendah jika T-score < -1,0
(osteopenia -1 > T-score > -2,5; osteoporosis T-score ≤ -2,5), dan
normal jika T-score≥ -1,0 (17) (Dieny,2017)
Penyakit musculoskeletal lain yang sering terjadi
pada geriatric?
• Osteoarthritis
• Oa merupakan penyakit degenerative yang
dihubungkan dengan kerusakan kartilago sendi.
OA bersifat kronik progresif lambat dan ditandai
dengan adanya perubahan rawan sendi serta
pertumbuhan tulang baru pada permukaan sendi.
OA sering mengenai pada sendi penopang berat
badan, misalnya vertebrae,panggul,lutut, dan juga
pergelangann kaki. (Mutiwara,2016)
• 1.Usia
• Prevalensi darn insiden Osteoarthritis radiografi dan gejala sangat meningkat
dengan usia. Hubungan anatara usia dan resiko Osteoarthritis kemungkinan
banyak faktor, yaitu kerusakan oksidatif, penipisan kartilago, melemahnya otot.
Selain itu, ada stres mekanik pada sendi sekunder akibat kelemahan otot,
perubahan proprioception dan perubahan gaya berjalan. Orangtua memiliki
perkembangan radiologis cepat terhadap osteoarthritis. 2. Jenis kelamin .Insiden
Osteoarthritis Genu lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria dan pada wanita
meningkat secara drastis saat menoupose datang. Temuan terakhir ini telah
menyebabkan peneliti untuk berhipotesis bahwa faktor hormonal mungkin
memegang peran besar dalam pengembangan Osteoarthritis. Sebuah tinjauan
dari 17 ilmu menemukan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara hormone
jenis kelamin dengan Osteoarthritis Genu pada wanita.
• 2.Genetik
• Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian Osteoarthritis Genu, hal
tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen
yang bersifat diturunkan.
• 3. Berat badan
• Berat badan yang berlebihan ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko
untuk timbulnya Osteoarthritis baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan Osteoarthritis pada sendi yang menanggung
beban. Semakin besar beban lemak tubuh, semakin besar trauma pada sendi
seiring dengan waktu.(Pratma,2019).
Gout Arthritis
• Gout atrhitis merupakan salah satu penyakit
metabolic yangterkain dengan pola makan diet
tinggi purin dan juga minuman beralkohol.
Penimbunan Kristal monosodium urat (MSU) pada
sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu
utama terjadinya peradangan atau inflamasi pada
gout arthritis . peningkatan kadar asam urat dalam
darah (hiperurisema) merupakan factor utama
terjadinya gout arthritis ini (Widyanto,2016).

Gout Arthritis
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi
daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout.
Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada
pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama
antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada
pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75
dan 84 tahun Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah
menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini
menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda Pertambahan usia
merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini kemungkinan
disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum
(penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal),
peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan
kadar asam urat serum Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko
yang signifikan untuk perkembangan artritis gout. Obat diuretic dapat
menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga
menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk
kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia
lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid,
etambutol, dan niasin
Gout Arthritis
• Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko artritis gout.
Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22
tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih besar
Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan
reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger transporter-1 (URAT1) atau
melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang terletak pada
membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan
mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh
meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium,
asam urat dan air oleh ginjal Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan
laut (terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran
yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak
ditemukan memiliki hubungan terjadinyahiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko
artritis gout Mekanisme biologi yang menjelaskanhubungan antara konsumsi alkohol dengan
resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan
adenosin trifosfat dan produksi asam urat. Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi
adenine nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan
prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah
yang menghambat eksresi asam urat .Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol
dengan artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga
mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh (Widyanto,2016)

Anda mungkin juga menyukai