Muskuloskeletal 1. Bagaimana etiology dari osteoporosis?? • Penyebab spesifik osteoporosis tidak diketahui, tetapi terdapat faktor-faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup, dan aktivitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang. Kekuatan masa tulang tergantung dari masa dan kerapatan tulang. Kerapatan tulang tergantung dari jumlah kalsium, fosfor dan mineral yang terkandung dalam tulang. Saat tulang kekurangan mineral, kekuatannya menurun dan sruktur internal menjadi rapuh (Humaryanto,2017). • Faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis adalah: • I. Genetik • Perbedaan genetik mempengaruhi kepadatan masa tulang, misalnya pada ukuran tulang besar dan tulang kecil, defek pada sintesis atau struktur kolagen(Humaryanto,2017). • II. Kalsium • Kalsium (Ca) disebut juga zat kapur. Fungsinya adalah suatu mineral yang berperan dalam membentuk tulang dan gigi serta memiliki peran vitalitas pada otot. Sebagian besar kalsium pada tubuh disimpan dalam tulang. Gejala awal kekurangan kalsium adalah malaise, banyak keringat, gelisah, sesak nafas, berkurangnya daya tahan tubuh, anoreksia, sembelit, insomnia, kram, dan kerapuhan tulang. Penyerapan kalsium di usus dan reabsorpsi di ginjal tergantung pada estrogen. Itulah sebabnya mengapa wanita paska- menopause mengalami kehilangan kalsium melalui saluran kemih. Ini disertai absorpsi yang tidak adekuat dari usus. Kadar serum normal dipelihara melalui adsorpsi kalsium dari tulang. Pada akhirnya akan terjadi osteopenia, osteoporosis dan fraktur jika kalsium yang diberikan secara oral dan/atau parenteral tidak dapat memenuhi kebutuhan ini. Dosis harian kalsium yang lebih tinggi dibutuhkan untuk memelihara absorpsi intestinal dan mempertahankan kadar serum kalsium yang normal pada wanita paska-menopause (Humaryanto,2017). • III. Estrogen • Berkurangnya masa tulang dipercepat setelah overektomi dan selama masa menopause. Dosis estrogen mencegah atau memperlambat penurunannya. Menopause mempunyai pengaruh lebih besar pada kehilangan tulang daripada umur kronologis (Humaryanto,2017). • Sepanjang hidup, tulang secara berkala akan mengalami pembentukan kembali (remodeling). Proses ini meliputi resorbsi dan formasi. Pada saat resorbsi, tulang yang tua akan hancur dan akan dipindahkan oleh sel osteoklas. Pada saat formasi, jaringan tulang yang baru akan menggantikan tulang yang telah rusak, dan hal ini dilakukan oleh sel osteoblas. Fungsi osteoklas dan osteoblas diatur oleh kalsitonin, hormon paratiroid, vitamin D, estrogen dan testosterone. • • Estrogen mempengaruhi kehilangan massa tulang baik secara langsung dengan mengikat reseptor pada tulang dan secara tidak langsung dengan memengaruhi hormon pengatur kalsium (PTH dan Vitamin D) dan sitokin interleukin (IL-1 , IL-6 dan TNF-α) (Potu dkk., 2009). Menurut Sabri (2011), estrogen yang menurun mempengaruhi penurunan penyerapan kalsium pada usus yang berdampak pada gangguan keseimbangan kalsium dalam darah. Kalsium darah turun mengakibatkan reabsorsi kalsium pada tulang meningkat. Tulang selain berfungsi sebagai kerangka penopang sistem muskulo-skeletal, pendukung lokomotif dan pelindung organ vital, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan sebagian besar kalsium (Ca) tubuh, berperan mempertahankan Ca darah dalam kisaran normal melalui keseimbangan antara resorpsi tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas selama proses remodeling tulang (Sabri,2019). • IV. Usia • Masa kalsium dalam tulang mencapai puncaknya pada usia 35 tahun. Setelah itu, akan terus menurun. Memang, secara alami setiap 3-4 bulan tulang dirusak oleh tubuh bersamaan dengan penggunaan kalsium yang cukup banyak. Namun, kemudian terbentuk kembali kalsium tulang yang baru. Setelah mencapai umur 40-45 tahun baik pria maupun wanita akan mengalami penipisan tulang bagian korteks. Kehilangan masa tulang merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan usia. Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan kalsitonin (menghambat resorbsi tulang dan merangsang pembentukan tulang), estrogen (menghambat pemecahan tulang). Terjadi peningkatan hormon paratiroid (meningkatkan reasorbsi tulang). Pada wanita yang telah mengalami masa menopause, produksi hormon estrogen yang ikut membantu penyerapan kalsium memang menurun secara drastis, sehingga kalsium dalam tulang ikut berkurang. Akibatnya, tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar, dan kekuatannya juga merosot tajam. Sayangnya, pengeluaran kalsium dalam tubuh wanita menopause lebih banyak daripada yang terbentuk kembali. Dampaknya tulang-tulang lama menjadi rapuh dan keropos. Bila kondisi ini tidak cepat ditanggulangi, maka risiko terjadinya patah tulang akan sulit ditanggulangi (Humaryanto,2017). • V. Jenis kelamin • Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif daripada pria karena puncak masa tulang lebih rendah serta terdapat efek kehilangan estrogen selama menopause.(Humaryanto,2017). • VII. Vitamin D • Defisiensi vitamin dapat terjadi pada lanjut usia. Hal ini terjadi karena individu mengalami penurunan paparan sinar matahari dan mengalami gangguan kemampuan untuk membentuk prekursor vitamin D dalam kulit serta terdapat penurunan reseptor vitamin D dalam duodenum. Keadaan ini menyebabkan resisitensi usus terhadap kerja vitamin D aktif (1,25102D3) selanjutnya absorbi kalsium terganggu yang menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder engan akibat penurunan kandungan tulang (Humaryanto,2017). • XII. Penggunan kortikosteroid • Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama lebih dari 3 bulan (Humaryanto,2017). • Angka kejadian osteoporosis cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan terjadi hampir di seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan jumlah penduduk dunia berusia ≥50 tahun yang mengalami fraktur osteoporosis terbanyak di wilayah Eropa (34,8%) dan Asia Tenggara menempati urutan ketiga dengan jumlah 17,4%.1 Pada tahun 2050, diperkirakan sekitar 50% kejadian patah tulang panggul terjadi di Asia (Pradipta,2015). • Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Semakin bertambah usia maka akan terjadi peningkatan bone loss (pengeroposan tulang karena kehilangan mineral tulang), terutama pada lansia.3 Usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah 72 tahun dan diprediksikan meningkat menjadi 80 tahun pada tahun 2050.4 Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup di negara berkembang seperti Indonesia maka terjadi peningkatan penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis.5 Penelitian yang dilakukan oleh Tirtarahardja di Indonesia pada tahun 2006 menyebutkan bahwa sebanyak 23% wanita usia 50-80 tahun mengalami osteoporosis dan 53% dialami oleh wanita usia 70-80 tahun. Pada tahun 2010 di Indonesia, sebanyak 71,3% dari jumlah kasus patah tulang panggul yang dirawat di rumah sakit adalah wanita yang sebagian besar berusia 61-75 tahun (46,8%) (Pradipta,2015). Komplikasi apa yang sering menyertai osteoporosis?? • Komplikasi serius yang sering ditemui adalah kasus patah tulang.Keretakan tulang sering muncul pada tulang belakang atau pinggul, dan pergelangan tangan. Fraktur pada tulang menyebabkan penurunan kualitas hidup seperti kecacatan, isolasi social bahkan kematian (Humaryanto,2017). Terapi apa yang digunakan untuk osteoporosis?? • Indikasi unntuk terapi osteoporosis menurut NOF (National Ostheoporosis Foundation) adalah wanita pasca menopause dan laki-laki dengan riwayat fraktur pada tulang panggul atau tylang belakang T-score nya sama dengan atau dibawah dari -2,5 atau maassa tulang rendah (osteopenia) dengan T- score -1 dan -2,5 dan perkiraan patah tulang panggul dalam 10 tahun terakhir paling sedikit sekitar 3%. Ada beberapa terapi yang biasa digunakan yaitu : • Terapi non Farmakologi • Modifikasi gaya hidup • Yang bisa dilakukan yaitu jalan,aerobic ringan atau sedang, latihan resistensi.selain itu hindari juga kebiasaan buruk diantarnya yaitu merokok, mengkonsusmsi kafein berlebih, alcohol,garam,lemak dan lainnya. • Asupan kalsium :1-1,5 g/hari • Vitamin D: NOF merekomendasikan asupan vitamin D 800-1000 IU/hari untuk usia 50 tahun ke atas. • Terapi Farmakologis • Terapi farmakologis ini meliputi anti-resorptive agent: estrogen,calcitonin,SERMs (Selective Estrogen Receptore Modulators), Bisphosphonates dan juga ada vitamin D, Fluoride, anabolic steroid, PTH dan PTH RP dan strontium ranelate (Tjokroprawiro,2015). Apa saja pencegahan yang bisa dilakukan pada osteoporosis ini?? • a) Mengurangi faktor resiko • Salah satu faktor penting dalam pencegahan osteoporosis adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan faktor resiko, antara lain merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, memakai obat-obatan yang dapat memengaruhi kesehatan tulang, mengurangi pencapaian massa tulang maksimum atau meningkatkan pengeroposan tulang (Humaryanto,2017). • b) Pengaturan makanan • Pengaturan makanan atau nutrisi yang dikonsumsi sangat penting untuk menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis. Nutrisi utama yang baik untuk menjaga kepadatan tulang adalah pertumbuhan kalsium dan vitamin D. Asupan kalsium yang direkomendasikan berbeda-beda sesuai perkembangan tubuh. Keperluan kalsium harian untuk usia 1-3 tahun sebesar 500 mg, usia 4-8 tahun sebesar 800 mg, 9-18 tahun sebesar 1300 mg, 19-50 tahun sebesar 1000 mg, dan usia 51 tahun atau lebih sebesar 1200 mg. Asupan kalsium dapat diperoleh dari makanan antara lain susu dan produk olahannya (yoghurt dan keju), susu kedelai, ikan (terutama tulangnya), dan sayuran (terutama kubis cina, lobak cina, dan brokoli) (Humaryanto,2017). • c) Ativitas fisik (Olahraga) • Terdapat dua jenis olahraga yang dapat membantu memperbaiki kesehatan tulang, yaitu latihan tumpu bobot dan latihan resistif. Latihan tumpu bobot (weight-bearing) adalah olahraga yang benar-benar menumpu atau mengangkat bobot, antara lain berjalan, berlari, senam, aerobic, hiking, naik tangga, menari, tenis, dan lompat tali. Akan tetapi, dalam melakukannya harus berhati-hati agar terhindar dari resiko cedera (Humaryanto,2017). • d) Terapi penggantian hormon (HRT) • Terapi penggantian hormone (HRT) dapat digunakan pada wanita saat menopause untuk memperlambat penurunan kandungan tulang. Penggunaan terapi pengganti hormon dilakukan dengan pengawasan dokter untuk menentukan tindakan yang terbaik. Terdapat banyak bukti bahwa estrogen, jika dimulai pada menopause, memperlambat penurunan kandungan tulang, meningkatkan masa tulang, mencegah fraktur vertebra, panggul dan osteoporosis. Penelitian terbaru menunjukkan estrogen akan meningkatkan masa tulang femur. Penelitian observasional Framingham mencatat suatu penurunan fraktur panggul untuk wanita yang berumur 65-70 tahun. HRT pernah dianggap sebagai Gold Standard untuk pengobatan osteoporosis, tetapi dalam percobaan penelitian terbaru terdapat keraguan mengenai penggunaan jangka panjang yang dapat meningkatkan penyakit jantung koroner, stroke dan kanker payudara (Humaryanto,2017). Bagaimana interprestasi dari Z-Score • Bone densitometry (Calcaneus Ultrasound) digunakan sebagai alat untuk mengukur densitas tulang lansia. Pengukuran bone densitometry digunakan pada telapak kaki dan nilainya dibaca sebagai T-score atau Z-score. Dalam penelitian ini, kami menggunakan Z-score dalam hal untuk membandingkan pengukuran densitas tulang dalam populasi di mana karakteristik umur dan jenis kelamin (perempuan) secara kebetulan sama dalam studi ini. Interpretasi Z-score adalah > -1 gr/cm2 = normal; ≤ -1 gr/cm2 = low bone mineral density (Rahayu,2014)
• Bone Mineral Density (BMD) pada tumit dan dinyatakan dalam T-
score (SD). Kepadatan tulang dinilai rendah jika T-score < -1,0 (osteopenia -1 > T-score > -2,5; osteoporosis T-score ≤ -2,5), dan normal jika T-score≥ -1,0 (17) (Dieny,2017) Penyakit musculoskeletal lain yang sering terjadi pada geriatric? • Osteoarthritis • Oa merupakan penyakit degenerative yang dihubungkan dengan kerusakan kartilago sendi. OA bersifat kronik progresif lambat dan ditandai dengan adanya perubahan rawan sendi serta pertumbuhan tulang baru pada permukaan sendi. OA sering mengenai pada sendi penopang berat badan, misalnya vertebrae,panggul,lutut, dan juga pergelangann kaki. (Mutiwara,2016) • 1.Usia • Prevalensi darn insiden Osteoarthritis radiografi dan gejala sangat meningkat dengan usia. Hubungan anatara usia dan resiko Osteoarthritis kemungkinan banyak faktor, yaitu kerusakan oksidatif, penipisan kartilago, melemahnya otot. Selain itu, ada stres mekanik pada sendi sekunder akibat kelemahan otot, perubahan proprioception dan perubahan gaya berjalan. Orangtua memiliki perkembangan radiologis cepat terhadap osteoarthritis. 2. Jenis kelamin .Insiden Osteoarthritis Genu lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria dan pada wanita meningkat secara drastis saat menoupose datang. Temuan terakhir ini telah menyebabkan peneliti untuk berhipotesis bahwa faktor hormonal mungkin memegang peran besar dalam pengembangan Osteoarthritis. Sebuah tinjauan dari 17 ilmu menemukan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara hormone jenis kelamin dengan Osteoarthritis Genu pada wanita. • 2.Genetik • Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian Osteoarthritis Genu, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan. • 3. Berat badan • Berat badan yang berlebihan ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya Osteoarthritis baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan Osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban. Semakin besar beban lemak tubuh, semakin besar trauma pada sendi seiring dengan waktu.(Pratma,2019). Gout Arthritis • Gout atrhitis merupakan salah satu penyakit metabolic yangterkain dengan pola makan diet tinggi purin dan juga minuman beralkohol. Penimbunan Kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya peradangan atau inflamasi pada gout arthritis . peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisema) merupakan factor utama terjadinya gout arthritis ini (Widyanto,2016). • Gout Arthritis Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat serum Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk perkembangan artritis gout. Obat diuretic dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid, etambutol, dan niasin Gout Arthritis • Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih besar Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak ditemukan memiliki hubungan terjadinyahiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko artritis gout Mekanisme biologi yang menjelaskanhubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat. Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenine nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat .Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh (Widyanto,2016)