Anda di halaman 1dari 94

Sinta Merlinda Yuni

1413010015
1. Rabies

Merupakan penyakit zoonosis virus yang menginfeksi sistem saraf pusat.


Penyebabnya adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae.
Cara Penularan

 Alamiah : gigitan hewan, kontak selaput mukosa


 Manusia-manusia : droplet, jarum transplantasi yang terkontaminasi.

Vektor :
- Anjing
- Monyet
- Kelelawar
- Antelop
- Serigala
Patofisiologi
Langsung Port D’ entry
- Gigitan hewan - Kulit
- Cakaran hewan
inokulasi

Sebagian virus Sebagian bergerak ke arah


mengalami replikasi saraf tepi pada sambungan
neuromuskular

Bergerak ke arah sistem Tidak langsung


saraf pusat (otak) - Aerogen (udara)
- Transplantasi organ

Virus mengalami replikasi

Batang otak
Gg emosional sistem limbik Virus melakukan invasi I (medulla oblongata) Gg gerak reflex
fisiologis

Hipotalamus
Gg pemenuhan Peningkatan suhu
kebutuhan fisiologis tubuh
Virus melakukan
invasi II Sistem volunter
Sistem efferen

Sistem otonom Gg gerak yang Gg gerak yang


Gg Impuls
tidak disadari disadari
Resiko cidera
Menifestasi klinis
 Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi. Masa inkubasivirus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari
pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia

 Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki risiko tinggi meliputi
infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher ), luka
pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam,
dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan
pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di
sekitar tangan, badan, dan kaki.
Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4
stadium:
 Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas,
menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang
menuju taraf anoreksia, pusing dan pening nausea), dan lain sebagainya.
 Stadium sensoris
Dalam stadium sensoris penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada
daerah lukagigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air
liur(hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
 Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap
adarangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara(aerofobia), ketakutan
pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air(hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang
terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha
menelan air.
 Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki
stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang
progresif. Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium
di atastidak dapat dibedakan dengan jelas.
Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas
gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yangkeras.
Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas,
hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah
perut
Faktor resiko

 Tinggal/berpergian ke daerah endemis rabies


 Bekerja di lab yang terdapat virus rabies
 Menjelajah gua-gua tanpa APD-> kelelawar
 Luka terbuka
Penanganan
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun
harusdilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan
gejala. Bila gejala mulaiterlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit
ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama.
Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi
rabies(anjing, rakun, rubah, kelelawar ) :
- segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir
selama 10-15 menit
- beri antiseptik alkohol 70% atau betadin.
- Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan
suntikan tetanus.
- Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan
globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya
disuntikkan di tempat gigitan danseparuhnya disuntikan ke otot, biasanya di
daerah pinggang.
Pencegahan
Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah
terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak, dapat
mematikan. contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko
tinggi terhadapterjangkitnya virus, yaitu
 Dokter hewan.
 Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi
 Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang
rabies pada anjing banyak ditemukan
 Para penjelajah gua kelelawar.
2. Leptospirosis

 Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen


spirochaeta, genus Leptospira.
penularan
 Kontak langsung : air, tanah, lumpur yang terkontaminasi dengan urine hewan
yang terinfeksi
Infeksi sesekali terjadi melalui menelan / menghirup makanan / tetesan
aerosol cairan yang terkontaminasi oleh urine


,
Reservoir : tikus, tupai, anjing, kucing, domba, babi
Siklus hidup
Patofisiologi
Damage to small
blood vessels
Vasculitis
LEPTOSPIRA

Massive migration of fluid from


Intravascular to interstitial
compartement Direct cytotoxic injury
Immunological injury

Renal dysfunction, vascular


Injury to internal organs
Gambaran klinis

 Fase leptospiremi atau septikemia


Fase ini ditandai adanya demam yang timbul dengan onset tiba-tiba, menggigil,
sakit kepala, mialgia, ruam kulit, mual, muntah, conjunctival suffusion, diare,
ikterus dan tampak lemah
 Fase imun
Pada kasus yang ringan (mild case) fase kedua ini berhubungan dengan tanda dan
gejala yang minimal, sementara pada kasus yang berat (severe case) ditemukan
manifestasi terhadap gangguan meningeal dan hepatorenal.
Pada kasus yang berat, perubahan fase pertama ke fase kedua mungkin tidak
terlihat, akan tetapi timbul demam tinggi segera disertai jaundice dan
perdarahan pada kulit, membrana mukosa, bahkan paru, hepatomegali, purpura,
dan ekimosis, Gagal ginjal, oliguria, syok, dan miokarditis
Faktor resiko
1) Kontak dengan air yang terkonaminasi kuman leptospira atau urin tikus saat banjir.
2) Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung.
3) Mencuci atau mandi disungai atau danau.
4) Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan.
5) Petani tanpa alas kaki di sawah.
6) Pembersih selokan.
7) Pekerja potong hewan, ukang daging yang terpajan saat memotong hewan.
8) Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajan karena menangani ternak
atau hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan
melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta, cairan amnion dan bila kontak
dengan percikan infeksius saat hewan berkemih.
9) Pekerja tambang.
10) Pemancing ikan, pekerja tambak udang atau ikan tawar.
11) Anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan.
12) Tempat rekreasi di air tawar : berenang, arum jeram dan olah raga air lain, trilomba juang
(triathlon), memasuki gua, mendaki gunung.
Kriteria Diagnosis Leptospirosis WHO SEARO 2009
1. Kasus suspect
demam akut (≥38,5ºC) dan/ atau nyeri kepala hebat dengan:
- Myalgia
- Kelemahan dan/ atau
- Conjunctival suffusion, dan
- Riwayat terpajan dengan lingkungan yang terkontaminasi leptospira
2. Kasus probable (pada tingkat pelayanan kesehatan primer)
Kasus suspect dengan 2 gejala di bawah ini:
- Nyeri betis
- Batuk dengan atau tanpa batuk darah
- Ikterik
- Manifestasi perdarahan
- Iritasi meningeal
- Anuria/ oliguria dan/ atau proteinuria
- Sesak napas
- Aritmia jantung
- Rash di kulit
Kasus probable (pada tingkat pelayanan kesehatan sekunder dan tersier)
- Berdasarkan ketersediaan fasilitas laboratorium, kasus probable leptospirosis
adalah kasus suspect dengan IgM rapid test positif.
- Temuan serologik yang mendukung (contoh : titer MAT ≥200 pada suatu sampel)
DAN/ ATAU Ditemukan 3 dari di bawah ini:
- Temuan pada urin : proteinuria, pus, darah
- Neutrofilia relatif (>80%) dengan limfopenia Trombosit < 100.000/mm³
- Peningkatan bilirubin > 2 mg% ; peningkatan enzim hepar yang meningkat moderat
(serum alkali fosfatase, serum amilase, CPK)

3. Kasus confirm
- Kasus confirm pada leptospirosis adalah suatu kasus suspect atau probable dengan
salah satu di bawah ini:
- Isolasi kuman leptospira dari spesies klasik
- Hasil PCR (+)
- Serokonversi dari negatif ke positif atau peningkatan 4 kali pada titer MAT
- Titer MAT = 400 atau lebih pada sampel tunggal
Apabila kapasitas laboratorium tidak dapat ditetapkan: Positif dengan 2 tes rapid
diagnostik dapat dipertimbangkan sebagai kasus confirm.
Pencegahan

 Promosi kesehatan
 Memakai APD
 Vaksin hewan
 Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan
semak berlukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana
pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum
yang bersih.
Tatalaksana
Difteri

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium


diphtheriae.
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,
faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta
kadang-kadang konjunngtiva atau vagina.
Cara Penularan

Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai


penderita maupun sebagai carier.
Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi
atau kontak dengan carier melalui pernafasan atau droplet infection.
Gejala Klinis
 Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas.
 Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang
berupa reaksi radang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah melebar
mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu
terbentuklah disitu membaran putih keabu-abuan (psedomembrane).
Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini
bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang
memberikan gejala-gejala dan miyocarditis
1. Panas lebih dari 38 °C
2. Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil
3. Sakit waktu menelan
4. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher
klasifikasi Difteri menurut lokasi gejala

 Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus
yang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila
tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utama
penularan.
 Difteri faring (pharingeal diphtheriae) dan tonsil dengan gejala radang akut
tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat,
tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada
difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan
kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
 Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisa
bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat
celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher.
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas.
 Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa
luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran
diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka
yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.
Diagnosis

Test yang digunakan untuk mendeteksi penyakit Difteri boleh meliputi


 gram Noda kultur kerongkongan atau selaput untuk mengidentifikasi
Corynebacterium diphtheriae.
 Untuk melihat ada tidaknya myocarditis (peradangan dinding otot jantung)
dapat di lakuka dengan electrocardiogram (ECG).
Patofisiologi
Tatalaksana

 pemberian Anti Difteria Serum (ADS) 20.000 unit intra muskuler bila
membrannya hanya terbatas tonsil saja, tetapi jika membrannya sudah
meluas diberikan ADS 80.000-100.000 unit. Sebelum pemberian serum
dilakukan sensitif test.
 Antibiotik pilihan adalah penicilin 50.000 unit/kgBB/hari diberikan samapi 3
hari setelah panas turun. Antibiotik alternatif lainnya adalah erythromicyn 30-
40 mg/KgBB/hari selama 14 hari.
Komplikasi

Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin,
waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin.
Komplikasi difteri terdiri dari :
1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus
2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema jalan nafas
3. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut
menjadi gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf
penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat
kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.
Tetanus

 Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan


oleh Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka.
Gejala klinis

 Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang,
sukar membuka mulut lebar – lebar), rhisus sardonicus (wajah setan).
 Kemudian diikuti kaku kuduk, kaku otot perut, gaya berjalan khas seperti
robot, sukar menelan, dan laringospasme.
 Pada keadaan yang lebih berat terjadi epistothonus (posisi cephalic tarsal), di
mana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan
hanya kepada dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat
berbaring.
Patofisiologi
Klasifikasi

 tetanus lokal (lokalited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap
 Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar
1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung.
 Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan
oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa
Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (
kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot.
Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40
C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
 Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat
yang telah terkontaminasi.
Tatalaksana

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka,


irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda
asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan,
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Farmakologi

 Antibiotika : Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10


hari, IM.
 tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12
jam secara IM diberikan selama 7-10 hari.
 Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan tetrasiklin dosis
30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan
dalam dosis terbagi ( 4 dosis ).
 Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit
/kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
 Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara
intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius
 Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Prognosis

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :


1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
3. Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan
oleh nyamuk Anopheles.
Penyebab
Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium.
Terdapat empat spesies yang menyerang manusia yaitu :
a. Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan malaria falciparum atau
malaria tertiana maligna/malaria tropika/malaria pernisiosa.
b. Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax atau malaria
tertiana benigna.
c. Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria ovale atau malaria
tertiana benigna ovale.
d. Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890) menyebabkan malaria
malariae atau malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga bisa terinfeksi oleh
Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang sumber
infeksinya adalah kera.
Siklus hidup
Cara infeksi

1. Gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.


2. Transfusi darah dari donor penderita.
3. Penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi.
4. Infeksi kongenital.
patofisiologi
Menifestasi Klinis
Keluhan utama yang khas pada malaria disebut “trias malaria” yang terdiri dari 3
stadium yaitu :
1. Stadium menggigil
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga menggigil. Nadi cepat tapi
lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit kering dan pucat. Biasanya pada anak
didapatkan kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam
Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi panas sekali. Suhu
tubuh naik hingga 41o C sehingga menyebabkan pasien kehausan. Muka
kemerahan, kulit kering dan panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat,
mual dan muntah, nadi berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6
jam.
3. Stadium berkeringat
Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis bahkan mencapai
dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan saat
bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Faktor resiko

 Tinggal/berpergian ke daerah endemis malaria


 Bekerja/keluar malam hari tanpa APD
 Genangan air kotor
Tatalaksana
1. Pengobatan malaria klinis
Pada fasilitas pelayanan yang tidak ada fasilitas diagnostik malaria, dapat diobati
sementara dengan regimen :
2. Pengobatan malaria falciparum
a. Lini pertama
b. Lini kedua
3. Pengobatan Malaria dengan Komplikasi
Malaria berat adalah malaria yang terinfeksi Plasmodium falciparum, pengobatan
lama menggunakan kinin dihidroklorida drip, sedangkan pengobatan terbaru
menggunakan Artesunat i.v dan Artemether i.m.
4. Pengobatan malaria berat
Artemeter dan artesunate yang merupakan qinghaosu, diberikan dengan dosis 160
mg artemeter i.m diikuti 80 mg per hari selama 4 hari atau 120 mg artesunat infus
i.v diikuti 60 mg perhari selama 4 hari.
5. Kemoprofilaksis
Ditujukan bagi orang yang akan pergi ke daerah endemis malaria yang pergi dalam
jangka waktu tertentu. Biasanya diberikan pada infeksi Plasmodium falciparum
karena merupakan spesies dengan virulensi yang tinggi. Obat yang diberikan adalah
Doksisiklin 2 mg/kgBB setiap hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin
tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dan anak usia < 8 tahun.
Prognosis

 Pada serangan primer dengan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan


Plasmodium malariae akan terjadi penyembuhan sempurna pada pemberian
terapi yang adekuat dan prognosisnya baik.
 Pada Plasmodium falciparum prognosis berhubungan dengan tingginya
parasitemia, jika parasit dalam darah > 100.000/mm3 dan jika hematokrit <
30% maka prognosisnya buruk. Apabila cepat diobati maka prognosis bisa lebih
baik, namun apabila lambat pengobatan akan menyebabkan angka kematian
meningkat.
Tuberkulosis

 Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak


menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
Cara penularan

 TBC tersebar lewat udara bila orang yang mengidap TBC di paru-paru atau
tenggorokan batuk, bersin atau berbicara dan ‘mengirimnya’ ke udara.
 Kalau kuman ini terhirup orang lain, dia bisa terkena infeksi.
 Mendapatnya kebanyakan dari pergaulan yang sering dan lama, seperti
dengan anggota keluarga atau teman.
 TBC tidak tersebar dari alat rumah tangga, misalnya sendok garpu, piring
mangkuk, gelas, seprai, pakaian atau telepon. jadi tidak perlu memakai alat
rumah tangga masing-masing.
Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu :


a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb
Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT
 2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
 Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes RI, 2006).
Gejala klinik

a) Gejala sistemik/umum
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
- Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Faktor resiko

1. Faktor host terdiri dari:


a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi
pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan meningkatkan
risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti keganasan, gagal ginjal,
diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk terkena TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko untuk terkena TB primer
ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-
inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada orang
tua daripada dewasa muda dan anakanak
(Horsburgh, 2009).
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan berisiko untuk
terkena TB.
Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB
dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB
(Horsburgh, 2009).
Patofisiologi

Individu dengan Resiko


penyakit TBC infeksi

Paru-paru Jaringan paru Membentuk jaringan Berkurangnya luas total


terinfeksi di invasi makrofag fibrosa permukaan membran

Metabolisme Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektif Penurunan kapasitas
meningkat difusi paru

Gangguan nutrisi Berkurangnya


kurang dari kebutuhan oksigenasi darah
Gangguan keseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan malasi
e
Iritasi jaringan paru cemas Kurang perawatan diri Intoleransi
aktivitas
Batuk darah

Gangguan pertukaran gas


Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif
Alur diagnosis
Tatalaksana

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
4. Kategori 4: RHZES Diberikan pada kasus Tb kronik .
4. Toxoplasmosis

 Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang


dapat ditularkan ke manusia yang disebabkan sporozoa dengan nama
Toxoplasma gondii, yang dapat menginfeksi hewan peliharaan dan manusia.
 Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi
penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan
hewan peliharaan lainnya.
Patofisiologi
Tikus, burung, babi,
kucing domba

Tissue cyst
Vecal oocyt
manusia

Invasi di usus
takizoid
Demam, nyeri
fagositosis
kepala, flu

bradizoit

Menyebar melalui darah dan limfe Limfadenopati/limf


adenitis

parasitemia

Masuk plasenta

Takizoit lepas

proliferasi Nekrosis plasenta dan jaringan sekitar

Kelainan kongenital

Kalsifikasi serebral korioamnionitis Sumbatan aquades sylvii/foramen monroe

korioretinitis hydrocphalus
Menifestasi klinis

 toxoplasmosis Akuisita
Toksoplasmosis akuista biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan
gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamilmendapat infeksi primer,
ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis
congenital .Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak
umumnya ringan.Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis ini
adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala
 toxoplasmosis kongenital
Trias Gejala klinis toksoplasmosis kongenital pada bayi yaitu kalsifikasi serebral,
korioretinitis, hidrosefalus/mikrosefalus.
Gejala lainnya infeksi mata, pembesaran hati danlimpa, kuning pada mata dan
kulit dan pneumonia, ensepalopati dan diikuti kematian, retardasi mentall.
Cara Infeksi

1. akuisita
- Menelan sista dlm daging mentah / setengah masak
- Menelan ookista dari tinja kucing
- Terkontaminasi trofozoit dari darah, susu, saliva
- Transplantasi organ

2. kongenital
- Transplasental ( manusia & hewan)
Pencegahan
 Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan sayuran yang belum
dicuci.
 Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan makanan.
 Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas dan berbusa setelah
kontak dengan daging mentah.
 Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di pasteurisasi.
 Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan kotoran kucing seperti,
lalat dan kecoak
 Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda berkeliaran di luar rumah yang
memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma.
 Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan kucing Anda termasuk
memandikannya, mencuci kandang, tempat makannya.
 Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik.
 Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.
 Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran kucing, sebaiknya
dihindari.
 Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau kucing.
 Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat luka pada tangan Anda
 (Pandu, 2010).
Tatalaksana

 Pengobatan pada ibu hamil


Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibuhamil adalah spiramisin 3 gram/hari
yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana
mengharuskan maka dapatdiberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan
Sulfonamide 50-100 mg/kgBB/hari selama beberapa minggu atau bula setelah
umur kehamilan di atas 16 minggu.
Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasmayang
bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan
zatantimikroba yaitu isoprinosine dan levamisol
 Pengobatan pada bayi
- Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-
6bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah
- Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam
dua dosis,ditambah lagi
- Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi:
- Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-
seling setiap bulandengan pirimetamin,
- Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikankorioreti-
nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untukmenentukan
apakah pengobatan masih perlu diteruska
Rubella

 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus rubella

 Rubella adalah suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak dan dewasa
yang khasdengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly. infeksi pada anak
dan dewasa
sebagian besar berjalan sub klinis. Jika rubella terjadi pada kehamilan ibu ha
mil bisa menyebabkaninfeksi pada janin dan resiko terjadinya kelainan
kongenital (Congenital Rubella Syndrome,CRS).
Cara penularan

 Droplet airbone
 Placenta
Patofisiologi Virus Rubella

Plasenta (infeksi
Oral Droplet
congenital)

Nasofaring
Ibu hamil ke janin Abortus
(saluran
pernapasan)
Infeksi dengan Resorbsi
Kelahiran Non Infeksi tanpa
Aliran darah kelainan embrio
mati infeksi kelainan apapun
kongenital
Masa prodormal (1-5
Resiko Embrio <6-16
hari)
infeksi minggu
Demam Hipertermia Trias anomaly congenital pada mata
Viremia (erupsi (katarak, mikroftalmia, glaucoma),
dikulit) Sakit kepala ketulian, defekmental, kelainan SSP, defek
jantung
Enatema, forcheimer spot Nyeri
(petekia pada palatum tenggorokan Nyeri akut
Resiko gangguan hubungan
mole, fautica) ibu dan janin

Kemerahan
pada
konjungtiva,
rhinitis,
limfadenopati
Gejala klinis

 Demam ringan
 Merasa mengantuk
 Sakit tenggorok
 Kemerahan sampai merah terang /pucat, menyebar secara cepat dari wajah
keseluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat.
 Kelenjar leher membengkak - durasi 3 – 5 hari
Faktor resiko

 Wanita tidak vaksin MMR


 Imun rendah
Pencegahan

 Imunitas aktif
Vaksin virus hidup RA 27/3, memberikan kekebalan hidup
 Imunitas pasif: pemberian serum immunoglobulin (GIS) dengan dosis 0,55
ml/kgBB dalam 7-8 hari pasca pemajanan.
Tatalaksana

 Infeksi virus : self limiting diease


 Simptom dan komplikasi kongenital :
- Amantadin 2x100mg PO
- Acyclovir 800mg 5x/hari selama 10 hari
- interferon
Komplikasi

 Komplikasi rubella umumnya jarang dijupai pada anak-anak, beberapa kasus


dapat disertai: neuritis, arthritis dan purpura trombositoopenik.
 Komplikasi pada masa awal kehamilan: anomaly congenital berat. Sindrom
rubella congenital merupakan penyakit menular aktif dengan keterlibatan
multisystem, spectrum ekspresi klinis luas dan periode aktif pascalahir dengan
pelepasan virus lama. Prognosis rubella congenital bervariasi menurut tingkat
keparahan infeksi.
Citomegalovirus (CMV)

 Infeksi yang disebabka oleh citomegalovirus


 Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA yang tergolong dalam genus virus
Herpes.
Penularan

 Droplet
 Kontak air ludah
 Transplasenta
 Transvaginal
 ASI
Gejala klinis
 Petekia dan ekimosis.
 Hepatosplenomegali.
 Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
 Mikrosefali dengan kalsifikasi periventrikular.
 Retardasi pertumbuhan intrauterine.
 Prematuritas.
 Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:
1.Purpura.
2.Hilang pendengaran.
3.Korioretinitis; buta.
4.Demam.
5.Pneumonia.
6.Takipnea dan dispnea.
7.Kerusakan otak
Tatalaksana

 Gancyclovir 5mg/kgBB 2x/hari IV selama 14-21 hari


 Valgancyclovir 900mg/hari selama 14-21 hari
Komplikasi

 Kehilangan pendengaran yang bervariasi.


 IQ rendah.
 Gangguan penglihatan.
 Mikrosefali.
 Gangguan sensorineural
5.Filariasis limfatik

Merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria, dimana hidup
dalam saluran limfe dan kelenjar limfe
Penyebab

Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia


timori.
Patofisiologi
Gejala klinis

 Demam
 Elefantiasis
 Pembengkakan epididimis
 Limfangitis/limfadenitis/lifadema
 Sakit kepala
 Mual muntah
 lesi
Faktor resiko

 Laki>wanita
 Usia 20-30 tahun
 Tinggal di daerah endemis
 Bekerja tanpa APD gigitan nyamuk
 Tidak minum POMP
Pencegahan

Kontrol Vektor
1. POMP
- DEC 6mg/kgBB 1x/tahun
- Albendazole 400mg+ ivermetrin 200mg/kgBB/DEC
- Penyuluhan daerah endemis

2. Individu
- Obat oles anti nyamuk
- Kelambu
- Insektisida
Tatalaksana
 Non farmakologi
- Edukasi
- Tirah baring
- Pengikatan di daerah bendung

 Farmakologi
- Anti cacing : DEC ( dietilcarbamizine ) 6mg/kgBB 3x/hari selama 12 hari
- Demam : Paracetamol 3x500 mg
- Hidrocele : operasi (drainase cairan), aspirasi
- Elefantiasis :
 Cuci dengan sabun 2x/hari
 Naikan tungkai malam hari
 Tungkai digerakan teratur
 Menjaga kebersihan kuku
 Memakai alas kaki
 Obati luka kecil

Anda mungkin juga menyukai