Anda di halaman 1dari 93

MATERI DOKTER

BIOETIK
Franz Magnis Suseno, etika merupakan
filsafah yang merefleksikan ajaran moral;
yang didalamnya mengandung pemikiran
kritis, rasional, mendasar, sistematis dan
normatif. Ia merupakan sarana untuk
memperoleh orientasi kritis sehubungan
dengan berbagai masalah moralitas yang
membingungkan.
Runzheimer dan Larsen (2001),
untuk banyak orang, etika dan moral
dianggap sebagai dua hal yang sama makna.
Bedanya menurut beliau ialah bahwa moral
digunakan untuk mendeskripsikan karakter
personal (to describe personal character)
sedangkan etika didefinisikan sebagai prilaku
dalam situasi berbeda (behavior in different
situations).
Moral merujuk pada karakter personal,
keyakinan-keyakinan dan prilaku; sementara
etika merujuk pada bagaimana merefleksikan
moralitas dalam bertindak sebagai person
atau profesional (pemangku profesi).
Etika menghendaki agar setiap individu
menggunakan hati-nuraninya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik
(pantas) dan benar, serta menghindari
perbuatan-perbuatan buruk (tidak pantas,
atau tidak elok) dan salah.
WILAYAH STUDI ETIKA

 Dibagi menjadi 1 . etika normatif


 2. etika non normatif : etika diskriptif
etika kritikal
(meta etika )
Etika normatif :
membahas sejauh mana suatu prilaku dianggap b enar atau
salah secara moral serta memberikan alasannya.

Etika diskriptif :
mengkaji pengetahuan empiris berkaitan dengan prilaku dan
keyakinan dari sisi moral , tidak mengkaji tentang apa yang
seharusnya diperbuat, melainkan tentang apa perbuatan dan
apa alasannya
 etika kritikal (metaethics) membahas analisis suatu ungkapan
(language), konsep, pemikiran, dan objek etika

 Mengkaji tentang makna sebenarnya dari terminologi krusial


(seperti hak, hak asasi, kewajiban, sifat baik, tanggungjawab
dan sebagainya) berdasarkan logika, pertimbangan moral dan
jastifikasinya.
 Etika dan moral sebenarnya mempunyai makna yang sama
yaitu adat kebiasaan (custom) atau jalan hidup (way of life).
Keduanya saling berkaitan sehingga jika berbicara moral pasti
akan berbicara tentang etika

 Terminologi etika cenderung merujuk kepada kajian tentang


prilaku moral (the study of moral conduct ).

 Terminologi ‘moral’ lebih memfokuskan pada perbuatannya


itu sendiri (to refer to the conduct itself) yang dikaitkan
dengan benar dan salah
Moral itu sendiri merupakan
landasan bagi setiap prilaku etik,
dan bahkan hukum.
Itulah perbedaan secara garis
besar antara etika dan moral.
 Contoh :
jika dokter berkata bahwa aborsi merupakan
perbuatan salah (immoral) maka apa yang
sedang dibincangkannya itu adalah tentang
moral, tetapi jika seorang dokter ahli
kandungan menimbang-nimbang akan
melakukan aborsi atau tidak terhadap
pasiennya yang sedang hamil disertai
penyakit jantung atau ginjal yang berat maka
yang sedang ditimbang-timbang itu adalah
tentang etika.

Jadi dalam menghadapi kasus nyata
semacam itu maka pandangan
moralnya, yang menyatakan bahwa
aborsi merupakan perbuatan salah
(immoral) perlu dikritisi, dianalisis
secara sistematis dan rasional
(logic) lebih dahulu untuk diperoleh
jastifikasinya.
 Poinnya
moral hanya membahas tentang benar dan
salah sesuatu perbuatan dari aspek yang
paling dalam (filosofis), sementara etika
mengkaji tentang baik dan buruk, elok dan
tidak, atau pantas dan tidaknya (dari sisi
moralitas) sesuatu perbuatan untuk dilakukan
Mengingat etika itu sendiri berlandaskan
pada moral maka perbuatan apapun yang
akan dilakukan harus dilihat lebih dahulu
pandangan moralnya

Jika sesuai maka perbuatan tersebut hampir


selalu etis untuk dilakukan, tetapi jika
perbuatan itu berseberangan dengan
moralitas berarti ada dilema etik
KAIDAH DASAR MORAL
BEAUCHAMP AND
CHILDRES
Beneficence
Justice
Autonomi
Non maleficence
KDB 1 (BENEFICENCE)
Kriteria Ada Tidak
ada
1.Utamakan alturisme (menolong tanpa pamrih,
rela berkorban)
2.Menjamin nilai pokok harkat dan martabat
manusia
3.Memandang pasien/keluarga dan sesuatu tak
sejauh menguntung dokter
4.Mengusakan agar kebaikan/manfaatnya lebih
banyak dibandingkan dengan keburukannya.
5.Paternalisme bertanggung jawab/ kasih sayang
6.Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7.Pembatasan Goal-Based
8.Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi
pasein
9.Minimalisasi akibat buruk. -

10.Kewajiban menolong pasien gawat darurat


Kriteria Ada Tidak
ada

11. Menghargai hak pasien secara keseluruhan

12. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan

13.Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara


keselurushan
14.Mengembangkan profesi secara terus-menerus.
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan Golden Rule Principle
KDB 2 NON-MALEFICENCE
Kriteria Ada Tidak Ada

1. Menolong pasien emergensi


2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah:
a.Pasien dalam keadaan berbahaya.
b.Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan.
c.Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektif
d.Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya
mengalami risiko minimal).
3. Mengobati pasien yang luka.
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5. Tidak menghina/caci maki.
6. Tidak memandang pasien sebagai objek
7.Mengobati secara tidak proporsional
8.Tidak mencegah pasien secara berbahaya
9.Menghindari misrepresentasi dari pasien
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena
kelalaian
11. Tidak memberikan semangat hidup
12. Tidak melindungi pasien dari serangan
13.Tidak melakukan white collar dalam bidang kesehatan
KDB 3 AUTONOMI
Kriteria Ada Tidak Ada

1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri,


menghargai martabat pasien.
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat
keputusan (pada kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi.
5. Menjaga rahasia pribadi
6. Menghargai rasionalitas pasien.
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkann pasien dewasa dan kompeten
mengambil keputusan sendiri.
9. TIdak mengintervensi atau meghalangi outonomi
pasien.
10. Mengcegah pihak lain mengintervensi pasien dan
membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga
pasien sendiri.
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil
pasien pada kasus non emergensi.
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan
pasien.
13. Menjaga hubungan (kontrak)……………..
KDB 4 JUSTICE
Kriteria Ada Tidak
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah
ia lakukan.
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama.
4. Menghargai hak sehat pasien (affordability,
equality,accessibility,availability,quality)
5. Menghargai hak hukum pasien.
6. Menghargai hak orang lain.
7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan)
8. Tidak melakukan penyalahgunaan.
9. Bijak dalam makro alokasi.
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan
kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien seusai dengan kemampuan.
12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya,
beban ., sanki) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang
tepat dan kompeten.
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa
alasan sah/tepat.
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan
penyakit/ggn kesehatan.
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA,
PILAR KEPUTUSAN
KLINIS
Pilar Keputusan Klinis
Sehari-hari

Keputusan medis

Keputusan
etis

Mindset paripurna
Struktur bio psiko sosio budaya
Tergopoh-gopoh spt ini, benar atau tidak ?
Kalau yang ini 1 dari ratusan
korban tsunami, lumpur panas ?? (di luar RS >>)
PRIMA FACIE

 Keputusan etik berdasarkan kaidah dasar moral dimana


timbul beberapa isu etik yang harus dipilih
 Terkadang tiap KDM ini akan berbenturan satu sama lain
sehingga membingungkan mana yang harus dimenangkan dan
mana yang harus dikalahkan
 Namun hal ini akan memperkaya kemampuan kritis logis
 Tingkat bertabrakan antara Ke empat kdm ini akhirnya akan
memunculkan 2 KDM yang terkuat dan 2 lainnya ter eliminasi
, inilah yang akhirnya memunculkan suatu dilema etik ,
sehingga dokter akan menggali lagi berdasarkan konteksnya
sehingga memaksa dokter ataupun mahasiswa untuk
menggali sisi non medis
 Memunculkan lagi 1 KDM yang sesuai, namun 2 KDM tetap
akan muncul sampai akhirnya muncul KDM yang lebih unggul
inilah yg disebut prima facie

Medical
Indication DEDUCTIVE LOGIC

Beneficen Autonomy Justice


Non Maleficence
ce

Method =
Logic Thinking  critical analysis

Combination of
It’s characteristics = Patient’s Context
Medical
Indication
TROEF = BERUBAH
MENJADI ……
Beneficen Autonomy Justice
Non Maleficence
ce

pihak II capable pihak III


pihak II person Non pasien
kesakitan/
Umum bebas wakil/wali
menderita,
BAIK Elektif kluster pop
gadar,pra-cacat
“kranjang rentang >> Komunitas
Distress
Sampah” hak pilih a Penyandang
Rentan
uzur, // DRnya dana
terjepit Berpotensi
tanpa pilihan Dirugikan/
Miskin Paling krg
bodoh. diuntungkan
KASUS : DILEMMA
 Setelah lewat beberapa kali kunjungan obat
jalan dokter A berencana melakukan
pemeriksaan seorang pasien berupa Hiv. Sang
pasien adalah PSK yang aktif dan berganti
pasangan, walaupun tanpa kondom.
 Setelah melalui konseling yang alot, akhirnya
pasien setuju untuk pemeriksaan lab. Lanjut,
dengan catatan jangan diberitahu hasil periksa
yang diperoleh; dengan ancaman akan bunuh
diri. Tetapi tidak mau juga akan berhenti jadi
PSK.
 Setelah periksa hasilnya positif terjadi
dilematis
 Mungkinkah dokter A harus tetap menghormati hak
waiver sang pasien.? Yang akibatnya penyebaran ke
masyarakat?
 Ataukah menjelaskan; tapi nanti akan bunuh diri.
(sebab banyak kasus bunuh diri akibat HIV AIDs)
KONSEP PRIMA FACIE
(KASUS PSK + HIV)

BENEFICENCE AUTONOMI
Untuk Kepentingan
Pasien (Membagi penyebaran) JUSTICE
NON MALEFICENCE
(Untuk Segera
Mengobati)

A B C D
DILEMMA PRIMA FACIE
Doker A; memeriksa PSK aktif dan bebas pelindung

Beneficence:

Non Maleficence Justice


Consent HAK Waiver Otonomi
(Tidak mau Mengetahui Hasil)

Tidak diberi tahu


Prima Facie Hasil Positif

Diberi Tahu PSK akan bunuh diri Justice


Tetapi untuk menyelamatkan masyarakat
JAWABAN:

 Dokter ini sulit mengambil keputusan (dilematis), karena


pertentangan antara 2(dua) KDB antara otonomi dan Justice
 Yang merupakan dilema etik yang timbul
PRINCIPLES-BASED ETHICS 
PRIMA FACIE
T.B E AU CHAM P & C H I L DRE SS ( 1 9 94 ) & V E AT C H
(1989)

Patient’s preference

Beneficence
Autonomy

Non Maleficence Justice

Contextual features Clinical Decision


Making EBM
Quality of life

Value-based medicine
4 BOX METODE
LANDASAN TEORI
4-BOX METHOD OF CLINICAL
ETHICS

MEDICAL CLIENT
INDICATIONS PREFERENCES

CONTEXTUAL
QUALITY OF LIFE
FEATURES
"4-BOX" METHOD OF CLINICAL ETHICS

Medical Indications: Client Preferences:


State the client’s medical problem, history, and State the client’s preferences. Do they have the
diagnosis; is it acute, chronic, critical, emergent, and capacity to decide? If yes, are client’s wishes
reversible? Goals of treatment? Probabilities of informed, understood, voluntary? If not, who is
success? Plans in case of therapeutic failure? Potential substitute decision maker? Does the client have prior,
benefits of care? How can harm be avoided? Medical expressed wishes? Is client’s right to choose being
risks if service is discontinued? respected?

Quality of Life: Contextual Features:


Describe quality of life in client’s term, client’s Any other family involved or significant relationships?
subjective acceptance of likely quality of life, and Any care plans put in place so far? Relevant social,
views and concerns of care providers. Examine the legal, economic, and institutional circumstances?
emotional factors influencing each individual, such as Other relevant features, e.g. religious & cultural
exiting feelings, values, biases and prior experiences. factors, limits on confidentiality, resource allocation
issues, legal implications, research or teaching
involved, provider conflicts of interest? Organizational
values to consider?
LANDASAN TEORI (CONT’D)
4-BOX METHOD OF CLINICAL
ETHICS

Medical Indications, didasarkan pada penetapan permasalahan medis & diagnosis;


• Apakah tergolong akut, kronis, kritis ataupun darurat ?
• Tujuan akhir dari pengobatan ?
• Rencana jika saja pengobatan atau tindakan mengalami kegagalan ?
• Keuntungan tindakan yang diambil ?
• Bagaimana resikonya jika tindakan medis tidak dilakukan ?

Client Preferences, didasarkan pada pilihan pasien;


• Apakah pasien memiliki kemampuan untuk memutuskan ?
• Jika iya, apakah pasien sudah diberi penjelasan secara cukup dan dimengerti ?
• Jika tidak, siapa yang berhak menggantikan ?
• Apakah terdapat persetujuan tindakan terlebih dahulu ?
LANDASAN TEORI (CONT’D)
4-BOX METHOD OF CLINICAL
ETHICS

Quality of Life, mendiskripsikan kualitas hidup pasien setelah mengalami


pengobatan;
• Apakah pasien dapat terselamatkan ?
• Bagaimana perasaan pasien setelah dilakukan pengobatan ?
• Apakah value yang didapatkan oleh pasien setelah menjalani pengobatan ?

Contextual Features, menggambarkan pengaruh keadaan sosial, hukum, ekonomi


serta institusi dalam pengambilan keputusan pada hubungan terapeutik antara
dokter dengan pasien;
• Apakah ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi pasien dalam mengambil
keputusan pengobatan ?
TOTALITAS INTREGITAS
DAN DOUBLE EFECT
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
 Semua agama menajarkan bahwa hidup manusia ini
adalah anugerah dari Allah dan bukan milik 100%
dari manusia.
 Karena bukan pemilik absolut dari hidupnya, maka
pada umumnya kita tidak boleh mengambil hidup
sendiri (bunuh diri) ataupun mengambil hidup orang
lain (membunuh).
 Nemo dat quod non habet
 Oleh karena itu, tugas manusia adalah untuk
menjaga dan memeliharanya
 Memelihara keutuhan dan integritasnya
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
Semua agama menajarkan bahwa hidup
manusia ini adalah anugerah dari Allah dan
bukan milik 100% dari manusia.
Karena bukan pemilik absolut dari hidupnya,
maka pada umumnya kita tidak boleh
mengambil hidup sendiri (bunuh diri) ataupun
mengambil hidup orang lain (membunuh).
Nemo dat quod non habet
Oleh karena itu, tugas manusia adalah untuk
menjaga dan memeliharanya
Memelihara keutuhan dan integritasnya
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
 Bagaimana kalau suatu ketika, salah satu
anggota tidak sehat dan malah mengancam
seluruh badan manusia?
 Dalam kasus ini, maka semua orang sepakat
untuk menghilangkan bagian yang mengancam
keseluruhan itu (amputasi). Mengapa boleh:
1. Antara bagian dan keseluruhan, yang
dipentingkan adalah keseluruhan, sebab hanya
dalam keseluruhan itulah ada hidup. Dkl
Bagian-bagian itu dari dirinya sendiri tidak bisa
hidup.
2. Oleh karena itu, jika ada pertentangan antara
keduanya, maka yang bagian boleh
dikurbankan demi kebaikan keseluruhan.
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
 Prinsip ini totalitas dan integritas ini juga biasa
dikenal dengan istilan pars pro toto yakni adanya
bagian-bagian itu ada untuk keseluruhan
sehingga dengan syarat-syarat tertentu dapat
dibenarkan untuk mengurbankan bagian tubuh
(anggota badan) demi kebaikan dan keutuhan
seluruh manusia.
 Hal ini berkenaan dengan eksistensi manusia
sebagai makluk yang untuh dan integral
(menyatu). Keutuhan dan integritas manusia ini
sangat penting artinya sebab ketiadaan
integritas manusia secara biologis akan
menjadikan ketiadaan manusia. Keutuhan dan
integritas manusia itu secara biologis diatur oleh
otak manusia.
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
Syarat supaya bisa diterapkan, maka harus :
1. Pertama-tama harus jelas benar bahwa di
antara keduanya ada hubungan antara
keseluruhan dan bagian. Dengan kata lain,
kalau kalau hubungan antara mereka itu bukan
hubungan antara keseluruhan (totalitas) dan
bagian, maka prinsip ini tidak bisa diterapkan.
2. Harus jelas juga mengenai kodrat kedekatan
hubungan keduanya itu, apakah hal itu masuk
pada bagian esensi atau hanya merupakan
tindakan atau kedua-duanya. Demikian pula
harus jelas apakah hubungan bagian dengan
keseluruhan itu berlaku hanya untuk bagian
tertentu atau semua bagian.
PRINSIP TOTALITAS &
INTEGRITAS
Supaya penerapannya dalam bidang amputasi
bisa benar secara moral maka diperlukan syarat-
syarat sebagai berikut.
1. Membiarkan organ tubuh itu dan tidak memo-
tongnya akan menyebabkan kerusakan yang
serius atau menyebabkan kematian orang itu.
2. Apabila ada harapan yang masuk akal bahwa
hanya dengan amputasi organ tubuh itulah
maka kerusakan serius (kematian) itu bisa
dihindarkan.
3. Apabila pemotongan organ itu atau menjadikan
organ itu tidak berfungsi sebagaimana
mestinya akan mengurangi resiko bagi orang
itu, baik secara substansial ataupun
menghilangkannya secara total.
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Secara singkat prinsip double effect bisa
diringkaskan sebagai berikut: “Apakah
seseorang diperbolehkan melakukan
perbuatan yang dimaksudkan untuk mencapai
kebaikan jika sudah sejak semula bisa
dipastikan bahwa akan terjadi efek yang tidak
baik?”
Jadi, dalam hal ini sebuah tindakan
mempunyai effek ganda: yang satu baik dan
yang lainnya tidak baik.
Tindakan macam itu diperkenankan hanya
dengan syarat tertentu:
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Untuk bisa menerapkan dengan tepat perlu prasyarat yang
harus diterapkan bersama-sama:
1. Perbuatan (aksi) itu dari dirinya sendiri harus bersifat baik
atau sekurang-kurangnya indifferent. Dengan kata lain
perbuatan yang intrinsik jahat tidak bisa dipakai.
2. Yang menjadi intensinya adalah efek baik itu sendiri dan
bukan effek jahatnya.
3. Efek yang baik itu bukan dihasilkan dari cara yang jahat
atau yang berefek jahat.
4. Harus ada alasan yang kuat (berat) secara proporsional
untuk menghalalkan efek yang jahat itu. Dengan kata lain:
Efek jahat itu terpaksa harus terjadi.
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Kapan suatu perbuatan disebut baik:
1. Tujuannya baik
2. Caranya baik
3. Keadaan/lingkuannya tepat
 Ada beberapa perbuatan yang intrinsic jahat: lepas dari
motivasi, cara dan keadaan, perbuatan itu selalu jahat,
misalnya memperkosa, merendahkan martabat orang dsb.
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Intensinya sendiri haruslah intensi pada
effek yang baik. Yang menjadi intensi yang
dituju dari perbuatan itu adalah intensi yang
baik dan bukan yang jahat. Yang jahat terjadi
tanpa dimaksudkan sama sekali dan
samasekali tidak bisa dihindari untuk
mendapatkan efek baik yang dimaksudkan.
Kalau bisa mendapatkan hasil yang
dimaksudkan tanpa ada effek jahatnya maka
dia harus memakai cara itu.
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Effek. Effek yang dimaksud di sini ialah effek
moral dan/atau fisik secara langsung. Effek
yang baik ini haruslah hasil langsung/segera
(bukan dalam arti kronologis tetapi kausali -
tas) dari perbuatan itu & bukan berasal dari
effek yang jahat itu.
PRINSIP DOUBLE EFFECTS
Alasan proporsional. Effek yang jahat (tidak
baik) itu haruslah proporsional lebih kecil dari
pada effek baik yang dimaksudkan. Dalam hal
ini proporsional juga harus dilihat dengan hal -
hal baik yang diperoleh dengan perbuatan itu
dan hal-hal baik yang hilang oleh karena
perbuatan itu.
Dengan kata lain: meskipun effek jahat itu
tidak dimaksudkan, tetapi bila effek jahatnya
itu lebih besar dari pada effek baiknya maka
perbuatan itu menjadi tidak syah.
PRINSIP
PROFESIONALISME
ABIMS 1994
HUBUNGAN TERAPETIK
Terjadi karena dua alasan, yaitu:
1. Karena Dr (secara pribadi) setuju menjalin
perjanjian terapetik dengan pasien.
2. Karena hukum/UU, yaitu:
a. bila Dr bekerja di RS (sbg sub-ordinat
atau mitra) shg ia harus melaksanakan
kewajiban RS (mengelola pasien RS);
b. bila Dr melihat orang dalam keadaan
emergensi sehingga ia wajib melakukan
Good Samaritan (Psl 531 KUHP).
GOOD SAMARITAN
Adalah tindakan menolong seseorang dgn
sukarela atas dasar kemanusiaan seperti yg
dilakukan oleh seorang Samaria (yang baik)
ketika melihat korban tergeletak dirampok.
GOOD SAMARITAN LAW
Adalah UU di Amerika yang memberikan
imunitas dari tuntutan hukum kepada siapa
saja yang melakukan pertolongan emergensi
diluar RS bila terjadi kelalaian, sepanjang
bukan merupakan gross negligent (ceroboh).
KEY PRINCIPLES OF PROFESSIONALISM
( ABIM 1994 )

1. EXCELLENCE
2. ACCOUNTABILITY
3. DUTY
4. ALTRUISM
5. RESPECT
6. HUMANITY
a.COMPASSION
b.EMPATHY
c.HONOR
d.INTEGRITY
EXCELENCE

 Menjaga mutu tinggi


 Berkomitmen untuk belajar terus menerus
 Life long learning
ACCOUNTABILIT Y

 Penuh tanggung jawab kepada penderita,


 Keluarga penderita
 Masyarakat
 Dirinya sendiri
 Dan profesinya
DUT Y

Dapat dihubungi dan responsif


bila sedang dinas
Melakukan setiap pekerjaannya
sesuai dengan prosedur
ALTRUISM

 Sikap mementingkan orang lain ( pasien ) daripada dirinya


sendiri
RESPECT FOR OTHER

 Menghormati sesama ,
 Teman sejawat,
 Penderita dan keluarganya
 Tim kerja ,
 Mahasiswa ,
 Residen
HUMANIT Y

 Menjaga kehormatan serta intregitas sebagai dokter


 Perasaan belas kasih dan empati terhadap pasien
PENGERTIAN PROFESI

 Professio” (Latin) yang berarti “a public declaration


with the force of a promise”
 Kelompok yang mendeklarasikan secara terbuka
bahwa anggotanya akan berkerja dengan cara
tertentu dan bahwa kelompok atau masyarakatnya
akan mengambil tindakan disiplin bagi anggotanya
yang tidak mengikuti cara yang telah ditentukan
 Suatu pekerjaan pelayanan masyarakat yang
mensyaratkan suatu keahlian
 Mata pencaharian atau pekerjaan yang mandiri
(autonom)”
DISEBUT SEBAGAI PROFESI BILA

 Kompeten dalam sekelompok pengetahuan dan


ketrampilan yang khusus
 Komitmen adanya kewajiban dan tanggung jawab
khusus terhadap individu masyarakat
 Memiliki hak untuk melatih,merekrut ,mendisiplinkan
atau memecat anggotanya bila gagal
mempertahankan kompetensinya atau melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya
PROFESSIONALISM

Altruism

Respect for
Accountability
others

Honor and
Excellence
Integrity

Duty
KONTINUUM TANGGUNG
JAWAB DOKTER

Responsibility Accountability Liability

Problem’s Konflik Etiko-


Doctors legal (KEL)
Medical
Negligence
Sengketa
Medik

Etik  Disiplin  Hukum


DEFINISI DEFINISI

 MEDICAL EROR
 Kegagalan tindakan yang tidak sesuai dengan rencana ( salah
meng eksekusi )
 Contoh : mengambil ginjal kanan ternyata kiri yang diambil
ADVERSE EVENT

 Adalah “ Setiap cedera yang lebih disebabkan karena


manegement kedokteran daripada penyakitnya “
 Penyebab terbesar adalah “ EROR “
 Sehingga disebut PREVENTABLE ADVERSE EVENT
 EROR adalah kegagalan melalukan suatu tindakan atau
penggunaan rencana tindakan yang salah untuk mencapai
tujuan tertentu
HASIL YANG TIDAK DIHARAPKAN DI BIDANG
MEDIS DISEBABKAN

1. Hasil dari perjalanan penyakitnya


sendiri, tidak berhubungan dengan
tindakan medis yang dilakukan olah
dokter
2. Hasil dari suatu resiko yang tidak
dapat dihindari ; unforseeable risiko
yang tidak yg tak dapat diketahu
sebelumnya ; forseable resiko yg
meskipun telah diketahui
sebelumnya tetapi dianggap
acceptable
HASIL YANG TIDAK DIHARAPKAN DI BIDANG
MEDIS DISEBABKAN

3. Hasil dari suatu kelalaian medik

4. Hasil dari suatu kesengajaan


HASIL YANG TIDAK DIHARAPKAN DI BIDANG
MEDIS DISEBABKAN

1. Hasil dari perjalanan penyakitnya


sendiri, tidak berhubungan dengan
tindakan medis yang dilakukan olah
dokter
2. Hasil dari suatu resiko yang tidak
dapat dihindari ; unforseeable risiko
yang tidak yg tak dapat diketahu
sebelumnya ; forseable resiko yg
meskipun telah diketahui
sebelumnya tetapi dianggap
acceptable
WHAT IS MALPRACTICE?

• Malpractice: professional misconduct


or demonstration of an unreasonable
lack of skill with the result of injury,
loss, or damage to the patient
• Is a Tort (civil law) based on principle of
“professional negligence”
Active erors pada operator garis
depan dampaknya segera dirasakan
Latent eros cenderung di luar
kendali operator garis depan cth :
desain buruk, instalasi yang tidak
tepat, pemeliharaan buruk,
kesalahan putusan management
MALPRAKTIK vs BAD OUTCOME

UNDERLYING PERJALANAN PENYAKIT


DISEASE DAN KOMPLIKASI

NO
ERROR ACCEPTABLE ADVERSE
RISKS EVENTS
UNFORESEEABLE (Kejadian yg tak
RISKS diharapkan)

PREVENTABLE
PREVENTABLE
ACTIVE ERRORS ADVERSE
ADVERSE EVENTS
EVENTS
LATENT
ERRORS (Error of planning &
error of execution) NEGLIGENT
ADVERSE EVENTS
DUTY + BREACH OF DUTY (KELALAIAN MEDIS)
+ DAMAGE
+ CAUSAL
MALPRAKTIK

“INTENTIONAL” (secara sadar)


PROFESSIONAL MISCONDUCTS
NEGLIGENCE
MALFEASANCE, MISFEASANCE,
NONFEASANCE
LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI
PROFESSIONAL MISCONDUCT
PELANGGARAN DISIPLIN PROFESI
 PELANGGARAN STANDAR SECARA SENGAJA
(DELIBERATE VIOLATION)
 PELANGGARAN PERILAKU PROFESI
PIDANA UMUM:
 PEMBOHONGAN (FRAUD / MISREPRESENTASI)
 KETERANGAN PALSU
 PENAHANAN PASIEN
 BUKA RAHASIA KEDOKTERAN TANPA HAK
 ABORSI ILEGAL
 EUTHANASIA
 PENYERANGAN SEKSUAL
LACK OF SKILL
KOMPETENSI KURANG ATAU DI LUAR
KOMPETENSI / KEWENANGAN
SERING MENJADI PENYEBAB ERROR
ATAU KELALAIAN
SERING DIKAITKAN DENGAN
KOMPETENSI INSTITUSI
KADANG DAPAT DIBENARKAN PADA
SITUASI-KONDISI LOKAL TERTENTU
(LOCALITY RULE, LIMITED
RESOURCES)
TUNTUTAN DAPAT BERUPA
KELALAIAN
KELALAIAN MEDIK

JENIS MALPRAKTIK TERSERING


BUKAN KESENGAJAAN
TIDAK MELAKUKAN YG SEHARUSNYA
DILAKUKAN, MELAKUKAN YG
SEHARUSNYA TIDAK DILAKUKAN
OLEH ORANG2 YG SEKUALIFIKASI
PADA SITUASI DAN KONDISI YG
IDENTIK
SYARAT KELALAIAN (4D)
DUTY (Duty of care)
 KEWAJIBAN PROFESI
 KEWAJIBAN AKIBAT KONTRAK DG PASIEN
DERELICTION / BREACH OF DUTY
 PELANGGARAN KEWAJIBAN TSB
DAMAGES
 CEDERA, MATI ATAU KERUGIAN
DIRECT CAUSALSHIP
 HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT, SETIDAKNYA
PROXIMATE CAUSE
NEAR MISS
Adalah tindakan yg dapat mencederai pasien,
tetapi tidak mengakibatkan cedera karena
faktor kebetulan, pencegahan atau mitigasi
ERRORS
VIOLATION Setiap cedera yang lebih disebabkan oleh
manajemen medis drpd akibat penyakitnya

ADVERSE
EVENTS

UNPREVENTABLE

ACCEPTABLE UNFORESEEABLE DISEASE /


RISKS RISKS COMPLICATION
RELATIONSHIP OF MEDICAL ERRORS TO
ADVERSE EVENTS

Medical Errors

Preventable AEs

AE
THIS VENN DIAGRAM SHOWS THE
RELATIONSHIPS

1)Medical Error: A patient says they have an allergy


to penicillin, the doctor gives it to them. They take
the medication but have no ill effects.
2)Adverse Event: A patient develops a blood clot
after a surgery despite being placed on
anticoagulants (blood thinners)
3)PAE: A doctor does not check an EKG and
misdiagnosis a patient with an ulcer who has
actually had a heart attack
CEDERA DAN MATI

Rata-rata 8,9% pasien yg dirawat inap


memperoleh cedera/mati akibat KTD
Dari seluruh pasien cedera akibat KTD,
sebanyak 13,6% meninggal. (Ekstrapolasi:
kematian mendekati 100.000 pasien/
tahun di USA)
Hanya 9 dari 1000 dokter yg lalai
dituntut, tetapi 13 dari 10.000 dokter yg
tidak lalai juga dituntut
Hanya 20% kasus tuntutan kelalaian
dapat dibuktikan oleh penuntut
JADI, MALPRAKTIK:

DINILAI BUKAN DARI “HASIL” PERBUATANNYA,


MELAINKAN DARI “PROSES” PERBUATANNYA.

Dugaan adanya malpraktik kedokteran harus


ditelusuri dan dianalisis terlebih dahulu
untuk dapat dipastikan ada atau tidaknya
malpraktik, kecuali apabila faktanya sudah
membuktikan bahwa telah terdapat kelalaian
– yaitu pada res ipsa loquitur (the thing
speaks for itself)
PROSES PASIEN
MENERIMA BERITA
BURUK
 Penyangkalan ( denial )
 Anger ( marah )
 Bargaining ( tawar menawar )
 Depresion
 Aceptance ( pasrah )
PRINSIP ETIK PENELITIAN

 Prinsiple of Respect of to the patient autonomy


 Prinsiple of veracity
 Prinsiple of non maleficence
 Prinsiple of beneficence
 Prinsiple of confendiciality
 Prinsiple of justice
PRINSIP ETIK

 Prinsip Veracity (azas kejujuran)


 Fidelity
 Prinsip Confidential ( azas kerahasiaan )
Eh disini tertulis bahwa
kejadian kesalahan medis di
rumah sakit ini sangat tinggi Oh, pantesan,
katanya gue di-
histerektomi

Paul Barach, MD, MPH, Univ of Miami Medical School


 Wanita 16 tahun belum menikah datang pada saudara
menderita pielonefritis karena aborsi sebelum ortu datang
pasien meminta dokter untuk tidak mengatakan kepada orant
tuanya , permasalahan yang dihadapi oleh dokter dalam hal
ini adalah :
 Beneficence
 Fideliti
 Autonomi
 Non maleficence
 Justice
KASUS 1

Anda mungkin juga menyukai