Anda di halaman 1dari 6

IDRIS ABDAU

D01212018

CRITICAL REVIEW
BUKU PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (Drs. Ahmad D Marimba)

Identitas Buku
Judul Buku : PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Penulis : Drs. Ahmad D Marimba
Penerbit : PT. Al-ma’arif Bandung
Alamat : Jl. Tambolong 48-50.
Banyak Halaman : 160 Halaman
Catakan Ke- : 7, Tahun 1987

Setelah membaca buku ini, ternyata buku ini isinya lumayan menarik dan membuat
para pembacanya akan semakin ingin mempelajari ilmu filsafat pendidikan islam, akan tetapi
disetiap kelebihan pasti ada kekurangannya. Kelebihannya yaitu, buku ini sangat singkat dan
tidak terlalu banyak basa basi langsung ke inti pokok pembahasannya. Lebih jelasnya lagi,
buku ini selalu disertai contoh-contoh sikap disetiap pembahasan. Kekurangannya dalam
buku ini, banyak point-point yang tertinggal jadi agak sedikit kurang bisa dipahami.
Penulis menemukan pendapat mengenai Filsafat Pendidikan dan Praktek Pendidikan
dan menghasilkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah mendidik ?
2. Siapa-siapa saja yang dapat disebut siterdidik, siapa siapa pendidik; mengapa ?
disebut siterdidik dan yang lain disebut pendidik ?
3. Bagaimana hubungan pendidik dan siterdidik ?
4. Apa yang diusahakan siterdidik dan pendidik ?
5. Bagaimana tanggung jawab kedua belah pihak ?
6. Dalam bidang apakah terletaknya tanggungjawab itu, dan apakah yang mendasarinya?
kemanakah usaha-usaha pendidikan itu diarahkan, dsb ?
Hasil-hasil pemikiran ini akan membawa kita kepada tersusunnya suatu teori
pendidikan. Hasil dari suatu rethinking(perenungan kembali) ialah suatu reorganisasi
(penyusunan kembali) dari suatu teori atau mungkin hanya penambahan atau mungkin hanya
penambahan atau penyempurnaan atau disusun kembali dijadikan dasar pegangan selanjutnya
bagi pelaksanaan (praktek) pendidikan. Demikianlah lingkaran hubungan timbal balik antara
filsafat, teori dan praktek pendidikan setiap filsafat pendidikan yang keluar dari lingkaran ini
akan menjadi kuno (out of date).
Filsafat Pendidikan Islam tidak boleh demikian, karena jika demikian filsafat itu akan
menyimpang dari sumbernya sendiri yaitu hukum hukum islam yang tidak pernah out of date
melainkan tetap benar sepanjang zaman.
Seorang Islam dalam arti kata yang sesungguhnya, bukan hanya mengandung arti
menganut agama Islam dan melaksanakannya dalam perkehidupannya sendiri, melainkan
lebih dari itu. Didalamnya terkandung pula pengertian, bahwa ia harus merasa berkewajiban
untuk menyampaikan hukum hukum Islam kepada anak anaknya kepada keluarganya bahkan
kepada siapa saja. Tegasnya kepadanya terpikul pula satu tugas suci untuk menyiarkan ajaran
ajaran agama kepada orang lain. Ia adalah pelaksana yang taat.
Filsafat Pendidikan menjadi pegangan pelaksanaan pendidikan, pelaksanaan
pendidikan menghasilkan generasi generasi baru ini mengembangkan pula usaha usaha
pendidikan dan mungkin mengadakan penyempurnaan atau penyusunan kembali filsafat yang
mendasari usha usaha penidikan itu sehingga membawa hasil yang lebih besar. Demikianlah
seterusnya perkembangan agama Islam sampai akhir zaman.
Disisi lain penulis menemukan suatu pembahasan tentang pembentukan pribadi
muslim seperti berikut:
“Dalam banyak hal orang-orang mencampurkan saja pemakaian istilah
karakter, tempramen dan kepribadian. Ketiga istilah ini, memang mempunyai arti yang
sangat erat hubungannya satu sama lain.
Karakter lebih menjurus ke arah tabiat-tabiat yang dapat disebut benar atau
salah, sesuai atau tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diakui.
Tempramen ialah suatu segi dari kepribadian yang erat hubungannya dengan
pertimbangan zat-zat cair yang ada dalam tubuh. Dalam tubuh kita terdapat zat-zat
cair, diantaranya ada empat jenis yang berpengaruh sekali kepada tempramen kita.
Keempat jenis zat cair itu adalah cairan empedu kuning, darah, empedu hitam dan
lendir. Perimbangan keempat jenis zat cair inilah yang menentukan temperamen
seseorang. Misalnya seseorang akan bersifat pemarah kalau cairan empedu kuning
lebih banyak dengan perimbangannya dengan zat-zat cair lainnya, yakni darah,
empedu hitam dan lendir. Seseorang yang darahnya banyak dalam perimbangannya
dengan zat-zat lainnya akan bersifat penggembira, sedangkan orang-orang lendirnya
yang lebih banyak dalam perimbangannya, akan menunjukkan sifat-sifat orang yang
tenang. Bagi mereka yang empedu hitamnya paling banyak dalam perimbangannya itu,
akan bersifat pemurung.
Kepribadian adalah lebih luas artimya, dengan meliputi semua kwalitet
keseluruhan dari seseorang. Kwalitet itu akan tampak dalam cara-cara berbuat, cara-
cara berfikir, cara-caranya mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, filsafat
hidupnya serta kepercayaannya.”1

Dari pembahasan diatas penulis menemukan kekurangan dalam pengertian yang harusnya
tercantum didalamnya. Pertama, kurang lengkapnya pengertian mengenai arti dari “tabiat”
dalam pengertian watak di atas, karena jika tidak dijelaskan pengertiannya, maka seorang
pembaca memiliki potensi salah tafsir yang bisa merubah makna “tabiat” dengan makna adat
ataupun watak, karena ketiga pengertian tersebut hampir sama. Berikut adalah ketiga
pengertian di atas:
Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa
diupayakan.
Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan
keinginannya.
Sikap
Di dalam pergaulan sehari-hari kata “sikap” sering kali digunakan dalam arti yang
salah atau kurang tepat. Sikap atau yang dalam bahasa inggris disebut attitude adalah suatu
cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecendrungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang
jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda, ataupun situasi-situasi
yang mengenai dirinya.
Sikap dapat didefinisikan dengan berbagai cara dan setiap definisi itu berbeda.
Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif (ravorably) atau secara negatif (untavorably)
terhadap obyek - obyek tertentu. La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap
sebagai suatu pola perilaku , tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menuryt Soetarno (1994), sikap adalah
pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek
tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek.

1
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, cetakan ke VIII (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989),
h. 66-67
Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-
lain.
Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap
boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
2. Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu,
tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan
apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak
diinginkan, apa yang harus dihindari.
3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan
sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di
lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang
sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan
hingga menjadi adat. Kata akhlak juga bisa berarti kesopanan dan agama.2
Sifat
Kata “sifat” (traits) dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap
(hampir tetap) pada seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat seseorang yang sebenarnya,
memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, disamping pengetahuan psikologi
sebagai dasarnya. Tergesa-gesa menentukan sifat tertentu pada seseorang adalah suatu
perbuatan yang ceroboh dan sering kali menimbulkan salah terka.

2
Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15
Secara sederhana, sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh,
dan cenderung bersifat tetap/stabil.
Temperament
Menurut Allport: “Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi
individu, termasuk juga mudah tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan
serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi
dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional, dan karenanya
terutama berasal dari keturunan.”
Menurut G. Ewald: “Temperamen adalah konstitusi psikis yang berhubungan dengan
konstitusi jasmani.” Tempramen adalah sifat-sifat jiwa yang sangat erat hubungannya dengan
konstitusi tubuh. Yang dimaksud konstitusi tubuh disini ialah keadaan jasmani seseorang
yang terlihat dalam hal-hal yang khas baginya, seperti keadaan darah, pekerjaan kelenjar,
pencernaan, pusat saraf, dan lain-lain.
Temperamen lebih merupakan pembawaan dan sangat dipengaruhi/ tergantung pada
konstitusi tubuh. Oleh karena itu temperamen sukar diubah atau didik; tidak dapat
dipengaruhi oleh kemauan atau kata hati orang yang bersangkutan. Contohnya si A memiliki
kemampuan melawak yang sangat dikagumi, karena ia memiliki tipe tubuh dan raut muka
yang sedemikian rupa, sehingga baru saja melihat mimiknya orang sudah ingin tertawa.
Kedua, kurang tepatnya pembahasan mengenai perbedaan antar karakter, tempramen
dan kepribadian yang cukup melebar dari judul utama pembahasan yang seharusnya cukup
membahas tentang pengertian akhlak. Karena dalam pengertian akhlak dijelaskan mengenai
tabiat, adat dan watak, yang menurut kritikus lebih tepat digunakan dalam pembahasan yang
berjudul “Pembentukan Pribadi Muslim.”
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan,
jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti,
tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-
din).3
Akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai menilai perbuatan manusia apakah itu
baik, atau buruk. Sedangkan ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang
berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat
kebaikan dan menghindarkan keburukan. Dalam hal ini dapat dikemukakan contohnya:

3
Tiswarni, “Akhlak Tasawuf” (jakarta: Bina Pratama, 2007). Hal: 1
1. Perbuatan baik termasuk akhlak, karena membicarakan nilai atau kriteria suatu perbuatan.
2. Perbuatan itu sesuai dengan petunjuk Ilmu Akhlak; ini termasuk ilmunya, karena
membicarakan ilmu yang telah dipelajari oleh manusia untuk melakukan suatu perbuatan.4
Adapun ayat yang menjelaskan tentang akhlak yaitu terdapat dalam (Q.S. al-
ahzab,33:21)
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.5
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat
para ahli :
a. Ibnu Maskawaih
Menyebutkan bahwa akhlak yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak
melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih
dahulu.
b. Prof. Dr. Ahmad Amin
Akhlak menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan
menunjukkan apa yang harus di perbuat.
c. Didalam buku akhlak dalam berbagai dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan
sifat tersebut, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam
pandangan manusia.
Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah
keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan tanpa
pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur paksaan.
Demikianlah sedikit crical review dari karya Drs. Ahmad D. Marimba yang berjudul
“Pengantar Filsafat Pendidikan Islam”. Penulis menyadari bahwasannya critical review ini
jauh dari kesempurnaan, maka penulis hanya bisa meminta maaf sebesar-besarnya atas
keterbatasan ilmu dan refrensi yang dimiliki penulis.

4
Mahjuddin, “Akhlak Tasawuf” (jakarta:Kalam Mulia,2009). Hal: 7
5
Departemen Agama,Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta:Serajaya Santra, 1987), Cet. Ke-1, h.670

Anda mungkin juga menyukai