semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi kanker adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel kanker (juga disebut tumor atau keganasan). Ini juga merupakan bidang penelitian yang bertujuan untuk menemukan immunoterapi inovatif guna mengobati kanker dan menghambat perkembangan penyakit ini Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh pathogen serta sel tumor. Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).Disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung. Sistem Imun
Sistem Imun Non Sistem Imun
Spesifik Spesifik
1.Pertahanan fisik/mekanik 1. Sistem imun spesifik
2. Pertahanan biokimia humoral 3. Pertahanan humoral 2. Sistem imun spesifik 4. Pertahanan seluler seluler Pembentukan sel – sel kanker Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang terdiri dari : a) Fase inisiasi Yaitu fase dimana berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen. b) Fase promosi Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. Promosi adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain(promotor). c)Fase progresi. Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Terjadi ekspansi populasi sel-sel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Immunosurveilan kanker adalah teori yang dirumuskan pada tahun 1957 oleh Burnet dan Thomas, yang menyatakan bahwa limfosit bertindak (secara terus menerus) sebagai penjaga yang bisa mengenali dan menghilangkan sel- sel yang berubah. Immunosurveilan kanker tampaknya menjadi tuan rumah perlindungan dalam proses penting yang menghambat karsinogenesis dan mempertahankan homeostasis seluler. Teori ini juga telah menyatakan bahwa immunosurveilan terutama berfungsi sebagai komponen dari proses yang lebih umum pada immunoediting kanker. Immunoediting adalah suatu proses saat seseorang dilindungi dari pertumbuhan kanker dan pengembangan imunogenisitas tumor oleh sistem kekebalan tubuh mereka. Hal ini memiliki tiga tahap utama: eliminasi, keseimbangan dan melarikan diri. Tahap eliminasi terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut: a. Eliminasi Tahap 1 Tahap pertama penghapusan melibatkan inisiasi respon imun antitumor. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan mengenali adanya pertumbuhan tumor yang telah mengalami renovasi stroma, menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Ini diikuti dengan induksi sinyal-sinyal inflamasi yang penting untuk merekrut sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan (misalnya sel pembunuh alami, sel-sel pembunuh alami T, makrofag dan sel dendritik) ke situs tumor. Selama fase ini, infiltrasi limfosit seperti sel-sel pembunuh alami dan sel T pembunuh alami dirangsang untuk memproduksi IFN-gamma b. Eliminasi Tahap 2 Pada fase kedua eliminasi, IFN-gamma yang baru disintesismenyebabkan kematian tumor (dalam jumlah terbatas) serta mempromosikan produksi CXCL10 kemokin, CXCL9 dan CXCL11. Kemokin ini memainkan peran penting dalam mempromosikan kematian tumor dengan menghalangi pembentukan pembuluh darah baru. Serpihan sel tumor yang merupakan hasil dari kematian tumor kemudian dicerna oleh sel dendritik, diikuti dengan migrasi sel-sel dendritik ke kelenjar getah bening. Rekrutmen sel kekebalan yang lebih banyak juga terjadi dan dipicu oleh kemokin (yang dihasilkan selama proses inflamasi). c. Eliminasi Tahap 3 Pada tahap ketiga, sel-sel pembunuh alami dan makrofag ber- transactivate satu sama lain melalui produksi timbal balik IFN-gamma dan IL-12. Ini lagi-lagi mempromosikan lebih banyak pembunuh tumor oleh sel-sel melalui apoptosis dan produksi intermediasi oksigen reaktif dan nitrogen. Dalam pengeringan kelenjar getah bening, sel dendritik tumor- tertentu memicu timbunlnya diferensiasi sel Th1 yang pada gilirannya memfasilitasi pengembangan sel T CD8 + d. Eliminasi: Tahap 4 Pada tahap akhir eliminasi, sel-sel spesialisasi tumor : CD4 + dan CD8 + sel T datang ke situs tumor dan sitolitik T limfosit kemudian menghancurkan sel tumor yang tetap di situs ini. 2. Keseimbangan dan Escape (pelarian) Varian-varian sel tumor yang selamat dari fase eliminasi memasuki fase keseimbangan. Pada tahap ini, limfosit dan IFN-gamma mengerahkan tekanan seleksi pada sel tumor yang secara genetik tidak stabil dan cepat bermutasi. varian sel tumor yang telah memperoleh resistensi untuk eliminasi kemudian memasuki fase melarikan diri. Pada tahap ini, sel tumor terus tumbuh dan berkembang secara tidak terkontrol dan akhirnya dapat menyebabkan keganasan.Antigen tumor, dapat merupakan protein hasil mutasi gen dari proses keganasan. Antigen ini kadangkala merupakan protein yang normal terdapat dalam tubuh namun diekspresikan berlebihan. Antigen ini dapat pula berupa protein yang hanya dilepaskan pada keadaan atau stadium tertentu pada pertumbuhan tumor sehingga baru menimbulkan respon imun pada waktu tertentu. Antigen tumor dapat pula sebagai hasil dari infeksi virus apabila tumor tersebut merupakan akibat dari infeksi virus onkogenik misalnya pada kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus papilloma manusia (Human Papilloma Virus, HPV). a. Imunitas humoral terhadap kanker Meskipun imunitas selular pada kanker lebih banyak berperan dibanding imunitas humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen kanker.Antibodi tersebut ternyata dapat menghancurkan sel kanker secar langsung atau dengan bantuan komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Yang akhir memiliki reseptor Fc misalnya sel NK dan makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel kanker.Pada penderita kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan kanker sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas (leukemia,metastase kanker) dibanding kanker padat. Hal tersebut mungkin diseabkan karena antibodi membentuk komleks imun yang mencegah sitotoksisitas sel T. Imunitas selular terhadap kanker Pada pemeriksaan patologi anatomi kanker, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrat sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, tetapi pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel kanker tanpa sensitasi sebelumnya.Limfosit matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun TAA merupakan self protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit yang self reaktif nampaknya berlawanan dengan self-tolerans.Bila sel B dan sel T menjadi matang dalam sumsum tulang dan timus, limfosit yang terpajan dan berikatan dengan self antigen akan mengalami apoptosis. Respons imun terhadap sel tumor utamanya diperantarai oleh sel T sitotoksik (T CD8+) yang spesifik terhadap antigen tumor. Aktivasi sel T CD8+ ini tidak hanya membutuhkan perantara kompleks histokompatibilitas mayor (Major Histocompatibility Complex, MHC) kelas I saja namun juga membutuhkan kostimulasi dari MHC kelas II (sel T CD4+). Adanya aktivasi kedua kelas MHC ini merupakan salah satu dasar tujuan keberhasilan vaksinasi terhadap penderita kanker leher rahim yang positif terinfeksi HPV tipe 16 (HPV16) sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan antigen tumor, namun tidak dapat membangkitkan sistem imun karena tidak menginduksi inflamasi (asumsi karena tumor bukanlah suatu patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi karena fakta sekarang adalah produk onkogen yang menjadi aktif, pada perkembangannya dapat menginisiasi respon inflamasi yang kuat. Beberapa contoh adalah: 1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi onkogen K-Ras, memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem imun dan menyediakan lingkungan mikro yang cocok untuk tumorigenesis. 2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan faktor transkripsi NF- B yang mengatur imunoregulator sitokin padaκ perkembangan kanker tiroid. Protein RET-PTC meningkatkan produksi granulocyte–macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), selanjutnya membuat lingkungan mikro pro-inflamasi. 3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium urat adalah substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa memberikan sinyal berbahaya pada sistem imun 4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya. Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen 1. Limfosit T Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal akan dihancurkan oleh proteasom menjadi potongan peptida, dan dengan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I, potongan protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL) (Gambar . CTL) merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon tumor dengan induksi cross- priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus, kostimulator B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan sinyal kedua untuk perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak memerlukan lagi kostimulator atau sel Th. 2. Sel dendritik Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan mempresentasikannya kepada sel T untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons anti- tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional mengalami kerusakanDC akan menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th. 3. Sel NK Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan tumor. Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC. Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan mekanisme yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar. Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL, menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul IgG .Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan MHC. dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul IgG. Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan MHC.membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut. 4. Sel iNKT Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel iNKT dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen, yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap kanker dan immune surveilance. Suatu penelitian pada mencit membuktikan bahwa sel iNKT dapat mengendalikan pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan tumor. 5. Makrofag Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor. Beberapa bukti yang mendukung hipotesis itu adalah: a) Makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor b) Makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip pada sel NK) c) Mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba yaitu melepas enzim lisosom, ROI, dan RNI. d) Makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak pembuluh darah tumor (nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada reseptornya pada permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor, makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor yang diperankan oleh fenotip M1. Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan molekul MHC dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan sel tumor. Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-4, IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan proliferasi sel tumor dengan memproduksi factor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar tumor asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2. 6. Antibodi Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan reseptor Fc- gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen. Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofaga dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor. Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntikkan toksin yang akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis. Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap pertumbuhan tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh pada individu imunokompeten karena immune surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif. Kegagalan ini bisa karena sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon imun. Sel tumor menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah: 1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena itu sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal. 2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak mengekspresikan protein ko- stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T. 3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang kuat dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah dikarakterisasi dengan baik adalah transforming growth factor- (TGF- ) yang dapat menghambat aktivasi sel T,β β diferensiasi, dan proliferasi. TGF- mendorong tumor untuk menghindarβ dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF- menunjukkanβ prognosis yang buruk. 4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang menginfiltrasi jaringan. Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan tubuh dapat terjadi dan jatuh kepada tiga kategori : defisiensi imun, autoimunitas, dan hipersensitivitas. 1. Defisiensi imun Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen imun tidak aktif. Kemampuan system imun untuk merespon pathogen berkurang baik pada golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun mulai berkurang pada usia sekitar 50 tahun karena immunosenescence. Adapun kondisi yang dapat menyebabkan defisiensi imun adalah obesitas, penggunaan alcohol dan narkoba, kekurangan nutrisi seperti kekurangan zinc,selenium, zat besi, tembaga, vitamin a, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9) juga mengurangi respon imun. Selain itu diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas seluler, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi Ig A, dan produksi sitokin. Defisiensi imun juga dapat didapat seperti pada penyakit Chronic granulomatous disease yang merupakan penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang, AIDS dan beberapa tipe kanker menyebabkan defisiensi imun dapatan. 2. Autoimunitas Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari tubuh. 3. Hipersensitivitas Merupakan respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Terbagi atas 4 kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaaksi hipersensitif. Hipersensitivitas tipe I sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Reaksi ini ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran.Disebut juga hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM. Hipersensitivitas tipe III merupakan kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM) Hipersensitivitas tipe IV ( juga diketahui sebagai seluler ) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam dermatitis kontak. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag. Surveilans imun mengatakan bahwa sistem imun mengenal sel tumor dan mengelimasi tumor tersebut, tetapi ketika surveilans imun tidak dalam kondisi yang seimbang. maka akan terjadi pertumbuhan tumor. Surveilans tumor dapat mengenal tumor yang disebabkan oleh virus karena mengespresikan peptida asing. Setiap tumor berbeda dalam imunogensitasnya, dan setiap antigen tumor dapat dikenal oleh imun sistem tubuh pejamu. Penolakan sistem imun terhadap tumor tidak hanya karena kurangnya antigen pada tumor atau berkurangnya sel T mengenal antigen tumor. Beberapa tumor mempunyai tumor-spesific antigens (TSA, disebut juga tumor-specific transplantation antigens,TSTa, atau tumor rejekction antigens,TRA) di permukaannya. TSA tidak ada pada sel normal. TSA biasanya muncul ketika diinfeksi oleh virus dan mengekspresikan antigen virus.Sedangkan tumor yang lain dapat dijumpai antigen pada tumor itu sendiri dan juga pada sel normal yang disebut dengan antigen terkait tumor (tumor associated antigen, TAA) Transformasi maligna sel dapat terjadi dengan hilangnya ekspresi MHC-I.Hal itu dapat berhubungan dengan meningkatnya potensi metastasis dan diduga karena menurunkan kemungkinan sel ganas untuk dikenal sel T, tetapi tidak oleh sel NK. 60% kanker mamae dengan metastase tidak mengekspresikan MHC-I A. Common Acute Lymphoblastic Leukemia Common Acute Lymphoblastic Leukemia (cALL) berasal dari sel B yang berkembang menjadi sel plasma dan sangat agresif. Tanpa terapi, cALL dapat menimbulkan kematian dalam beberapa minggu setelah diagnosis ditegakkkan. Mieloma berasal dari sel plasma matang, tumbuh berlahan, melepas imunoglobulin monoklonal dan penderita dapat hidup bertahun-tahun tanpa terapi. B. Keganasan yang disebabkan virus Virus herpes dan virus retro menginfeksi sel tanpa menimbulkan sitolisis atau membunuhnya. Virus dapat memacu pertumbuhan sel terinfeksi yang tidak terkontrol. EBV dapat menimbulkan infeksi mononukleosis/ glandular fever, limfoma dan karsinoma nasofaringeal.Limfoma yang dipacu EBV sering terjadi pada penderita imunodefisien dan daerah malaria. EBV memproduksi protein yang merangsang pertumbuhan sel terinfeksi tidak terkontrol dan mencegah apoptosis. Infeksi virus lainnya seperti virus herpes 8 (HV8) dapat menimbulkan sarkoma Kaposis pada individu imunodefisien. Keganasan sel T jarang terjadi. Bila terjadi sering disebabkan virus T limfotropik (HLV1), suatu retrovirus yang menyandi protein Tax dan menunjukkan efek serupa dengan IL-2 (faktor pertumbuhan sel T).HLV1 jarang terjadi di negara berkembang.