Anda di halaman 1dari 16

Chika Yulia Tasya 1743050013

mencakup kajian mengenai


semua aspek sistem imun
(kekebalan) pada semua
organisme. Imunologi kanker
adalah studi tentang interaksi
antara sistem kekebalan tubuh
dengan sel-sel kanker (juga disebut
tumor atau keganasan). Ini juga
merupakan bidang penelitian yang
bertujuan untuk menemukan
immunoterapi inovatif guna
mengobati kanker dan
menghambat perkembangan
penyakit ini
 Kanker adalah suatu kondisi dimana
sel telah kehilangan pengendalian
dan mekanisme normalnya,
sehingga mengalami pertumbuhan
yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali
 Imunitas atau kekebalan adalah
sistem mekanisme pada organisme
yang melindungi tubuh terhadap
pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh
pathogen serta sel tumor.
Pertahanan imun terdiri atas sistem
imun alamiah atau
non spesifik (natural/innate/native)
dan didapat atau
spesifik (adaptive/acquired).Disebut
non spesifik
karena tidak ditujukan terhadap
mikroba tertentu,telah
ada dan siap berfungsi sejak lahir.
Sistem ini merupakan
pertahanan terdepan dalam
menghadapi serangan
berbagai mikroba dan dapat
memberikan respon
langsung.
Sistem Imun

Sistem Imun Non Sistem Imun


Spesifik Spesifik

1.Pertahanan fisik/mekanik 1. Sistem imun spesifik


2. Pertahanan biokimia humoral
3. Pertahanan humoral 2. Sistem imun spesifik
4. Pertahanan seluler seluler
Pembentukan sel – sel kanker
Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang terdiri
dari :
a) Fase inisiasi
Yaitu fase dimana berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka. Pada tahap inisiasi
terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas.
Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen.
b) Fase promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor.
Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja
pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. Bila promotor
ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi
promotor adalah zat proliferatif. Promosi adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi
berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain(promotor).
c)Fase progresi.
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam
stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi
neoplasma. Terjadi ekspansi populasi sel-sel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi
kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel.
Immunosurveilan kanker adalah
teori yang dirumuskan pada tahun
1957 oleh Burnet dan Thomas, yang
menyatakan bahwa limfosit
bertindak (secara terus menerus)
sebagai penjaga yang bisa
mengenali dan menghilangkan sel-
sel yang berubah. Immunosurveilan
kanker tampaknya menjadi tuan
rumah perlindungan dalam proses
penting yang menghambat
karsinogenesis dan mempertahankan
homeostasis seluler. Teori ini juga
telah menyatakan bahwa
immunosurveilan terutama
berfungsi sebagai komponen dari
proses yang lebih umum pada
immunoediting kanker.
 Immunoediting adalah suatu proses saat seseorang dilindungi dari
pertumbuhan kanker dan pengembangan imunogenisitas tumor oleh
sistem kekebalan tubuh mereka. Hal ini memiliki tiga tahap utama:
eliminasi, keseimbangan dan melarikan diri. Tahap eliminasi terdiri dari
empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Eliminasi Tahap 1
 Tahap pertama penghapusan melibatkan inisiasi respon imun
antitumor. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan mengenali
adanya pertumbuhan tumor yang telah mengalami renovasi stroma,
menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Ini diikuti dengan induksi
sinyal-sinyal inflamasi yang penting untuk merekrut sel-sel dari sistem
kekebalan tubuh bawaan (misalnya sel pembunuh alami, sel-sel
pembunuh alami T, makrofag dan sel dendritik) ke situs tumor. Selama
fase ini, infiltrasi limfosit seperti sel-sel pembunuh alami dan sel T
pembunuh alami dirangsang untuk memproduksi IFN-gamma
 b. Eliminasi Tahap 2
 Pada fase kedua eliminasi, IFN-gamma yang baru
disintesismenyebabkan kematian tumor (dalam jumlah terbatas)
serta mempromosikan produksi CXCL10 kemokin, CXCL9 dan
CXCL11. Kemokin ini memainkan peran penting dalam
mempromosikan kematian tumor dengan menghalangi pembentukan
pembuluh darah baru. Serpihan sel tumor yang merupakan hasil dari
kematian tumor kemudian dicerna oleh sel dendritik, diikuti dengan
migrasi sel-sel dendritik ke kelenjar getah bening. Rekrutmen sel
kekebalan yang lebih banyak juga terjadi dan dipicu oleh kemokin
(yang dihasilkan selama proses inflamasi).
 c. Eliminasi Tahap 3
 Pada tahap ketiga, sel-sel pembunuh alami dan makrofag ber-
transactivate satu sama lain melalui produksi timbal balik IFN-gamma
dan IL-12. Ini lagi-lagi mempromosikan lebih banyak pembunuh tumor
oleh sel-sel melalui apoptosis dan produksi intermediasi oksigen
reaktif dan nitrogen. Dalam pengeringan kelenjar getah bening, sel
dendritik tumor- tertentu memicu timbunlnya diferensiasi sel Th1
yang pada gilirannya memfasilitasi pengembangan sel T CD8 +
 d. Eliminasi: Tahap 4
 Pada tahap akhir eliminasi, sel-sel spesialisasi tumor : CD4 + dan CD8 +
sel T datang ke situs tumor dan sitolitik T limfosit kemudian
menghancurkan sel tumor yang tetap di situs ini.
 2. Keseimbangan dan Escape (pelarian)
 Varian-varian sel tumor yang selamat dari fase eliminasi memasuki fase keseimbangan. Pada tahap ini,
limfosit dan IFN-gamma mengerahkan tekanan seleksi pada sel tumor yang secara genetik tidak stabil dan
cepat bermutasi. varian sel tumor yang telah memperoleh resistensi untuk eliminasi kemudian
memasuki fase melarikan diri. Pada tahap ini, sel tumor terus tumbuh dan berkembang secara tidak
terkontrol dan akhirnya dapat menyebabkan keganasan.Antigen tumor, dapat merupakan protein hasil
mutasi gen dari proses keganasan. Antigen ini kadangkala merupakan protein yang normal terdapat
dalam tubuh namun diekspresikan berlebihan. Antigen ini dapat pula berupa protein yang hanya dilepaskan
pada keadaan atau stadium tertentu pada pertumbuhan tumor sehingga baru menimbulkan respon imun
pada waktu tertentu. Antigen tumor dapat pula sebagai hasil dari infeksi virus apabila tumor tersebut
merupakan akibat dari infeksi virus onkogenik misalnya pada kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus
papilloma manusia (Human Papilloma Virus, HPV).
 a. Imunitas humoral terhadap kanker
Meskipun imunitas selular pada kanker lebih banyak berperan dibanding imunitas humoral, tetapi
tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen kanker.Antibodi
tersebut ternyata dapat menghancurkan sel kanker secar langsung atau dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Yang akhir memiliki reseptor Fc misalnya
sel NK dan makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel kanker.Pada penderita
kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan kanker
sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas
(leukemia,metastase kanker) dibanding kanker padat. Hal tersebut mungkin diseabkan
karena antibodi membentuk komleks imun yang mencegah sitotoksisitas sel T.
 Imunitas selular terhadap kanker
Pada pemeriksaan patologi anatomi kanker, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel
fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun pada beberapa neoplasma,
infiltrat sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, tetapi pada umumnya tidak
ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel
kanker tanpa sensitasi sebelumnya.Limfosit matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun TAA
merupakan self protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit yang self reaktif nampaknya
berlawanan dengan self-tolerans.Bila sel B dan sel T menjadi matang dalam sumsum tulang dan
timus, limfosit yang terpajan dan berikatan dengan self antigen akan mengalami apoptosis. Respons
imun terhadap sel tumor utamanya diperantarai oleh sel T sitotoksik (T CD8+) yang spesifik terhadap
antigen tumor. Aktivasi sel T CD8+ ini tidak hanya membutuhkan perantara kompleks
histokompatibilitas mayor (Major Histocompatibility Complex, MHC) kelas I saja namun juga
membutuhkan kostimulasi dari MHC kelas II (sel T CD4+). Adanya aktivasi kedua kelas MHC ini
merupakan salah satu dasar tujuan keberhasilan vaksinasi terhadap penderita kanker leher rahim
yang positif terinfeksi HPV tipe 16 (HPV16)
sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan antigen tumor,
namun tidak dapat membangkitkan sistem imun karena tidak menginduksi inflamasi
(asumsi karena tumor bukanlah suatu patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi
karena fakta sekarang adalah produk onkogen yang menjadi aktif, pada
perkembangannya dapat menginisiasi respon inflamasi yang kuat. Beberapa contoh
adalah:
1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi onkogen K-Ras,
memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem imun dan menyediakan lingkungan
mikro yang cocok untuk tumorigenesis.
2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan faktor
transkripsi NF- B yang mengatur imunoregulator sitokin padaκ perkembangan kanker tiroid.
Protein RET-PTC meningkatkan produksi granulocyte–macrophage colony-stimulating
factor (GM-CSF) dan monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), selanjutnya
membuat lingkungan mikro pro-inflamasi.
3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium urat adalah
substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa memberikan sinyal berbahaya
pada sistem imun
4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu membangkitkan
respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.
 Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang
dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini
menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip,
terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini
merupakan fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran
mereka oleh sistem komplemen
1. Limfosit T
Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal akan dihancurkan oleh proteasom menjadi potongan peptida, dan
dengan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I, potongan protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL)
(Gambar . CTL) merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T
oleh profesional APC Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon tumor dengan induksi cross- priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan
dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus, kostimulator B7 diekspresikan oleh APC
sehingga menyediakan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan sinyal
kedua untuk perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak memerlukan lagi kostimulator atau sel
Th.
 2. Sel dendritik
 Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan mempresentasikannya kepada sel T
untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa
mengaktifkan respons anti- tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional mengalami kerusakanDC akan
menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th.
 3. Sel NK
 Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan tumor. Sel
NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik
dari makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC. Sel NK dapat berperan baik dalam sistem
imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat
aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan mekanisme yang digunakan sel sel T
CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar. Sel NK dapat
membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat
melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL,
menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai
reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul IgG
 .Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan
NKG2D sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini
membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan MHC. dilapisi imunoglobulin karena
sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul IgG. Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor
NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang
menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel
imun tidak selalu harus melibatkan MHC.membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan IL-12. Karena
itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang
memproduksi sitokin tersebut.
 4. Sel iNKT
 Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi
berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel
iNKT dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen, yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan
sel B. Selain itu produksi sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT
dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap kanker dan immune surveilance. Suatu penelitian pada mencit membuktikan
bahwa sel iNKT dapat mengendalikan pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated
macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan tumor.
 5. Makrofag
 Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor. Beberapa bukti yang mendukung hipotesis itu
adalah:
a) Makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor
b) Makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC ,
prosesnya mirip pada sel NK)
c) Mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba yaitu melepas enzim lisosom, ROI, dan RNI.
d) Makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek toksik langsung atau secara tidak langsung dengan
merusak pembuluh darah tumor (nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada reseptornya pada
permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor,
makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor yang diperankan oleh fenotip M1.
Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan
molekul MHC dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan sel tumor. Tetapi fenotip lain yaitu M2,
menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-4, IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan
proliferasi sel tumor dengan memproduksi factor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar tumor asociated
macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.
 6. Antibodi
 Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal antibodi terhadap EBV tumor yang
disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang
mengekspresikan reseptor Fc- gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen.
 Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel tumor
sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga
dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk
yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas
makrofaga dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem
imun tidak lagi menyerang sel tumor. Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor
mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor
pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin
diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi
metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan
dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntikkan toksin yang akan membunuh
sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian
medis. Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap pertumbuhan tumor
ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh pada individu imunokompeten karena
immune surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif. Kegagalan ini bisa karena
sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon imun. Sel tumor
menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah:
1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki peptida atau protein
lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena itu sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang
abnormal.
 2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak mengekspresikan protein ko-
stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T.
 3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang kuat dan faktor
pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah dikarakterisasi dengan baik adalah
transforming growth factor- (TGF- ) yang dapat menghambat aktivasi sel T,β β diferensiasi, dan
proliferasi. TGF- mendorong tumor untuk menghindarβ dari sistem imun, dan tingginya level plasma
TGF- menunjukkanβ prognosis yang buruk.
 4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang menginfiltrasi jaringan.
Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan
pertahanan tubuh dapat terjadi dan jatuh kepada tiga kategori : defisiensi imun, autoimunitas, dan
hipersensitivitas.
1. Defisiensi imun
Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen imun tidak aktif. Kemampuan system imun
untuk merespon pathogen berkurang baik pada golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun
mulai berkurang pada usia sekitar 50 tahun karena immunosenescence. Adapun kondisi yang dapat
menyebabkan defisiensi imun adalah obesitas, penggunaan alcohol dan narkoba, kekurangan nutrisi
seperti kekurangan zinc,selenium, zat besi, tembaga, vitamin a, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9)
juga mengurangi respon imun. Selain itu diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan
imunitas seluler, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi Ig A, dan produksi sitokin.
Defisiensi imun juga dapat didapat seperti pada penyakit Chronic granulomatous disease yang
merupakan penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang,
AIDS dan beberapa tipe kanker menyebabkan defisiensi imun dapatan.
2. Autoimunitas
Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal
untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari
tubuh.
3. Hipersensitivitas
Merupakan respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Terbagi atas 4 kelas (tipe I – IV)
berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaaksi hipersensitif. Hipersensitivitas tipe I
sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Reaksi ini ditengahi oleh IgE
yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada
antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran.Disebut juga hipersensitivitas sitotoksik, dan
ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM. Hipersensitivitas tipe III merupakan kompleks imun (kesatuan
antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM) Hipersensitivitas tipe IV ( juga diketahui sebagai
seluler ) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut
serta dalam dermatitis kontak. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.
 Surveilans imun mengatakan bahwa sistem imun mengenal sel tumor dan mengelimasi tumor
tersebut, tetapi ketika surveilans imun tidak dalam kondisi yang seimbang. maka akan terjadi
pertumbuhan tumor. Surveilans tumor dapat mengenal tumor yang disebabkan oleh virus karena
mengespresikan peptida asing. Setiap tumor berbeda dalam imunogensitasnya, dan setiap antigen
tumor dapat dikenal oleh imun sistem tubuh pejamu.
 Penolakan sistem imun terhadap tumor tidak hanya karena kurangnya antigen pada tumor atau
berkurangnya sel T mengenal antigen tumor.
 Beberapa tumor mempunyai tumor-spesific antigens (TSA, disebut juga tumor-specific
transplantation antigens,TSTa, atau tumor rejekction antigens,TRA) di permukaannya. TSA tidak ada
pada sel normal. TSA biasanya muncul ketika diinfeksi oleh virus dan mengekspresikan antigen
virus.Sedangkan tumor yang lain dapat dijumpai antigen pada tumor itu sendiri dan juga pada sel
normal yang disebut dengan antigen terkait tumor (tumor associated antigen, TAA)
 Transformasi maligna sel dapat terjadi dengan hilangnya ekspresi MHC-I.Hal itu dapat
berhubungan dengan meningkatnya potensi metastasis dan diduga karena menurunkan
kemungkinan sel ganas untuk dikenal sel T, tetapi tidak oleh sel NK. 60% kanker mamae
dengan metastase tidak mengekspresikan MHC-I
A. Common Acute Lymphoblastic Leukemia
 Common Acute Lymphoblastic Leukemia (cALL) berasal dari sel B yang berkembang
menjadi sel plasma dan sangat agresif. Tanpa terapi, cALL dapat menimbulkan kematian
dalam beberapa minggu setelah diagnosis ditegakkkan. Mieloma berasal dari sel plasma
matang, tumbuh berlahan, melepas imunoglobulin monoklonal dan penderita dapat
hidup bertahun-tahun tanpa terapi.
 B. Keganasan yang disebabkan virus
 Virus herpes dan virus retro menginfeksi sel tanpa menimbulkan sitolisis atau
membunuhnya. Virus dapat memacu pertumbuhan sel terinfeksi yang tidak terkontrol.
EBV dapat menimbulkan infeksi mononukleosis/ glandular fever, limfoma dan karsinoma
nasofaringeal.Limfoma yang dipacu EBV sering terjadi pada penderita imunodefisien dan
daerah malaria. EBV memproduksi protein yang merangsang pertumbuhan sel terinfeksi
tidak terkontrol dan mencegah apoptosis.
 Infeksi virus lainnya seperti virus herpes 8 (HV8) dapat menimbulkan sarkoma Kaposis
pada individu imunodefisien. Keganasan sel T jarang terjadi. Bila terjadi sering disebabkan
virus T limfotropik (HLV1), suatu retrovirus yang menyandi protein Tax dan menunjukkan
efek serupa dengan IL-2 (faktor pertumbuhan sel T).HLV1 jarang terjadi di negara
berkembang.

Anda mungkin juga menyukai

  • MORFISTUM
    MORFISTUM
    Dokumen3 halaman
    MORFISTUM
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat
  • FARMASETIKA
    FARMASETIKA
    Dokumen4 halaman
    FARMASETIKA
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat
  • TAUFIKAC
    TAUFIKAC
    Dokumen10 halaman
    TAUFIKAC
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tac
    Tac
    Dokumen10 halaman
    Tac
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat
  • Pertemuan 5 PDF
    Pertemuan 5 PDF
    Dokumen10 halaman
    Pertemuan 5 PDF
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat
  • LIPID
    LIPID
    Dokumen47 halaman
    LIPID
    Aditya Pratama
    Belum ada peringkat