Anda di halaman 1dari 9

PENDIDIKAN INKLUSI

KELOMPOK : 1
1. ERVI DILA FITRI
2. DWIKI ANPARIZA
3. RIFRISA ANGGELA
4. WIRA AFRIANI
1. Sejarah Pendidikan Inklusif

Sejarah perkembangan pendidikan


inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan
diawali dari negara-negara Scandinavia
(Denmark, Norwegia, Swedia).
Landasan hukum dan landasan konseptual
menjadi landasan bagi gerakan menuju pendidikan
inklusif. Termasuk Indonesia, diantaranya adalah
a. Deklarasi hak asasi manusia, 1948
b. Konveksi hak anak, 1989
c. Konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua,
1990
d. Persamaan kesempatan bagi orang berkelainan,
1993
e. Pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusi,
1994
f. Komitmen dasar mengenai pendidikan untuk
semua, 2000
g. Deklarasi Bandung tahun 2004
2. Tujuan Pendidikan Inklusif
a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan
khusus) mendapatkan pendidikan yang layak
sesuai dengan kebutuhannya.
b. Membantu mempercepat program wajib belajar
pendidikan dasar
c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar
dan menengah dengan menekan angka tinggal
kelas dan putus sekolah.
d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah
terhadap pembelajaran.
e. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945
Manfaat pendidikan inklusif

a. Bagi siswa
b. Bagi guru
c. Bagi sekolah
d. Bagi masyarakat
3. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu

b. Prinsip kebutuhan individual

c. Prinsip kebermaknaan

d. Prinsip keberlanjutan

e. Prinsip keterlibatan
4. Kesamaan dan Sisi Positif Pendidikan
Inklusif
Menurut Raharjo (2009) memiliki
kesamaan menyesuaikan diri. Dengan
bersekolah di sekolah umum, siswa difabel
mempunyai kesempatan untuk bersosialisasi
dengan civitas akademika sekolah secara
lebih luas dan mempunyai lebih banyak teman
Keberadaan sekolah inklusi juga akan
memberikan kesan pada orangtua dan
masyarakat bahwa difabel pun mampu seperti
anak pada umumnya, dan akan menjadi
pegangan diri yaitu dengan belajar secara
kompetitif, eksistensi anak difabel akan teruji
dalam persaingan secara sehat dengan anak
pada umunya (Sukadari, 2008)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai