Anda di halaman 1dari 128

PERTANGGUNG-JAWABAN PPAT

BERKAITAN DENGAN HAK ATAS


TANAH (TANAH NEGARA, TANAH
ULAYAT, DAN TANAH HAK MILIK)
Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN.
 DR. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN.

 Notaris dan PPAT Kota Tangerang Selatan

 -Anggota MKP IPPAT


 -Kordinator Bidang Diklat PP INI.
 PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atau satuan
rumah susun (Pasal 1 angka 1 PJPPAT).
 Dengan demikian untuk menjamin kepastian hukum atas
terjadinya suatu perbuatan hukum peralihan dan
pembebanan oleh para pihak atas tanah harus dibuat dengan
bukti yang sempurna yaitu harus dibuat dalam suatu akta
otentik.
 Hal ini dimaksud untuk menjamin hak dan kewajiban serta
akibat hukum atas perbuatan hukum atas tanah oleh para
pihak.
 PPAT mempunyai 4 (empat) kewenangan sehubungan dengan
pembuatan akta, yaitu:

 a. PPAT harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta


yang dibuatnya;
 b. PPAT harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang
untuk kepentingan siapa akta tersebut dibuat.
 Seorang PPAT tidak berwenang untuk membuat akta yang
ditujukan kepada PPAT sendiri, istrinya/suaminya, atau orang
lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan PPAT
baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis
keturunan lurus kebawah dan/atau keatas tanpa batas, serta
garis keturunan kesamping derajat ketiga, serta menjadi pihak
untuk diri sendiri maupun dalam suatu kedudukan ataupun
perantaraan kuasa, hal tersebut untuk mencegah terjadinya
tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan;
 c. PPAT harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana
akta itu dibuat;
 d. PPAT harus berwenang sepanjang mengenai waktu
pembuat akta itu.
 Dalam pelaksanaan jabatannya PPAT tidak boleh melakukan
rekayasa terhadap dokumen-dokumen yang dipergunakan
untuk kepentingan pembuatan akta, baik dokumen objek
maupun dokumen berhubungan dengan subjek.
 Contohnya PPAT tidak boleh memaksakan melakukan transaksi
manakala diketahui bahwa secara materil Objek Hak Atas
Tanah dalam transaksi tersebut adalah sedang dalam
sengketa dan terdapat keterangan tidak benar didalamnya,
apalagi PPAT merancang atau menyarankannya perbuatan
hukum yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
 Harus selalu difahami oleh PPAT dengan sebaik-baiknya dalam
upaya meningkatan profesionalisme PPAT, ialah mengenai
tanggung jawab PPAT.
 Sesuatu yang sangat penting adanya pemahaman yang
mendalam mengenai tanggung jawab PPAT dalam pelaksanaan
jabatannya.
 Tanggung jawab dalam jabatan Notaris timbul atau bersumber
dari :
1. Hukum perdata ;
2. Hukum pajak ;
3. Hukum pidana ;
4. Kode Etik PPAT.
 Pertanggungjawaban secara perdata PPAT yang
melakukan perbuatan melawan hukum adalah PPAT wajib
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dijatuhi
sanksi perdata berupa penggantian biaya atau ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh PPAT.
 Sebelum PPAT dijatuhi sanksi perdata maka PPAT terlebih
dahulu harus dapat dibuktikan bahwa telah adanya kerugian
yang ditimbulkan dari perbuatan melawan hukum PPAT
terhadap para pihak, dan antara kerugian yang diderita dan
perbuatan melawan hukum dari PPAT terdapat hubungan
kausal, serta perbuatan melawan hukum atau kelalaian
tersebut disebabkan kesalahan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada PPAT yang bersangkutan.
 Pertanggungjawaban secara pidana menentukan bahwa
seseorang dapat bertanggungjawab secara pidana, maka
-harus ada perbuatan pidana,
-kedua bahwa pelaku perbuatan pidana itu mempunyai
kesalahan baik berupa kealpaan maupun kesengajaan;
-ketiga bahwa pelaku mampu bertanggungjawab atas
perbuatan yang jelas-jelas sudah ada kesalahan itu, dan
 -yang keempat bahwa ternyata tidak ada alasan pemaaf.
 Menurut Satochid Kartanegara yang dimaksud dengan opzet
willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah
seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan seagaja
harus menghendaki (willen) perbuatan itu serta harus
menginsafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan
itu.
Kesengajaan dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu:
a. Sengaja sebagai niat (dolus directus), dalam arti ini akibat
delik adalah motif utama untuk suatu perbuatan, yang
seandainya tujuan itu tidak ada maka perbuatan tidak akan
dilakukan;
 b. Sengaja kesadaran akan kepastian, dalam hal ini ada
kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti
akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu; dan
c. Sengaja insyaf akan kemungkinan (dolus eventualis),
dalam hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah
diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan
dilakukannya perbuatan itu.
 Bahwa seorang PPAT tentu harus dapat menilai dengan
baik bahwa pembuatan akta yang dilakukan dihadapannya
sudah memenuhi syarat formal dan syarat materiil.
Sehingga unsur pertanggungjawaban pidana sebagaimana
tersebut diatas tidak dibebankan kepada PPAT.
 Pasal 55 ayat (1) KUHPidana : “Dipidana sebagai pelaku suatu
perbuatan pidana : ke-1. Mereka yang melakukan, yang
menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan.
Ke-2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan
kekerasan atau ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan suatu perbuatan.
 Pasal 56 KUHPidana: “Dipidana sebagai pembantu suatu
kejahatan : ke-1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada
waktu kejahatan yang dilakukan. Ke-2. Mereka yang sengaja
memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
 Apabila kita lihat pasal penyertaan yang menyebutkan :
Pasal 55 ayat (1) : Dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
(1) mereka yag melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan ; (2) mereka yang
dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain supaya melakukan perbuatan.
Pasal 55 ayat (2) : Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang
sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-
akibatnya.
 Menurut Prof. Eddy Hiariej, terhadap PENYERTAAN terdapat 2
pandangan :
a. Pandangan yang menyatakan bahwa penyertaan adalah
persoalan pertanggung jawaban pidana dan bukan merupakan
suatu delik karena bentuknya tidak sempurna.
b. Pandangan yang menyatakan bahwa penyertaan adalah
aturan aturan yang memberi perluasan terhadap norma yang
tersimpul dalam UU, artinya adanya perluasan terhadap
perbuatan yang dapat dipidana.
 Hierarkhi Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah dalam Hukum
Tanah nasional adalah:
 1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
 2. Hak menguasai dari Negara atas tanah
 3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
 4. Hak-hak perseorangan, meliputi:
 a. Hak-hak atas tanah
 b. Wakaf tanah hak milik
 c. Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan)
 d. Hak Milik atas satuan rumah susun.
 Pasal 2 ayat (2) UUPA berkaitan dengan Hak Mengauasai
Negara yaitu :
 -Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
 -Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
 -Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
 Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam
Pasal 4 yat (1) UUPA : “Atas dasar hak menguasai dari
negara yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-
orang lain serta badan-badan hukum”.
 Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang di hak-i nya.
 Kata “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak
atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan
bangunan, misalnya rumah, pabrik, gudang dst.
 Kata “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa
hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan
mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan,
perkebunan dsb.
 Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai
oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi 2
yaitu :
 1. Wewenang umum, wewenang yang besifat umum, yaitu
pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air, dan
ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah didalam batas-btas menurut UUPA dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
 2. Wewenang Khusus, yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya
sesuai dengan macam hak atas tanahnya. Hak Milik untuk
pertanian dan/atau mendirikan bangunan, HGU untuk
keperluan pertanian dst, HGB untuk perumahan dst.
 Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1)
UUPA dijabarkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu :
 1. Hak Milik ;
 2. Hak Guna Usaha ;
 3. Hak Guna Bangunan ;
 4. Hak Pakai ;
 5. Hak Sewa untuk Bangunan ;
 6. Hak membuka Tanah ;
 7. Hak memungut hasil hutan ;
 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tsb
diatas tanah yang akan ditetapkan dengan UU, serta hak-
hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam
Pasal 53 UUPA.
 Hak-Hak atas tanah yang bersifat sementara disebutkan
macamnya dalam Pasal 53 UUPA, yaitu :
 1. Hak Gadai ;
 2. Hak Usaha Bagi Hasil ;
 3. Hak Menumpang ;
 4. Hak Sewa Tanah Pertanian ;
 Hak Atas Tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 UUPA dan
Pasal 53 UUPA dikelompokkan menjadi 3 bidang :
 1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah
ini akan tetap ada atau berlaku selama UUPA masih berlaku
atau belum dicabut dengan UU yang baru. Macam hak atas
tanah ini adalah HM, HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa
Bangunan, Hak Membuka Lahan, dan Hak Memungut Hasil
Hutan.
 2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan UU, yaitu hak
atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan
dengan UU. Macam hak atas tanah ini belum ada.
 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah
yang bersifat sementara, dalam waktu yang singkat yang akan
dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan,
mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa
UUPA. Macam hak atas tanah ini adalah hak gadai, hak usaha
bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.
 Sistem dalam UUPA bersifat terbuka, artinya masih terbuka
peluang adanya penambahan macam hak atas tanah selain
yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA dan Pasal 53
UUPA.
 Hal tersebut dapat disimpulkan secara implisit dari Pasal 16
ayat (1) UUPA yang mengatakan bahwa hak-hak lain yang akan
ditetapkan dengan UU.
 Berdasarkan asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 2
kelompok yaitu :
 1. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang
berasal dari tanah negara. Macam-macam tanah tersebut
adalah HM, HGU, HGB atas tanah negara, dan Hak pakai atas
tanah negara.
 2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah
yang berasal dari tanah pihak lain. Macamnya adalah HGB atas
tanah Hak pengelolaan, HGB atas tanah Hak Milik, Hak Pakai
atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah Hak Milik,
Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Guna Usaha Bagi
Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
 Ada 2 cara perolehan hak atas tanah oleh seseorang atau
Badan Hukum, yaitu :
 1. Hak atas tanah diperoleh secara original, yaitu hak atas tanah
diperoleh seseorang atau badan hukum untuk pertama kalinya.
 Macam-macam hak atas tanah ini adalah :
 -Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai yang terjadi atas tanah negara
 -Hak Milik, HGB, dan Hak Pakai yang berasal dari tanah hak
Pengelolaan
 -Hak Milik yang diperoleh dari perubahan HGB
 -HGB yang diperoleh dari perubahan HM
 -HM yang terjadi menurut hukum adat
 -HM yang terjadi atas tanah yang berasal dari eks tanah milik
adat.
 2. Hak atas tanah yang diperoleh secara derivatif, yaitu hak atas
tanah tang diperoleh seseorang atau badan hukum secara
turunan dari hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasai pihak
lain.
 Macam-macam hak atas tanah ini adalah :
 -seseorang atau badan hukum membeli tanah hak pihak lain
 -seseorang atau badan hukum mendapatkan hibah tanah hak
pihak lain
 -seseorang atau badan hukum melakukan tukar menukar tanah
hak dengan pihak lain.
 -seseorang yang mendapatkan warisan berupa tanah hak dari
orang tuanya
 -seseorang atau badan hukum memperoleh tanahnya melalui
lelang.
 Dalam Peraturan Perundang-undangan ada 4 cara terjadinya
hak atan tanah, yaitu :
 1. Hak atas tanah terjadi menurut hukum adat.
 Hak atas tanah yang terjadi menurut hukum adat adalah hak
milik. Terjadinya hak milik ini melalui pembukaan tanah dan
lidah tanah (aanslibbing).
 Pembukaan tanah adalah pembukaan hutan yang dilakukan
secara bersama-sama oleh masyarakat hukum adat yang
dipimpin oleh Kepala/Ketua adat. Selanjutnya Kepala/Ketua
adat membagikan hutan yang sudah dibuka tersebut untuk
pertanianatau bukan pertanian kepada masyarakat hukum
adat.
 Lidah tanah (aanslibbing) adalah pertumbuhan tanah di tepi
sungai, danau atau laut. Tanah yang tumbuh demikian ini
menjadi kepunyaan orang yang memiliki tanah yang
berbatasan, karena pertumbuhan tanah tersebut sedikit banyak
terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik
secara demikian ini juga melalui suatu proses pertumbuhan
yang memakan waktu.
 Lidah tanah (aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul
karena berbeloknya arus sungai atau tanah yang timbul di tepi
pantai. Tanah ini berasal dari endapan lumpur yang makin lama
makin meninggi dan mengeras. Timbulnya tanah ini bukan
karena kesengajaan dari seseorang atau pemilik tanah yang
berbatasan, melainkan terjadi secara alamiah. Dalam hukum
adat lidah tanah yang tidak begitu luas menjadi hak bagi pemilik
tanah yang berbatasan.
 2. Hak Atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah
 Hak atas tanah yang terjadi disini tanahnya semula berasal dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara.
 Hak atas tanah ini terjadi melalui permohonan pemberian hak atas
tanah negara. Menurut Pasal 1 ayat (8) PMA/Kepala BPN Nomor
9/999, yang dimaksud pemberian hak atas tanah adalah penetapan
pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara,
perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak,
termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan.
 Hak atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah yaitu : HM
yang berasl dari tanah negara, HM yang berasal dari tanah Hak
Pengelolaan, HGU, HGB yang berasal dari Hak Pengelolaan, Hak Pakai
yang berasal dari tanah Hak pengelolaan, Perpanjangan Jangka
waktu HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah negara, pembaruan HGU,
HGB dan Hak pakai atas tanah negara, pembaruan HGB dan Hak
pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Perubahan HGB menjadi HM,
Perubhan hak dari HM menjadi HGB.
 Terjadinya hak atas tanah karena penetapan pemerintah diawali
oleh permohonan pemberian hak atas tanah atas tanah negara
kepada BPN setempat. Apabila lengkap BPN akan
mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH), yang
kemudian akan dialnjutkan dengan penerbitan sertipikat yang
didasarkan kepada SKPH dimaksud.
 3. Hak atas tanah terjadi karena ketentuan UU
 Hak atas tanah ini terjadi karena UU lah yang menciptakannya.
Hak atas tanah ini terjadi karena ketentuan UU diatur dalam
ketentuan konversi UUPA.
 Terjadinya hak atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi
(perubahan hak) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA (24
Sept 1960) semua hak atas tanah yang ada sebelumnya diubah
menjadi hak yang diatur dalam UUPA.
 A.P. Parlindungan menyatakan bahwa konversi adalah
penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada
sistem hukum yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut BW
dan tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat untuk masuk
dalam sistem hak-hak atas tanah menurut ketentuan UUPA.
 4. Hak atas tanah terjadi karena pemberian hak
 HGB dan Hak Pakai dapat terjadi pada tanah hak milik.
Terjadinya HGB dan Hak Pakai dibuktikan dengan Akta
Pemberian HGB/Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dibuat
dihadapan PPAT. Akta PPAT ini didaftarkan kepada Kantor
Pertanahan Kota/kabupaten.
 Dasar hukumnya, Pasal 37 huruf b, Pasal 41 ayat (1) UUPA, Pasal
24 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) PP 40 Tahun 1996, Pasal 44 ayat
(1) PP 24/1997.
 Subjek hak atas tanah atau pihak-pihak yang dapat memiliki
atau menguasai hak atas tanah ialah :
 1. Perserorangan
 a. perseorangan atau sekelompok orang secara bersama-sama
WNI
 b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia
 2. Badan Hukum
 a. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
 b. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia, misalnya bank asing yang membuka perwakilan di
Indonesia
 c. Badan hukum privat, misalnya PT, Yayasan
 d. Badan hukum publik, misalnya departemen, Pemda.
 Dari aspek jangka waktu pemilikan atau penguasaanya, hak atas
tanah dibagi menjadi 3, yaitu :
 1. hak atas tanah yang berlaku untuk selama-lamanya (tidak
dibatasi jangka waktunya), yaitu Hak Milik.
 Selama pemegang hk atas tanah tersebut masih memenuhi
syarat sebagai subjek hak milik, maka hak milik tersebut akan
tetap berlaku. Sebaliknya kalau pemegang haknya tidak
memenuhi syarat sebagai subjek hak milik, maka hak milik
tersebut menjadi hapus.
 2. Hak atas tanah yang berlaku untuk jangka waktu tertentu
 a. HGU, berjangka waktu untuk pertama kali 35 tahun, dapat
diperpanjang 25 tahun, dan diperbaharui bisa 35 tahun.
 b. HGB atas tanah negara, berjangka waktu untuk pertama kali
30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbaharui untuk
jangka waktu 30 tahun.
 c. HGB atas tanah Hak Pengelolaan, berjangka waktu untuk
pertama kalinya paling lama 30 tahun, diperpanjang 20 tahun
dan diperbaharui 30 tahun. Untuk perpanjangan HGB diatas
tanah Hak Pengelolaan harus ada persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari pemegang Hak Pengelolaan.
 d. HGB atas tanah HM, berjangka waktu 30 tahun, tidak dapat
diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi atas kesepakatan
dengan pemilik tanah bisa diperbaharui.
 e. Hak Pakai atas tanah negara, berjangka waktu pertama kali
25 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperbaharui
25 tahun.
 f. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, berjangka waktu
pertama kali 25 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun,
diperbaharui 25 tahun, untuk , memperpanjang harus
mendapat persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
 g. Hak pakai atas tanah Hak Milik, berjangka waktu 25 tahun,
tidak dapat diperpanjang, tetapi atas kesepakatan dapat
diperbaharui haknya.
 f. Hak sewa untuk bangunan, jangka waktu hak sewa untuk
bangunan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik tanah.

 3. Hak Atas tanah yang berlaku selama tanahnya digunakan
untuk keperluan tertentu atau pelaksanaan tugasnya.
 Hak atas tanah ini adalah Hak Pakai yang dikuasai oleh lembaga
negara, departemen, lembaga pemerintah non departemen,
pemerintah propinsi, pemerintah Kab/Kota, Perwakilan Negara
Asing, Perwakilan Badan Internasional, badan keamanan dan
badan sosial.
 Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak atas
tanahnya, yaitu :
 a. mendaftarkan hak atas tanah untuk pertama kalinya
 b. mendaftarkan peralihan hak atas tanah
 c. mendaftarkan pembebanan hak atas tanah
 d. mendaftarkan hapusnya hak atas tanah
 Faktor-faktor yang menjadi penyebab hapusnya hak atas tanah
yaitu :
 1. tanahnya musnah
 2. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
 3. pencabutan hak atas tanah
 4. tanahnya diterlantarkan
 5. jangka waktu berakhir
 6. subjek haknya tidak memenuhi syarat
 7. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang.
 Guna mewujudkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat sebagaimana diamanatkan Pasal 2 UUPA, maka
ditentukan :
 -Batas Maksimum dan minimum penguasaan tanah
 -Larangan pemilikan tanah absentee
 -pengendalian peralihan hak milik
Tanah Ulayat.

 Pasal 3 UUPA:
 Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak- hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
 Bagaimana menilai masih ada atau tidaknya hak ulayat?
 Tidak semua tanah yang ada di dalam suatu lingkungan hukum
adat adalah tanah ulayat, oleh karena itu perlu diketahui
kriteria penentu masih ada atau tidaknya hak ulayat tersebut.
Kriteria tersebut menurut Prof. Maria SW Sumardjono adalah:
 1. Adanya subjek hak ulayat yaitu masyarakat hukum adat yang
memenuhi ciri/karakteristik tertentu;
2. Adanya objek hak ulayat, yaitu tanah/wilayah yang
merupakan lebensraum masyarakat hukum adat setempat;
3. Adanya kewenangan tertentu dari masyarakat hukum adat
untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam rangka
mengelola tanah wilayahnya serta menentukan hubungan
yang berkenaan dengan persediaan, peruntukkan, pemanfatan
dan pelestarian tanah tersebut.
 Apabila secara kumulatif kriteria tersebut terpenuhi,
merupakan sesuatu yang objektif, sehingga walaupun ada
masyarakat hukum dan ada tanah atau wilayahnya, namun
apabila masyarakat hukum adat tersebut sudah tidak
mempunyai kewenangan untuk melakukan tiga tindakan
tersebut, maka hak ulayat dapat dikatakan tidak ada lagi.
Hak ulayat dikatakan masih ada (exist) jika ketiga syarat diatas
terpenuhi secara kumulatif, sehingga ketidak berhasilan
memenuhinya dapat dinyatakan bahwa hak ulayat didaerah
setempat tidak ada.
 Memang tidak mudah menentukan adanya hak ulayat di suatu
daerah, apalagi jika harus berhadapan dengan peristiwa hukum
konkrit. Untuk menytakan bahwa disuatu tempat terdapat hak
ulayat, terlebih dahulu harus dilakukan penelusuran yang
mendalam terhadap masyarakat hukum adat setempat.
Dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan yang berkenaan
dengan eksistensi hak ulayat yaitu sulit untuk menghilangkan
kebiasaan untuk menerapkan suatu aturan formal dengan
pendekatan hukum semata-mata, karena dengan pendekatan
hukum saja, hanya akan menimbulkan pengingkaran terhadap
hukum yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Oleh
karena itu perlu adanya kesadaran dimana berhadapan dengan
hak ulayat berarti keharusan untuk membuka diri untuk
memahami kesadarah hukum suatu masyarakat yang terealisasi
dalam tindakan nyata sehari-hari, berdasarkan sudut pandang
dan pola pikir masyarakat yang bersangkutan.
 Pasal 3 UUPA Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam
pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-ulayat dan hak-hak yang serupa
itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-
peraturan lain yang lebih tinggi. Hak Ulayat berkenaan dengan
hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan
tanah dalam lingkungan wilayahnya.
 Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban.
Dalam pengertian tanah dalam lingkungan wilayahnya,
mencakup luas kewenangan masyarakat adat berkenaan
dengan tanah, termasuk segala isinya.
Keberadaan hak ulayat dinyatakan dalam peta pendaftaran
(tanah), tetapi terhadap tanah ulayat tidak diterbitkan
sertipikat karena hak ulayat bukan objek pendaftaran tanah,
disamping itu juga sifat tanah ulayat yang dinamis dan
dimungkinkan terjadinya individualisasi secara alamiah karena
faktor sosial ekonomis yang membawa pengaruh terhadap
perubahan internal dikalangan masyarakat hukum adat sendiri.
 PMA dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 9 Tahun 2015 Tentang Tata
Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu
Menyebutkan Hak Komunal dimaksudkan sebagai hak milik
Bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak
milik Bersama atas tanah yang diberikan kepada masyarakat
yang berada di dalam Kawasan hutan dan perkebunan.
 Pasal 2 ayat (1) menyebutkan masyarakat hukum adat yang
memenuhi persyaratan dapat dikukuhkan hak atas tanahnya
apabila:
 -masyarakat masih dalam bentuk paguyuban;
 -ada kelembagaan dalam perangkat penguasa adatnya;
 -ada wilayah hukum adat yang jelas;dan
 -ada pranata dan perangkat hukum yang masih ditaati.
 Persyaratan kelompok masyarakat yang berada dalam
Kawasan tertentu dikukuhkan hak atas tanahnya, apabila:
 a. menguasai secara fisik paling kurang 10 (sepuluh) tahun
atau lebih secara berturut-turut;
 b. masih mengadakan pemungutan hasil bumi di wilayah
tertentu dan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari;
 c. menjadi sumber utama kehidupan dan mata pencaharian
masyarakat;
 d. terdapat kegiatan social dan ekonomi yang terintegrasi
dengan kehidupan masyarakat.
Tanah Negara

 Menurut hukum pertanahan nasional dikenal 3 (tiga) macam


status tanah, yaitu:
a. Tanah Negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh
Negara;
b. Tanah hak, yaitu tanah yang dipunyai oleh perorangan atau
badan hukum artinya sudah terdapat hubungan hukum yang
konkrit Antara subjek tertentu dengan tanahnya;
c. Tanah ulayat, yaitu tanah dalam penguasaan suatu
masyarakat hukum adat.
 Seringkali dalam pelaksanaan jabatan notaris harus membuat
Akta berkaitan dengan tanah negara, misalnya terkait dengan
tanah bekas hak Guna bangunan, tanah bekas hak Guna usaha,
tanah garapan, tanah timbul (lidah tanah), dst. Oleh Karena itu
tentu harus diketahui dulu apa yang dimaksudkan dengan
tanah negara itu sendiri.
 Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan PP.
40/1996 adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Tanah Negara beda dengan Tanah Milik Negara. Dalam hal ini
juga sangat berbeda dengan Aset Negara sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara Pasal 1 angka 10 “Barang Milik Negara adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah”.

 Manakala jangka waktu HGB nya habis, sebagaimana Pasal 25
ayat (2) PP.40/1996, kepada bekas pemegang HGB diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembaharuan HGB atas tanah
yang sama. Demikian halnya apabila bekas pemegang HGB
tersebut akan “menjual” hak prioritas untuk memperoleh
pembaharuan HGB-nya, maka pembayarannya diberikan kepada
bekas pemegang HGB-nya, dan bukan kepada Negara, karena
bukan asset Negara (bukan barang milik Negara).
 Tanah Garapan adalah tanah negara dan peralihan haknya tidak
bisa dilakukan dengan Akta Pengikatan Jual Beli yang dibuat
dihadapan Notaris atau Akta Jual Beli dihadapan PPAT.
Pemegang Tanah Garapan bukan merupakan pemilik. Bahwa
Orang tidak dapat melakukan suatu tindakan hukum apapun
jika tidak ada kewenangan pada dirinya. Ingat asas “nemo plus
juris transfere potest quam habel” artinya tidal seorangpun
dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang
lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai.
 Pasal 4 yat (1) UUPA : “Atas dasar hak menguasai dari negara
yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta
badan-badan hukum”.
Pemegang Hak atas tanah garapan yang merupakan tanah
negara bisa memohonkan hak atas tanah garapan tersebut
dengan mengajukan permohonan hak atas tanah dalam hal ini
Tanah Negara diawali dengan syarat-syarat bagi pemohon.
 Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Atas Tanah dan Hak Pengelolaan menentukan bahwa :
Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik
atas tanah negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri
melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya
melikputi letak tanah yang bersangkutan.
 Dalam permohonan tersebut memuat keterangan mengenai
pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data
yuridis dan data fisik serta keterangan lainnya berupa
keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-
tanah yang dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang
dimohon serta keterangan lain yang dianggap perlu.
 Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri
Negara Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah
kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk
diproses lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
 Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu sebagai
berikut :
a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik.
b)Mencatat dalam formulir isian.
c) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai
formulir isian
d)Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya
yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut
dengan rinciannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
 Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah
lengkap dan telah diproses sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
maka diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran haknya
ke Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan, untuk diterbitkan sertifikat hak atas
tanah sebagai tanda lahirnya hak atas tanah tersebut.
 Tanah Bekas hak barat masih bisa dimohonkan
konversinya ga sih ?
 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979,
ketentuan konversi bagi hak-hak asing tersebut telah berakhir
tanggal 24 September 1980, berarti telah diberikan jangka
waktu konversinya selama 20 tahun sejak diundangkannya
UUPA tanggal 24 September 1960.
Selanjutnya atas tanah hak-hak asing yang tidak dikonversi
sampai dengan batas jangka waktu tersebut, maka status
tanahnya dinyatakan sebagai tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara.
 Pemberlakuan konversi terhadap Hak-hak Barat dengan
pemberian batas jangka waktu yang relatif lama yaitu sampai
dengan 20 tahun sejak pemberlakuan UUPA, dimaksudkan
untuk mengakhiri sisa-sisa Hak-hak Barat atas tanah di
Indonesia dengan segala sifatnya yang tidak sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945, dengan tetap berprinsip keadilan,
yaitu memperhatikan kepentingan-kepentingan
penduduk/penggarap, penguasa dan bekas pemegang hak,
sehingga kepentingan masyarakat yang lebih luas tetap harus
diutamakan.
 Konversi dari tanah-tanah Hak Adat sesuai dengan Peraturan
Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor Sk.26/DDA/1970 ditegaskan bahwa tidak
ada ketentuan pembatasan jangka waktu konversinya, hingga
saat ini masih tetap diakui dan dihargai serta dapat diproses
konversinya.
 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979,
ketentuan konversi bagi hak-hak asing tersebut telah berakhir
tanggal 24 September 1980, berarti telah diberikan jangka
waktu konversinya selama 20 tahun sejak diundangkannya
UUPA tanggal 24 September 1960.
Tanah-Tanah Hak Barat:
-Hak Eigendom (eigendomrecht) dan hak-hak yang membebani
hak eigendom yaitu:
Hak Hypotheek
Hak Servituut
Hak Vruchtgebruik
Hak Gebruik
Hak grant Controleur
Hak Bruikleen
-Hak Erfpacht (erfpachtrecht)
-Hak Opstal (opstalrechts)
 Tanah-Tanah Hak Indonesia
 Hak-hak yang diciptakan pemerintah kolonial Hindia Belanda
bagi orang Indonesia (untuk para elitis pribumi:
pedagang/pengusaha atau pejabat pribumi)
 -Hak Agrarisch Eigendom
 -Hak Eigendom Verponding
 -Hak Verponding Indonesia
 -Hak Landerinjbezitrecht
 -Hak Aaltijddurende Erfpacht
 Tanah-Tanah Milik Adat
 -Hak Masyarakat adat :
 Hak Ulayat, Hak Pertuanan, Hak Persekutuan atau
beschikkingrechts
 Hak Desa : Tanah Milik Desa, Tanah Kas Desa, Tanah Bengkok
 -Hak Adat Perseorangan : Hak Gogolan, Pekulen Tetap atau
Sanggan Tetap.
 Hak Gogolan tidak tetap, pekulen tidak tetap atau sanggan
tidak tetap.
 -Hak Magersari
 -Hak Tumpangsari
 -Hak Bagi hasil/Maro
 -Hak Gadai
Tanah-Tanah yang Diciptakan oleh Kesultanan/Swapraja:
-Hak Grant Sultan
-Hak Konsesi
-Hak Sewa
-Hak Tanah Kesultanan (Sultan Grond)
-Hak Domeinrecht Keraton
-Sunan/Kasunanan Grond (SG)
-Tanah Pakualaman (Pakualaman Grond)
-Recht van Eigendom
-Hak Tanah leluhur.
 Hak-Hak Atas Tanah menurut hukum positif:
 -Hak Atas Tanah Individual/Privat (UUPA) : HM, HGU, HGB, Hak
Pakai.
 -Hak Campuran (Hak Publik dan Hak Privat) : HPL
 -Hak-Hak yang diciptakan UU lain : Hak atas tanah wakaf, HT,
HMRS, Hak Guna Ruang Atas/Bawah Tanah (RUU Pertanahan/ius
constituendem).
 -Hak yang diciptakan dengan PMA dan Tata Ruang/kepala BPN:
 Hak Pakai Satuan Rumah Susun
 HGB dengan jangka 2 atau 5 tahun khusus untuk pedagang kaki
lima
 UUPA : Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung
oleh negara
 PP 8/1953 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Negara : Tanah
Negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh negara
 PP. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah : Tanah Negara adalah
tanah yang dikuasi langsung oleh negr dalah tanah yang tidak
dipunyai suatu hak
 PMA/KBPN 9/1999 Tentang Tata Cara Pemberian HAT dan HPL :
Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh
negara
 PMA & Tata Ruang/KBPN 21/2015 Jo N0. 2/2016 tentang
Pendayagunaan Tanah Negara untuk Pedagang Kaki Lima :
Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh
negara, Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati suatu
hak atas tanah dan bukan merupakan barang milik negara.
 Dari pengerian Tanah Negara tersebut berbeda dalam hal
kewenangan PPAT kaitannya dengan pembuatan akta dengan
dasar Girik, Leter C, Petuk atau Kikitir maka harus disertai
dengan alat bukti lainnya berhubungan dengan penguasaan
hak atas tanah tersebut.

 -Putusan MARI Nomor 663 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972


yang kaidah hukumnya menyatakan : Kikitir tanah bukan
merupakan surat bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya
merupakan bukti tanda pajak tanah, dan bukan menjamin
bahwa orang yang namanya tercantum dalam Kikitir tanah
tersebut adalah juga pemilik tanah. Untuk dapat dinyatakan
sebagai pemilik tanah, diperlukan adanya bukti-bukti lainnya.

 -Putusan MARI Nomor 624 K/Sip/1970 tanggal 24 Maret 1971 yang
kaidah hukumnya menyatakan : Nama seseorang yang tercatat
dalam buku Leter C tidak merupakan bukti mutlak bahwa ia adalah
orang yang berhak/pemilik tanah yang bersangkutan. Leter C hanya
merupakan bukti awal (permulaan) yang masih harus ditambah
dengan bukti-bukti lainnya.
 Oleh karena itu harus dilengkapi dengan :
1. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) PP
24/1997 atau surat keterangan Kepala Desa / Kelurahan yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah
tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) PP 24/1997 ;
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan atau
untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan
Kantor Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan dengan
dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan;
 Bahwa sebelum lahirnya UUPA, secara yuridis formal, girik benar-
benar diakui sebagai tanda bukti hak atas tanah, tetapi sekali lagi
bahwa setelah berlakunya UUPA girik tidak berlaku lagi. Hal ini juga
dipertegas dengan Putusan Mahkamah Agung RI. No. 34/K/Sip/1960,
tanggal 19 Februari 1960 yang menyatakan bahwa surat petuk/girik
(bukti penerimaan PBB) bukan tanda bukti hak atas tanah.
 Demikian juga dalam hal pendaftaran tanah untuk pertama kali
(pembuatan sertipikat) pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24
dan 25 PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa
pembuktian hak lama yang berasal dari konversi hak lama dibuktikan
dengan alat bukti tertulis dan keterangan saksi dan/atau pernyataan
pemohon yang kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar oleh
Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran sistematik atau Kepala Kantor
Pertanahan untuk pendaftaran sporadis. Penilaian tersebut didapat
atas dasar pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang
tanah bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah
secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik.
 Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan, hak atas
tanah yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan
tidak ada sengketa, dilakukan pembukuan dalam buku tanah
dan diterbitkan sertifikat hak atas tanah. Data Yuridis adalah
keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak
lain serta beban-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka
(7) PP 24 Tahun 1997.
 Dalam Hal Sertipikasi Tanah Negara Bebas dapat diajukan
permohonan sertipikat HAT oleh siapapun yang mempunyai alas hak.
Karena tidk ada HAT jika tidak ada alas hak.
 Alas hak membuktikan hubungan hukum, membuktikan hak
keperdataan, membuktikan “kepemilikan” orang atas tanah atau
dasar perolehan hak.
 Alas hak diartikan sebagai bukti penguasaan atas tanah secara
yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau
menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang
mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang
pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun
bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara
yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu
surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat
pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-
lain.
 Sistem pendaftaran tanah di Indonesia sesuai dengan PP. 24/1997
adalah pendaftaran kepemilikan dan pendaftaran hak penguasaan
untuk mendapatkan pengakuan negara, yang kemudian akan
diterbitkan sertipikat.

 ALAS HAK BARU (alat pembuktian hak baru)
 1. Penetapan Pemberian Hak dengan bentuk SKPH (Surat
Keputusan Pemberian Hak), apabila tanahnya berasal dari
Tanah Negara bebas, Tanah Negara Bekas (sertipikat) HAT,
Tanah Negara Bekas Pelepasan tanah (Hak) milik adat, atau
tanah HPL.
 2. Asli akta PPAT pemberian hak dari pemegang HM kepada
(calon) penerima HGB atau Hak Pakai jika HGB/HP diatas tanah
HM.
 3 Surat Keputusan Pemberian HPL.
 4. Akta Ikrar Wakaf untuk wakaf tanah.
 5. Akta Pemisahan jika HMSRS
 6. Akta Pemberian Hak Tanggungan untuk Pemberian HT.
Alas Hak Lama (Alat Pembuktian Hak Lama)

a. Grosse Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings


Ordonantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa Hak Eigendom
yang bersangkutan dikonversi menjadi Hak Milik; atau
 b. Grosse Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran
tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah
yang bersangkutan; atau
 c. Surat tanda bukti Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang
bersangkutan; atau
 d. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1959; atau
 e. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum
ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan
hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;
atau
 e. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA,
yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang
diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut di dalamnya; atau
 f. Akta Pemindahan Hak yang dibuat di bawah tangan yang
dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala
Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini; atau
 g. Akta Pemindahan Hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT,
yang tanahnya belum dibukukan; atau
 h. Akta Ikrar Wakaf / Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum
atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977; atau
 i. Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
 j. Surat Penunjukan atau pembelian kavling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah; atau
 k. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan
Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
 l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
 m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama
apapun juga seperti hak agrarisch eigendom.milik, yasan,
andarbeni, grant sultan, hak vruchtgebruik, hak gogolan,
pekulen atau sanggam dan lain-lain.
 Terdapat Parameter yang selalu harus diperhatikan dalam
proses pendaftaran tanah khususnya proses sertipikasi, yaitu:
 1. Tanah yang dimohonkan sertipikat hak atas tanah
adalah harus Tanah Darat.
 Tanah yang dimohonkan sertipikat harus berupa daratan, baik
secara phisik maupun secara visual harus darat. Hanya taah
darat yang dapat menjadi objek HAT, kecuali tanah tertutup air
dalam batas tertentu untuk tambak atau tertutup air untuk
sementara seperti tanah pasang surut.
2. Tanah yang berada dalam Kawasan hutan tidak dapat
diberikan sertipikat hak atas tanah.

Tanah yang terletak dalam Kawasan hutan bukan objek HAT


yang bisa di sertipikasi, karena ada larangan dari UU Kehutanan.
Tanah yang berada di dalam Kawasan hutan, dapat menjadi
objek HAT yang disertipkasi hanya jika telah dikeluarkan dari
Kawasan hutan.
Menurut UU No. 41/1999 Jo. UU No. 19/2004 tentang Kehutanan,
Kawasan Hutan merupakan tanah yang terletak di wilayah yang
ditetapkan pemerintah sebagai hutan tetap, terdiri dari hutan
konversi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi
tetap.
 3. Tanah yang dimohon HAT tidak dilarang pemerintah.
 a. Tanah yang dimohon sertipikasinya bukan tanah Gambut
yang dilarang pemerintah.
 Tanah gambut yang terletak di Kawasan hutan atau dluar
Kawasan hutan dilarang diberikan perijinannya, termasuk
proses sertipikasi. Sebagaimana difahami, tanah gambut adalah
jenis tanah yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi
yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan didalamnya
mengandung karbon yang sangat tinggi.
 Sebagaimana diatur dalam PP 71/2014 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Ekosistem Gambut muncul larangan membuka
lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat
saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering,
membakar lahan gambut, dan /atau melakukan kegiatan lain
yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan
ekosistem gambut.
 b. Tanah yang dimohon sertipikasinya bukan hutan konservasi
bernilai tinggi.
 Tanah diluar kawasan hutan yang merupakan daerah konservasi
tinggi yang menjadi sumber plasma nutfah, wilayah jelajah satwa,
keanekaragaman hayati, dan sumber penghidupan masyarakat
tidak boleh diberikan ijin lokasi, sehingga apabila tidak diberikan
ijin lokasi maka secara mutatis mutandis maka tidak dapat
dimohonkan sertipikat HAT.
 Tujuannya adalah untuk mempertahankan daerah konservasi dan
menjaga ekosistem tetap terjaga dengan baik.
 4. Tanah yang dimohonkan sertipikasinya bukan cagar
alam atau cagar budaya yang dilarang.
 a. dilarang oleh UU Kehutanan
 Tanah-tanah diluar Kawasan hutan, tetapi karena fungsinya
untuk suaka alam, pelestarian alam, dan taman buru, tidak
dapat diberikan sertipikat HAT kepada swasta (privat). Tanah
dengan peruntukkan fungsi semacam itu tidak dapat
diprivatisasi apalagi diterbitkan sertipikat HAT kepada swasta.
 b. dilarang oleh UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
hidup.
 Tanah-tanah yang diperuntukkan, dipergunakan dan dimanfaatkan
untuk daya dukung lingkungan hidup sebagai upaya untuk:
 -melindungi wilayah Indonesia dari pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup;
 -menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;
 -menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
 -menjaga kelestarian lingkungan hidup;
 -mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup;
 -mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana;
 -mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
 -dll.
 c. Dilarang oleh UU Cagar Budaya
 Tanah yang berada di Kawasan Cagar Budaya hanya dapat
dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara
turun temurun telah dimiliki oleh masyarakat hukum adat.
 Pasal 16 UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya mengatur
dengan tegas bahwa tanah benda Cagar budaya yang telah
dimiliki oleh Negara tidak dapat dialihkan kepemilikannya
kepada pihak lain.
 Orang (swasta/privat) dimungkinkan dapat memiliki dan/atau
menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, Pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
 Banda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau buatan
manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-
sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan
sejarah perkembangan manusia.
 Tanah yang sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya
maka bukan objek HAT yang dapat diterbitkan penetapan hak
atau sertipikat HAT, kecuali dengan ijin.
 5. Tanah yang dimohonak sertipikasi bukan tanah
Objek Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda.
 Pasal 4 dan pasal 5 UU No. 86/1958 tentang Nasionalisasi
Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda menyebutkan bahwa
siapapun (swasta/privat) yang menguasai atau memiliki
tanah/bangunan objek UU Nasionalisasi tanpa ijin diancam
batal demi hukum dan perbuatannya diancam tindak pidana.
 Bahwa tanah dengan bangunan dan/atau tanpa bangunan,
apabila masuk dalam daftar objek nasionalisasi menjadi tanah
asset pemerintah.
 6. Tanah yang dimohon sertipikat HAT bukan
tanah/bangunan Objek UU Penguasaan Benda-Benda
Tetap Milik Perseorangan WN Belanda (objek P3MB).
 Tanah dan bangunan eks perusahaan Belanda yang sudah
dinasionalisasi Pemerintah Indonesia menjadi (asset) barang milik
negara.
 Tanah/bangunan eks milik belanda yang merupakan asset orang
perseorangan WN Belanda yang tertinggal yang belum sempat
dinasionalisasi berdasarkan Perpu 3/1960 tentang Pengaturan Benda-
Benda Tetap Milik Perseorangan WN Belanda diatur:
 ”semua benda tetap milik perseorangan warga negara Belanda, yang
tidak terkena oleh UU No. 86/1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-
Perusahaan Belanda yang pemiliknya telah meninggalkan wilayah RI
sejak mulai berlakunya UU ini dikuasai oleh Pemerintah, dalam hal ini
Menteri (muda) Agraria”.
 7. Tanah yang dimohon sertipikatnya bukan Tanah
Objek Penegasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan
Badan-Badan Hukum Belanda Yang Ditinggalkan
Direksi/Pengurusnya (objek Peraturan Prk 5).
 Tanah, rumah, dan/atau bangunan milik badan hukum Belanda
yang dtinggalkan direksi atau pengurusnya dari Indonesia
tanpa ijin, exit permit, tanpa keterangan apapun yang menurut
kenyataannya tidak lagi menyelenggarakan ketatalaksanaan
dan usahanya maka status kepemilikannya jatuh kepada Negara
dan dikuasai oleh Kepala BPN atas nama Pemerintah RI.
 Pasal 1 Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Republik
Indonesia Nomor 5/Prk/Tahun1965 yang menegaskan status
rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan
direksi/pengurusnya dikuasai Kepala BPN.
Pasal 4 Peraturan Prk 5 menyebutkan:
“Barang siapa ingin membeli rumah/tanah tersebut dalam Pasal 1
Peraturan ini harus mengajukan permohonan kepada Menteri Agraria
dengan perantaraan panitia setempat yang bersangkutan”.
Mereka yang dijinkan membeli tanah/rumah objek Prk 5 harus WNI,
menguasai (real) fisik tanah/rumah yang bersangkutan, mempunyai
SIM/SIP (Surat Ijin Menghuni/Surat Ijin Penghuni) dari Pemda setempat.
Hak Prioritas membeli tanah/rumah objek Peraturan Prk 5 diatur Pasal 2
ayat (2) Prk 5:
Pasal 2 a. penjualan rumah/tanah tersebut dalam ayat (2) pasal ini hanya
akan dilakukan kepada WNI.
b. Prioritas diberikan kepada penghuni rumah/tanah itu yang mempunyai
surat-surat penghunian yang sah dari instansi yang berwenang, baik
sebagai pegawai negeri ataupun bukan.
c. Apabila suatu rumah/tanah tersebut didiami oleh beberapa
penghuni/keluarga, maka prioritas diberikan kepada penghuhni sah yang
terlama, sepanjang rumah/tanah itu tidak dapat/layak untuk dibagi-bagi.
 8. Tanah yang dimohonkan sertipikatnya bukan Asset
Pemerintah atau Barang Milik Daerah.
 Tanah Asset Pemerintah menurut UU Perbendaharaan Negara
disebut dengan BARANG MILIK NEGARA/DAERAH tidak dapat
dimohonkan HAT oleh swasta (privat) kecuali ijin.
 Ijin artinya pengecualian yang dilarang, yang dalam hal ini
adalah harus ada ijin penghapusan Barang Milik Negara dari
pejabat yang berwenang.
 Misalnya :
 -Menkeu untuk Barang Milik negara Lembaga/kementerian;
 -Gubernur untuk Barang Milik Daerah Propinsi;
 -Bupati/Walikota untuk Barang Milik Daerah Kabupaten/kota;\

 9. Tanah yang dimohon sertipikatnya bukan tanah
asset BUMN/BUMD.
 BUMN/BUMD dengan nama badan hukum apapun, terbuka atau
tertutup, merupakan perusahaan pemerintah. Ketika akan melakukan
penghapusbukuan atau pemindahktanganan tanah (aktiva tetap),
untuk nilai tertentu, diperlukan persetujuan komisaris yang pastinya
adalah Menteri BUMN.
 Menteri Keuangan tidak lagi ikut mengambil keputusan Bisnis BUMN
oleh karena kedudukan, tuga dan kewenangannya telah dilimpahkan
kepada Menteri BUMN berdasarkan PP.
 Penjualan tanah baru sah jika ada keputusan penghapusbukuan aktiva
tetap BUMN, baru dapat ditindak lanjuti sertipikasi HAT untuk privat.
 Tanah apabila masuk dalam daftar aktiva tetap BUMN/BUMD
merupakan asset Negara, oleh karenanya barang siapa swasta atau
privat yang mengajukan permohonan sertipikat HAT atas asset
BUMN/BUMD tidak melalui prosedur penghapus bukuan aktiva tetap
akan berurusan dengan jaksa (pengacara) Negara atau penegak
hukum lainnya.
 10. Tanah Yang Dimohon sertipikatnya bukan Tanah
Daerah Sempadan Sungai atau Danau.
 UU 11/1974 Tentang Pengairan Jo PP 35/1991 Tentang Sungai, Jo
PERMEN PUPR 28/PRT/M/2015, tanah didaerah sempadan
sungai, waduk, laut, tidak dapat diajukan sertipikat HAT. Kecuali
tanah tersebut sejak semula berstatus tanah adat.
 Sungai adalah alur atau wadah air alam dan/atau buatan berupa
jaringan pengaliran air beserta air didalamnya mulai dari hulu
sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis
sempadan.
 Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
 Garis Sempada Sungai (GSS) adalah garis maya di kiri dan kanan
palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
 Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara
alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan.
 Tanah yang berada di daerah sempadan sungai dan garis sempadan
danau terlarang untuk menjadi objek HAT untuk disertipikatkan.
 Tujuannya agar:
 1. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang
berkembang disekitarnya;
 2. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat
sumber daya yang ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil
optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau;
 3. daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat
dibatasi.
 11. Tanah yang dimohon sertipikatnya bukan tanah di
Daerah Waduk.
 Waduk merupakan wadah buatan yang terbentuk sebagai
akibat dibangunnya bendungan berup urukan tanah, urukan
batu, beton, dan atau pasangan batu yang dibangun selain
untuk menahan air dan menampung air limbah tambang
(tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.
 Bendungan hanya dapat dimiliki oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Propinsi Pemerintah Kabupaten/Kota, atau BUMN
yang bertanggungjawab atas pembangunan bendungan dan
pengelolaan bendungan beserta waduknya.
 Tanah-tanah di daerah waduk dan sempadan waduk tidak
dapat diberikan HAT atau sertipikat karenanya bukan objek
sertipikasi.
 12. Tanah yang dimohon sertipikatnya bukan di
sempada Rel Kereta Api.
 Tanah di ruang manfaat jalur kereta api bukan merupakan
objek HAT yang dapat dijadikan sertipikat. Tanah yang
diperuntukkan sebagai ruang manfaat jalur kereta api adalah
tanah yang dipergunakan untuk jalur kereta api dan bidang-
bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel kereta api yang
dipergunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan
fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya.
 Pasal 37 dan 38 UU 23/2007 tentang Perkerataapian
menyebutkan Ruang Manfaat jalur kereta api diperuntukkan
bagi pegoperasian kereta api dan merupakan daerah yang
tertutup untuk umum.
 Batasan sempadan milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi
dan kanan ruang manfaat jalur keret api yang lebarnya pling
rendah 6 (enam) meter.
 Sedangkan batas ruang pengawasan jalur kereta api
merupakan ruang di sisi kiri dan ruang milik jalur kereta api yang
lebarnya paling sedikit 9 (Sembilan) meter.
 13. Tanah yang dimohon sertipikasinya Tidak berada di
Sempadan Pantai (Harim Laut).
 Tanah yang berada di dalam radius sempadan pantai bukan
objek sertipikasi dan tidak dapat disertipikatkan untuk swasta
(privat) kecuali untuk keperluan tertentu yang sudah mendapat
ijin.
 Sempadan pantai ditentukan 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Pantai masuk dalam kewilayahan pesisir
yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
 Tanah yang masuk di daerah sempadan pantai dapat diberikan
sertipikat HAK PAKAI jika peruntukkannya untuk usaha tambak
yang memang harus di pantai tepi laut, setelah ada ijin lokasi
dari Bupati/Walikota.
 Atau dapat juga diberikan HGB/Hak Pakai jika tanah-tanah yang
diperuntukkan sebagai pelabuhan.
 Pengaturan pemilikan tanah sempadan pantai bukan instrument
hukum untuk mengambil alih kepemilikan orang atas HAT yang
sudah ada sebelumnya, tetapi pengaturan penggunaan dan
pemanfaatan tanah sempadan pantai dan kepemilikan tanah
baru.
 Pasal 17 ayat (4) UU 1/2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada
prinsipnya menyatakan bahwa pensertipikatan tanah di objek
daerah pantai dilarang kecuali ada Ijin Lokasi.
 Ijin Lokasi dari Bupati/Walikota harus dengan kajian AMDAl dan
ijin dari kementerian yang terkait dengan rencana penggunaan,
baru kemudian dapat ditindaklanjuti dengan sertipikasi HAT nya.
 PMA & Tata Ruang/Kepala BPN 17/2016 tentang Penataan Pertanahan
di Wilayah pesisir dan Pualu-Pulau Kecil menegaskan pemberian HAT
pada pantai atau wilayah pesisir pantai, antara lain:
 a. bangunan yang digunakan untuk pertahanan dan keamanan;
 b. pelabuhan atau dermaga;
 c. tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;
 d. tempat tinggal masyarakat hukum adat atau anggota masyarakat
yang secara turun temurun sudah bertempat tinggal di tempat
tersebut, dan;
 e. pembangkit tenaga listrik.
 Pemberian HAT bisa diberikan di wilayah perairan pesisir, antara lain
jika untuk:
 -program strategus negara;
 -kepentingan umum;
 -permukiman diatas air bagi masyarakat adat, dan/atau;
 -pariwisata.
 14. Tanah yang dimohon sertipikatnya tidak termasuk
asset Pemerintah Daerah yang berasal dari fasilitas
social dan fasilitas umum dari Serah Terima para
Developer/Pengembang.
 Tanah yang diperuntukkan Fasos, Fasum atau prasarana-sarana
utilitas, yang diperjanjikan oleh pengembang perumahan,
permukiman atau pergudangan, wajib disertipikatkan kepada
Pemda setempat.
 Tanah yang direncanakan dan disetujui dalam siteplan antara
30% sampai dengan 40% dari total luas untuk Fasos. Fasum atau
Prasarana-Sarana-Utilitas wajib dipecah dari HGB/HP (induk)
untuk dialihka kepada Pemda.
 Pengingkaran kewajiban perjanjian tersebut tidak dapat
dikualifikasikan sebagai wanprestasi tapi TIPIKOR, karena
semua hal yang berkaitan dengan BMN/BMD maka akan
berurusan dengan kerugian negara yang masuk kualifikasi
TIPIKOR atau TIPIDSUS.
 Dapat disimpulkan bahwa pemberian sertipikat HAT tidak hanya
berdasarkan UUPA semata, sebab UUPA adalah sub-sistem dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
 Terdapat banyak perundang-undangan yang harus ditaati,
dipatuhi dan ikut dilaksanakan baik oleh BPN dalam hal proses
sertipikat dan tentu juga PPAT yang bertugas membantu BPN
dalam rangka membuat alat bukti terkait peralihan dan
pembebanan HAT.


PERMASALAHAN YANG BERKAITAN
DENGAN HAK ATAS TANAH DALAM
PRAKTIK
 1. Perlu difahami oleh Notaris dan PPAT berkaitan
dengan tanah Asset Desa dalam proses transaksi.
 Notaris dan PPAT harus selalu hati-hati jangan sampai melakukan
transaksi terhadap tanah yang merupakan Asset Desa, atau
diketahui bahwa tanah yang tadinya Asset Desa sudah berubah
menjadi Hak Atas Tanah yang dimiliki perseorangan, jangan tutup
mata apabila Notaris atau PPAT tahu terkait hak tersebut, tolak saja,
jangan mau transaksi yang berisiko tinggi.
 Bahwa dengan diberlakukannya UU No. 6/2014 Tentang Desa,
menjadikannya Pemerintah Desa berwenang mengelola asetnya
secara mandiri tidak terkecuali dengan hak atas tanah.
 Desa yang menjadi pemerintahan otonom diperbolehkan memiliki
asset yang disebut dengan Asset Desa. Pengertian Asset Desa sama
dengan pengertian Barang Milik Negara atau Barang Milik Daerah,
yaitu barang yang berasal dari kekayaan asli Milik desa, dibeli atau
diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan lainnya yang sah.
 Penghapusan Asset Desa dilakukan jika terjadi pemindah-
tanganan kepada pihak lain. Perlakuan berkaitan dengan
Asset Desa berbeda dengan Barang Milik Negara dan dengan
Barang Milik Daerah, Asset Desa yang berupa Tanah hanya
boleh dilakukan dengan cara tukar menukar atau penyertaan
modal.
 Tukar Menukar Asset Desa selain untuk kepentingan umum
dilakukan setelah mendapat ijin dari Gubernur dan mendapat
persetujuan Menteri Dalam Negeri Melalui Bupati.
Berbeda lagi perlakukan terkait Tanah Kas Desa (TKD), yang
umumnya berupa Tanah Adat, jika letaknya diluar Desa, atau
letknya tidak dalam satu hamparan, dan/atau didalamnya
terdapat tanah pihak lain dapat dilakukan tukar menukar agar
letaknya berada di satu desa atau menjadi satu hamparan.
Tukar menukar tanah kas desa yang demikian ini cukup hanya
mendapat ijin Bupati dan harus dituangkan dalam
Peraturan Desa.
 Sertipkat tanah yang berasal dari tanah Eks Asset desa kepada
pihakketiga hanya dapat dilakukan setelah dipenuhi :
1. Berita Acara serah Terima;
2. Peraturan Desa yang mengatur Penghapusan Asset Desa;
3. Surat Ijin Bupati;
4. Surat Ijin Gubernur; dan
5. Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri.
 Apabila terdapat kekurangan dokumen dari pejabat yang
berwenang menjadikan proses pemindahan
Asset Desa terindikasi cacat. Penelusuran dan pemenuhan
kelengkapan dokumen penghapusan Asset Desadiperlukan
untuk mengetahui adanya riwayat yang tidak terputus, sebab
prosedur yang tidak sempurna dapat berakibat sertipikat yang
diterbitkan menjadi cacat hukum.
 Sertipikat Hak Atas Tanah yang berasal dari tanah desa tidak
dapat diproses jika tidak dilengkapi dokumen penghapusan dan
pemindahtanganan yang lengkap dan sempurna, sesuai yang
datur dalam UU No. 6/2014 Tentang Desa.
 2. Secara Normatif sudah sangat jelas tidak mungkin
mensertipikatkan hak atas tanah dengan objek hutan.
Tapi kenapa masih ada penyimpangan ya?
 Berdasarkan UU Nomor 41 tahun 1999 tetang Kehutanan,
Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkutan paut
dengan hutan,kawasan hutan dan
hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu (Pasal 1 angka
1).
Sedangkan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuannya, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 angka 2).
 Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap
(Pasal 1 angka 3).
Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa semua hutan dalam wilayah RI
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan dalam ayat (3) disebutkan
bahwa penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak
masyarakat hukumadat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.
Kemudian dalam pasal 5 ditentukan :
1. Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari :
a. hutan Negara dan
b. hutan hak.
2. Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
berupa hutan adat.
3. Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) ;
-dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat
hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.
4. Apabila dalam perkembangan masyarakat hukum adat yang bersangkutan
tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada
pemerintah.
 3. Bagaimana pengaturan terkait dengan hak atas
tanah yang berada di sempadan pantai?
 Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan
ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara”.
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai
dari Negara termaksud dalam UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi
wewenang kepada negara
untuk :
-mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
-menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
-menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,
air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1)
 Harus dipahami bahwa tanah yang berada di dalam radius
sempadan pantai bukan objek hak atas tanah dan tidak dapat
dijadikan sertipikat (disertipikatkan) untuk swasta (privat
kecuali untuk keperluan tertentu yang sudah mendapat ijin,
misalnya kepentingan pelabuhan.
Sempadan pantai ditentukan 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Pantai masuk dalam kewilayahan pesisir
yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
 Menuruut Dr. Gunanegara, tanah yang masih berada di dalam
daerah sempadan pantai atau wilayah pesisir, apalagi tanah
yang masih berupa laut, bukan objek hak atas tanah. Tanah
yang masuk di daerah sempadan pantai dapat diberikan
sertipikat Hak Pakai jika peruntukannya untuk usaha tambak
yang memang harus di pantai tepi laut, tentu harus ada ijin
lokasi dari Bupati/Walikota.
 Bisa juga diberikan HGB atau Hak Pakai jika tanah-tanah yang
diperuntukkan sebagai pelabuhan. Pengaturan pemilikan tanah
sempadan pantai bukan instrumen hukum untu pengambilalihan
kepemilikan orang atau tanah yang sudah ada sebelumnya, akan
tetapi pengaturan penggunaan dan peanfaatan tanah sempadan
pantai dan kepemilikan baru.
 Terkait dengan hal tersebut dapat dipedomani Putusan Pengadilan
Negeri Majene Nomor 09/Pdt.G/2013/PN.M tanggal 25 Pebruari 2014 :
bahwa kepemilikan lama yang ada sebelum keluarnya regulasi tentang
sempadan pantai tetap diakui, hanya saja pemohon sertipikat Ha Milik
yang baru harus memperhatikan adanya reklamasi pantai dan tanda
garis sempadan pantai.
Dalam pemberian ijin lokasi terkait dengan tanah-tanah di sempadan
pantai yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota juga harus
memperhatikan AMDAL dan ijin Kementerian yang terkait. Juga ada
larangan untuk menerbitkan ijin lokasi pada zona inti di kawasan
konservasi, alur laut, kawasan pelabuihan dan pantai umum,
sebagaiman disebutkan dalam pasal 17 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang rumusannya “Ijin Lokasi tidak
dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, air laut,
kawasan pelabuhan dan pantai umum.
 4. Bagaimana mensertipikatkan tanah yang
berbatasan dengan sungai?
 Berdasarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan, PP No. 35/1991
tentang Sungai, dan Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015 menyatakan
bahwa tanah di daerah sempadan sungai, danau, waduk atau laut
tidak dapat diajukan permohonan sertipikat ke Kantor Pertanahan
(BPN).
Menurut Dr. Gunanegara, dapat diuraikan:
1. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa
jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh Garis Sempadan.
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
 3. Garis Sempadan Sungai (GSS) adalah garis maya di kiri dan
kananpalung sungai yang ditetapkan sebagai batas
perlindungan sungai.
4. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan
kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari
sungai yang bersangkutan
5. Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang
merupakan bagian dari sungai yang muka airnya terpengaruh
langsung oleh muka air sungai.
6. Tanah yang ada di sempadan danau adalah luasan lahan
yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi danau yang
berfungsi sebagai kawasan pelindung danau
 Bahwa tanah yang berada di daerah sempadan sungai dan
sempadan danau terlarang untuk menjadi objek hak atas
tanah. larangan tersebut dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan dan pengendalian sumber daya yang ada pada
tanah (tanah) di daerah sempada sungai atau danau tetap
sesuai fungsinya.
 Tanah-tanah sempadan yang tidak dapat dimohonkan
sertipikat hak atas tanah adalah tanah yang letaknya :
1. Paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang aliran sungai, dalam hal kedalaman
sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter.
2. Paling sedikit berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang aliran sungai, dalam hal kedalaman
sungai lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, dan
3. Paling sedikit berjarak 30 meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang aliran sungai, dalam hal kedalaman
sungai lebih dari 20 meter sampai.
 Untuk jarak tersebut diatas untuk sungai tidak bertanggul didalam
kawasan perkotaan, sedangkan ukuran jarak untuk sungai tidak
bertanggul diluar kawasan perkotaan:
a. Sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500
Km2 paling sedikit berjarak 100 meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang lur sungai ;dan
b. Sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau
sama dengan 500 Km2 paling sedikit berjarak 50 meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Garis sempadan sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan
paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki taggul sepanjang
alur sungai. Berbeda lagi dengan garis sempadan sungai bertanggul
diluar kawasan perkotaan paling sedikit 5 meter dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai.
 Biarkanlah sungai sebagaimana fungsinya.
 Sangat jelas parameter yang harus dipakai untuk membuat sertipikat
atas tanah-tanah sungai, danau, laut dan sempadannya. Oleh karena
itu Notaris dan PPAT yang membantu proses pengurusan sertipikat
tanah-tanah sebagaimana tersebut diatas lebih hati-hati lagi.
 5. Pengalihan Fungsi tanah/lahan sebetulnya boleh ga
sih ?
 Harus difahami dulu :
 1. Apakah Tata Guna Tanah itu?
 Tata guna tanah adalah pengaturan penggunaan tanah. Dalam tata
guna tanah dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan
bumi di daratan, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi di
lautan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 14 UUPA,
tujuan daritata guna tanah harus diarahkan untuk mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Jadi masyarakat yang makmur
merupakan tujuan akhir dari kegiatan tata guna tanah. Tindakan yang
dilakukan dalam kerangka Tata Guna Tanah :
-mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah
tempat.
-mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah urus.
-mengusahakan adanya pengendalian terhadap kebutuhan masyarakat
akan tanah
-mengusahakan agar terdapat jaminan kepastian hukum bagi hak-hak
atas tanah warga masyarakat.
 2. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2015, BPN mempunyai tugas melaksanakan
tugas pemerintahan dibidang pertanahan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan dalam
Pasal 3 disebutkan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2, BPN menyelenggarakan fungsi :
a.Penyusunan dan penetapan kebijakan bidang pertanahan ;’
b.Perumusan dan pelaksanaan kebijakan survey, pengukuran,
dan pemetaan ;
c.Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang penetapan
hak atas tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan
masyarakat ;
d.Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengaturan,
penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan ;
 e.Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengaturan,
penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan ;
f.Perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengendalian
dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan ;
g.Pengawasan atas pelaksanaan tugas dilingkungan BPN;
h.Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan dan pemberian
dukungan adminstrasi kepada seluruh unit organisasi di
lingkungan BPN ;
i.Pelaksananaan pengelolaan data informasi lahan pertanian
pangan berkelanjutan dan informasi dibidang pertanahan ;
j.Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang
pertanahan;
k.Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dibidang
pertanahan.
 3. Kemudian harus diketahui tentang Kepentingan Umum
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, Negara, dan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,
demikian menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 2/2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
Dalam Pasal 10 UU No. 2/2012 menegaskan kegiatan
pembangunan yang termasuk kepentingan umum adalah :
1. Pertahanan dan keamanan nasional ;
2. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun
kereta api, fasilitas operasi kereta api ;
3. Waduk, bendungan, bendung irigasi, saluran air minum,
saluran pembuangan air dan sanitasi dan bangunan pengairan
lainnya ;
 4. Pelabuhan, Bandar udara dan terminal ;
5. Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi ;
6. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga
listrik ;
7. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah ;
8. Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah ;
9. Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah ;
10. Fasilitas keselamatan umum ;
11. Tempat Pemakaman Umum Pemrintah/Pemerintah Daerah;
12. Fasilitas Sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau
publik;
 13. Cagar alam dan cagar budaya ;
14. Kantor pemerintah/Pemerintah Daerah/desa ;
15. Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau
konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah dengan status sewa ;
16. Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah
Daerah;
17. Prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah Daerah ;
dan
18. Pasar umum dan lapangan parkir umum.
 Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 2/2102 menegaskan bahwa
pengadaan tanah harus sesuai dengan :
1. Rencana tata ruang wilayah ;
2. Rencana pembangunan nasional/daerah ;
3. Rencana strategis ;
4. Rencana kerja setiap instansi yang memerlukan tanah.
 4. Bahwa berkaitan dengan alih fungsi tanah pertanian, dalam
pelaksanaannya pemerintah harus berpedoman kuat pada
kaidah-kaidah penataan ruang dan peraturan mengenai lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
Dalam PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional
menegaskan bahwa RTRW harus dapat mewujudkan ruang
wilayah yang produktif dan berkelanjutan. Kawasan
peruntukkan pertanian masuk ke dalam kawasan budi daya yang
penetapannya harus memperhatikan kriteria :
a. Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai
kawasan pertanian;
b. Ditetapkan sebagai lahan pertanian abadi (berkelanjutan);
c. Mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau
d. Dapat dikembangkan sesuai tingkat ketersediaan air.
 Oleh karena itu jika suatu ruang/lahan produktif sudah
ditetapkan untuk lahan pertanian, maka konversi lahan tersebut
untuk penggunaan lain diuar peruntukkan pertanian, jelas
HARUS DILARANG. Sehingga instrument pengendalian
penataan ruang wilayah menjadi sangat penting, misalnya
pemberian perijinan yang selektif, pengenaan pajak yang
progresif, pemberian insentif dan disinsentif penataan RTRW
serta sistem zonasi wilayah yang KONSISTEN.
 5. Namun demikian pada asasnya manakala kepentingan umum
menghendaki Pasal 44 ayat (3) UU No 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
MEMPERKENANKAN ALIH FUNGSI LAHAN. Namun demikian
harus di penuhi syarat-syarat :
a. Dilakukan melalui kajian kelayakan strategis;
b. Disusun rencana dengan baik alih fungsi lahannya;
c. Dibebaskan dan diselesaikan kepemilikan hak atas tanahnya
dari pemilik semula;
d. Disediakan lahan pengganti atas tanah yang dialih fungsikan
dengankualitas lahan minimal setara.
 7. Hati-hati dalam membantu proses pembuatan
sertipikat tanah Asset Daerah kepada Pihak Ketiga
tanpa Hak.
 Menurut hukum pertanahan nasional dikenal 3 (tiga) macam status
tanah, yaitu:
a. Tanah Negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh Negara ;
b. Tanah hak, yaitu tanah yang dipunyai oleh perorangan atau badan
hukum artinya sudah terdapat hubungan hukum yang konkrit Antara
subjek tertentu dengan tanahnya ;
c. Tanah ulayat, yaitu tanah dalam penguasaan suatu masyarakat
hukum adat.
 Menurut Dr. Gunanegara, perlakuan hukum tanah asset daerah sama
dengan tanah asset Negara. Cara perolehan tanah asset daerah sama
dengan cara perolehan asset Negara, dari APBD atau dari sumber lain
yang sah.
Demikian pula pemindahtanganan tanah asset daerah memerlukan
persetujuan DPRD, tanpa persetujuan DPRD pemindahtanganan
tanah asset daerah adalah melawan hukum.
 Persetujuan DPRD diperlukan untuk pemindahtanganan tanah, kecuali tanah
tidak sesuai lagi dengan RTRW atau diperlukan untuk kepentingan umum.
Pemberian hak yang menghilangkan, menghapuskan, atau
memindahtangankan tanah asset daerah tanpa persetujuan DPRD
merupakan tindak pidana korupsi.
(Bisa dilihat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi)
 Bagaimana apabila Notaris dan PPAT membantu proses tersebut?, maka
tentu Notaris dan PPAT yang membantu proses pembuatan
sertipikatsebagaimana tersebut bisa dikategorikan melanggar Pasal (Pasal-
Pasal) dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di Juncto-kan
dengan Pasal 55 ayat (1) KUHPidana : “Dipidana sebagai pelaku suatu
perbuatan pidana : ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan
dan yang turut serta melakukan perbuatan. Ke-2. Mereka yang dengan
memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat dengan kekerasan atau ancaman atau penyesatan, atau
dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan suatu perbuatan.
Pasal 56 KUHPidana: “Dipidana sebagai pembantu suatu kejahatan : ke-1.
Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan yang
dilakukan. Ke-2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
HATUR NUHUN

Anda mungkin juga menyukai