Oleh :
W. Tambunan
HP : 08172321264 – 081210058431
by : Tambunan
Ekonomi / Kesejateraan
Kemampuan Perusahaan
Potensi
Pelaksanaan Peraturan
Masalah :
Intervensi Luar
Pola Perilaku
Bipartit Pasal 1 ayat (1) No : PER. 31/2008 jo Pasal 151 ayat (2) UU
No. 13 /2003 jo Pasal 3 ayat (1) UU No. 2 /2004 :
Perundingan bipartit adalah perundingan antara
pekerja/buruh atau SP/SB dengan pengusaha untuk
menyelesaikan PHI dalam satu perusahaan.
Sistem Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak
(Prosedura dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan
l) kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau
dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB.
PHI wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu
melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Bipartit sebagai lembaga mempunyai suatu bentuk yang jelas (dilembagakan) vide
Pasal 103 huruf “c” UU Nomor 13 Tahun 2003 jo Permenakertrans Nomor : Per-
32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Lembaga Kerja Sama
Bipartit.
Doc : Tambunan
“Dualisme hukum” penerapan bipartit sebagai sistem:
doc. Tambunan
Pertanyaan :
Apakah dengan melibatkan pihak lain (dari luar perusahaan)
akan “mempermudah atau mempersulit” penyelesaian
masalah PHI?
Untuk menjawab perlu diperhatikan sbb :
a. latar belakang pendamping ?
b. kemampuan pendamping?
c. itikad baik pendamping?
Saran :
a. Sebaiknya perundingan bipartit tidak perlu melibatkan
pihak luar.
b. Apabila tidak selesai bipartit sebaiknya cukup sampai
tingkat mediasi (non litigasi).
c. Berperkara ke Pengadilan bersifat “ultimum remidium”.
by : Tambunan
Kualitas SDM
(pendidikan, penguasaan aturan)
Pengalaman
(pelatihan, loka karya)
Kenda Kemampuan komunikasi
Kapasitas 5 - C
Personil Perunding
By : Tambunan
Pihak-pihak dalam Bipartit :
Pengusaha vs Pekerja/Buruh
Hak Pengusaha vs SP/SB.
Pengusaha vs Pekerja/Buruh
Kepentingan Pengusaha vs SP/SB.
By : Tambunan
Pra-syarat berunding :
MEDIASI
Tahapan Pelaksanaan Perundingan Bipartit :
IV. Sebagai bukti telah dilakukan perundingan bipartit, berdasarkan ketentuan Pasal
6 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2004 harus dibuatkan risalah
perundingan yang sekurang-kurangnya memuat :
Doc : Tambunan
Kuantitas
( Kader - Minat - Pemerataan)
Kualitas
(pendidikan-pelatihan-pemantapan)
Masalah Mental
Mediator ( fighting spirit )
Komunikasi
(Lexicographer)
Dampak OTDA
(potitioning)
Masa lalumu tidak akan bisa berobah
tetapi,