Anda di halaman 1dari 39

Parasit Penyebab

Gangguan Sistem
Pernapasan
Saleha sungkar, Anna Rozaliyani, Robiatul
Adawiyah
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia
Parasit Penyebab Gangguan
Sistem Pernapasan
Dalam modul ini:

 Arthropoda: Tungau debu Rumah


(Dermatophagoides spp)
 Protozoa : Entamoeba histolytica
 Nematoda : Filaria
(W. bancrofti, B. malayi, B. timori)
ARTHROPODA
 TUNGAU DEBU RUMAH (TDR)
 Triger asma bronkhial, rinitis alergika
 Dua spesies yang penting:
- Dermatophagoides pteronyssinus
- Dermatophagoides farinae

Dermatophagoides farinae dewasa


TUNGAU DEBU RUMAH (TDR)
 Habitat alami:
 Dalam rumah:
- Barang/ bahan yang mengandung debu, terutama:
• Kasur kapuk,
• Karpet , selimut, korden

 Di luar rumah:
• Sarang burung
• Permukaan kulit mamalia dan binatang lainya

 Makanan utama TDR:


- serpihan kulit (skuama)
Alergen
 Bagian tubuh TDR yang mengandung
alergen:
◦ Kutikula, organ seks, sistem gastrointestinal
(tinja)
 Masuk ke dalam tubuh manusia:
◦ inhalasi
Patogenesis
 Alergen masuk melalui kulit/
inhalasi

 Alergen mengaktivasi sel


TH2

 Terjadi reaksi antibodi IgE


dengan antigen (alergen) pada
permukaan sel mast

 pengeluaran zat inflamatori,


co. histamin, dll.

 Vasodilatasi pembuluh darah


dan udem
Manifestasi Klinis
 Hipersensitivitas tipe I
◦ Tipe cepat
◦ Diturunkan secara genetik

1. Asma Bronkhial
2. Rinitis Alergi

1
2
1. Asma Bronkhial
 Bronkhus yang terinisiasi mengalami:
 Edema
 Hipersekresi (mukos)
 Penderita Asma sangat sensitif terhadap
TDR
o Indonesia (90%)
o Jepang (70% - 80%)
o Australia (90%)
2. Rinitis Alergi
 Reaksi hipersensitifitas tipe I, terlokalisasi
di daerah hidung dan konjungtiva

 Gejala:
◦ Bersin berulang, sekret hidung meningkat,
kongesti nasal, mata berair.
 Penyakit alergi  penyakit kronik ke-5 terbanyak
(anak-dewasa)
 Satu dari tiga anak-anak menderita alergi
 Mempengaruhi kualitas hidup  >70% pasien
alergi merasa terbatas dalam beraktifitas
 Beberapa alergi berakibat fatal
 PENTING: pencegahan (faktor risiko), terapi
Diagnosis
 Tes kulit
 Peningkatan konsentrasi IgE
 Pengukuran konsentrasi antigen
Pencegahan & Penanggulangan TDR
 Menjaga kebersihan
◦ Membersihkan rumah tiap hari  kain basah/
vacuum cleaner
◦ Hindari karpet, sofa dan wool
◦ Hindari meletakkan barang diatas meja &
kursi
◦ Cuci tirai, min. tiap tiga bulan
◦ Perawatan AC tiap 6 bulan
◦ membersihkan kawat nyamuk tiap tiga bulan
Terapi
 anti alergi
◦ Kortikosteroid
◦ Antihistamin
2. PROTOZOA
 Entamoeba histolytica
◦ Endemik di Indonesia
◦ Transmisi: makanan, pelayan makanan
◦ Stadium infektif  kista matang
◦ Stadium penyebab kelainan: trofozoit/ bentuk
histolitika
◦ Cara infeksi: tertelan kista matang
Entamoeba histolytica
TROFOZOIT
• BENTUK
HISTOLITIKA (bentuk
patologi)
• BENTUK MINUTA

 KISTA
• BENTUK KISTA
Kista matang (bentuk
infektif)
S
• AMEBIASIS
I
EKSTRAINTESTINAL
K (PARU & PLEURA)
L
U • PENYEBARAN
S – HEMATOGEN
– LIMFOGEN
– PERKONTINUITATUM
H – RUPTUR ABSES HATI 
I DIAFRAGMA 
D EMPYEMA
– proses sampai ke paru.
U – (gambar/ algoritma)
P
P  Di lumen usus
A ◦ Interaksi sel lumen usus~trofozoit (direct
T contact)
O
G ◦ Gal/GalNac Lectin amoeba ----- lapisan mucin
sel epitel usus
E
N
E ◦ Mucin :
S  Melindungi sel hospes dari kerusakan
I  Netralisir lectin

S
Abses Paru (Amebic abses)
 Merupakan penyebaran dari abses hati
◦ Perkontinuitatum
◦ Pecahnya abses hati  diafragma  paru
 Terutama terjadi pada usia tua
( ~ imunitas)
 Biasanya “single” dan pada lobus kanan
 Tidak berhubungan dengan seringnya
terkena Amebiasis usus.
Manifestasi Klinis
1. Abses paru
2. Amebiasis pleuropulmonal
3. Efusi pleura  empyema amuba
4. Fistel bronkhopleura

Mayoritas berkaitan dg abses


paru
Diagnosis
 Makroskopis: cairan pleura  eksudat
 Mikroskopis:
◦ pemeriksaan langsung
◦ Pemeriksaan dg pewarnaan ( HE, trichrome)
 Serologi (deteksi antibodi)
Pengobatan
 Metronidazol
 Klorokuin & dehydroemetin (sebagai obat
tambahan)
3. Nematoda
Occult filariasis (Tropical pulmonary
eosinophilia)
 Penyakit disebabkan oleh mikrofilaria
 Filariasis endemik di Indonesia (<1%-20%)
 Filariasis: 1 dari 7 program WHO (vector borne
disease)
 Penyebab filariasis limfatik:
◦ Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
Brugia timori
 Habitat filaria dewasa 
Pembuluh limfe, nodus limfatik
Occult Filariasis
 Insidensi: rendah
 Proses hipersensitifitas terhadap
mikrofilaria (dihancurkan oleh sistem
kekebalan )
 Respons terhadap peningkatan antibodi
(antigen mikrofilaria)
P  Antigen mikrofilaria (peredaran darah dan
A jaringan)
T
O
G  Tubuh merespons  karena terdapat
hipersensitivitas terhadap antigen 
E Merangsang sistem alergi tubuh
N
E
I  Timbul manifestasi alergi (sistem
S pernafasan)
Manifestasi Klinis
 Batuk,
 Dyspnea,
 Wheezing (terutama malam hari)
Diagnosis
 Manifestasi klinis
 Laboratorium
 Eosinofilia
 Peningkatan IgE & antibodi filaria
 Amikrofilaremia (mayoritas)
Filaria
 Makrofilaria

 Mikrofilaria
Pengobatan
 DEC
 Obat anti alergi
 Suportif
Terima kasih
&
Selamat
Belajar
Protozoa
Endoplasma
Fungsi :
 nutrisi (vakuol makanan, benda
kromatoid)
 reproduksi (nukleus)
 ekskresi (vakuol kontraktil mengatur
tekanan osmotik)
 mengandung benda asing
 kinetoplast
Protozoa
Pada waktu tertentu terbentuk kista
yang inaktif dengan membentuk
dinding
Fungsi :
 Bertahan
 Reproduksi
 Transmisi (infektif)
WB
Mikrofilaria
Hipersensitifitas tipe I
EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi infeksi E. histolytica tergantung :
 Sanitasi lingkungan
 Kebersihan perorangan
 Keadaan sosio-ekonomi
 Sumber infeksi :
 pengandung kista sebagai penyaji makanan

Anda mungkin juga menyukai