Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

 Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik


Indonesia tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, dan ditetapkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan bersama-sama
dengan UUD 1945, diundangkan dalam Berita
Republik Indonesia Tahun II No. 7.
 Berdasarkan ketentuan yuridis tersebut, maka
sudah seharusnya setiap warga negara terutama
kalangan intelektual untuk mempelajari,
mendalami, menghayati serta mengembangkan
dan pada gilirannya untuk diamalkan dalam setiap
aspek kehidupan dalam rangka bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN PANCASILA

 Setiap warga negara berhak mendapatkan


pengajaran (Pasal 31 UUD 1945).
 Arah kebijakan pendidikan nasional tertuang
dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang
GBHN.
 Pelaksanaannya pendidikan nasional diatur
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
 Tujuan Nasional bangsa Indonesia diterangkan secara jelas dan gamblang
dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: Memajukan kesejahteraan umum,
Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.
 Pendidikan Pancasila sebagai salah satu komponen mata kuliah
pengembangan kepribadian (MPK) memegang peranan penting dalam
membentuk kepribadian mahasiswa, diharapkan mahasiswa tidak hanya
berkembang daya intelektualnya namun juga sikap dan perilakunya.
 Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi secara khusus bertujuan sebagai
berikut :
Dapat memahami, menghayati, dan melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 dalam kehidupan sebagai warga negara.
Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai
masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang hendak diatasi.
Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan
norma Pancasila.
PANCASILA SECARA ILMIAH
Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah, harus memenuhi
syarat ilmiah sebagai dikemukakan oleh I.R. Poedijowijatno
dalam bukunya “tahu dan pengetahuan“ yang merinci
syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
 Berobjek
Bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek.
Yang di dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua
macam yaitu: (a) Objek forma Pancasila adalah suatu sudut
pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dari sudut
pandang apa Pancasila itu dibahas, dan (b) Objek materia’
Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran
pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat
empiris maupun non empiris.
 Bermetode
Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik objek forma maupun objek materia Pancasila.
Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah
metode “analitico synthetic” yaitu suatu perpaduan metode
analisis dan sintesis.
 Bersistem
Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu
kesatuan dan kebulatan, dengan sendirinya sebagai suatu
sistem dalam dirinya sendiri yaitu pada Pancasila itu sendiri
sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren
(runtut), tanpa adanya suatu pertentangan di dalamnya,
sehingga sila-sila Pancasila itu sendiri adalah merupakan suatu
kesatuan yang sistematik.
 Bersifat Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat
universal, artinya kebenaran tidak terbatas oleh waktu
ruang, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah tertentu.
Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat
ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal,
atau dengan lain perkataan intisari, essensi atau makna
yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya
adalah bersifat universal.
TINGKAT PENGETAHUAN ILMIAH

Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut sangat


ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai
berikut :
a. Pengetahuan Deskriptif suatu pertanyaan
“bagaimana”
b. Pengetahuan Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
c. Pengetahuan Normatif suatu pertanyaan “kemana“
d. Pengetahuan Essensial suatu pertanyaan “apa”
PENGERTIAN PANCASILA
A. Secara Etimologis

Secara Etimologis/bahasa, menurut tingkatannya, “Pancasila” itu


berasal dari bahasa Sanskerta dari India (bahasa kasta
Brahmana)
Menurut Mohammad Yamin, dalam bahasa Sanskerta perkataan
“Pancasila” ada dua macam arti yaitu :
- Panca artinya lima.
- Syila, artinya batu sendi, alas atau dasar
- Syiila, artinya peraturan tingkah laku yang penting/baik/
senonoh.

Kata sila dalam bahasa Indonesia menjadi “susila” artinya


tingkah laku yang baik.
Maka perkataan “Panca-syila” artinya berbatu sendi yang lima.
Sedangkan perkataan “Panca-syiila” artinya lima aturan
tingkah laku yang penting.
Perkataan Pancasila mula-mula dipergunakan oleh pemeluk
Agama Budha di India. Ajaran Budha bersumber pada kitab suci
Tri Pitaka:
 Sutha Pitaka
 Abhidama Pitaka
 Vinaya Pitaka

Dalam ajaran-ajaran Budha antara lain memuat tentang ajaran-


ajaran moral, dimana untuk setiap golongan berbeda kewajiban
moralnya antara lain:
 Dasasyila
 Saptasyila
 Pancasyila

Ajaran Pancasila menurut Budha merupakan lima aturan


(larangan) atau Five Moral Principles yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) dalam agama
Budha yang menurut bahasa aslinya bahasa Pali.
 Perkataan Pancasila dalam khasanah kesusasteraan
Indonesia di Jaman Majapahit dapat ditemukan pada
Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca tahun
1365. Dalam sarga 53 bait ke 2 berbunyi:
“Yatnaggewani pancasyila kertasangskarabhiseka krama”,
artinya Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan
(Pancasila) itu.
Kata-kata tersebut digunakan pada upacara-upacara
ibadat dan penobatan-penobatan.
 Dalam budaya Jawa, ada Ma lima (lima prinsip moral),
dilarang :
Mateni (membunuh)
Maling (mencuri)
Madon (berzina)
Mabok,madat (minum-minuman keras)
Main (berjudi)
B. Secara Historis

 Konsep Pancasila dibahas dalam Sidang BPUPKI.


 Sidang I : tgl 29 Mei- 1 Juni 1945, Sidang II : tgl 10-16 Juli 1945.
 Mr. Muhammad Yamin, secara lisan dalam pidatonya (29 Mei 1945) :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

 Secara tertulis Muh. Yamin menyampaikan usul:


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Mr. Soepomo dalam pidatonya (31 Mei 1945)
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keimbangan lahir batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat

 Ir. Soekarno dalam pidatonya (1 Juni 1945) :


1. Kebangsaan – Nasionalisme
2. Perikemanusiaan- Internasionalisme
3. Mufakat – Demokrasi
4. Keadilan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

 Menurut Bung Karno kelima sila ini bisa diperas menjadi Tri sila yaitu :
1. Socio-nasionalisme
2. socio-demokratie
3. Ke-Tuhanan
 Menurut Bung Karno Tri sila tersebut dapat diperas lagi menjadi eka sila
yaitu “gotong royong”.
 Piagam Jakarta (22 Juni 1945) disusun oleh Panitia 9 :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945) :


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indoesia
 Konstitusi RIS (29 Desember 1949 s.d. 17 Agustus 1950),
rumusan dasar negara berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

 UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)rumusan dasar


negara sama seperti yang tercantum dalam Konstitusi
RIS.
 Dekrit Presiden 5 Juli 1959, isinya : membubarkan badan
konstituante, kembali ke UUD 1945, membentuk MPRS
dan DPAS
 Dari keseluruhan rumusan Pancasila itu yang sah adalah
yang tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai