Anda di halaman 1dari 26

Yessi Oktarina

Ria Suryani
1604015086
1604015316
GERD
(Gastroesphageal Reflux Disease)
DEFINISI PATOFISIOLOG
EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT I

PEMERIKSAAN TANDA DAN


DIAGNOSA
PENUNJANG GEJALA

ALOGARITM
A
DEFINISI
PENYAKIT

Gastroesophageal refluks Disease (GERD) mengacu pada gejala


atau kerusakan mukosa yang diakibatkan dari refluk abnormal isi
lambung ke kerongkongan. GERD dapat dibagi menjadi tiga
kategori yang berbeda:
(1) esophagitis erosif, terjadi ketika kerongkongan berulang kali
terpapar untuk direflux bahan untuk waktu yang lama
(2) non-erosif refluks penyakit, disebut sebagai "gejala" GERD atau
Prevalensi dan insiden yang benar dari
GERD tidak diketahui karena: (1) banyak
pasien tidak mencari perawatan medis; (2)
gejala tidak selalu berkorelasi baik dengan
keparahan penyakit; dan (3) tidak ada
standar emas untuk mendiagnosis penyakit)
Prevalensi esofagitis erosif meningkat pada orang
dewasa lebih tua dari 40 tahun. Namun ematian yang
berhubungan dengan GERD jarang (1 kematian per
100.000 pasien)
gejala GERD memiliki dampak yang lebih besar pada kualitas
hidup daripada melakukan ulkus duodenum, hipertensi yang tidak
diobati, gagal jantung kongestif ringan, angina, atau menopause.

Sekitar 44% dari populasi Amerika menderita gejala GERD bulanan, dan
lebih dari 20% menderita dengan gejala setiap minggu. Menariknya,
sebanyak 46% pasien dengan penyakit ringan akan sembuh secara
spontan dengan obat sendiri, dan 31% lainnya akan menunjukkan
peningkatan yang signifikan

Dari 20% untuk 40% pasien yang mengalami mulas, 30% untuk 79%
dari pasien ini akan memiliki bukti esofagitis
 Faktor utama dalam pengembangan GERD adalah refluks abnormal isi lambung dari
perut ke kerongkongan.
 Dalam beberapa kasus, gastroesophageal refluks dikaitkan dengan cacat lebih
rendah esofagus sfingter (LES) tekanan atau fungsi. Pasien mungkin mengalami
penurunan tekanan LES terkait dengan relaksasi sementara LES transien, peningkatan
sementara tekanan Complicated, atau LES atonis. Berbagai makanan dan obat-obatan
dapat menurunkan tekanan LES
 Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya juga dapat
berkontribusi untuk pengembangan GERD, termasuk waktu izin asam berkepanjangan
dari kerongkongan, pengosongan lambung tertunda, dan mengurangi resistensi
mukosa.
 Faktor agresif yang dapat meningkatkan kerusakan esofagus setelah refluks ke dalam
kerongkongan termasuk asam lambung, Pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas.
Komposisi dan volume refluxate dan durasi paparan merupakan faktor agresif
terpenting dalam menentukan konsekuensi gastroesophageal refluks.
GEJALA KHAS:
1. MULAS = sensasi
GEJALA ATYPICAL:
substernal
Asma non-alergi, batuk
kehangatan atau
kronis, suara serak,
pembakaran naik
radang tekak, sakit dada
dari perut ke leher
dan gigi erosion
2. REGURGITATION
3. HIPERSALIVA

GEJALA RUMIT:
DISFAGIA (kesulitan menelan), sakit saat
menelan, pendarahan,berat badan
menurun, dan tersedak
PHARMACOTHERAPY ASMA KRONIK
HANDBOOK NINTH EDITION
HALLAMAN 822
1. Diagnosa terutama dengan
riwayat episode berulang batuk,
mengi, sesak dada atau nafas
2. Pasien memiliki riwayat alergi
atau asma keluarga
3. Spirometri menunjukan obstruksi
( vol. Ekspirasi paksa dalam 1
ASMA AKUT detik [FEV 1]
• Peak Expiratory Flow (PEF) dan FEV1 >40% dari nilai
nprediksi normal
• Gas darah arteri dapat mengungkapkan asidosis
metabolik dan tekanan oksigen parsual rendah anamnesis
dan pemeriksaan fisik harus diperoleh saat terapi awal
diberikan.
TES LABORATORIUM
ASMA KRONIS Peningkatan konsentrasi eosinofil dan
membantu mengkonfirmasi diagnosis
asma

TES DIAGNOSTIK LAINNYA


Spirometri, ukuran objektif fungsi paru, dapat
digunakan untuk membantu dalam diagnosa asma,
yaitu dengan melihat vol. Ekspirasi dalam 1 detik (FEV
1)
ASMA AKUT TES LABORATORIUM
Gas darah arteri utk mengetahui tekanan
arteri parsial karbondioksida harus
dipertimbangkan utk pasien dengan tekanan
berat, diduga ketika FEV 1 kurang dari /
sama 30% setelah perawatan awal

TES DIAGNOSTIK LAINNYA


1. Angka PEF > 80% dan saturasi oksigen >95% pada ekeserbasi ringan
keangka PEF kurang daro 80%, saturasi oksigen <91%, tekanan
oksigen arteri parsial M50 mmHg
2. Rongsen dada harus dilakukan ketika dicurigai pneumoni
PHARMACOTHERAPY HANDBOOK NINTH EDITION HALLAMAN 825

Untuk umur ≥ 12
tahun dan
dewasa
PHARMACOTHERAPY HANDBOOK NINTH EDITION HALLAMAN 824
Handbook Pharmacotherapy ninth edition, Hlm. 825)
Seorang anak mempunyai demam yang berat dan sekarang
memiliki masalah pernafasan berupa sesak walaupun sudah
diberikan albuterol
Riwayat sekarang
Pasien anak SA berumur 8 tahun yang sejak dua hari lalu
mengalami demam,malaise, dan batuk non produktif. Ibu anak tersebut
memberikan paracetamol dan ibuprofen untuk mengotrol demam yang
dialaminya. SA mulai mengalami kesulitan bernafas berupa sesak di pagi
hari saat dibawa kerumah sakit,ibunya memberikan albuterol 2,5 mg via
nebulizer 2x dalam 1 jam. SA mengalami sesak yang berbunyi (mengi)
namun SA merasakan kesulitan bernafas. SA sebelumnya memiliki riwayat
asma dan terkontrol dengan baik gejalanya menggunakan albuterol.
Berdasarkan laporan sebelumnya, gejala yang dialami SA hanya terjadi
pada siang hari saat SA aktif bermain disekolah atau dirumah dan jarang
terjadi pada malam hari. Albuterol yang digunakan sebelumnya PRN pada
saat gejala terjadi setelah SA bermain.
Dari hasil assessment yang dilakukan di UGD diketahui SA mengalami
sesak nafas dimana ia hanya dapat bicara 4-5 kata dalam kalimat. SA
dilaporkan mengalami takipnea dengan RR 54x/menit. Tanda vital
lainnya menunjukan HR 160x/menit,Tekanan darah 115/59,suhu
38,8˚C, BB 22,7kg. Hasi x-Ray menunjukan adanya konsolidasi pada
lobus kanan bawah. Setelah mendapatkan 3x albuterol/ipratropium
nebulasi suara nafasnya berbunyi dan oksigenasi nya tidak membaik
sehingga SA mulai diberikan albuterol via nebulasi kontiniu 10mg/jam
dan oksigen di titrasi 3L/menit. SA juga diberikan metil prednisolone
25mg IV dan magnesium sulfat IV. SA kemudian dipindahkan ke PICU
untuk penanganan dan monitoring lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Riwayat Sosial
Riwayat Keluarga
sebelumnya
Asma , terakhir dirawat Ayahnya mempunyai Tinggal bersama
di RS 4 tahun yang lalu asma orangtua,dengan dua
dan menjalani 2x saudara,dirumah
pengobatan dengan mempunyai kucing,ayah
kortikostreoid perokok.
sebelumnya
Pengobatan yang terakhir diberikan
Albuterol 2.5 mg nebul setiap 4-6 jam PRN saat serangan
Fluticasone propionate 44 mcg MDI 2 puff BID
Paracetamol 160 mg/5 ml-10 ml setiap 4 jam PRN demam
Ibuprofen 100 mg/5 ml-10 ml setiap 6 jam PRN demam

Pemeriksaan fisik : kesulitan bernafas


Tanda vital : TD 125/69, T 37.9°C, RR 40, 02 sat 94% pada 3L/menit melalui
nasal cannula

Laboratorium :
Na 141 mEq/L
K 3,1 mEq/L Glu 154 mg/dL
Cl 104 mEq/L WBC 34,2 x 10³/mm³
CO2 29 mEq/L RBC 5,07 x 106/mm³
BUN 16 mg/Dl Scr 0,52 mg/Dl

Pemeriksaan X-Ray : RLL (right lower lobe) consolidation

Assesment : Asma exacerbasi dengan virus pneumonia


SOAP
(Subjek, Objek, Assesment, Plan)

SUBJEK
Pasien mengalami : demam, malaise, dan batuk non-produktif, sesak dipagi hari, mengalami sesak yanag
berbunyi (mengi), dan mengalami takipenia

Riwayat Penyakit sebelumnya:


Asma,, terkahir 4 tahun yang lalu, dan menjalni 2x pengobatan dengan kortikosteroid sebelumnya.

Riwayat keluarga:
Ayah nya mempunyai asma

Riwayat Sosial:
Tinggal bersama orangtua, dengan 2 saudara. Di rummah mempunyai kucing. Ayah perokok

Pengobatan Yang Terakhir Diberikan:


Albuterol 2,5 mg nebul setiap 4-6 jam PRN saat serangan.
Fluticosone propionate 44 mcg MDI 2 puff BID
PCT 160 mg/ 5 ml-10 ml setiap 4 jam PRN demam
Ibuprofen 100 mg/ 5 ml – 10 ml setiap 6 jam PRN
OBJEKTIF

Tanda vital : TD 125/69, T 37.9°C, RR Data Nilai normal


54x/menit,, sat 94% pada 3L/menit melalui K 3,1 mEq/L 3,6 – 5,2 mEq/L
nasal cannula
CO2 29 mEq/L child 20-28
mEq/L
Laboratorium :
Na 141 mEq/L Glucosa 145 70 – 100 mEq/L
K 3,1 mEq/L Glu 154 mg/dL mEq/L
Cl 104 mEq/L WBC 34,2 x 10³/mm³ WBC 34,2 x 10³ 3.200 – 10.000 /
CO2 29 mEq/L RBC 5,07 x 106/mm³ mm³ mm³
BUN 16 mg/Dl Scr 0,52 mg/Dl HR 160x/menit 60 – 100x/menit
Pemeriksaan X-Ray : RLL (right lower
Suhu 36,8°C 36ºC
lobe) consolidation
TD 115/59 120/80
RR 54x/menit 20x/menit

( kemenkes RI, 2011)


Assesment :
- Dosis albuterol kurang tepat untuk pasien dengan berat badan 22,7 kg
(Dipiro 2015 hal.828)
- Terapi kurang tepat untuk asma akut exacerbasi (GINA 2019, hal 104-
105)
- Penggunaan antipiretik yang berlebihan (2 obat).
- Adanya kemungkinan kecil kontraindikasi antara albuterol dan
fluticasone (hipokemik)(Drug.com)
Planning :
- Penggunaan antipiretik sebaiknya hanya satu saja
(ibuprofen/paracetamol)
- Sebaiknya dosis albuterol disesuaikan dengan berat badan pasien (0,15-
0,3 mg/kg BB). Disarankan dosisnya dinaikkan menjadi 3,4-6,8 mg 18

(Dipiro 2015, hal 828)


- Fluticasone sebaiknya diganti dengan kortikosteroid oral yaitu dengan
methyl prednisolone 40-50 mg/hari selama 5-7 hari (GINA 2019, hal
104-105).
PERTANYAAN
1. Tentukan data subjektif dan objektive (lihat dari ugd dan picu) pada
lembar CPPT?
2. Tentukan DRP dari hasil data yang tersedia dan tuliskan pada data
assesment pada lembar CPPT
3. Tuliskan rekomendasi planning untuk pasien pada bagian planning pada
CPPT?
4. Informasi apa (tanda, gejala, data laboratorium) yang menunjukkan
keparahan penyakit asma akut yang dialami pasien pada bagian
pembahasan?
5. Tulisan tujuan terapi dari kasus diatas pada bagian pembahasan!
6. Tuliskan rekomendasi non farmakologi yang dapat diberikan untuk 19
pasien tersebut pada bagian pembahasan
7. Tuliskan rencana monitoring yang perlu dilakukan untuk pasien tersebut.
Pada bagian pembahasan
8. Sebutkan jenis-jenis asma
JAWABAN
1.
DATA SUBJEK
Pasien mengalami : demam, malaise, dan batuk non-produktif, sesak dipagi hari,
mengalami sesak yanag berbunyi (mengi), dan mengalami takipenia

Riwayat Penyakit sebelumnya:


Asma,, terkahir 4 tahun yang lalu, dan menjalni 2x pengobatan dengan kortikosteroid
sebelumnya.

Riwayat keluarga:
Ayah nya mempunyai asma

Riwayat Sosial:
Tinggal bersama orangtua, dengan 2 saudara. Di rummah mempunyai kucing. Ayah
perokok

Pengobatan Yang Terakhir Diberikan:


Albuterol 2,5 mg nebul setiap 4-6 jam PRN saat serangan.
Fluticosone propionate 44 mcg MDI 2 puff BID
PCT 160 mg/ 5 ml-10 ml setiap 4 jam PRN demam
Ibuprofen 100 mg/ 5 ml – 10 ml setiap 6 jam PRN
OBJEKTIF

Tanda vital : TD 125/69, T 37.9°C, RR Data Nilai normal


54x/menit,, sat 94% pada 3L/menit melalui K 3,1 mEq/L 3,6 – 5,2 mEq/L
nasal cannula
CO2 29 mEq/L child 20-28
mEq/L
Laboratorium :
Na 141 mEq/L Glucosa 145 70 – 100 mEq/L
K 3,1 mEq/L Glu 154 mg/dL mEq/L
Cl 104 mEq/L WBC 34,2 x 10³/mm³ WBC 34,2 x 10³ 3.200 – 10.000 /
CO2 29 mEq/L RBC 5,07 x 106/mm³ mm³ mm³
BUN 16 mg/Dl Scr 0,52 mg/Dl HR 160x/menit 60 – 100x/menit
Pemeriksaan X-Ray : RLL (right lower
Suhu 36,8°C 36ºC
lobe) consolidation
TD 115/59 120/80
RR 54x/menit 20x/menit

( kemenkes RI, 2011)


2.
ASESMENT
- Penggunaan antipiretik yang berlebihan (2 obat).
- Dosis albuterol kurang tepat untuk pasien dengan berat badan 22,7 kg (Dipiro
2015 hal.828)
- Terapi kurang tepat untuk asma akut exacerbasi (GINA 2019, hal 104-105)
- Penggunaan antipiretik yang berlebihan (2 obat).
- Adanya kemungkinan kecil kontraindikasi antara albuterol dan fluticasone
(hipokemik)(Drug.com)
3. Planing
- Penggunaan antipiretik sebaiknya hanya satu saja (ibuprofen/paracetamol)
- Sebaiknya dosis albuterol disesuaikan dengan berat badan pasien (0,15-0,3
mg/kg BB). Disarankan dosisnya dinaikkan menjadi 3,4-6,8 mg (Dipiro
2015, hal 828)
- Fluticasone sebaiknya diganti dengan kortikosteroid oral yaitu dengan
methyl prednisolone 40-50 mg/hari selama 5-7 hari (GINA 2019, hal
104-105).
4. Tanda, gejala dan data laboratoriuum
• Sesak nafas dimana hanya dapat berbicara 4-5 kata dalam kalimat
• Demam
• malaise
• batuk non produktif
Data laboratorium :
Na 141 mEq/L
K 3,1 mEq/L Glu 154 mg/dL
Cl 104 mEq/L WBC 34,2 x 10³/mm³
CO2 29 mEq/L RBC 5,07 x 106/mm³
BUN 16 mg/Dl Scr 0,52 mg/Dl

TD 125/69, T 37.9°C, RR 40, 02 , saturasi 94% pada 3L/menit melalui nasal cannula

5. Tujuan terapi
• Perbaikan hipoksemia signifikan
• Perbaikan obstruksi jalan nafas
• Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang parah timbul kembali
• Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan memburuk atau monitoring ( ISO
FARMAKOTERAPI HAL 448)
6. Terapi non farmakologi
Hindari asam rokok, jauhkan dari hewan peliharaan, terapi oksigen, pasien dengan asma
akut harus menerima oksigen untuk mempertahankan PaO2 lebih besar dari 90 % (>95%
pada kehamilan dan penyakit jantung). Dehidrasi harus diperbaiki, berat jenis urin dapat
membantu mengarahkan terapi pada anak-anak ketika penilaian status hidrasi sulit (dipiro,
2015), halaman 823

7. Rencana monitoring : memantau hasil saturasi oksigen dan RR dengan tes lab , X-ray,
Spirometri, Analisa pemeriksaan PaO2
8. Jenis-jenis asma
Asma diklasifikan berdasarkan gambaran klinis secara umum pada
orang dewasa : intermitten, persinten ringan, persinten sedang dan
persinten berat. ( kemenkes RI no 1032, 2008 )

Anda mungkin juga menyukai