Anda di halaman 1dari 46

I.

SEJARAH PERKEMBANGAN
AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

1
A. PERUBAHAN DARI SENTRALISASI KE DESENTRALISASI.

Reformasi Pengelolaan Tata Kelola Pelayanan


Negara pemerintahan Masyarakat
DESENTRALISASI

• Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut berbagai strategi dan
kebijakan dilaksanakan. Dalam konteks kebijakan
hubungan antara pemerintah Pusat dan Daerah,
kebijakan pembangunan dapat dilihat dari sisi
pelimpahan kewenangan atau urusan untuk
melaksanakan pembangunan tersebut. Ada dua
pendekatan yang biasa digunakan, yaitu pendekatan
sentralisasi dan pendekatan desentralisasi.
DESENTRALISASI & PEMEKARAN
WILAYAH

• Ada dua hal penting yang berkaitan dengan


pemekaran wilayah yang berhubungan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu
pertama, bagaimana pemerintah
melaksanakannya, dan kedua, bagaimana
dampaknya di masyarakat setelah pemekaran
tersebut berjalan selama lima tahun
DESENTRALISASI & OTDA
• Desentralisasi identik dengan otonomi
karena kedua istilah tersebut
mempunyai makna yang sama yaitu
kewenangan daerah untuk mengurus
urusan-urusan pemerintahan daerah
atau mengurus rumah tanggahnya
sendiri,sedankan dalam penerapannya
otonomi lebih cenderung pada politik
sedangkan desentralisasi mengacu
pada administrasi
Perkembangan otonomi di Indonesia telah diterbitkan 9 (sembilan)
undang undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah yaitu:
• UU.No 1 tahun 1945 dimana kebijakan pemerintahan tentang otonomi daerah pada masa
itu menitik beratkan pada dekosentrasi
• UU. No.22 tahun 1948 dimana kebijakan pemerintah lebih menitik beratkan pada
desentralisasi
• UU.No. 1 tahun 1957 kebijakan otonomi bersifat dualisme, dimana kepala daerah
bertanggung jawab kepada DPRD
• ketetapan Presiden No.6 tahun 1959 Pemerintahan lebih menekankan pada dekosentrasi
• UU. No18 tahun 1965 masa itu kebijakan Pemeritahan menitik beratkan pada
desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada daerah sedangkan
dekosentrasi hanya sebagai pelengkap
• UU,No 5 tahun 1974 itu setelah terjadinya G30.SPKI yang pada dasarnya telah terjadi
fakuman dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai denan UU No
5 tahun 1974 yaitu dengan desentralisasi,dekosentrasi dan tugas pembantuan,
selanjutnya dengan kebijakan pemerintahan pada masa orde baru,maka pada masa
berlakunya UU.No 5 tahun 1974 pembangunan pembangunan menjadi isu sentral
dibandingkan politik yang pada penerapannya seolah olah terjadi proses politisasi peran
peran pemerintahan daerah dan mengantikanya dengan peran pembangunan yang
menjadi isi nasional
• UU. No 22 tahun 1999 pada masa itu terjadi lagi perubahan yang menjadikan
pemerintahan daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembagunan dengan mengedepankan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
• UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah & UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan Pusat & Daerah, dijabarkan pd Perpres No. 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
KONSEP OTONOMI
DAERAH
Desentralisasi menurut Undang- Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Undang Nomor 5 Tahun 1974 2004 tentang “Pemerintahan
Tentang “Pokok-Pokok Daerah” menyebutkan bahwa
Pemerintahan Di Daerah” adalah penyerahan wewenang
penyerahan urusan pemerintah pemerintahan oleh pemerintah
dari pusat kepada daerah. kepada daerah otonom adalah
Pelimpahan wewenang kepada untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan daerah, semata- urusan pemerintahan dalam
mata untuk mencapai suatu sistem Negara Kesatuan Republik
pemerintahan yang efisien Indonesia.
Dengan adanya otonomi daerah terdapat
beberapa keuntungan bagi pemerintah daerah
antara lain :

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan


publik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi


masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan

Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan


sumber daya daerah.
Otonomi daerah mewajibkan
pemerintahan daerah untuk
meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat
secara demokratis, merata, adil
dan berkesinambungan.
Kewajiban itu bisa dipenuhi
apabila pemerintah daerah mampu
mengelola potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya keuangan secara
optimal dengan menerapkan
prinsip-prinsip “good governance”
yaitu transparansi, partisipasi, dan
akuntabilitas.
Perubahan sistem pemerintahan tersebut
memberi dampak yang besar pada
penyelenggaraan pemerintahan dan ruang
lingkup kerja pada umumnya sehingga memberi
dampak juga pada perubahan pengaturan
sistem keuangan pemerintah daerah
B. PERMASALAHAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DAERAH

Permasalahan • Daya serap anggaran


 Tingginya KKN
Penyelenggaraan yang rendah
 Belum maksimalnya
Pemerintah Daerah • Akuntabiltas
Kinerja

Terhambatnya Pelaksanaan Urusan Pemerintah Daerah


C. PERMASALAHAN PEROLEHAN OPINI HASIL PEMERIKSAAN BPK.
UU RI Nomor 17 Tahun 2004 Pasal 30/31

Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota
menyampaikan rancangan
undang-undang tentang
pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD
kepada DPR/DPRD berupa
laporan keuangan
AKUNTABILITAS PUBLIK

PUBLIC PERS
SERVICE
PUBLIC
FUNDS DPR/DPD/DPRD
PUBLIC
GOODS LSM

PLANNING, EXECUTING CONTROLLING

13
AKUNTABILITAS PUBLIK
ACCOUNTABLE

OPINI WAJAR
PEMERIKSAAN
EFEKTIF
KEUANGAN
PEMBUKUAN
DAN EFISIEN
KINERJA EKONOMIS

14
AKUNTABILITAS PUBLIK

TIDAK
AKUNTABEL

OPINI SELAIN WTP


PEMERIKSAAN
TIDAK EFEKTIF
KEUANGAN
TINDAK
DAN TIDAK EFISIEN
LANJUT
KINERJA TIDAK EKONOMIS

15
Pemeriksaan LK – Tujuan
Memberikan pendapat/opini atas kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam
LKPP dengan mendasarkan pada:
1. Kesesuaian dengan SAP
2. Kecukupan pengungkapan
3. Kepatuhan terhadap Peraturan
Perundang-undangan
4. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern

16
Pemeriksaan LK–Jenis-jenis Opini

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) – LK telah disajikan &


diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material dan
informasi keuangan dalam LK dapat diandalkan

Wajar Dengan Pengecualian (WDP) – LK telah disajikan &


diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material,
kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam LK yang tidak
dikecualikan dalam opini pemeriksaan dapat diandalkan

Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) – LK tidak dapat


diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan (pemeriksa tidak
dapat meyakini LK apakah bebas dari i saji material)

Tidak wajar – LK tidak disajikan & diungkapkan secara wajar


dalam segala hal yang material, sehingga informasi keuangan
dalam LK tidak dapat diandalkan
17
80%

70%
67%
65% 65%

61%
60%
60%

50%

40%

34%

30%

23% 23%
22%

20% 19%

15%

10%
10%
7%
5%
4%
3%
2%
1% 1% 1%
0%
2009 (504 LHP) 2010 (522 LHP) 2011 (524 LHP) 2012 (522 LHP) 2013 (456 LHP)

WTP WDP TW TMP


PERKEMBANGAN OPINI LKPD TAHUN 2009 S.D TAHUN 2013

Provinsi Kabupaten Kota

Tahun WTP WDP TW TMP Total WTP WDP TW TMP Total WTP WDP TW TMP Total

1 24 3 5 33 7 240 37 95 379 7 66 8 11 92
2009
3% 73% 9% 15% 100% 2% 63% 10% 25% 100% 7% 72% 9% 12% 100%

6 22 0 5 33 16 254 23 103 396 12 67 3 11 93


2010
18% 67% 0% 15% 100% 4% 64% 6% 26% 100% 13% 72% 3% 12% 100%

10 19 0 4 33 36 268 6 89 399 21 62 2 7 92
2011
30% 58% 0% 12% 100% 9% 67% 2% 22% 100% 23% 67% 2% 8% 100%

17 11 0 5 33 72 256 6 67 401 31 52 0 7 90
2012
52% 33% 0% 15% 100% 18% 64% 1% 17% 100% 34% 58% 0% 8% 100%

15 12 0 2 29 102 214 9 14 339 36 50 0 2 88


2013
52% 41% 0% 7% 100% 30% 63% 3% 4% 100% 41% 57% 0% 2% 100%
D. CAKUPAN BIDANG AKUNTANSI.

Akuntansi adalah Akuntansi adalah seni Akuntansi keuangan


pengukuran, penjabaran, dalam mengukur, adalah suatu cabang dari
atau pemberian kepastian berkomunikasi dan akuntansi dimana
mengenai informasi yang menginterpretasikan informasi keuangan pada
akan membantu manajer, aktivitas keuangan. Secara suatu bisnis dicatat,
investor, otoritas pajak dan luas, akuntansi bertujuan diklasifikasi, diringkas,
pembuat keputusan lain untuk menyiapkan suatu diinterpretasikan, dan
untuk membuat alokasi laporan keuangan yang dikomunikasikan.
sumber daya keputusan di akurat agar dapat
dalam perusahaan, dimanfaatkan oleh para
organisasi, dan lembaga manajer, pengambil
pemerintah. kebijakan, dan pihak
berkepentingan lainnya,
seperti pemegang saham,
kreditur atau pemilik.
Besar/Sedang→PSAK

IFRS
Perusahaan/Komersial
(IASB)
Kecil →SAK Tetap

AKUNTANSI

IPSAS
Publik/Pemerintah SAP
(IFAC)
E. Periode Akuntansi di Awal Pemerintahan

Sejak awal berdirinya Pemerintahan Indonesia pada akhir tahun 1949 semua perangkat
pemerintahan masih mengadopsi peraturan yang dibentuk oleh Pemerintahan Belanda
termasuk dalam sistem keuangan negara dan penyusunan anggaran keuangan. Bahkan
sampai dengan tahun 2004, sistem yang digunakan masih berdasarkan pada Indonesische
Compatibiliteitswet Staatbladst Tahun 1925 Nomor 448. Peraturan ini kemudian diadopsi
menjadi UU Nomor 9 Tahun 1968 Tentang Perbendaharaan Indonesia.

Sistem ini masih sederhana yaitu menggunakan sistem pembukuan tunggal


(single entry). yang disebut juga akuntansi sistem kameral. Sistem ini merupakan
perangkat sistem pencatatan sederhana untuk mengatur keuangan melalui
pencatatan yang dilakukan pada buku kas yang terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran dan beberapa buku pembantu yang mencatat masing-masing
transaksi. Transaksi tersebut dicatat dalam satu catatan tunggal yang lebih
banyak fungsinya untuk pelaporan kepada pihak yang memiliki kekuasaan lebih
tinggi secara berjenjang, yang dipakai ketika organisasi atau perusahaan masih
pada tahap awal beroperasinya.
Tata alur kerja dari sistem kameral ini adalah pencatatan yang diselenggarakan
secara tata buku tunggal namun terbatas pada arus kas (petugas/kepala kas
hanya mengisi kolom-kolom yang tersedia).
Keunggulan sistem ini adalah mudah digunakan
dan dipahami oleh para pengguna, sedangkan
kelemahannya adalah :

Tidak ada evaluasi atas transaksi yang


dicatat.

Tidak dapat ditelusuri secara rinci


atas transaksi yang dicatat, sehingga
sulit dilakukan audit.

Tidak ada sistem akuntansi yang


terpusat dan teratur untuk keperluan
pengendalian internal.

Sistem tersebut belum memiliki wacana transparasi dan akuntabilitas dalam


pengelolaan penyusunan laporan keuangan pemerintah. Laporan neraca, belum
dapat dibuat, karena itu fungsi audit terhadap keuangan negara belum berjalan
dengan baik.
F. PERIODE AKUNTANSI ERA TAHUN 1982 - REFORMASI

Upaya dilakukan melalui


Upaya untuk meningkatkan Proyek Penyempurnaan Sistem
akuntabilitas keuangan negara Akuntansi dan Pengembangan
Modernisasi akuntansi dilakukan oleh Badan Akuntansi (PPSAPA) dengan
keuangan di sektor Akuntansi Keuangan Negara bantuan pembiayaan dari Bank
pemerintah dimulai tahun (BAKUN) yang merupakan unit Dunia. Proyek ini bermula dari
1982. eselon 1 Departemen kondisi sistem akuntansi dan
Keuangan. pencatatan yang masih
menggunakan single entry
Kelemahan single entry, yaitu
• Proses penyusunan laporan keuangan lambat
karena disusun dari sub sistem yang
terpisah-pisah dan tidak terpadu.
• Sistem single entry tidak lagi memadai
menampung kompleksitas transaksi
keuangan pemerintah.
• Sulit dilakukan rekonsiliasi antar sub sistem.
• Tidak mendasarkan pada standar akuntansi
keuangan pemerintah.
• Tidak dapat menghasilkan neraca
pemerintah.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)

SAU→BAKUN 1. KAR
2. KAR –K
→Depkeu 3. KAR SAI

SAPP
1. SAI Departemen
2. SAI Eselon I
3. SAI Kantor
SAI 4. SAI Proyek
→Departemen/LPND/PEMDA 5. SAI Pemerintah
Daerah
Pemerintah juga telah mengeluarkan
Keppres Nomor 17 Tahun 2000

Mewajibkan departemen/lembaga
pemerintah non departemen wajib
menyelenggarakan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dengan menyusun
laporan keuangan berupa Laporan Realisasi
Anggaran dan Neraca departemen atau
lembaga yang bersangkutan
Target jangka waktu bagi penerapan sistem ini adalah empat
tahun, dimulai untuk Tahun Anggaran 1993/1994, hingga
tahun 2001 belum ada departemen/non departemen yang
menerapkan SAPP secara penuh. Rendahnya penerapan
sistem ini pada tingkat daerah disebabkan, antara lain, oleh
kurangnya sosialisasi yang terencana, kurangnya sumber daya
manusia, resistensi dari pengguna sistem terhadap perubahan
serta kurang koordinasi antar lembaga terkait. Selain itu
disebabkan munculnya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang
memberikan keleluasaan daerah untuk mengelola
keuangannya. Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintah
untuk menyamakan persepsi para penyusun neraca juga
menjadi kendala bagi penerapannya, sehingga penyusunan
neraca pusat dan proses konsolidasi dengan pemerintah pusat
belum dapat dilakukan.
G. PERIODE AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH MENGGUNAKAN MANUAL AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH (MAKUDA).

Sebelum bergulirnya otonomi daerah, pertanggungjawaban


laporan keuangan daerah yang harus disiapkan oleh
pemerintah daerah hanya berupa laporan perhitungan
anggaran dan nota perhitungan. Sistem yang digunakan
untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA
(Manual Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan
sejak tahun 1981.

Departemen Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri


Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang MAKUDA
yang menjadi pedoman pencatatan keuangan daerah yang
pada dasarnya sebatas pada tata buku bukan merupakan
suatu sistem akuntansi.
Sistem MAKUDA mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

• Sistem pencatatan single entry (Pembukuan tunggal/tidak


berpasangan).
• Dual budget (rutin dan pembangunan), dokumen anggaran DIKDA
dan DIPDA
• Incremental budget, didasarkan pada jenis belanja dan lebih input
oriented.
• Laporan yang dihasilkan berupa laporan perhitungan anggaran dan
nota perhitungan.
• Pengakuan belanja dan pendapatan berdasarkan kas basis, artinya
belanja & pendapatan daerah diakui pada saat kas dikeluarkan
dari/diterima di kas daerah. Pengeluaran belanja modal hanya
dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran, tidak dicatat sebagai
aset tetap.
• Anggaran berimbang dan dinamis dengan struktur anggaran
pendapatan daerah sama dengan belanja daerah, tidak mengenal
defisit atau surplus anggaran. Pinjaman yang diperoleh oleh daerah
dicatat sebagai penerimaan daerah, yang seharusnya merupakan
sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit
anggaran.
Dalam penerapannya Sistem MAKUDA
mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
• Tidak mampu memberikan informasi mengenai
kekayaan yang dimiliki oleh daerah, yaitu tidak
dapat memberikan laporan neraca.
• Tidak mampu memberikan informasi mengenai
laporan aliran kas sehingga manajemen atau
publik tidak dapat mengetahui faktor apa saja
yang menyebabkan adanya kenaikan atau
penurunan kas daerah.
• Tidak dapat membantu daerah untuk
menyusun laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD berbasis kinerja sesuai
tuntutan masyarakat.
H. Periode Akuntansi SAP Berbasis Kas menuju Akrual

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
• Dalam PP ini terdapat wacana mengenai pelaporan kinerja, termasuk
keuangan yang disusun dengan menggunakan suatu standar analisa belanja,
tolak ukur kinerja dan standar biaya. Walaupun masih sederhana format
laporan pertanggungjawaban yang dibuat kepala daerah pada era otonomi
meliputi Laporan Perhitungan APDB, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran
Kas dan Neraca Daerah.
• Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 355/KMK.07/2001
• Untuk membantu mempercepat penerapan sistem akuntansi, dibentuk Tim
Pokja Evaluasi Pembiayaan dan Informasi Keuangan Daerah. Tim ini bertugas
untuk menyusun buku panduan teknis bagi daerah dalam pengelolaan
keuangannya. Terdapat 4 (empat) buku panduan teknis yang mengatur
tentang pos-pos neraca, perhitungan anggaran dan pedoman akuntansi.
• Pedoman akuntansi tersebut memaparkan siklus keuangan daerah mulai dari
kerangka umum sistem informasi keuangan daerah hingga prosedur
pelaporan APBD ke DPRD. Dengan adanya peraturan ini, ditambah dengan
pedoman Standar Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang disusun tim Pokja,
laporan pertanggungjawaban keuangan daerah menjadi lebih transparan dan
akuntabel kepada publik.
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang


Pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata keuangan
daerah dan penyusunan perhitungan APBD. Peraturan tersebut
dibutuhkan untuk mengisi kekosongan standar yang menjadi patokan
bagi pemerintah daerah untuk menyusun laporan keuangan.
• UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara
• Peraturan tersebut mewajibkan adanya suatu standar akuntansi
pemerintah sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi
pemerintah. Pembentukan komite penyusunan standar dilakukan
pemerintah pada tahun 2005 yang merupakan komite gabungan
antara pemerintah dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Undang-
undang ini merupakan salah satu bentuk respon pemerintah
terhadap masalah transparasi pengelolaan keuangan yang buruk,
selain untuk memenuhi prasyarat tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) yang diajukan International Monetary Fund (IMF)
dalam pemberian dana bantuan pemulihan ekonomi pasca krisis.
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.


• Undang-undang ini mengatur tentang wewenang dan tugas pejabat yang ditunjuk untuk
mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan negara, termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Peraturan ini juga
mengatur tentang pelaksanaan pendapatan dan belanja, pengelolaan uang, pengelolaan
piutang dan utang, pengendalian intern, penyelesaian kerugian, serta pengelolaan
keuangan badan layanan umum di tingkat pusat dan daerah.
• Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi
Pemerintah (KSAP).
• Pembentukan KSAP merupakan penyempurnaan dari komite serupa yang dibentuk
Menteri Keuangan pada tahun 2002, yang bertugas menelaah ulang dan
menyempurnakan draft publikasian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
dihasilkan oleh komite sebelumnya. KSAP dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
• Komite Konsultatif
• Komite ini bertugas memberikan konsultasi dan pendapat, dengan struktur anggota
dari Dirjen Perbendaharaan (Depkeu), Dirjen Otonomi Daerah (Depdagri), Staf Ahli
Menkeu Bidang Pengeluaran Negara, Ketua IAI, serta ketua asosiasi pemerintah
daerah tingkat propinsi, kabupaten dan kota diseluruh Indonesia.
• Komite Kerja Komite ini bertugas mempersiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep
Rancangan PP tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Struktur anggota komite sama
dengan komite konsultatif ditambah unsur dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam


periode ini, yaitu :
• PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
• Peraturan ini mengatur tentang
penerapan SAP dari berbasis kas
menuju akrual (cash Toward akrual)
SAP ini merupakan produk dari KSAP
yang dibentuk dengan Keppres
sebagaimana diuraikan di atas.
I. Periode SAP berbasis Akrual

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• PP Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan


Kinerja Instansi Pemerintah
• PP ini mengharuskan pemerintah daerah menyusun dua
jenis laporan, yaitu laporan keuangan dan laporan
kinerja. Laporan kinerja, berisi ringkasan tentang
keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang
dicapai dari masing-masing program sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
Dengan adanya laporan ini, pemerintah memiliki
gambaran yang jelas mengenai proses pengalokasian
anggaran berdasarkan kegiatan serta indikator
kinerjanya. Laporan ini akan meningkatkan efektifitas
pencapaian target anggaran setiap program dan kegiatan
yang telah dilakukan pemerintah
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• PP Nomor 56 Tahun 2006 Tentang Sistem Informasi


Keuangan Daerah
• Seiring dengan perkembangan teknologi, akses informasi
bagi masyarakat luas semakin mudah dan terjangkau.
Dalam menanggapi perkembangan tersebut, pemerintah
membentuk sistem informasi keuangan yang lebih
terbuka dan memudahkan proses konsolidasi antara
pusat dan daerah. Jenis laporan yang harus disampaikan
pemerintah daerah adalah APBD dan realisasinya,
neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan
keuangan, dana dekonsentrasi dan dana tugas
pembantuan, laporan keuangan perusahaan daerah, dan
dana yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan
kapasitas fiskal daerah.
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• Permendagri Nomor 13 tahun 2006 jo to Permendagri 59 tahun 2007 dan


Permendagri 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
• Peraturan tersebut merupakan landasan teknis bagi daerah untuk mengelola
keuangannya. Peraturan ini lebih spesifik mengatur tentang perlakuan akuntansi
untuk penerimaan dan pengeluaran kas serta bukti-bukti transaksi, buku jurnal
penerimaan kas, buku besar, buku besar pembantu, prosedur akuntansi aset, dan
prosedur akuntansi selain kas. Dengan Peraturan ini, pemerintah daerah
diwajibkan menyusun neraca secara berkala, yang berarti menuntut sesegera
mungkin bagi pemerintah daerah untuk menginventarisasi aset yang dimiliki.
Permendagri 13 tahun 2006 merupakan peraturan pengganti Permendagri 29
tahun 2002 yang membagi klasifikasi belanja kedalam:
• Urusan pemerintahan.
• Urusan wajib.
• Urusan pilihan.
• Fungsi.
• Organisasi.
• Program dan kegiatan.
• Kelompok belanja, dengan adanya klasifikasi ini, maka struktur belanja daerah
akan lebih terkontrol dan mudah ditelusuri secara ekonomis.
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :PP Nomor 8 Tahun 2006
Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
• PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
• Peraturan tersebut menyebutkan bahwa SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PP ini
mempunyai 3 lampiran yaitu:
• Lampiran I tentang SAP berbasis akrual yang berisikan :
• Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan.
• PSAP 01 penyajian laporan keuangan.
• PSAP 02 laporan realisasi anggaran berbasis kas.
• PSAP 03 laporan arus kas.
• PSAP 04 catatan atas laporan keuangan.
• PSAP 05 akuntansi persediaan.
• PSAP 06 akuntansi investasi
• PSAP 07 akuntansi aset tetap
• PSAP 08 akuntansi konstruksi dalam pengerjaan
• PSAP 09 akuntansi kewajiban
• PSAP 10 koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi
akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan.
• PSAP 11 laporan keuangan konsolidasian
• PSAP 12 laporan operasional
• Lampiran II tentang SAP berbasis kas menuju akrual.
• Lampiran III tentang proses penyusunan SAP berbasis akrual.
lanjutan

Peraturan yang menjadi pedoman dalam periode ini, yaitu :

• Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang penerapan


SAP berbasis akrual pada pemerintah daerah.
• Terbitnya Peraturan ini adalah sebagai mandat dari pasal
7 ayat 1 PP Nomor 71 Tahun 2010, tentang SAP yang akan
memberikan dampak yang besar dalam perubahan sistem
akuntansi yang diterapkan oleh pemerintah daerah.
Perubahan mendasar yang mempengaruhi sistem
akuntansi adalah perubahan basis akuntansi. Basis
akuntansi yang dianut oleh PP Nomor 24 Tahun 2005
adalah basis kas menuju akrual (cash towards accrual),
sedangkan pada PP Nomor 71 Tahun 2010, basis
akuntansi adalah basis akrual. Basis cash toward accrual
adalah penggunaan basis kas dan basis akrual dalam
penyusunan laporan keuangan
Ada bagian laporan keuangan yang menggunakan basis kas yakni
untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Sebagian lagi menggunakan basis akrual yakni untuk pengakuan


aset, kewajiban dan ekuitas.

Pengertian dari basis kas adalah suatu transaksi ekonomi atau


peristiwa akuntansi diakui dan dicatat apabila telah terjadi
penerimaan atau pengeluaran kas.

Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi dimana transaksi


ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan
dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut,
tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan.
Bila dibanding dengan penerapan basis kas menuju akrual sebagai
mana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2005. Kelebihan
akuntansi berbasis akrual antara lain menyajikan informasi dengan
lebih lengkap dan memenuhi fungsi manajerial pengawasan.
Dalam rangka
Faktor kesiapan pemerintah mengimplementasikan akuntansi
daerah, tentunya menjadi sangat berbasis akrual pada pemerintah
penting dalam implementasi daerah, maka perlu dibuat
akuntansi berbasis akrual yang peraturan kepala daerah
harus dilaksanakan pada tahun mengenai kebijakan akuntansi,
2015. sistem akuntansi dan penyusunan
bagan akun standar (BAS).
J. Gambaran Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)

SAPD Pada SKPD

LKPD/Laporan
SAPD Konsolidasian

SAPD Pada PPKD

SKPD BUD
Sistem akuntansi pemerintah
daerah pada SKPD (SAPD-SKPD)

SAPD-SKPD selaku entitas akuntansi akan menghasilkan 5 jenis laporan


keuangan, yaitu :

SKPD merupakan
entitas akuntansi
yang berkewajiban
menyusun laporan
keuangan dan
menyampaikannya
kepada kepala
daerah melalui Laporan Catatan atas
PPKD.
Realisasi Laporan Laporan Laporan
Anggaran Neraca Operasional Perubahan Keuangan
(LO) Ekuitas (LPE)
(LRA) (CaLK)
Sistem akuntansi pemerintah daerah pada PPKD (SAPD-PPKD).

• DPKAD selaku kantor pengelola PPKD mempunyai 2 sistem akuntansi


yaitu :
• SAPD PPKD selaku SKPD
• SAPD PPKD selaku BUD yang terbagi kedalam dua sub sistem yang
terintegrasi, yaitu:
• SAPD PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang
akan menghasilkan laporan keuangan PPKD yang terdiri dari LRA,
Neraca, LO, LPE dan CaLK.
• SAPD Konsolidator sebagai wakil pemerintah daerah (entitas
pelaporan) yang akan mencatat transaksi resiprokal antara SKPD
dan PPKD (selaku BUD) dan melakukan proses konsolidasi laporan
keuangan (laporan keuangan dari seluruh SKPD dan PPKD
menjadi laporan keuangan pemerintah daerah yang terdiri dari :
• Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
• Neraca.
• Laporan Operasional (LO).
• Laporan Perubahan Ekuitas (LPE).
• Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
• Laporan Arus Kas (LAK).
• Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Anda mungkin juga menyukai