Anda di halaman 1dari 26

By;

Mutiara Hikmah
PMH DALAM HAG
 Teori Klasik: Hukum dari orang yang
melanggar (recht van de dader).
Contoh-contoh Yurisprudensi
1. Landraad Sukabumi, tahun 1927,
diputuskan bahwa seorang pemilik truk
Indonesia tidak bertanggung jawab
menurut hukum adat untuk tabrakan yang
dilakukan supirnya terhadap mobil
seorang Tionghoa.
2. Raad van Justitie Jakarta, tahun 1928.
Pertanggung jawaban dari pemilik mobil
Indonesia, untuk perbuatan-perbuatan
sopir Indonesianya karena tabrakan-
tabrakan terhadap orang-orang Eropa atau
badan-badan hukum Eropa.
Terdapat pelembutan hukum PMH
dalam HAG
 Yaitu : Berlaku Hukum dari Sang
korban.
 Pelembutan bisa terjadi, karena si
pelaku dianggap telah masuk dalam
suasana hukum sang korban.
PMH DALAM HPI
Teori Klasik
 Lex Loci Delicti Commissi/ Lex Loci Delicti
 Hukum yang berlaku untuk PMH adalah hukum
dimana perbuatan itu terjadi. Hukum ini menentukan
baik mengenai syarat-syarat terjadinya PMH, maupun
akibat-akibatnya.
Alasan-alasan
Yang Pro teori klasik
1. Dipermudahnya menemukan hukum
2. Perlindungan sewajarnya bagi khalayak ramai
3. Alasan Preventie
4. Demi kepentingan si pelanggar
5. Uniformitas keputusan
Keberatan terhadap
Teori Klasik
1. Tidak sesuainya hard and fast rule
2. Perlindungan harapan publik petitio principii
3. Preventie hanya relatif
4. Tidak ada kesatuan universal
5. Keberatan sukarnya menentukan Locus
6. Keberatan karena tidak sesuai dengan milleu sosial
Prinsip Lex Fori
 Alasan-alasan:
praktis, ingin melindungi warga negara sendiri
(berakibat juridisch chauvinisme)
 Penganut: Inggris, Perancis, Jerman.
a. Kombinasi pemakaian
Lex Loci Delicti dan Lex Fori
a. Prinsip Persamaan dari HPI Inggris.
b. Harus memenuhi syarat actionable dan justifiable.
c. Actionable, berarti seorang penggugat di hadapan
pengadilan Inggris harus dapat membuktikan bahwa
tindakan sengketa dari tergugat apabila dilakukan di
wilayah Inggris, merupakan suatu “tort” pula yang
membawa kewajiban membayar ganti rugi.
Justifiable
 Artinya, Perkara yang disengketakan harus juga
merupakan perbuatan melanggar hukum di tempat
dimana ia dilakukan.
a. Cause celebres:
Philips vs. Eyre (1870) dan Machado vs. Fontes (1897)
Philips vs. Eyre (1870)
 Penggugat telah mengajukan tuntutan di Inggris
terhadap seorang ex Governor dari Jamaica.
 Tergugat dituduh telah melakukan PMH, karena ia
selama masa jabatannya telah melakukan perbuatan
sewenang-wenang terhadap penggugat, dengan
memenjarakannya tanpa alasan.
 Kemudian oleh Pemerintah Jamaica telah dikeluarkan
perundang-undangan dengan kekuatan berlaku surut,
yang membernarkan segala tindakan-tindakan yang
telah diambil.
 Dengan demikian, menurut Hukum Jamaica tindakan-
tindakan yang telah diambil terhadap penggugat telah
menjadi sah.
 Tuntutan penggugat tidak dapat dikabulkan.
 Pertimbangan Hakim Willes J sesuai dengan
pendirian HPI Inggris mengenai PMH, harus
memenuhi dua syarat, yaitu actionable dan justifiable.
Machado vs. Fontes (1897)

 Penggugat menuntut ganti rugi karena penghinaan


yang dilakukan dalam sebuah pamflet berbahasa
Portugis, yang diterbitkan oleh tergugat di Brazil.
 Pihak tergugat mendalilkan, bahwa menurut Hukum
Brazil tidak dapat dilakukan tuntutan ganti rugi, oleh
karena hanya dapat dilakukan suatu tuntutan pidana.
 Menurut Hukum Brazil, tidak ada tempat untuk
tuntutan ganti rugi secara Perdata.
 Hakim Inggris, Lopes L J, mempertimbangkan antara
lain bahwa kedua syarat terjadinya PMH terpenuhi.
 Gugatan Penggugat dapat dibenarkan.
Pendirian Morris:
The Proper Law of A Tort
 Babcock vs. Jackson (1963)
 Miss G. Babcock dengan kawan-kawannya, Mr and
Mrs W. Jackson, pada 16 September 1960, semua
penduduk Rochester (nama tempat di Negara Bagian
New York), telah pergi untuk suatu week end trip
dalam mobil Jackson ke Canada.
 Pada saat melewati Ontario, Jackson yang menyetir,
kehilangan kekuasaan atas stir dan menabrak tembok,
hingga Miss Babcock menjadi luka berat.
 Sekembalinya di negara bagiannya, Miss Babcock
mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap Jackson,
berdasarkan tuntutan kelalaian.
 Pada waktu kecelakaan terjadi, di Ontario berlaku
suatu “Guest Statute”, artinya seseorang yang
menumpang kendaraan tidak dapat menuntut
kompensasi apapun jika terjadi kecelakaan.
 Hakim USA Fuld, dalam pertimbangannya telah
menggunakan The Proper Law of a Tort, antara lain:
dibandingkan antara Hukum Ontario dan hukum New
York.
 Menurut Hakim, Hukum negara bagian New York jauh
melebihi kepentingan Hukum Ontario. Keberadaan
para pihak di Ontario hanya kebetulan belaka.
 Faktor-faktor yang mendukung pernyataan tersebut,
antara lain: para pihak adalah penduduk New York,
Mobil tercatat di NY, diasuransi di NY, perjalanan
dimulai dari NY dan direncanakan berkahir juga di
NY.
 Hukum Negara Bagian New York tidak mengenal
adanya Guest Statute, yang berarti seseorang yang
mengakibatkan Tort supaya mengganti rugi
sepenuhnya.
Contoh-contoh Yurisprudensi
lain:
1. Dym vs. Gordon (1965), AS
2. Macey vs. Rozbicki (1966), AS
3. Kell vs. Henderson (1966), AS
4. Boys vs. Chaplin (1967), Inggris
Yuriprudensi di Belanda
1. De Menagerie
2. Kecelakaan orang-orang Belanda di Perancis
3. Kecelakaan orang-orang Belgia di Belanda
4. Kecelakaan antara orang Jerman dan belanda di
Belanda
Yurisprudensi di Indonesia
 PMH di Semarang (1957)
 Diputuskan oleh Hof den Haag, perkara PMH yang
terjadi di Semarang.
 Monyet dari seorang Dokter gigi dari golongaan rakyat
Timur Asing telah menggigit orang karena lepas dari
ikatannya.
 Kemudian sang korban dan dokter gigi berada di
Belanda, hakim menggunakan Pasal 1368 BW.
Indonesia.
Sekian, Terima Kasih.

Anda mungkin juga menyukai