Anda di halaman 1dari 60

Teknologi Polimer

Rudiyansah

Perilaku Reologi dan Perilaku Mekanik Polimer


Teknik Metalurgi & Material
Universitas Indonesia
Reologi Polimer
• Reologi polimer berkaitan dengan hubungan antara
tegangan/tekanan dan deformasi dari bagian suatu
material polimer. Seringkali dikaitkan dengan sifat alir
polimer baik dalam keadaan larutan maupun lelehan,
sama seperti reaksi material dalam keadaan padatan
terhadap tegangan mekanik.
• Kebanyakan material polimer menunjukkan kombinasi
reaksi antara dalam keadaan cairan maupun padatannya,
dan disebut viscoelasticity, yang merupakan kombinasi
dari viskositas keadaan cairan dan elastisitas dari keadaan
padatan.
Reologi Polimer
• Material polimer memiliki nilai viskositas yang sangat tinggi
dalam keadaan lelehannya dan karakteristik aliran yang
spesial, sehingga mendapat istilah “non-Newtonian”.
• Hukum Newton dalam hal aliran material :

Shear stress (shear Rate of shear (velocity


force per unit area) gradient) yang merupakan
yang bekerja pada rate of deformation (or strain
fluida rate).
Reologi Polimer

Shear stresses dan deformasi


Reologi Polimer
• Intepretasi fisika dari unit viskositas didefinisikan sebagai
ekivalen antara gaya yang dibutuhkan untuk mempengaruhi
aliran fluida yang dihubungkan diantara dua plat padatan
paralel (satu plat stasioner dan satunya bergerak terhasap
fluida) dimana variabel (jarak antar plat, kecepatan dan luas
area yang bersinggungan) menjadi satu bagian.
• Hanya dalam kasus cairan sederhana, konstanata koefisien
viskositas dapat muncul, bergantung hanya terhadap
temperatur, dan dinyatakan dengan hubungan Arrhenius :

Viskositas menurun secara eksponensial


terhadap kenaikan temperatur
Reologi Polimer
• Dalam polimer, dipahami bahwa, nilai viskositas polimer
tidaklah konstan, melainkan bervariasi terhadap kondisi alir,
sehingga polimer dalam bentuk cairan disebut sebagai cairan
non-Newtonian.

Non-Newtonian liquid

Newtonian liquid

Kurva alir dari berbagai jenis cairan.


Reologi Polimer
• Pada garis 1, diterangkan mengenai cairan Newtonian, dimana
viskositas identik dengan gradien.
• Pada kurva 2, viskositas menurun secara bertahap seiring
dengan kenaikan shear rate, hal ini menunjukkan perisitiwa
shear-thinning (pseudoplastic liquid), ciri dari kebanyakan
lelehan dan larutan polimer.
• Pada kurva 3, ditunjukkan peristiwa shear-thickening
(dilatant), dimana viskositas meningkat seiring dengan
kenaikan shear-rate. Fenomena ini muncul dalam konsentrasi
berbentuk pasta.
• Kurva 4 menunjukkan “Binghan liquid”.
Reologi Polimer
• Pada non-Newtonian liquid, berlaku hubungan persamaan
Power-law :

• Secara terbatas dikatakan, bahwa Bingham liquid


merupakan non-Newtonian liquid.
Reologi Polimer
• Hubungan antara berat molekul (MW) dan konstanta
viskositas awal terjadi ketika polimer dalam keadaan
yang umum ketika menerima regangan yang kecil (low shear).
• Hubungan empiris yang sejenis dengan persamaan Power-law
berlaku :

Pengaruh berat molekul terhadap viskositas lelehan


Reologi Polimer
• Shear-thinning dapat diartikan sebagai fenomena
disentanglement rantai polimer, orientasi arah alir, dan
deformasi struktur polimer, dimana kesemuanya itu muncul
sebagai akibat meningkatnya shear stress or rate. Sebagai
hasilnya, viskositas akan menurun. Penting diketahui bahwa
faktor ini menjadi dominan seiring kenaikan dimensi rantai.
• Beberapa persamaan keadaan mampu menjelaskan kurva alir,
dengan menggunakan konsep Newtonian (low-shear constant)
dengan parameter viskositas .
Reologi Polimer
Pada keadaan high-shear rates, persamaan
Carreau menjadi persamaan Power-law.

Berbagai persamaan keadaan

Viskositas lelehan polimer bergantung pada shear conditions (rates or


stress), berat molekul, dan temperatur. Newtonian liquid mengikuti
kaedah persamaan Arrhenius dan bergantung pada temperatur, pada
perilaku viskositasnya dalam keadaan lelehan.
Reologi Polimer
• Umumnya polimer meleleh pada suhu diatas temperatur
transisi glas/Tg (diatas 100˚C). Pada rentang intermediate ini,
generalisasi persamaan William, Landel dan Ferry berguna
dalam menentukan nilai viskositas lelehan polimer.
• WLF equation :

Rasio antara low shear viscosity at T terhadap viscosity at Tg, dimana


nilai low shear viscosity at T diestimasi bernilai hingga 1000 poise
(dimana berat molekul dan shear bernilai kecil).
Persamaan WLF diatas menjadi penting, dikarenakan memberikan
persamaan keadaan yang yang berkorespondensi dengan perbedaan
temperatur.
Reologi Polimer

Persamaan keadaan Ferry


Dimana nilai B adalah konstan.
Reologi Polimer

Persamaan keadaan Carreau


Reologi Polimer
• Pada non-Newtonian liquid ada faktor yang lain yang perlu
diperhitungkan, yaitu “normal stresses”. Normal stresses
menunjukkan tegangan dalam arah yang seragam sebagai
sebuah bidang deformasi, menghasilkan “stretching” atau
pemuluran dan “swelling” pada cairan lelehan polimer seperti
yang di temui pada extruder, pada bagian tube maupun
cetakannya.
• Dunia Industri umumnya menggunakan pseudo-parameter,
seperti Melt Flow Index (MFI), dikarenakan MFI memiliki
respon yang sensitif terhadap perubahan berat molekul, cabang
rantai utama dan distribusi, yang disajikan dalam informasi
fluiditas cairan pada keadaan dikenai shear stress yang
mengacu pada standar.
Reologi Polimer
• Viscoelasticity, gabungan sifat cairan dan padatan.
• Hooke’s law menyatakan hubungan antara stress (S) dan
deformasi (γ), dimana secara matematis dinyatakan dengan :
dan
dimana G adalah shear modulus dan E adalah Young’s
modulus. Hukum Hooke hanya berlaku dalam polimer, ketika
polimer dalam keadaan glassy, dibawah titik Tg.
Reologi Polimer
Deformasi pada padatan
(spring) sepenuhnya
recoverable, dimana pada
cairan (dash-pot) adalah
proses irrecoverable yang
dikonversikan menjadi
panas.

Mechanical models for solids Energi elastisitas tersimpan


(spring) and liquids (dash-pot) dan dapat dipulihkan ketika
energi viskositas terdisipasi.

Mewakili Newtonian liquid (viscosity)

Spring mewakili elastisitas atau modulus Hooke.


Reologi Polimer

Deformasi padatan elastis (at Combined


Deformasi Newtonian liquid (at
constant stress) constant stress)

Maxwell model
Reologi Polimer
• Pada Maxwell model (viscoelastic liquid/series combination),
merupakan kombinasi linear viskoelastik dari mechanical
model yang telah presentasikan diatas.

Berlaku hubungan :

Maxwell Model
Reologi Polimer

Deformation of the Maxwell model

Pengembangan deformasi yang terjadi pada Maxwell model


terhadap waktu (ketika constant stress is applied and later removed)
Reologi Polimer
• Pada periode relaksasi tegangan dari tegangan yang tinggi
hingga ke tegangan rendah, ketika pegas tidak lagi ditarik,
berlaku hubungan matematis yang menyatakan waktu relaksasi
dan berkaitan erat dengan proses relaksasi itu sendiri :

dimana (respon pegas)


dan (waktu relaksasi).
λ meningkat seiring dengan kenaikan panjang rantai polimer.
Persamaan lain dalam menjelaskan proses stress-relaxation
dengan meninjau time-history of the relaxation modulus G :
Reologi Polimer

Stress relaxation of a Maxwell model

Grafik diatas didapat dari persamaan :


Reologi Polimer
Voigt (Kelvin) model adalah salah satu
permodelan viscoelastic dari polimer, dengan
mengkombinasikan pegas dan dash-pot secara
paralel.
Secara matematis, dihubungkan dengan
persamaan :
A Voigt (Kelvin) model

Angka 1 dan 2
mewakili pegas dan
dash-pot
Deformation of a Voigt body
Reologi Polimer

Deformation of a Burger body


Burger Model

Burger Model menyajikan sifat polimer di atas titik Tg dalam kondisi


elastomeric, while single dash-pot mensimulasikan aliran lelehan
pada temperatur tinggi. Ada lima (5) region yang muncul ketika
proses pemanasan polimer (mengacu pada Burger model), mengikuti
perubahan modulus relaksasi terhadap waktu dan suhu, dalam
melihat fenomena ini lebih baik meninjau polimer amorf.
Reologi Polimer
Berdasarkan Burger model

Time (or temperature) dependence of relaxation modulus


Reologi Polimer

A master curve (at 25˚C) for a generalized amorphous polymer


Reologi Polimer
• Berdasarkan kurva master, perlu adanya parameter baru untuk
menjelaskan sifat viscoelastic, yaitu Deborah number (De), dimana
De diturunkan dengan membagi waktu relaksasi dengan durasi
proses relaksasi, mengikuti hubungan :
• Satu hal lagi tinjauan dalam reologi polimer adalah mengenai
tegangan osilasi (periodik) yang mengarah ke sifat dinamik polimer.
Bisa menggunakan hubungan osilasi biasa (sinusoidal).
Reologi Polimer

Terlihat pada kurva diatas, bahwa sifat dinamik polimer yang


diwakili dengan variabel frekuensi memiliki pengaruh terhadap
nilai storage modulus.
Reologi Polimer
• Viscoelastic electronic model, dimana pegas digantikan
dengan kapasitor, yang mampu menyimpan energi elektronik
mengikuti hukum Coulomb :

• Mechanical dash-pot dapat digantikan dengan resistor,


mengikuti hukum Ohm :
Reologi Polimer

Permodelan buatan, baik permodelan mekanik dan permodelan


elektrik bermanfaat dalam memahami performa mekanik polimer.
Mechanical Properties
Yielding, batas atas daerah elastisitas.

Kurva tegangan-regangan
Hooke’s law for elastic solids is followed.
Didapat modulus kekakuan (E).
Mechanical Properties
• Nominal stress :
• True stress :
• Hubungan antara nominal stress dan true stress :
• Ketika material mempertahankan volumnya saat proses
stretching ( incompressibility may occur with ductile or
rubber-like material), dan dihubungkan dengan persamaan:
Mechanical Properties

Kurva tegangan-regangan pada berbagai temperatur.

Kurva tegangan-regangan diatas adalah contoh dari hasil uji LDPE ( Low
Density PolyEthylene), dimana elongasi meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur, dimana tensile strength dan nilai modulus
berkurang. Secara bertahap, bagian LDPE berubah dari keadaan rigid dan
brittle menuju keadaan yang melunak dan ulet.
Mechanical Properties
• Rigid dan getas dalam material polimer : Modulus kekakuan
tinggi, elongasi yang rendah, breaks prior to yield dan low
toughness. Kegetasan muncul dikarenakan rendahnya
kemampuan elongasi sehingga langsung menyebabkan
patahan. (elongasi diantara 2% hingga 5% ).

Stress-strain graph of a rigid and brittle material


Mechanical Properties
• Rigid and strong polimer, memiliki nilai tensile strength dan
modulus kekakuan yang tinggi, dan memiliki cukup
kecenderungan berelongasi, melewati titik luluh. Contohnya
adalah rigid PVC.

Stress-strain graph of a rigid and strong material


Mechanical Properties
• Rigid and Tough polimer, memiliki nilai modulus yang tinggi,
elongasi dan kekuatan yang bersesuaian, dibutuhkan energi
yang tinggi untuk patah. Contohnya adalah Nylon atau
polycarbonate.

Stress-strain graph of a rigid and tough material


Mechanical Properties
• Soft and tough polimer, memiliki nilai modulus yang rendah
namun menunjukkan nilai elongasi yang tinggi, dan butuh
energi yang besar untuk membuat material ini patah.
Contohnya polyethylene atau flexible PVC. Elastomer disatu
sisi tidak memiliki titik luluh dan tidak dijumpai peristiwa
necking, namun nilai elongasi dan ketangguhannya sangatlah
tinggi.

Stress-strain graph of a soft and tough material Performance of elastomer


Mechanical Properties
• Faktor orientasi rantai molekul menentukan sifat mekanik
polimer. Two-dimensional orientasi sangatlah berguna dalam
meningkatkan sifat mekanik, dan orientasi ini dapat diraih
dengan cara bi-axial stretching in blow molding (kemasan
minuman).

Effect of orientation on tensile strength


Mechanical Properties
• Umumnya untuk meningkatkan nilai tensile strength pada
polimer dapt dilakukan dengan penambahan reinforcement
(cloth or fiber). Namun polimer memiliki kekuatan spesifik,
tensile strength per massa jenis, yang tinggi, dimana densitas
polimer relatif rendah.

Relative specific Tensile strength


Mechanical Properties
• Perlu untuk dilakukan pengujian flexural dalam mengetahui
respon material glassy-polymer seperti polystyrene, dimana
material diberikan tegangan kompresif dan di bagian lainnya
mengalami tensile stress, dimana dalam pengujian flexural,
pembebanan disesuaikan, hingga nebuju failure atau hanya
hingga menuju 5% elongasi saja.

Flexure Test
Mechanical Properties
• Hubungan matematis yang didapat dari uji flexural :

v = 0,5 untuk
incompressible body
like rubber, v < 0,3 for
rigid material

• Hubungan antara modulus elastisitas (E) dengan shear


modulus (G) :
Poisson ratio
Mechanical Properties
• Implementasi penggunaan nilai tensile strength dalam
penentuan tebal suatu objek produk polimer, contoh objek
berbentuk pipa.
Security factor

dimana P adalah tekanan hidrostatik, t adalah tebal, D adalah


diameter, dan S adalah hoop tensile stress of material.
Mechanical Properties
• Deasin produk dengan memasukkan faktor keselamatan
mutlak diperlukan, karena nilai kekuatan tensile akan
menurun seiring semakain lamanya umur penggunaan.

Decrease of tensile strength with time


Mechanical Properties
• Kekutan Impak
Uji impak dilakukan untuk mengetahui berapa besar energi
yang diserap material dari pembebanan secara tiba-tiba
sebelum akhirnya rusak. Umumnya uji ini cocok untuk
material yang getas.
Ada dua jenis pengujia impak standar, yaitu metode Izod dan
Charpy.

A specimen for impact test


Mechanical Properties
• Ketika melakukan uji impak pada material yang getas,
persamaan griffith berkorelasi dengan panjang crack (l) yang
terbentuk akibat propagasi crack yang terjadi.
Mechanical Properties
• Kekerasan, abrasi dan friksi
Kekerasan dalam polimer tentunya didefinikan sebagai sifat
ketahanan permukaan polimer terhadap penetrasi bola baja dibawah
pembebanan dan waktu tertentu. Metode uji kekerasan ada metode
Brinnel, metode Rockwell dan metode Vickers.
Abrasi adalah ukuran hilangnya massa bagian material setelah
bersentuhan dengan material yang abrasif. Metode uji menggunakan
metode Taber. Hubungan antara ketahanan abrasi dengan kekerasan
dari polimer yang ulet mungkin terjadi.
Koefisien gesek menyatakan ketahan terhadap mobilitas antara dua
area. Rasio antara gaya tangensial dan gaya normal ketika satu
benda bergerak terhadap benda lain.
Mechanical Properties
• Uji creep
Pada polimer termoplastik, kenaikan temperatur sangat
mempengaruhi jumlah creep yang terjadi.

Creep test Creep and stress relaxation profiles (3-D)


Mechanical Properties
• Fatigue
fatigue dinyatakan sebagai fenomena patahn yang terjadi
setelah mengalami pembebanan cyclic selama waktu yang
panjang, dimana besar pembebanan dibawah nilai kekuatan
patah (break strength) material. Cyclic loading memberikan
informasi mengenai performa material dibawah kondisi
dinamik.

Fatigue Test
Optical Properties
• Transparansi (the transmission of visible light), berkaitan
dengan Refraktif Indeks.
Contoh polimer dengan sifat transaransi yang tinggi, PMMA .
Nilai transparansi menurun seiring dengan kenaikan derajat
kristalinitas dan ukuran kristalit. Filler dan colourant membuat
polimer bersifat opaque.
• Gloss, menyatakan sifat polimer yang berkaitan dengan
kemampuan merefleksikan cahaya. Kebanyakan polimer
memiliki permukaan yang halus dan sifat gloss yang tinggi.
• Haze, sifat ini penting dalam industri kemasan, dimana haze
adalah ukuran kemampuan polimer dalam mendifraksikan
cahaya (fraction of impinging light), ketika nilai haze
mencapai 30%, maka material bersifat translucent.
Electrical Properties
• Specific Volume Resistivity
Sifat elektrikal polimer penting dalam penentuannya didalam
penggunaannya, sebagai insulator, kabel jaringan telekomunikasi,
komponen elektrik, dll. Karena polimer molekulnya terikat secara
ikatan kovalen, maka prinsipnya adalah insulator. Sehingga tepat
jika mengukur elektrical resistivity sebagai salah satu parameter
sifat kelistrikan polimer. Suhu naik, maka resistivitas menurun.
Electrical Properties
• Dielectric Constant and Loss factor
konstanta dielektrik merupakan rasio kapasitas elektrik suatu
material (C). Untuk kebanyakan polimer, nilai konstanta dilektrik
berkisar dari 2-6, pada frekuensi 50 Hz, dimana nilai ini meningkat
siring pengaruh polaritas dan kelembaban, dan menurun seiring
kenaikan temperatur dan frekuensi.
• Dielektric strength
dielektric strength menyatakan besar maksimal tegangan per satuan
tebal suatu objek. Kebanyakan polimer memiliki nilai dielectric
strength dikisaran 200 kV per cm, dan PVC mampu mencapai nilai
500 kV per cm. Nilai ini dipengaruhi pula oleh suhu atau frekuensi,
semakin tipis polimer, nilai dielectric strength meningkat.
Termal Properties
• Untuk kebanyakan polimer, temperatur service yang bisa ditoleransi
(60˚C - 85 ˚C), dan untuk termoset (100 ˚C – 150 ˚C), (HT polymer)
ketahanan suhu operasi tinggi (200˚C - 250 ˚C).
• Pada mekanisme khusus dalam polimer (ablation), lapisan terluar
polimer bertindak sebagai termal buffer, melalui mekanisme
karbonisasi pada suhu tinggi, dimana dihasilkan lapisan termal
insulator untuk melindungi bagian dalam struktur polimer.
• Termoplast, akan melunak ketika dipanaskan, jika termoset akan
lebih memilih untuk terdegradasi jika temperatur dinaikkan.
• Nilai koefisien transfer panas pada polimer tergolong rendah ( K =
0,1 – 2,5 kCal/hr m˚C), sehingga bisa digolongkan sebagai termal
insulator. Nilai transfer panas yang rendah menurunkan besaran
transfer panas selama proses shaping, dan menurunkan efisiensi
pemanasan dan pendinginan.
• Nilai thermal difusivity (konsep umum dalam heat transfer) polimer,
tergolong rendah, sekitar 10^-7 m^2/s.
Termal Properties
• Koefisien ekspansi termal polimer berkisar antara (1-15) x
10^-5 per ˚C. Kontraksi polimer selama proses pendinginan
didalam cetakan (mold) harus diperhatikan, dalam hal history
thermal yang dialami sebelumnya dan transisi fasa
(kristalisasi). Thermoset yang sudah diberi reinforcement
memiliki nilai ekspansi termal yang lebih rendah dibanding
dengan termoplastik.
Chemical Properties
• Resistansi polimer terhadap air, asam, basa dan pelarut organik.
• Kebanyakan polimer memiliki nilai absorpsi air yang rendah,
kecuali Nylon dan selulosa dan turunannya. Kebanyakan polimer
(Noryl, polyimide, dan polysulfone) juga tahan terhadap
senyawaan anorganik pada temperatur ruang.
• Polyester dan Polycarbonate sensitif terhadap basa, dan Nylon
sensitif terhadap asam.
• Kebanyakan termoplas memiliki tendensi untuk melarut pada
pelarut organuk yang spesifik., dan nilai kelarutan menurun
signifikan seiring dengan kenaikan panjang rantai. Sedangkan
untuk termoset sulit untuk melarut, yang terjadi mungkin hanya
swelling pada termoset ketika dikenai pelarut organik.
• Nilai kelarutan polimer dikenal dengan parameter kelarutan (δ).
Chemical Properties
• Jika nilai parameter kelarutan antara pelarut dan polimer
berdekatan, maka kemungkinan untuk saling melarutkan akan
semakin baik.
• Permeabilitas (P) polimer, salah satu parameter penting, yang
merupakan ukuran laju transfer gas dan uap melalui lapisan suatu
polimer (film polimer), dimana nilai P berbanding lurus dengan
nilai kelarutan dan nilai difusivity. P = SD.
• Sifat gas seperti afinitas kimia terhadap polimer, struktur polimer,
dan derajat kristalinitas mempengaruhi nilai permeabilitas
(menurun seiring meningkatnya derajat kristalinitas), dan nilai
permeabilitas sangat penting untuk diperhatikan dalam aplikasi
polimer sebagai kemasan makanan.
Chemical Properties
• Efek sinar UV, memiliki pengaruh yang besar, dengan panjang
gelombang UV antara 260 nm – 400nm), memiliki energi yang
cukup untuk menginisiasi pembentukan radikal bebas,
bergabung dengan proses oksidasi akan menyebabkan
degradasi kimia. Sehingga dibutuhkan UV absober dan
antioxidant, atau masking agent ( carbon black ).
• Polimer yang tahan terhadap cuaca contohnya, polimer dengan
senyawaan florin, acrylics dan polyarylate.
• Faktor flame resistance, pada umumnya polimer berbasis
senyawaan organik sangat mudah terbakar. Namun ada satu
jenis polimer yang dikenal dengan kemampuan “self
extinguish”seperti PVC. Sehingga pada polimer dibutuhkan
aditif flame retardant untuk memperlambat laju pembakaran.
Structure-Property Relationship

• Struktur strerik dan kimia mempengaruhi kekuatan ikatan sekunder


dan primer, posisi temperatur transisi, dan morfologi pada polimer.
• Kekakuan polimer bergantung pada struktur kimia dan morfologi
polimer.
• Peningkatan berat molekul meningkatkan kekuatan polimer (tensile,
impact strenth dan nilai ultimate elongation).
• Kristalinitas yang tinggi meningkatkan kekuatan tensile (yield
stress), namun mengurangi elongasi dan kekuatan impak. Ukuran
spherulite yang kecil memiliki kecenderungan berupa kekuatan
mekanik dan sifat optik yang baik. Efek cross-linking hampir sama
dengan efek yang diberikan oleh kristalinitas.
• Orientasi molekul juga meningkatkan kekuatan mekanik dan
menurunkan elongasi.
Structure-Property Relationship
• Distribusi berat molekul yang lebar tidak memiliki kekuatan mekanik yang
baik, namun meningkatkan workability.
• Secara umum hubungan kekuatan mekanik terhadap panjang rantai
polimer :

• Umumnya, kekuatan mekanik tidaklah muncul ketika derajat polimerisasi


dibawah 30, dan nilai asimtotis dari kekuatan polimer dicapai ketika nilai
derajat polimerisasi bernilai 600.
• Penting untuk menjaga kesimbangan kekuatan, kekuatan dan ketangguhan
suatu polimer, dan menyajikan kombinasi seimbang dari sifat-sifat ini di
ranah temperatur kerja yang lebar.
Polymer Structure-Property Relationship
Referensi
• Ram, Arie. Fundamentals of POLYMER
ENGINEERING pg. 58-97.1997.Plenum
Press : New York.

Anda mungkin juga menyukai