Anda di halaman 1dari 15

HIV

pada ANAK
Kelompok 7
Chandra Nur K.
Nirvana Faradiba
HIV
 Human Immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh (imun) manusia.
 Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan
alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan
hancurnya sel limfosit T (sel-T) disebut AIDS (Tambayong, J:2000)
 Human immunodeficiency virus melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel
imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara
bertahap (Betz dan Sowden, 2002).
 Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV
(Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia
(Pustekkom, 2005).
Patofisiologis
 HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsifitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembanga penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti,
meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri : induksi
apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen,
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral pejamu
dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus
dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limosit.
 Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak
menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang
sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat
membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan
hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa
usus, epitel glomerular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus
yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru.
Tanda dan Gejala
 Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa
pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang
terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun
dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala
aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan,
atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi,
jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP.
 Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami
beberapa derajat kegagalan berkembang, demam rekuren atau
kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau
hepatosplemegali.
Komplikasi
 Oral Lesi
 Neurologik
 Gastrointestinal
 Respirasi
 Dermatologik
 Sensorik
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008):
 Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
 ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
 Western blot (positif)
 P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
 Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
 Tes untuk deteksi gangguan system imun:
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
 Kadar immunoglobulin (meningkat)
Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
 Mengatasi dampak psikososial
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit,
dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
Asuhan keperawatan anak
dengan HIV
 Pengkajian
 Data Subjektif, mencakup:
 Pengetahuan klien tentang AIDS
 Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
 Dispneu (serangan)
 Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
 Data Objektif, meliputi:
 Kulit, lesi, integritas terganggu
 Bunyi nafas
 Kondisi mulut dan genetalia
 BAB (frekuensi dan karakternya)
 Gejala cemas
 Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran TTV
 Pengkajian Kardiovaskuler
 Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder
akibat kardiomiopati karena HIV.
 Pengkajian Respiratori
 Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek
waktu istirahat, gagal napas.
 Pengkajian Neurologik
 Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang, enselofati,
gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
 Pengkajian Gastrointestinal
 Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada
mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering,
pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
 Pengkajaian Muskuloskeletal
 Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
 Pengkajian Hematologik

 Kaji status nutrisi


 Kaji adanya infeksi oportunistik
 Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
Riwayat Imunisasi
 Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap
aids pada anak-anak: exposure in utero to HIV-infected mother,
pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan
hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
 Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,
limfadenopati, hepatosplenomegali
 Infeksi bakteri berulang
 Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys
inter interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
 Diare kronis
 Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di
capai sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis
abnormal
 Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody
serum.
Diagnosa
Menurut Wong (2004):
 Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap hipersekresi
sputum karena proses inflamasi
 Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody (Proses inflamasi)
 Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
 Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses
inflamasi system pencernaan
 Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster
sekunder proses inflamasi system integumen
 Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme infeksius
dan imobilisasi
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare,
kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
 Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi, stigma sosial
terhadap HIV
 Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal: ensefalopati,
pengobatan).
 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
Intervensi
Menurut Betz dan Sowden (2002)
 Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari
orang ke orang tidak menularkan HIV
 Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh
lain dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah
atau cairan tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan
terdapat aerosolisasi atau terkena percikan darah atau cairan tubuh, cuci tangan
setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung tangan,
sampah-sampah yang terrkontaminasi darah dimasukkan ke dalam kantong plastik
limbah khusus.
 Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara
lakukan skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi
pengunjung dengan penyakit infeksi.
 Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi
badan, berat badan, lingkar kepala
 Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan
terhadap perencanaan pengobatan
Intervensi pada ibu dan anak yang
belum terkena HIV
 Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan
tanpa kondom
 Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik
secara bersama secara bergantian atau tercemar darah
mengandung HIV.
 Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih
dahulu.
 Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan
spontan/normal sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
 HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan
(kontak sosial), berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin,
berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan bersama,
gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan memakai
toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai