ASMA
ASMA
“ASMA”
Kelompok :
1. Afrudi Rudheka (1648201003)
2. Aminatuzzulfa (1648201008)
3. Anggita Kresnawardani (1648201013)
Definisi & Faktor Resiko Asma
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
Definisi ditandai dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas dan rasa berat
di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel
baik dengan atau tanpa pengobatan.
Faktor lingkungan
Faktor Genetik a) Alergi
a) Hipereaktivitas b) Makanan
Faktor Resiko c) Obat-obatan tertentu
b) Atopi/alergi
bronkus d) Infeksi pernapasan
c) Jenis kelamin e) Asap rokok
d) Ras/etnik f) Obesitas
g) Polusi udara
h) Perubahan cuaca
i) Ekspresi emosi yang ber
lebihan
Nyeri dada
Sering batuk
terutama pada
malam hari
Mudah
lelah
Gejala
Sulit bernapas
atau sesak
napas
Brokokonstriksi
Pencetus
IL-4 Sel B IgE
S
E Suprasternal Torakoabdominal, par
R odoksal
A
N Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Ekspirasi-inspirasi Silent chest
G
A APE >80% <60-80% <60%
N
N Pa O2 >80 mmHg <60-80 mmHg <60 mmHg
Y
A
Pa CO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Saturasi O2 96% 91-95% <90%
Tatalaksana Asma
Non Farmakologi
4 ur
Farmakologi
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma ter
jadi, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jang
ka panjang dan secara terus menerus.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya ß2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan
dalam bentuk sediaan inhalasi. Bila tidak memungkinkan bisa diberikan secara sistemik, pada de
wasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin atau aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) dapat diberikan kortikoste
roid seperti methylprednisolone oral dalam waktu singkat 3-5 hari.
Pada serangan sedang diberikan ß2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral.
Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip).
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV ß2 agonis kerja cepat, ipratr
opium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila ß2 agonis
kerja cepat tidak tersedia maka dapat digantikan dengan adrenalin subkutan
Agonis ß2
Mekanisme kerja
Bekerja dengan mengaktifkan sel ß2 reseptor yang berfungsi untuk merelaksasi otot saluran pernafasan untuk
membuka jalan napas. Contohnya salbutamol (kerja cepat), terbutalin (kerja cepat), prokaterol (kerja lama),
salmeterol (kerja lama)
Antikolinergik
Mekanisme kerja
Bekerja dengan cara memblokir neurotransmitter, yang disebut asetilkolin yang memb
awa sinyal otak untuk mengendalikan otot. Contohnya ipratropium bromide
Metilxantin
Mekanisme kerja
Bekerja dengan merelaksasi otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, men
ginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan esofagel bawah, dan
menghambat kontraksi uterus. Contohnya teofilin dan aminofilin
kortikosteroid
Mekanisme kerja
Bekerja dengan cara menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek
obat beta adregenik. Contohnya methylprednisolone, prednison, flutikason propionat, budesonide
Antileukokotrien
Mekanisme kerja
Bekerja dengan cara menghambat kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi yakni dengan cara me
mblokade reseptor leukotrien atau menghambat sintesa leukotrien. Contohnya zafirlukast dan monte
lukast
Kombinasi steroid dan agonis ß2, contohnya flutikason+salmeterol
dan budesonide+folmoterol
Daftar Pustaka