Anda di halaman 1dari 187

HUKUM ACARA

PIDANA
(Diacu dari berbagai sumber)
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.

Staf Pengajar Fakultas Hukum UI/


Ketua Dewan Pengurus/ Advokat pada PAHAM Indonesia
HUKUM ACARA

By : Iskandar Zulkarnain, SH. MH.


Hukum Pidana > Formil Materiil
• hukum yang berisikan materi hukuman
• hukum yang mengatur tentang tata cara
bagaimana melaksanakan hukum
materiel
Hukum Pidana Materiel

• KUHP dan delikdelik yang tersebar di


luar KUHP, seperti Tindak Pidana
Subversi, Tindak Pidana Ekonomi,
Tindak Pidana Narkotik, dan lain-lain
Sumber Hukum Pidana Formil

• HIR dan KUHAP


R Soesilo
• Hukum acara pidana adalah :
Hukum yang mengatur tentang tata cara
bagaimana mempertahankan atau
menyelenggarakan Hukum Pidana Materil,
sehingga memperoleh keputusan hakim dan
cara bagaimana isi keputusan itu harus
dilakukan
J.C. T Simorangkir

• Hukum acara pidana adalah


• Hukum acara yang melaksanakan dan
mempertahankan hukum pidana materil.
• Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Hukum Formil (hukum acara), adalah hukum
yang mengatur tata cara melaksanakan
Hukum Materil. Dan Hukum Acara Pidana
(Hukum Pidana Formil adalah hukum yang
mengatur tata cara melaksanakan /
mempertahankan Hukum pidana materil
ASAS-ASAS KUHAP
• Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam
konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf
a, yang berbunyi:
• "Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta
yang menjamin segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya
Dari konsideren tersebut dapat kita simak:
• Negara Republik Indonesia adalah "Negara Hukum", berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945;
• negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan;
• setiap warga negara "tanpa kecuali", wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan
Semua tindakan penegakan hukum harus:
• berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-undang
• menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas
segala-galanya, sehingga terwujud suatu kehidupan masyarakat
bangsa yang takluk di bawah "supremasi hukum" yang selaras
dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan dan perasaan
keadilan bangsa Indonesia.
Dengan asas legalitas, aparat penegak
hukum tidak dibenarkan
• bertindak di luar ketentuan hukum
• bertindak sewenang-wenang, atau
abuse of power.
Setiap orang, baik dia tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan:
• sama sederajat di hadapan hukum (equal before the law)
• mempunyai kedudukan "perlindungan" yang sama oleh hukum,
(equal protec on the law)
• mendapat "perlakuan keadilan" yang sama di bawah hukum, (equal
justice lo the law)
B. ASAS KESEIMBANGAN
• Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c
yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus bcrlandaskan prinsip
keseimbangan yang serasi antara:
• 1.perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dengan,
• 2. perlindungan terhadap kepentingan dan
ketertiban masyarakat.
• Aparat penegak hukum dalam melaksanakan
fungsi dan wewenang penegakan hukum,
tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan
semata-mata
• Aparat penegak hukum harus menghindari
tindakan-tindakan penegakan hukum dan
ketertiban yang dapat menimbulkan
pelanggaran hak-hak asasi manusia dan cara
perlakuan yang tidak manusiawi.
• dengan asas keseimbangan yang terjalin
antara perlindungan harkat martabat manusia
dengan perlindungan kepentingan ketertiban
masyarakat, KUHAP telah menonjolkan tema
human dignity (martabat kemanusiaan),
dalam pelaksanaan tindakan penegakan
hukum di bumi Indonesia.
• titik sentral penegakan hukum di Indonesia
menurut KUHAP harus berorientasi pada pola
asas keseimbangan.
• Pada satu sisi aparat Penegak hukum wajib
melindungi martabat dan hak-hak asasi
kemanusiaan seorang tersangka/terdakwa,
sedang pada sisi lain berkewajiban melindungi
dan mempertahankan kepentingan ketertiban
umum.
3 PRADUGA TAK BERSALAH

• Asas "praduga tak bersalah" atau presumption


of innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3
huruf c. Dengan dicantumkan asas praduga tak
bersalah dalam Penjelasan KUHAP, dapat
disimpulkan, pembuat undang-undang telah
menetapkannya sebabagai asas hukum yang
melandasi KUHAP dan penegakan hukum
(law enforcement).
• asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan
dalam Pasal 8 Undang undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970,
yang berbunyi: "Setiap orang yang sudah
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum tetap".
• Prinsip akusatur menempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa dalam setiap pemeriksaan:
• adalah subjek; bukan sebagai objek
pemeriksaan, karena itu tersangka atau
terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan
dalam kedudukan inanusia yang menharkat
martabat harga diri,
• yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip
akusator adalah "kesalahan” (tindakan pidana),
yang dilakukan tersangka/terdakwa. Ke arah
itulah pemeriksaan ditujukan.
• Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan
prinsip akusatur dalam penegakan hukum, KUHAP
telah memberi perisai kepada tersangka/terdakwa
berupa seperangkat hak-hak kemanusiaan yang wajib
dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak
hukum. Dengan perisai hak-hak yang diakui hukum,
secara teoretis sejak semula tahap pemeriksaan,
tersangka/terdakwa sudah mempunyai "posisi yang
setaraf ' dengan pejabat pemeriksa dalam kedudukan
hukum, berhak menuntut perlakuan yang digariskan
dalam KUHAP
4. PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN
• Masalah penahanan, merupakan persoalan yang paling
esensial dalamsejarah kehidupan manusia. Setiap yang
namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut
nilai dan makna, antara lain:
• perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang
ditahan,
• menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat
martabat kemanusiaan,
• menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan
diri pribadi.
• Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut
pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian hak-hak
aasi manusia
• PERPANJANGAN PENAHANAN ISTIMEWA
• Kekecualian dari jangka penahanan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 24, 25, 26, 27 dan 28 KUHAP, guna kepentingan pemeriksaan,
penahanan terhadap tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan
alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
• a. Tersangka atau Terdakwa menderita gangguan fisik atau mental
yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter;
• b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara
sembilan (9) tahun atau lebih (Pasal 29 (1) KUHAP). Perpanjangan
tersebut paling lama untuk 30 hari, dan dalam hal penahanan itu
masih diperlukan, maka dapat diperpanjang untuk 30 hari lagi.
Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan
sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
• Pasal 29
• (1)Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut
pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna
kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau
terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak
dapat dihindarkan karena: *5047
• a.tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental
yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
• b.perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara
sembilan tahun atau lebih.
• (2)Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama
tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan,
dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
• (3)Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan
laporan pemeriksaan dalam tingkat :
• a.penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan
negeri;
• b.pemeriksaan di pengadilan negari diberikan oleh ketua pengadilan
tinggi;
• c.pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah Agung;
• d.pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
• (4)Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat
tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh
tanggung jawab.
• (5)Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup
kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan
sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah dipenuhi.
• (6)Setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum
selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus
sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
• (7)Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2)
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat :
• a.penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
• b.pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada
Ketua Mahkamah Agung
 Pasal 22
 (1)Jenis penahanan dapat berupa :
 a.penahanan rumah tahanan negara;
b.penahanan rumah;
c.penahanan kota.
 (2)Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah
kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan
terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan
di sidang pengadilan.
 (3)Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat
kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka
atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
 (4)Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan.
 (5)Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah
lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga
dari jumlah lamanya waktu penahanan.
HUKUM ACARA PIDANA
By. GOUSTA FERIZA, SH, MH *
• DASAR HUKUM : 1. Undang-undang RI No.8 Tahun 1981, Tentang
Hukum Acara Pidana, LN.RI No.76. TLN. No.3309
2. Undang-undang RI No.4 Tahun 2004, Tentang
Kekuasaan Kehakiman, LN.RI No.8/ 2004
3. Undang-undang RI No.5 Tahun 1991, Tentang
Kejaksaan RI, LN.RI.No.59/ 1991
4. Undang-undang RI No.2 Tahun 2002, Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, LN.RI No.2/
2002
5. Undang-undang RI No.18 Tahun 2003, Tentang
Advokat, LN.RI No.49/ 2003, TLN No.4282
6. Undang-undang RI No.5 Tahun 2004, Tentang
Perubahan atas UU No.14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, LN.RI No.9/ 2004
7. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti SEMA
dan PERMA.

* - Dosen FH – UIEU
- Advokat di Jakarta
- Disampaikan sebagai bahan ajar pada Pendidikan Khusus Provesi Advokat (PKPA)
Jumat, 05 Agustus 2005
TAHAPAN ACARA PIDANA
PENYELIDIKAN :
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya (Vide Pasal 1 ayat 2 KUHAP)”.

PRA PENYIDIKAN LAPORAN :


“Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena Hak atau Kewajiban
berdasarkan Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana (Vide Pasal 1 ayat 24
KUHAP)”.

PENGADUAN :
“Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Vide Pasal 1 ayat 25
KUHAP)”.
PEMANGGILAN & PEMERIKSAAN :
1. Saksi-saksi
2. Tersangka

PENYIDIKAN TINDAKAN KEPOLISIAN :


1. Penangkapan (Vide Pasal 16 s/d Pasal 19 KUHAP)
2. Penahanan (Vide Pasal 20 s/d Pasal 31 KUHAP)
3. Penggeledahan (Vide Pasal 32 s/d Pasal 37 KUHAP)
4. Penyitaan (Vide Pasal 38 s/d Pasal 46 KUHAP)
5. Pemeriksaan Surat (Vide Pasal 47 s/d Pasal 49 KUHAP)

PEMBERKASAN :
- Tahap Awal SPDP Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP

Lengkap Penyerahan TSK BB


- Tahap Lanjutan
(Vide Pasal 110 KUHAP) Tidak Lengkap P.18 + P.19
Penerimaan Berkas
PRA PENUNTUTAN
(Vide Pasal 14 ayat (b) KUHAP Penelitian (Vide Pasal 138 KUHAP)
Jo Pasal 110 ayat (3), ayat (4)
KUHAP) Penerimaan TSK + BB

PENUNTUTAN

Pembuatan Surat Dakwaan


(Vide Pasal 140 ayat (1) KUHAP)
PEMBERKASAN

Pelimpahan Perkara
(Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP)
Pemanggilan Terdakwa
(Vide Pasal 145 KUHAP)

PRA PERSIDANGAN Penelitian Berkas


(Vide Pasal 147)

Penunjukan Majelis Hakim


(Vide Pasal 152 ayat 1 KUHAP)

TAHAP PERSIDANGAN

Pembacaan Dakwaan
Eksepsi PH
Putusan Sela
ACARA PEMERIKSAAN BIASA Pemeriksaan Saksi
Keterangan Ahli
Pemeriksaan Terdakwa
Pembacaan Tuntutan
Pembelaan
Jawaban Atas Pembelaan
Putusan
ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT :
“Perkara kejahatan atau Pelanggaran yang tidak termasuk
ketentuan
Pasal 205 dan menurut Penuntut Umum Pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifat nya sederhana”
(Vide Pasal 203 ayat (1) KUHAP).

ACARA Dalam Acara Pemeriksaan Singkat :


PEMERIKSAAN SIDANG - Pada umumnya berpedoman pada Acara Biasa
- Pelimpahan Acara Singkat tanpa Surat Dakwaan
- Pemberitahuan lisan Tindak Pidana yang didakwakan
- Pemberitahuan Dakwaan dicatat dalam Berita acara Sidang
- Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam Berita
Acara Sidang

ACARA PEMERIKSAAN CEPAT :


Terbagi atas :
1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Vide Pasal 205 ayat
(1) KUHAP)
2. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalin.
(Vide Pasal 211 KUHAP)
HAK-HAK TERSANGKA/ TERDAKWA

DALAM PENYIDIKAN/ PENUNTUTAN DALAM PERSIDANGAN

1. Mendapat Pemeriksaan segera dari Penyidik 1. Pemeriksaan segera di pengadilan


2. Pelimpahan segera berkas perkara oleh Penyidik kepad PU 2. Bebas memberikan keterangan
3. Pelimpahan segera Berkas perkara ke Pengadilan 3. Berhak atas Juru Bahasa
4. Berhak atas Juru Bahasa 4. Mendapatkan Bantuan Hukum
5. Mendapatkan Bantuan Hukum 5. Pemberitahuan segera atas penahanan
6. Pemberitahuan segera atas Penangkapan/ Penahanan] 6. Diadili dalam sidang terbuka untuk umum
7. Hak mendapatkan Turunan Berita acara 7. Menunjukkan saksi at de charge
8. Mengajukan Uapya Hukum Banding, Kasasi, atau PK
9. Menuntut ganti kerugian dan Rehabilitasi
10.Mendapatkan turunan Surat Pelimpahan Berkas
Perkara
dan Surat Dakwaan
TENTANG SURAT DAKWAAN

DASAR HUKUM : SYARAT SAHNYA SURAT BENTUK DAKWAAN :

-Pasal 140 ayat (1) KUHAP : DAKWAAN :

“Dalam hal Penuntut Umum 1. SYARAT FORMAL :


berpendapat bahwa dari hasil “Penuntut Umum membuat
penyidikan dapat dilakukan penuntutan Surat Dakwaan yang diberi
dalam waktu secepatkan membuat tanggal dan ditanda tangani
Surat Dakwaan”. dengan menyebutkan nama
-Pasal 143 ayat (1) KUHAP : lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis
“Penuntut Umum melimpahkan perkara kelamin, kebangsaan, tempat
ke Pengadilan Negeri dengan tinggal, agama, dan
permintaan agar segera mengadili pekerjaan tersangka
perkara tersebut disertai dengan Surat
Dakwaan”. 2. SYARAT MATERIIL :
“ Penuntut Umum dalam
membuat Surat Dakwaan
harus di uraikan secara
cermat, jelas dan lengkap,
mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu
dilakukan.
DAKWAAN TUNGGAL :
“Dakwaan yang bersifat sederhana yang memuat hanya satu tindak
pidana.

DAKWAAN ALTERNATIF :
“Dakwaan yang disusun secara alternatif yang didalmnya hanya
memuat dua dakwaan yang dapat dipilih salah satunya untuk
dibuktikan kebenaran perbuatan pidananya. Ciri khas dakwaan
alternatif diantara dua dakwaan yang disusun didalamnya
menggunakan kata “ATAU”.
BENTUK SURAT DAKWAAN
DAKWAAN SUBSIDERITAS (BERLAPIS) :
“Dakwaan yang disusun secara berlapis, yaitu dimulai dari
Dakwaan Terberat sampai yang Ringan, dengan susunan Primair,
Subsider, Lebih Subside, Lebih-lebih Subsider

DAKWAAN KUMULATIF :
“Dakwaan yang disusun atas beberapa Tindak Pidana dimana
seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu tindak
pidana dimana perbuatan itu harus dianggap berdiri sendiri atau j
uga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya”. Ciri
khas Dakwaan ini mempergunakan istilah “Dakwaan Kesatu,
Kedua, Ketiga, dan seterusnya.”
TENTANG EKSEPSI
(KEBERATAN)

DASAR HUKUM : JENIS/ MACAM KEBERATAN :


-Pasal 156 ayat (1) KUHAP : - Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat (1)
KUHAP dan menurut “Pedoman Pelaksanaan
“Dalam hal terdakwa atau PH mengajukan kebertatan
Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I”
bahwa Pengadilan tidak berwenang atau Dakwaan
ada 3 (tiga) macam keberatan yang dapat
tidak dapat diterima atau Surat Dakwaan harus
diajukan oleh Terdakwa atau Phnya, yaitu :
dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada
PU untuk menyatakan pendapatnya, hakim 1. Keberatan Tidak Berwenang mengadili;
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
2. Keberatan Dakwaan tidak dapat diterima, dan
selanjutnya mengambil keputusan
3. Keberatan Dakwaan harus di batalkan.
KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie On
bevoegheid van de rehter)
1. Kompetensi Absolut (Absolute Competentie)
2. Kompetensi Relatitive (Relative Competentie)
- Keberatan terhadap Kompetensi Relative hanya dapat diajukan dalam Judex
Factie dan tidak dapat diajukan pada tingkat Kasasi (Vide Putusan MARI
No.1275 K/Pid/1985, tanggal 30 Juli 1987)
- KUHAP tidak menganut Azas Locus Delicty Mutlak (Vide Pasl 84 ayat (2)
KUHAP)

JENIS/ MACAM KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA :


KEBERATAN - Putusan dapat dikabulkannya Eksepsi atau Keberatan Dakwaan tidak dapat
diterima dalam kondisi :
1. Karena dituntutnya seseorang pada hal tidak ada pengaduan dari korban
dalam Tindak Pidana Aduan (krach delicter)
2. Adanya Daluwarsa Hak Menuntut sebagaimana ketentuan Pasal 78 KUHP
3. Adanya unsur Ne Bis In Idem, sebagaimana ketentuan Pasal 76 KUHP
4. Adanya Exceptio litis Pendentie (Keberatan terhadap apa yang didakwakan
kepada Terdakwa sedang diperiksa oleh Pengadilan lain)

KEBERATAN SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN :


- Terkait dengan Syarat Formal dan Material sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2)
KUHAP
- Kelalaian terhadap hal tersebut menyebabkan Dakwaan “Nul and Void”.
BEBERAPA YURISPRUDENSI YANG BERKAITAN DENGAN
ACARA PIDANA
1. Putusan MA-RI No: 163K/Kr/1997 tanggal 11 Juni 1979
“Karena unsur-unsur tindak pidana yang juga dinyatakan dalam surat tuduhan,
tidaklah terbukti terdakwa seharusnya dibebeaskan dari segala tuduhan dan
tidak dilepaskan dari tuntutan hukum”.

2. Putusan MA-RI No: 186K/Kr/1979 tanggal 13 Agustus 1979


“ Dalam hal terdakwa telah meninggalkan (pada taraf pemeriksaan banding),
PT cukup mengeluarkan penetapan yang menyatakan tuntutan hukum gugur
atau tuntutan Jaksa tidak dapat diterima karena terdakwa meninggal dunia”.

3. Putusan MA-RI No: 129K/Kr/1979 tanggal 09 April 1980


“Karena pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri telah lanjut, kemudian
terbentur pada “praejudiciel geschil tentang hak milik atas tanah termasuk,
maka tidak dapat digunakan lembaga “Afwijzende Besiking” menurut pasal 250
(3) RIB yang seharusnya diberikan sebelum perkara diperiksa”
4. Putusan MA-RI No: 192K/Kr/1979 tanggal 27 Desember 1979
“PT salah menerapkan hukum dengan menyatakan perbuatan tertuduh bukan merupakan
tindak pidana melainkan suatu hubungan keperdataan, memutuskan membebaskan tertuduh
dari segala tuduhan, seharusnya tertuduh dileppaskan dari segala tuntutan hukum.
Dengan tidak memperhatikan alat-alat bukti dan kekuatan pembuktian yang telah diperoleh
dalam persidangan PN, PT telah salah menerapkan hukum pembuktian.”

5. Putusan MA-RI No: 492K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983


“Pt telah tepat dengan mempertimbangkan, bahwa tuduhan yang samar-samar kabar
dinyatakan batal demi hukum”.

6. Putusan MA-RI No: 119K/Kr/1982 tanggal 17 Mare 1983


“Terhadap putusan pembebasan tidak dapat dimintakan banding oleh jaksa, kecuali dapat
dibuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya adalah pembebasan tidak murni hal mana
harus diuraikan oleh Jaksa dalam Memori Banding”.

7. Putusan MA-RI No: 592K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985


“Terdakwa dibebaskan dari dakwaan karena unsur melawan hukum tidak terbukti”.

8. Putusan MA-RI No: 808K/Pid/1984 tanggal 26 Juni 1985


“Dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum”.
9. Putusan MA-RI No: 33K/Mil/1985 tanggal 15 Februari 1986
“Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara cermat dan lengkap,
dakwaan dinyatakan batal demi hukum”.

10. Putusan MA-RI No: 606K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985


“Isi dakwaan bersifat alternatif meskipun yang tertulis adalah Kesatu
dan Kedua, karena kejahatan yang didakwakan adalah sama”.

11. Putusan MA-RI No: 464K/Pid/1984 tanggal 13 September 1985


“Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum bahwa uang
pengganti yang dapat diwajibkan kepada terdakwa dalam tindak
pidana korupsi untuk dibayar tidak boleh melebihi harta benda yang
diperoleh dari ahsil korupsi tersebut”.
Bahan Kuliah

Hukum Acara perdata

Created by dhoni.yusra@indonusa.ac.id
Pendahuluan
Pengertian Hukum Acara Perdata
 Hukum Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila
terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang
berarti memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hunbungan
yang mengabdi kepada hukum materiil.
 Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum
yang menentukan dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam hukum perdata materil
(Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1)
 Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka
pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-
peraturan hukum perdata (wirjono Prodjodikoro)
Pengertian Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Kaidah hukum yang mengatur cara dan
prosedur hukum dalam mengajukan,
memeriksa, memutuskan, dan melaksanakan
putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban
tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum
perdata materiil melalui lembaga peradilan
Sifat / Karakteristik Hukum Acara
Perdata
 Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa
haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat,
sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan
karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut
sebagai tergugat.
 Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
tidak menguasai barang sengketa atau tidak
berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi
lengkapnya suatu gugatan, mereka harus
diikutsertakan
Sifat Hukum Acara Perdata
 Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/
beberapa orang yang merasa haknya dilanggar
(penggugat/ para penggugat)
 Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak
tergantung ada/ tidak adanya inisiatif
 Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum
acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan
Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut
Sudikno Mertokusumo)
• Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap
penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat
gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya
perkara dll.
• Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa,
pembuktian dan penjatuhan putusan.
• Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan
pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah
dijatuhkan oleh hakim.
Sifat Hukum Acara Perdata
 Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para
penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati,
Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila
tergugat menyetujui pencabutan gugatan,
namun kadangkala persetujuan itu tidak
dipenuhi, bahkan malah menggugat balik
(rekonpensi)
Hukum Acara Perdata Positif
 Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum
diatur dalam undang-undang, sampai saat ini
ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah
het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu
diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan
diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem
(RBg)
 Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR
dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio
Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan
Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk
menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil

• HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)


• RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
• RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara
Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku
sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
• RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in
Indonesie)
• Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
• Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara
banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
• Yurisprudensi
• Perjanjian Internasional
• Doktrin
Asas-asas Hukum Acara Perdata
• Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex
officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg,
artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak ada
hakim (Wo Kein klager ist, ist kein rechter ; nemo
judex sine actor)
• Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus
mengadili semua perkara, karena hakim dianggap
tahu semua (ius curia novit)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter),
artinya hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa
yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat
iudicare)
• Perdailan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van
rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila asas
ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi
tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.
• Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide
partijen)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee
instanties), hanya PN dan PT judex factie
dilaksanakan
• Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi
(Toezicht op de rechtspraak door van cassatie)
• Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di
Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 jo
Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23
UU No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4
Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR)
• Berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze
rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970
jo Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Tidak ada keharusan mewakilkan dalam
Beracara
• Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No.
14 Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun
2004)
• Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo
Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2004)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
• Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK
dan dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No.
4 Tahun 2004)
• Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun
2004
Perihal Kekuasaan Mutlak dan
Kekuasaan relatif
 Kewenangan Mutlak/ absolute compententie
menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-
badan peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan
yang memberikan kekuasaan untuk mengadili
 Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur
pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan
yang serupa
 Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah
Actor sequitur forum rei
Lingkup Peradilan
Macam-Macam Pengadilan
• Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut
Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula :
• Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang
terdakwanya berstatus anggota ABRI.
• Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara
perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang
dikuasai Hukum Islam.
• Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan
Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan
penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan
dalam menjalankan administrasi.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum
• Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam :
– Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang
mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana.
– Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan
Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara
pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama
(Pengadilan Tinggi).
– Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan
Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang
dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari
Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan
hukumnya saja.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Kewenangan Pengadilan
• Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman,
yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman
distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :
– Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute.
Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam
memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan
lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang
diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini
tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
– Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative .
Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal
(domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan
kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat
tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya.
• Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat
sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)
Lingkup Peradilan (sambungan)
Tempat Kedudukan Pengadilan
• Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada
di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih terdapat
banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
lebih dari satu Kabupaten.
• Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri
dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada Kejaksaan Tinggi.
Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi Pengadilan Negeri
yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta
Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya
Negerinya.
Lingkup Peradilan (sambungan)
Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan
• Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan
wakil ketua.
• Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.
• disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha dibantu
oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya.
• tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua
sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang
dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita Acara (proses
verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186
HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan perkara,
maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti.
• Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan
jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai
melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman,
teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan
Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas
perintah hakim.
Cara Mengajukan Gugatan
Pengertian Permohonan dan Gugatan
 Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak adanya
konflik.
 Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk mencegah
pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (eigenrichting)
 Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang yang
merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak tersebut
tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu
 Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang
umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu
Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal,
dan domisili
 Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal
tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR)
 Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang
menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17
KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang
berdiam dan tercatat sebagai penduduk
 Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang
berdiam
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei
(berdasarkan Pasal 118 HIR)

 Gugat dapat diajukan di PN ditempat kediaman


tergugat apabila tempat tinggal tergugat tidak
diketahui
 Apabila tergugat lebih dari 2, maka penggugat dapat
mengajukan gugatan dapat diajukan disalah satu
tempat tinggal tergugat.
 Apabila tergugat ada 2, dan salah satunya adalah
penjamin dari yang berhutang, maka penggugat
mengajukan gugatan ke PN di wilayah tempat tinggal
tergugat yang berhutang
Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei
(berdasarkan Pasal 118 HIR)

 Apabila tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak


dikenal, maka guguatan dapat diajukan di tempat
tinggal penggugat atau salah satu penggugat.
 Apabila gugatan mengenai objek benda tetap, maka
gugatan diajukan di PN di wilayah benda itu ada/
terletak.
 Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dalam suatu
akta, maka gugatan diajukan di tempat yang telah
dipilih dalam akta.
Pengecualian lain terhadap Asas Actor
Sequitur Forum Rei
 Apabila tergugat tidak cakap, amak gugatan diajukan di PN dimana orang tua, wali,
pengampu tinggal.
 Apabila PNS, maka pengadilan yang berwenang adalah PN di tempat ia bekerja
 Apabila buruh, maka PN yang berwenang adalah PN tempat tinggal majikan
 Apabila ini berkenaan dengan masalah kepailitan, maka PN yang berwenang adalah
yang memutus pailit.
 Bila ini tentang penjaminan, maka yang berwenang untuk mengadili adalah PN
yang pertama dimana pemeriksaan pertama dilakukan.
 Bila masalahnya adalah pembatalan perkawinan, maka PN yang berwenang adalah
tempat pertama kali perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami
isteri atau salah satu tempat istri/ suami.
 Gugatan perceraian dapat diajukan ke PN di kediaman penggugat
Gugat Lisan dan Tertulis
 Berdasarkan Pasal 118 HIR, gugat diajukan dengan surat
permintaan dan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.
 Gugat lisan dapat juga dilakukan, dan berdasarkan Pasal 120 HIR,
Ketua PN akan membuat atau menyuruh untuk membuat
gugatan tersebut.
 Berdasarkan yurisprudensi, surat gugat yang bercap jempol harus
dilegalisasi
 Surat gugatan harus ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya.
Gugat Lisan dan Tertulis
 Gugatan sebaiknya ditik, tidak perlu memakai Materai (Meski dalam
praktek diperlukan, karena bila tidak dilakukan, surat gugatan akan
dikembalikan )
 Dalam gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai duduk
perkara, dengan kata lain dasar gugatan harus dijelaskan dengan jelas.
Bagian ini disebut sebagai fundamentum petendti atau Posita
 Dalam posita ada dua gugatan, yaitu alasan berdasarkan keadaan dan
alasan berdasarkan hukum
 Dalam gugatan harus dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal yang
diinginkan/ diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan
atau diperintahkan oleh hakim
Substansi Surat Gugatan
• Identitas Para Pihak
• Adanya Posita atau Fundamentum Petendi (Didasarkan pada
alasan hukum seperti piramida terbalik, Rentetan peristiwa
hukum yang terjadi dan atau dialami sampai terjadinya suatu
fakta hukum, Fakta hukum yang terjadi dan dialami Penggugat,
dan Fakta hukum terjadinya benturan kepentingan)
• Adanya Petitum atau Tuntutan , yaitu Permohonan berupa :
– Mengabulkan seluruh isi gugatan dan lain
sebagainya.
– Putusan dilaksanakan terlebih dahulu
(uitvooerbaar bij vorrad)
– Didasarkan pada Posita
Syarat Formal Surat Gugatan yang lazim
dalam praktek
• Tempat dan waktu surat gugatan yang dibuat oleh
penggugat atau kuasa hukumnya
• Harus menyebut identitas para pihak secara lengkap
dan jelas
• Surat Gugatan memakai materai (UU No: 13/1985
(psl.2).PP No: 7/1995 PP No: 24/2000)
• Surat Gugatan harus ditandatangani
• Ex Aequa Et Bono
Bentuk dan Format Surat Gugatan
• Bentuk dan format pengetikan surat gugatan
tidak ada yang baku, namun selaku kuasa
hukum harus dapat menyiapkan surat gugatan
dengan memperhatikan bentuk, format, etika
dan nilai-nilai keindahan atau kebersihan
(tanpa coretan)
• Surat Gugatan yang baik adalah Surat Gugatan
yang dapat menimbulkan opini dan perasaan
hakim bahwa penggugat adalah orang yang
benar-benar mendambakan keadilan atau
keinginan menegakkan keadilan
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
• Hal-hal penting yang harus diingat :
– Tiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan
terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan
– Gugatan dapat diajukan secara lisan (Pasal 118 Ayat 1 HIR, Pasal 142
Ayat 1 Rbg) atau tertulis (Pasal 120 HIR Pasal 144 Ayat 1 Rbg) dan bila
perlu dapat minta bantuan kepada Ketua Pengadilan Negeri
– Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
– Tuntutan hak di dalam gugatan merupakan tuntutan hak yang ada
kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kebenarannya
dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan
• Identitas Para Pihak
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
• Fundamentum Petendi, terdiri dari dua bagian :
– Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden)
– Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtsgronden)
• Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tentang adanya hak atau hubungan
hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.
• Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan -peraturan hukum yang
dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan
nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang memberi gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan
dasar tuntutan itu.
• Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan
ada beberapa pendapat :
– Menurut substantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja,
tetapi harus disebutkan pula kejadian itu kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum
yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut misalnya :
Penggugat yang menuntut hak miliknya selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik ia juga harus
menyebutkan asal-usul pemilikan tersebut.
– Menurut indvidualiseringstheorie, sudah cukup dengan disebutkannya kejadian-kejadiannya yang
dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi
dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena hal
tersebut tidak perlu dikemukakan dalam sidang yang akan datang pada acara pembuktian
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
• Petitum atau Tuntutan, apa yang diminta atau diharapkan Penggugat agar
diputuskan oleh hakim. jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau dictum
putusan. oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas (ps 8
Rv).
• Tuntutan yang jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya
tuntutan tersebut. demikian pula gugatan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
bertentangan satu sama lain atau disebut obscuur libel (gugatan yang tidak jelas
dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak Tergugat sehingga
menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
– Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok
perkara
– Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok
perkara
– Tuntutan subsideir atau pengganti
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
• Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud :
– Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
– Tuntutan “uitvoebaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu
meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. di dalam praktik permohonan uitvoebaar bij
voorraad sering dikabulkan. namun demikian Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan
secara mudah memberi putusan uitvoerbaar bij voorraad (Intruksi MA tanggal 13 Februari 1958).
– Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila tuntutan yang
dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
– Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu
tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan.
– Dalam hal gugat cerai sering disebut juga dengan tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59 Ayat 2, 62, 65
HOCI, Pasal 213, 229 BW) atau pembagian harta (Pasal 66 HOCI, Pasal 232 BW).
• Mengenai tuntutan subsideir selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat
lain. biasanya tuntutan subsidiary itu berbunyi “agar hakim mengadili menurut keadilan yang
benar” atau “mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono).
TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN
(Sambungan)
• Kesimpulan agar gugatan tidak ditolak atau dinyatakan tidak diterima ialah
:
– Gugatan supaya diajukan kepada Pengadilan yang berwenang.
– Identitas seperti nama, pekerjaan, alamat dan sebagainya dari Penggugat dan
Tergugat harus jelas.
– Pihak Penggugat maupun Tergugat harus ada hubungan hukum dengan pokok
permasalahan.
– Pihak Penggugat maupun Tergugat mempunyai kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum (handelingsbekwaamheid).
– Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai dasar peristiwa dan dasar
hukum (fundamentum petendi) yang cukup kuat.
– Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum lampau waktu.
– Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan oleh pengadilan
NO. _______________ Jakarta, ___________
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jl. Gajah Mada No. 17
JAKARTA PUSAT
Perihal : Gugatan
Dengan Hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini, Dhoni Yusra, S.H., pengacara/ penasihat hukum pada Yusra & Yudi Law Firm “Y&Y”, berkedudukan hukum di
Jl_____________________, Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa : HAJI GANI ABDUL SALAM, Usia 45 Tahun, pekerjaan
wiraswasta, alamat Jl. ______________, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal ______________selanjutnya disebut PENGGUGAT.
Dengan ini hendak mengajukan gugatan perdata terhadap SUTIYONO, Usia 42 Tahun, Pekerjaan Wiraswasta, ALamat _______________, selajutnya disebut
sebagai TERGUGAT.
Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut :(Posita/ Fundamentum Petendi)
1. Bahwa _____
2. Bahwa _____
3. Bahwa _____
4.
5. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum
a). Kerugian Material
b). Kerugian Moril / material, berupa :
6. Dwaangsom
7. Sita jaminan terhadap
A.
B.
C.
8. Permohonan serta merta
Maka Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat mohon sudilah kiranya Pengadilan berkenan memutuskan sebagai berikut : (PETITUM)
Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya ;
Menyatakan sah berharga sita jaminan tersebut ;
Menyatakan demi hukum para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat ;
-
-
-
Dan seterusnya
Ex Aequo Et Bono
Mohon putusan seadil-adilnya
Hormat Kami,
Kuasa Penggugat
Dhoni Yusra, SH
Yudi Syaifullah, SH
Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan
hukum, dan negara

 Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan,


namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit
ingatan, belum dewasa.
 Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah
wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di
ADRT
 Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus
JAWABAN TERGUGAT
• Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa
syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan
ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga
gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut :
– Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
– Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum)
– Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum)
– Tergugat tidak lengkap
– Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
• Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan
terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat.
• Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah yang
dikerjakan B dengan dalih :
– Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang
sudah meninggal dunia.
– Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C.
– A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah
tersebut.
• Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan :
– A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris.
– Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan.
– B mempunyai akte jual beli.
• Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim
agar gugatan ditolak
JAWABAN TERGUGAT (sambungan)
• Permohonan atau Petitum:
– Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat
sendiri, misalnya :
• Primair :
– Agar gugatan ditolak secara keseluruhan
– Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat
• Subsidair :
– Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim
memberikan putusan seadil-adilnya
– Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan penggugat
dengan jalan menangkis dan membantah apa yang didalihkan oleh
penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan
serta hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga cukup
beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.
Pemeriksaan dalam persidangan
• Wajibnya hakim untuk mengupayakan
perdamaian dalam persidangan sesuai dengan
Pasal 130 Ayat 1 HIR
• Perdamaian dalam persidangan, memiliki
kekuatan hukum yang pasti
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

• Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian,


tidak berhasil.
• Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan
secara lisan.
• Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh
penggugat dalam replik
• Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam
duplik
• Setelah itu apabila dikehendaki, maka para
pihak dapat membuat kesimpulan sebelum
memohon putusan dengan penawaran bukti
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

• Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :


– Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau
disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
– Jawaban mengenai pokok perkara
• Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan
tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah itu
kekuasan absolut atau relatif
• Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/ prosesuil
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

• Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:


– Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum
dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran
– Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan,
misalnya gugatan yang diajukan daluarsa
• Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal
persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban
• Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

• Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat,


dan pada pokok persoalan dengan
mengemukakan alasan-alasan yang berdasar
• Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah
hak dari tergugat
• Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan
jawaban atas gugatan
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
• Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali
seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
– Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat
balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya
– Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh
karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat
balasan
– Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan
– Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat
balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole memajukan gugat
balasan
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
• Manfaat gugat balasan :
– Menghemat ongkos perkara
– Mempermudah pemeriksaan
– Mempercepat penyelesaian sengketa
– Menghindarkan putusan yang saling bertentangan
• Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan
selama tidak merugikan
• Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas
hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari
kejadian materil
• Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada
pihak tergugat
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

• Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan


hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang baru
sehingga dengan demikian memohon putusan hakim tentang
suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak yang lain
dari yang semula, contoh :
– Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi
tergugat harus memenuhi janji
– Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian
dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat diperbaiki
Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
• Penambahan gugatan diperboleh selama tidak
merugikan pihak tergugat, seperti semula
tidak semua ahli waris diikutsertakan,
kemudian ditambah menjadi turut tergugat
atau permohonan sita jaminan tetapi lupa
memohon menyatakan sah dan berharganya
sita jaminan tersebut.
• Perubahan atau penambahan gugatan yang
diajukan setelah jawaban, harus mendapat
persetujuan dari pihak tergugat
• Pengurangan gugatan selalu akan diterima
dan senantiasa diperkenankan
Pembuktian
• Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum
yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus dapat
dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat) menginginkan
kemenangan.
• Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya hal-hal
yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi dibuktikan,
atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir)
• Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang
harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan
keadilan di hadapan hakim.
Pembuktian
• Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan
oleh hakim.
• Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil
• Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat
dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal
yang pokok, dan pihak tergugat dapat mengerti apa yang
dimaksudkan dalam tuntutan penggugat.
• Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta
penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi
dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan
fakta yang dikemukakan.
Pembuktian
• Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk membuktikan
tentang duduk perkara
• Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan
sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian
oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa
tersebut.
• Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti-bukti
tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum
tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan pemahaman
tentang hukum.
Pembuktian
• Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian,
namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai
alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg,
dan 1908 KUHPerd)
• Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat
dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap
kenyataan yang ada (judex factie)
• Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan
tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan
kepastian tentang peristiwa yang disengketakan
Pembuktian
• 3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan
hakim dan para pihak, yaitu :
– Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim,
tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan itu
tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh
hakim dalam persidangan
– Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan
hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pembuktian
– Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap
hakim disamping ada larangan
• Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah
Teori Pembuktian bebas
Beban Pembuktian
• Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak
perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang
mengemukakan itikad buruk harus membuktikannya
• Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai
sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap
meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila
terbukti sebaliknya
• Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari
pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya
wanprestasi
Beban Pembuktian
• Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi
hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo):
– Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan
harus membuktikan
– Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu
hak, maka ia harus membuktikan
– Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia
telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif terhadap
suatu peristiwa yang diajukan tersebut.
– Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa
di pengadilan merupakan kepentingan publik.
– Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan
kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem)
Alat Bukti
• Ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam
sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan
1866 BW) :
– Bukti Surat
– Bukti Saksi
– Persangkaan
– Pengakuan, dan
– Sumpah
Alat Bukti
• Alat bukti tertulis selanjutnya disebut juga dengan surat yang
memuat tanda-tanda bacan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan
untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan untuk
alat pembuktian, macamnya :
– Surat yang bukan akta (Kekuatannya diserahkan pada penilaian hakim)
– Surat yang berupa akta, yaitu surat yang diberi tanda tangan yang
memuat suatu informasi tentang adanya suatu peristiwa yang menjadi
dasar suatu hak atau perikatan, terbagi macamnya:
• Akta Otentik
• Akta dibawah tangan
Alat Bukti
• Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
• Kekuatan akta otentik :
– Kekuatan pembuktian lahir akta otentik, artinya terlihat secara lahiriah telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan (Pasal 138 HIR, Pasal 164 RBg, Pasal
148 RV)
– Kekuatan pembuktian formil akta otentik, suatu otentik membuktikan
kebenaran dan kepastian terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dilakukan
oleh pejabat yang berwenang dalam pembuktian akta. Disini yang dipatikan
adalah tanggal, tempat, dan keaslian tanda tangan dari akat itu sendiri.
– Kekuatam pembuktian materil akta otentik, umumnya akta pejabat tidak
memiliki kekuatan pembuktian materil kecuali akta yang dikeluarkan oleh
Kantor Catatan SIpil. Yang dimaksud adalah petikan atau salinan dari daftar
aslinya, sepanjang isinya sesuai dengan daftar aslinya sampai dapat dibuktikan
sebaliknya.
Alat Bukti
• Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian para pihak tanpa
bantuan dari pejabat berwenang dan hanya untuk kepentingan para pihak yang
membuatnya.
• Pengaturan Akta dibawah tangan diatur dalam S. 1874 No. 29 untuk Jawa-Madura, sedangkan
diluar Jawa-Madura diatur dalam Pasal 286 -305 RBg.
• Akta dibawah tangan meliputi surat-surat daftar (register), catatan mengenai rumah tangga,
atau surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat yang berwenang.
• Ada istilah bon pour cent florings, yaitu akta di bawah tangan yang memuat utang sepihak,
membayar sejumlah uang tunai atau menyerahkan suatu benda, harus ditulis seluruhnya
dengan tangan sendiri oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya harus ditulis
dibawah dengan tanda tangan sendiri
• Pasal 1902 BW mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi bilamana terdapat permulaan
bukti tertulis adalah sebagai berikut :
– Harus ada akta
– Akta tersebut dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang diwakilinya
– Akta tersebut harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan
Alat Bukti
• Alat Bukti Saksi atau selanjutnya disebut dengan kesaksian diatur dalam Pasal 139-
152, 168-172 HIR, Pasal 165-179 RBg, dan Pasal 1902-1912 BW.
• Kesaksian adalah wujud kepastian yang diberikan kepada hakim di muka sidang
tentang peristiwa yang disengketakan dengan cara memberitahu secar lisan dan
pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa, yang dipanggil
secara patut oleh pengadilan
• Alat bukti saksi memiliki arti penting dalam perjanjian-perjanjian hukum adat yang
umumnya tidak menggunakan alat bukti tertulis.
• Keterangan yang diberikan oleh saksi haruslah tentang peristiwa atau kejadian
yang dilihat, didengar atau dialami sendiri. Kekecualian adalah testimonium de
auditu, yaitu kesaksian/ keterangan yang diperoleh dari orang lain, ia tidak
mendengarkan atau mengalami, namun demikian dapat diterima setidak-tidaknya
sebagai petunjuk dan bahakan sebagai sumber persangkaan
• Prinsip yang berlaku adalah unus testis nullus testis
Alat Bukti
• Seorang saksi dilarang untuk mengambil suatu
kesimpulan karena itu adalah tugas hakim.
• Saksi dalam memberikan keterangannya, harus
disumpah menurut agama atau berjanji bahwa ia
akan menerangkan yang sebenarnya.
• Penilaian terhadap saksi yang memberikan kesaksian
sepenuhnya merupakan hak hakim untuk menilai.
Alat Bukti
• serta ipar, hal ini diatur dalam Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 BW Orang
yang tidak menjadi saksi/ tidak boleh menjadi saksi dibagi menjadi 2
macam :
– Golongan yang tidak mampu menjadi saksi
• Tidak mampu secara mutlak, seperti keluarga sedarah,
semenda (Pasal 145 HIR, 172 RBg, 1910 BW), termasuk
suami istri meskipun sudah bercerai
• Tidak mampu secara relatif, golongan ini boleh
didengar keterangannya, tetapi tidak dianggap sebagai
saksi, seprti anak-anak, orang yang sakit ingatan, dan
orang yang berada dibawah pengampuan
– Golongan yang dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi, ini adalah
kelompok yang atas permintaannya sendiri dibebaskan kewajiban
untuk menjadi saksi seperti saudara laki-laki dan perempuan
Alat Bukti
• Kewajiban Saksi :
– Saksi wajib datang menghadap ke muka sidang
– Wajib untuk bersumpah
– Wajib memberi keterangan
Alat Bukti
• Persangkaan, diatur sebagai alat bukti berdasarkan Pasal 173
HIR, 310 RBg, dan Pasal 1915-1922 BW
• Persangkaan adalah kesimpulan yang diambil dari suatu
peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang
belum terbukti
• Yang memiliki hak mengambil kesimpulan adalah hakim atau
undang-undang sehingga dikenal persangkaan hakim dan
persangkaan undang-undang
• Pada hakikatnya persangkaan adalah alat bukti tidak langsung
Alat Bukti
• Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 174-176 HIR, Pasal 311-313 RBg,
dan Pasal 1923-1928 BW.
• Pengakuan adalah keterangan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang
secara tegas dan nyata diterangkan oleh salah satu pihak atau lebih dalam
penyelesaian perkara di persidangan yang berisi pembenaran sebagian atau
seluruhnya terhadap suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan
oleh pihak lawan yang mengakibatkan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
• Pengakuan yang dilakukan secar diam-diam tidak memberikan kepastian kepada
hakim tentang kebenaran suatu peristiwa
• Pengakuan juga merupakan keterangan yang membenarkan suatu peristiwa, hak
atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan
• Pengakuan merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya baik
secara pribadi maupun diwakilkan secara khusus, juga sebagai alat bukti yang
bersifat menentukan yang tidak memungkinkan adanya pembuktian di pihak
lawan.
Alat Bukti
• Persangkaan dibedakan sebagai berikut :
– Persangkaan atas dasar kenyataan, yaitu upaya membuktikan apakah
suatu peristiwa y memiliki hubungan yang cukup erat dengan
peristiwa x yang sedang diajukan
– Persangkaan atas dasr hukum, disini undang-undang menetapkan
hubungan antara peristiwa yang diajukan dengan peristiwa yang tidak
diajukan. Ini dibedakan dalam 2 jenis :
• Praesumptiones juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang
memungkinkan adanya pembuktian lawan
• Praesumptiones juris et de jure, persangkaan berdasarkan hukum yang
tidak memungkinkan pembuktian lawan.
Alat Bukti
• Bentuk pengakuan menurut Pasal 1923 BW :
– Pengakuan yang diberikan di depan hakim, ini tidak dapat
ditarik kembali
– Pengakuan yang diberikan di luar pengadilan
• Bentuk pengakuan menurut teori (Sudikno
Mertokusumo) :
– Pengakuan murni
– Pengakuan dengan kualifikasi
– Pengakuan dengan klausula
Alat Bukti
• Sumpah adalah pernyataan yang dibuat seseorang secara
khidmat dan bersahaja yang diucapkan pada saat memberikan
janji atau keterangan dengan mengkaitkan dengan sifat Tuhan
Yang aha Kuasa dengan menyakini akan ada kutukan-NYA bila
ternyata memberikan keterangan yang tidak benar
• Pengaturan tentang sumpah diatur dalam Pasal 155-158, 177
HIR, 182-185, 314 RBg, dan Pasal 1929-1945 BW
• Macam sumpahan yang dikenal dunia peradilan :
– Sumpah pelengkap (suppletoir)
– Sumpah pemutus (decisoir)
– Sumpah penaksir (aestimatoir)
Alat Bukti
• Sumpah pelengkap adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena
jabatannya kepada salah satu pihak dalam rangka melengkapi pembuktian
peristiwa yag menjadi sengketa untuk dijadikan dasar putusan.
• Sumpah ini dapat dilakukan bila bukti yang ada tidak memadai, hal ini
terjadi karena dalam praktek, hanya ada 1 orang saksi saja.
• Sumpah penaksir adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena
jabatannya kepada pihak penggugat untuk menentuka bentuk dan jumlah
ganti rugi
• Sumpah Pemutus adalah sumpah yangn dibebankan atas permintaan
salah satu pihak kepada lawannya.
• Pihak yang meminta lawannya untuk mengucapkan sumpah disebut
deferent, sedangkan pihak yang bersumpah disebut delaat
Alat Bukti
• Sumpah decisoir dapat menimbulkan akibat yaitu
kebenaran peristiwa yang diminta untuk bersumpah
menjadi pasti dan pihak lawan tidak diperkenankan
membuktikan bahwa sumpah tersebut adalah palsu
• Dalam praktek sumpah decisoir dikenal sebagai
sumpah pocong di mesjid, sumpah mimbar, bagi
umat nasrani, dan sumpah klenteng bagi ummat
budha
Alat Bukti
• Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang bersifat
obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam
pemeriksaan dalam rangka menambah pengetahuan hakim
sendiri, hal ini diatur dalam Pasal 154 HIR, Pasal 181 RBg, dan
215 RV
• Pemeriksaan Setempat (Descente), yaitu suatu pemeriksaan
mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang
dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan
• Tujuan dari pemeriksaan setempat agar hakim dapat melihat
dan mengamati sendiri secara nyata sehingga mendapatkan
kepastian tentang duduk persoalan persitiwa yang menjadi
sengketa
Sita (Beslag)
• Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah
untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan bahwa putusan
dapat dilaksanakan.
• Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang
menyediakan upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui penyitaan
(beslag)
• Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata
• Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu disimpan dan
dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat dialihkan atau
dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199 HIR, Pasal 212, 214
RBg)
• Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau
conservatoir beslag
Sita (Beslag)
• Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan wewenangnya
untuk menguasai benda.
• Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda
yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah, dan
melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP)
• Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera
pengadilan.
• Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan umumnya
diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan kemudian
• Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan sah
sah dan berharga (van waarde verklard)
Sita (Beslag)
• Sita jamian dapat diberi makna sebagai upaya untuk menjamin pelaksanaan suatu
putusan hakim di kemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik benda
bergerak maupun benda tetap selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu
disita. Dengan demikian barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan.
• Tidak hanya barang milik tergugat saja, namun barang bergerak milik penggugat
yang ada dalam kekuasaan tergugat dapat pula diletakan sita jaminan, yang
disebut juga sebagai sita revindikatoir (revindicatoir beslag)
• Sita revindikatoir adalah sita yang dimohonkan, baik secara lisan atau tertulis oleh
pemilik suatu benda bergerak yang sedang dikukasai tergugat atau pihak lain,
melalui pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda itu tinggal
• Lebaga sita jaminan ini sangat bermanfaat mengingat pada masa kini lembaga
pelaksanaan putusan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vorrad) sudah kurang
difungsikan.
Sita (Beslag)
• Barang yang dapat disita secara revindikatoir adalah barang bergerak milik
pemohon
• Sita Marital adalah sita yang ditujukan untuk menjamin agar barang yang disita
tidak dialihkan atau diasingkan oleh pihak lawan, dan bukan ditujukan untuk
menjamin tagihan utang atau penyerahan barang.
• Pemohon sita dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk melindungi kepentingan
hak yang dimilikinya dari kemungkinan gangguan pihak lain.
• SIta Marital ini dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri oleh seorang istri
yang tunduk kepada BW, selama sengketa perceraiannya diperiksa di pengadilan.
• Kesimpulannya adalah yang dapat mengajukan sita marital adalah pihak istri,
karena menurut KUHPerd seorang istri dianggap tidak cakap melakukan perbuatan
hukum.
• Untuk melindungi si istri terhadap kekuasaan maritaal suaminya, maka sita
maritaal ini disediakan bagi isteri.
Sita (Beslag)
• Sita gadai atau pandbeslag, adalah sita
jaminan yang dimohonkan oleh orang yang
menyewakan rumah atau tanah, agar supaya
diletakkan suatu sitaan terhadap perabot
rumah tangga pihak penyewa/ tergugat guna
menjamin pembayaran uang sewa yang harus
dibayar
JALANNYA PERSIDANGAN
• Susunan Persidangan, Hakim tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota,
yang dilengkapi oleh Panitera sebagai pencatat jalannya persidangan.Pihak Penggugat dan Tergugat duduk
berhadapan dengan hakim dan posisi Tergugat disebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri Hakim.
Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali yang terdiri dari sidang
pertama sampai dengan putusan hakim
• Sidang Pertama, Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang dibuka untuk umum”
dengan mengetuk palu. hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada Penggugat
dan Tergugat :
– Identitas Penggugat
– Identitas Tergugat
– Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
– Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. dalam hal ini meskipun para pihak menjawab
bahwa tidak mungkin damai Karen usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali – kali,
hakim meminta agar dicoba lagi. Jadi pada sidang pertama ini sifatnya merupakan checking identitas
para pihak dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri
– sidang. sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukkan KTP masing – masing. apabila tidak
ditemukan kekurangan atau cacat maka sidang dilanjutkan. setelah para pihak dianggap sudah
mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak mengadakan perdamaian, kemudian
sidang ditangguhkan
JALANNYA PERSIDANGAN
(sambungan)
• Sidang Kedua (Jawaban Tergugat), Apabila para pihak dapat berdamai maka ada
dua kemungkinan:
– Gugatan dicabut
– Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang
– Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak ikut campur. belah
pihak berdamai sendiri. ciri daripada perdamaian diluar pengadilan ialah:
• Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim.
• Apabila salah satu pihak ingkar janji permasalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan
Negeri
– Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, maka ciri-cirinya adalah :
• Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan.
• Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali. (bentuk
perdamaian dimuka pengadilan dapat dilihat dalam lampiran)
– Apabila tidak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan
jawaban dari pihak tergugat. jawaban ini dibuat rangkap tiga, lembar pertama untuk
penggugat , lembar kedua untuk hakim dan lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri
JALANNYA PERSIDANGAN
(sambungan)
• Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat
atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu
untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya untuk
penggugat sendiri. replik sendiri merupakan
tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
• Sidang Keempat (Duplik), Dalam sidang,tergugat
menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat
terhadap replik penggugat
JALANNYA PERSIDANGAN
(sambungan)
• Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
– Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. di sini penggugat
mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang
melemahkan dalil-dalil tergugat. Alat pembuktian melalui surat (fotocopy)harus di
nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dengan aslinya oleh hakim
maupun pihak tergugat. hakim mempuyai kewenagan untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat memberi
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. teradap saksi-saksi hakim
mempersilahkan penggugat mengajukan pertanyaan terlebih dahulu, kemudian hakim
sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memperoleh keyakinan.
perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim.
– Apabila pembuktian ini belum selesai maka akan dilanjutkan pada sidang berikutnya.
sidang pembuktian ini dapat dapat cukup sehari, tetapi biasanya bisa dua tiga kali atau
lebih tergantung kepada kelancaran pembuktian. perlu dicatat disini ba sebelum
ditanyakan serta memberikan keterangan saksi harus disumpah lebih dahulu dan tidak
boleh masuk dalam ruang sidang belum dipanggil
JALANNYA PERSIDANGAN
(sambungan)
• Sidang Keenam (Pembuktian dari Tergugat) :
– Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka
sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari pihak tergugat.
Adapun jalannya sidang sama dengan sidang kelima dengan catatan
bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat,
sedang Tanya jawabnya kebalikan daripada sidang kelima
• Sidang Ketujuh, adalah sidang penyerahan kesimpulan. disini
kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasil-hasil
sidang tersebut. isi pokok kesimpulan sudah barang tentu
yang menguntungkan para pihak sendiri
JALANNYA PERSIDANGAN
(sambungan)
• Sidang Kedelapan :
– Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam sidang
kedelapan ini hakim membaca putusan yang seharusnya
dihadiri olehpara pihak. setelah selesai membaca putusan
maka hakim menetukkan hakim palu tiga kali dan para
pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding
apabila tidak puas dengan putusan hakim. pertanyaan
banding ini harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari
terhitung ketika putusan dijatuhkan
PUTUSAN HAKIM
• Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari
penggugat dan tergugat serta alat pembuktian yang dihadirkan dalam
persidangan acara perdata, maka hakim akan mengambil suatu putusan
terhadap perkara yang ia periksa. putusan itu di harapkan menghasilkan
suatu keadilan bagi para pihak atas kepentingannya yang diminta untuk
diperiksa dan diputus oleh hakim tersebut. Jadi bagi hakim dalam
mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya
dan bukan hukumnya. peraturan hukumnya dalai suatu alat sedangkan
yang bersifat menentukan adalah peristiwanya
• Dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan
hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang
dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak. Disamping
itu pertimbangan hakim adalah penting dalam pembuatan memori
banding dan memori kasasi
PUTUSAN HAKIM (sambungan)
• Susunan dan isi putusan hakim adalah
berdasarkan Pasal 183,184,187 HIR, Pasal
194,195,198 Rbg, Pasal 4 Ayat 1, 23 UU No. 14
Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU
No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Pasal 27 R.O dan 61 Rv, yang
terdiri dari :
ISI PUTUSAN HAKIM (sambungan)
• Kepala Putusan, Nomor register perkara, nama
pengadilan yang memutus perkara
• Identitas Para Pihak
• Tentang duduk perkara
• Pertimbangan hukum atau Considerans
• Amar atau Dictum
• Penandatanganan
Perihal acara Istimewa
Pengertian gugur dan Perstek
 Gugur terjadi apabila semua penggugat, meskipun
sudah dipanggil secara patut, tidak hadir ke
pengadilan negeri pada hari yang ditentukan, namun
demikian si penggugat dapat mengajukan gugat
 Perstek adalah kebalikannya, yaitu bila semua
tergugat meskipun sudah dipanggil secara patut tidak
hadir, dengan demikian gugat diputus secara perstek,
yaitu tanpa hadirnya tergugat
Perihal acara Istimewa
Penggugat Tidak hadir
 Bila penggugat sebelum dipanggil telah wafat, maka terserah
ahli waris untuk meneruskan gugatan atau tidak
 Bila penggugat sudah dipanggil secara patut, tetapi tidak
datang dalam persidangan, maka gugatannya digugurkan, dan
dihukum untuk membayar biaya perkara, namun demikian ybs
dapat mengajukan gugatan sekali lagi, dengan membayar
persekot
 Apabila perkara yang digugurkan pokok persoalannya sama
sekali belum diperiksa, karena tidak diperkenankan atau salah,
maka perkara tersebut tidak hanya digugurkan tetapi juga
ditolak
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
• Pengaturan tentang Perstek diatur dalam pasal 125 HIR
• Bila tergugat tidak hadir meski telah dipanggil secara patut, dan tidak
mengirimkan wakilnya/ kuasanya.
• Hakim akan memutus perkara secara perstek, artinya tanpa hadirnya
tergugat.
• Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Verzet
• Lain halnya jika tergugat/ para tergugat hadir pada sidang pertama, namun
pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara diproses dengan
acara biasa namun diputus dengan secara contradictoir
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
• Syarat putusan diputus secara perstek :
– Tergugat/ para tergugat pada hari pertama sidang
semuanya tidak hadir, dan juga tidak
mengirimkanwakilnya
– Mereka kesemuanya itu telah dipanggil secara
patut
– Petitum beralasan dan tidak melawan hak
• Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi syarat 3 tidak terpenuhi,
maka perkara diputus perstek, gugatan ditolak
• Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi ada kesalahan formal, yaitu
surat kuasa penggugat tidak ditandatangani, atau bukan surat
kuasa khusus, maka, gugatan tidak dapat diterima
Perihal acara Istimewa
Tergugat Tidak hadir
• Namun jika tergugat tidak hadir namun memberika eksepsi (tangkisan)
berkenaan tentang kekuasaan absolut/ realtif, maka hakim tidak boleh
memutus perkara secara perstek, melainkan harus memberikan putusan
terlebih dahulu tentang eksepsi tersebut.
• Apabila eksepsi diterima, tidak perduli apakah tergugat tidak hadir, maka
persidangan diputus bahwa pengadilan tidak berhak
• Apabila eksepsi ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkara dan jika
gugatan beralasan, maka gugatan akan dikabulkan dan perkara diputus
secara perstek
• Namun demikian bukan berarti putusan perstek menguntungkan
penggugat
Perihal acara Istimewa
Cara pemberitahuan perstek
• Putusan perstek harus diberitahukan kepada
tergugat (apabila dikalahkan), serta diterangkan
kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan
(verzet) terhadap putusan perstek tersebut di
pengadilan negeri yang sama dalam jangka waktu
dan dengan cara yang telah ditentukan dalam pasal
129 HIR
Wajibnya Hakim mengundurkan sidang
• Hakim memiliki kewajiban seperti yang diatur dalam
pasal 126 HIR untuk memundurkan persidangan jika
diperlukan.
• Hal itu dipertegas pula dalam pasal 127 HIR,
keharusan memundurkan/ menangguhkan
persidangan jika tergugat/ salah satu tergugat tidak
hadir pada sidang pertama.
• Apabila salah satu penggugat tidak hadir, sidang
dapat diteruskan.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
• Upaya perlawanan terhadap putusan perstek diatur
pada pasal 129 HIR
• Perlawanan tersebutr dapat dilakyukan oleh tergugat
atau para tergugat yang dihukum dengan putusan
tidak hadir.
• Perlawanan terhadap putusan perstek diajukan
seperti mengajukan surat gugat biasa, artinya surat
perlawanan harus ditik beberapa rangkap, tidak
perlu memakai materai
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
• Tenggang waktu untuk mengupayakan perlawanan :
– Dalam waktu 14 hr setelah putusan perstek diberitahukan
– Sampai dengan hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud dalam
pasal 196 HIR, apabila yang ditegur datang menghadap
– Kalau ia tidak datang waktu dutegur, sampai hari kedelapan setelah sita
eksekutorial
• Pemeriksaan perkara perlawana seperti halnya perkara biasa,
maksudnya adalah pelawan seperti halnya tergugat, jadi beban
pembuktian tetap ada pada terlawan alias penggugat.
• Perlawanan menangguhkan eksekusi, kecuali bila putusan perstek
tersebut dijatuhkan dengan ketentuan Pasal 180 HIR, yaitu putusan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
• Perlawanan terhadap perstek cukup sekali saja, artinya cukup pada
putusan perstek yang pertama, sedangkan jika keduakalinya diputus
perstek, maka ia hanya diperkenankan banding
• Jika perlawanan telah diajukan, terlawan tidak hadir, maka hakim akan
memanggil ulang terlawan, dan jika pada panggilan berikutnya tidak hadir,
maka terlawan/ penggugat masih juag tidak hadir atau diasumsikan tidak
hendak melawan, maka perlawanan tersebut diputus secara contradictoir,
dengan membatalkan putusan perstek, akibatnya gugatan ditolak. Adapun
upaya hukum yang dapat dilakukan si terlawan/ pengugat adalah
mengajukan upaya hukum banding.
Cara mengajukan perlawanan terhadap
putusan Perstek
• Bila penggugat mengajukan banding, (pengadilan
tingkat kedua)), maka tergugat pun harus juga
mempersiapkan jawaban atas memori banding,
namun demikian ia harus mempersipakan
perlawanan juga (pada pengadilan tingkat pertama)
sebagai antisipasi jika penggugat mencabut
bandingnya tersebut, ia masih ada upaya hukum
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam
proses
• Vrijwaring/ penjaminan, terjadi apabila di dalam
suatu perkara yang sedang diperiksa oleh
pengadilan, di luar kedua belah pihak yang
berperkara, ada pihak ketiga yang ditarik masuk ke
dalam perkara yang sedang berlangsung
• Cara mengajukan :
– Ajukan permohonan oleh tergugat pada saat mengajukan
jawaban,agar diperkenankan untuk memanggil seorang
sebagai pihak yang turut berperkara untuk melindungi
tergugat
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses
(sambungan vrijwaring)
• Permohonan tersebut, dapat disebut juga sebagai
gugat insidentil, yang akan diputus melalui putusan
sela (dengan kata lain apabila ada gugat insidentil
pasti ada gugatan pokok, sehingga 2 gugatan
tersebut dapat diputus secara sekaligus)
• Sedangkan bagi penggugat, permohonan vrijwaring
diajukan sebelum memberikan replik
• Debat yang terjadi menjadi debat segitiga
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam
proses (sambungan)
• Tussenkomst, bentuk intervensi yang dilakukan oleh pihak
ketiga dengan mencampuri sengketa antara penggugat dan
tergugat di sidang pengadilan dengan bersikap tidak memihak
salah satu pihak (penggugat/ tergugat) melainkan bersikap
memperjuangkan kepentingan hukumnya sendiri
• Kepentingan pihak ketiga harus ada hubungannya dengan
perkara yang sedang disidangkan
Pengikut sertaan pihak ketiga dalam
proses (sambungan)
• Voeging (Penyertaan), adalah bentuk intervensi yang
dilakukan oleh pihak ketiga dengan mencampuri
sengketa antara penggugat dengan tergugat dengan
bersikap memihak dengan kepada salah satu pihak.
• Hal ini dilakukan untuk membela kepentingan
hukumnya sendiri dengan jalan membela salah satu
pihak yang bersengketa
Upaya Hukum
• Mengenai Hukum Acara Perdata dalam praktek di pengadilan pada saat
para pihak penggugat dan tergugat menerima putusan. pastinya salah
satu pihak maupun pihak lainnya akan merasa tidak puas atas putusan
yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. Untuk itu bagi para pihak yang tidak
puas akan putusan yang dijatuhkan, dalam hukum acara perdata telah
diberikan suatu hak untuk mengajukan upaya hukum atas ketidakpuasan
putusan tersebut. Upaya hukum dalam hukum acara perdata terdiri dari :
– Banding
– Kasasi
– Peninjauan Kembali
– Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Upaya Hukum
Banding
• Upaya Banding merupakan suatu Upaya Hukum yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas atas
putusan yang dijatuhkan oleh hakim atas perkara yang diperiksa. Lazimnya yang mengajukan banding
adalah pihak yang kalah. Dalam perkara banding ini ditimbul istilah pembanding bagi yang mengajukan
banding sedang lawannya dinamakan terbanding. pernyataan banding ini harus dilakukan dalam waktu 14
hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim. (Pasal 7 UU No. 20/1947, 199 Rbg) atau
diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan. Pihak yang mengajukan banding (pembanding)
harus mengajukan memori banding yang kemudian ditanggapi oleh pihak lawan (terbanding) dengan
mengirimkan kontra memori banding. pengiriman memori banding dan kontra memori banding yang
ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dikirimkan lewat Pengadilan Negeri yang dulu memutuskan
perkara yang bersangkutan. Perlu diketahui pula, bahwa dalm memori dan kontra memori banding
misalnya pihak penggugat yang mengajukan banding, maka ia menyebut dirinya sebagai “pembanding
semula tergugat” dan lawannya disebut “terbanding semula tergugat”, bila yang mengajukan banding
pihak tergugat, maka ia menyebut dirinya sebagai pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut
“terbanding semula penggugat”.
• Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis
hakim. Sidang tingkat bandingjuga disebut sidang tingkat kedua, karena cara pemeriksaannya sama
dengan pada sidang pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri. Di sini yang diperiksa adalah
pokok perkaranya. Hasil sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan Tinggi. Putusan
Pengadilan Tinggi dapat berupa memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan, menjatuhkan
putusannya sendiri
Upaya Hukum
Kasasi
• Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan
Tinggi (Judex Factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah menerapkan
hukum. pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi
bagian daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan pemohon kasasi. jadi pada
tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkara atau penskorannya dan oleh
karenanya pemeriksaan tingkat kasasi tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ke 3.
• Dari hal-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Subekti dalam Buku Hukum Acara
Perdata, BPHN 1977, bahwa tugas Pengadilan Kasasi dalai menguji atau meneliti Putusan Pengadilan di
bawahnya (Judex Factie). Dasar daripada pembatalan suatu putusan adalah “kesalahan penerapan
hukum” yang dilakukan oleh Pengadilan di bawahnya (judex Factie). Putusan dan Penetapan Pengadilan
yang lebih rendah dapat dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dikarenakan :
– Karena lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan batalnya putusan tersebut, misalnya apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala putusan “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
• Melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan secara absolute. Salah
menerapkan atau melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku. hal ini yang sering terjadi dalam
praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak terjadi karena perkembangan hukum meningkat
sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih jarang diterbitkan
Upaya Hukum
Kasasi
• Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang bertentangan dengan hukum apabila peraturan
hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya dan pemeriksaan pekara tidak
dilaksanakan menurut hukum acara yang berlaku
• Selanjutnya menurut UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa permohonan kasasi oleh pihak yang
bersangkutan atau oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum
biasa telah dipergunakan sebagaimana mestinya. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3
minggu bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah luar Jawa dan Madura. Mengenai
permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda dengan tata cara pencabutan dalam tingkat banding.
Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama perkara belum diputus oleh
Pengadilan Tinggi, sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan untuk dicabut apabila berkas
tersebut masih ada pada Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
• Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak disertai
memori kasasi ini merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat mengajukan kontra memori
kasasi. Tenggang waktu diajukan memori kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya
permohonan kasasi
Upaya Hukum
Peninjauan Kembali
• Peninjauan Kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan
upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan
diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
mengajukan perlawanan. Istilah peninjuan kembali ini dapat dijumpai dalam UU
No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan dalam Rv yang disebut Request Civil (Pasal 385-401).
Dalam UU Mahkamah Agung sendiri mengatur tentang peninjauan kembali diatur
dalam Pasal 66 s/d 77
• Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis
(Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1) kepada Mahkamah Agung
melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. yang
berhak mengajukan peninjauan kembali adalah pihak yang berperkara, pihak yang
berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya atau
seseorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun 1980)
yang disempurnakan
Upaya Hukum
• Berdasarkan Pasal 67 alasan-alasan peninjuan kembali adalah :
– Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui
setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dianggap palsu;
– Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
– Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
– Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab–
sebabnya;
– Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh
Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lainnya;
– Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata
• Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang tersebut dalam PERMA I
Tahun 1982. Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah
mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti baru)
dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali
Upaya Hukum
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
• Derdenverzet atau perlawanan pihak ketiga dapat
diajukan apabila putusan merugikan pihak ketiga
tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan
kepada hakim yang memutuskan perkara dengan
menggugat para pihak yang bersangkutan (Pasal 379
Rv). Apabila perlawanan dikabulkan maka putusan
yang dilawan diperbaiki sepanjang merugikan pihak
ke tiga (Pasal 382 Rv).
Eksekusi Atas Putusan
• Pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata disebut eksekusi yang pada hakikatnya
merupakan penyelesaian perkara bagi para pihak yang bersengketa. putusan hakim tanpa
perintah eksekusi sangat tidak berarti bagi keadilan pihak yang dimenangkan dalam perkara
tersebut. Eksekusi itu dapat dilaksanakan setelah putusan hakim mempunyai kekuataan
hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pelaksanaannya dapat dilakukan secara sukarela namun
seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan
dari pengadilan untuk melaksanakan secara paksa. Dalam hal ini pihak yang dimenangkanlah
yang mengajukan permohonan tersebut.
• Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang
dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah
teguran tersebut diberitahukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207 Rbg). Jika
dalam jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan
maka Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi perintah agar putusan hakim
dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat Negara.
Belum disyahkan BP.LPHN,
Ke 13 tanggal 12 Juni 1967
Kaedah-kaedah Hukum Acara ______________________
HUKUM ACARA PERDATA POSITIF
Perdata HIR/RBG Konsep RUU Hukum Acara Perdata
dalam LingkunganPeradilan Umum

1. HIR – Jawa Madura


NB. IR = Inlands Reglement
2. RBG – Indonesia Lainnya
3. 14/1970 Jo 35/1999 Jo 4/2004– UU Kekuasaan Kehakiman
4. 14/1985 Jo 5/2004 – Mahkamah Agung
5. 2/1986 – Peradilan Umum
HIR = Het Heir Ziene
6. 7/1989 Peradilan Agama
Indrusisch
7. 1/1974 – Perkawinan
Reglement
8. PP. 9/19975 – Perkawinan
9. 20/1947 – Pengadilan Peradilan Umum (Jawa Madura)
10. Jurisprudensi – 20/1945 berlaku L.J.M
11. R.V – Penggabungan – (Vaoeging) RIB = Reglement
Penjaminan – (Vrijwaring) Indonesia Diperbaharui
Intervensi – (Interventie)
Rekes Sipil (Request Civiel)
12. Surat Edaran MA yang ditunjukan Pengadilan
bawahannya → petunjuk bagi hakim dalam menghadapi
perkara perdata → sema 02/1964.
13. Pengahapusan Sandera (Gijzeling) → sema 02/2000 penghidupan
TEORI : HUKUM ACARA PERDATA
GUGATAN HUKUM

Permohonan Hak

Permohonan Satu Pihak dan


Gugatan
Penetapan Tanpa Sengketa

_________________
I Gugat PLN = Bergerlijk VOR Pasal : 199
=Yang penting = . TEORI Penyusunan
Tertulis dering, Civil Suit HIR/143 RBG
1. Identitas Gugatan
Hakim dapat memberi
II Orangnya = Eischer, Plaintif 2. A. Dasar Gugatan 1. Substantierings thecrie
Petunjuk untuk
(fundamental patendi) Mis : p, pemilik barang
Yang digugat = Gedangde Memperbaiki
III B. Uraian Kejadian p, pemilik barang
Dependant Gugatan
(Faitelijkegranden Karena telah membeli
Gugat Tak Tertulis = Factual grounds) (Bid – Ru) tertulis
Pasal 120
IV Schriftelijk Vondering C. Isi Tuntutan (Petitum 2. Individualiserings
HIR/144 RBG
Written Suit Petition) theorie
Gugatan Lisan, dapat
______________________ Cukup disebutkan
- Dibantu hakim
- Tuntutan Primer mempunyai hubungan
- memenuhi bea
- Tuntutan Subsidair Hukum dengan barang
materai
(Indonesia) - lisan
Kepentingan
Pengadilan
Subyek Hukum

Hukum Acara
Positive

Gugatan

Psl : 118 HIR/124 RBG


1. Dengan surat permohonan
Identitas
ditandatangani oelh:
penggugat/kuasanya.
a. Penggugat, tempat kedudukannya
2. Psl 123
dan alamat yang selanjutnya
3. Psl. 6 (2) RO.
Menyebut dirinya
4. Tempat tinggal tidak dikenal
b. Tergugat, satu dua dst, tempat
→dimana benda.
Kedudukannya, dan alamat yang
5. Dengan akte tidak dipilih
selanjutnya sebagai tergugat
tempat tinggal pilihan
TEORI MENYUSUN GUGATAN

A.

1. Punya landasan Persyaratan gugatan Tdk


K H Pengadilan Hukum (kode etik) Ketentuan : RUPS 8 no 3
U U advokat Ada keharusan :
Setiap orang yang A K 1. Identitas para pihak.
Merasa dirugikan. S U Permohonan 2. Dalil kongret tentang
hak 2. Dimungkinkan
A M adanya hubungan
-Penetapan dapat dikabulkan
hukum yang
-Gugatan (proses acara)
Merupakan dasar
serta alasan-alasan
dari pada tuntutan,
dalil-dalil fundamentum
Petendi.
3. Tuntutan harus jelas/
tegas HIR/RBG,
Lisan Psl 14 (1) Rbg
hanya mengatur cara
Psl 118 (1) HIR
mengajukan gugatan

Tertulis Psl 120 HIR


Psl 114 (1) RBG
B. Identitas Para Pihak

PENGGUGAT
Nama
- KTP
Pekerjaan - SIM
- Identitas lain
TERGUGAT Tempat Tinggal
THEORY PENYUSUNAN GUGATAN
adalah dalil-dalil posita kongkrit tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta
ulasan daripada tuntutan

Fundamental Petendi

A. Menguraikan ttg Penjelasan duduk


Kejadian atau Perkara ttg adanya Contoh kasus
peristiwa Hak & peristiwa

B. Menguraikan ttg Dasar hukum untuk


Contoh kasus
dasar hukumnya Tuntutan material
=TUNTUTAN PROVISIONAL=
Tuntutan yang diajukan oleh penggugat untuk mengatur sesuatu yang mendesak
dan perlu seketika diatasi karena sifatnya tidak dapat menunggu sampai pada
putusan akhir
Contoh : menghentikan produksi

=PERUBAHAN GUGATAN=
Pasal 127 BRV
Penggugat boleh mengubah atau mengurangi tuntutan sepanjang pemeriksaan
Perkara, asal saja tidak merubah atau menambah het onder werp van den eisch
Itu, juga dasar tuntutan (soepomo)
Alasan Gugatan ( Posita )
- Didasarkan pada alasan hukum
seperti piramida terbalik
- Rentetan peristiwa hukum yang
terjadi dan atau dialami sampai
terjadinya suatu fakta hukum.
a. Fakta hukum yang terjadi dan dialami P.
b. Fakta hukum terjadinya benturan
kepentingan.

Permintaan dalam Gugatan (Petitum)


A. - Mengabulkan seluruh isi gugatan
dan lain sebagainya.
- Didasarkan pada Posita.
Isi B. Aequa et Bono
Gugatan
Penutup Jakarta, 26 April 2000

Bea Materai
-UU No: 13/1985 (psl.2).
-PP No: 7/1995
-PP No: 24/2000

Lampiran-lampiran Gugatan
Syarat Mengajukan
Gugatan secara teori
1. Adanya kepentingan
langsung yang cukup
layak mempunyai dasar
Gugatan Penggugat Tertulis hukum.
(Eiser/Planatif) A. Yurisprudensi MARI No :
Tuntutan, dakwaan 294K/SIP/1971 tgl 7 Juli 1971.
atau eis Dibuatkan Mensyaratkan :
__________________ Ketua PN Gugatan harus mempunyai
1. Sifat Condemnatoir (388 HIR) Hubungan hukum.
2. Eksekusi (321 RBG) B. UU 4/1982, tentang
lingkungan hidup LSM →
Kerusakan lingkungan.
Permohonan Gugatan Wahli lawan PT.IIU
Hak di PN No.820/PDT/1988/PN.JKT
PUS tgl 30 Des 1988.

Permohonan
Pemohon sifatnya
Isi Gugatan
Deklatoir
1. Tanggal Suratan Gugatan
_________________
2. Nama dan alamat Penggugat
Seseorang atau lebih
(kuasa). Tergugat (kuasa) →
Identitas
3. Posita Gugatan
4. Petitum Gugatan yang diminta
Untuk dikabulkan oleh PN.
5. Bermaterai cukup
6. Ditandatangani

Bagi Orang Buta Huruf dibuat


Atau dimintakan oleh ketua
Pengadilan Negri
(Psl : 388 HIR/Psl : 321 RBG)
B. Tergugat
N TERGUGAT GUGATAN DITUJUKAN DASAR
o KEPADA HUKUM

TERGUGAT 1 Orang Perorangan Orang Perorangan itu


(GEDAGDE/DEPENDENT)
2 Badan Hukum Badan Hukum Publik itu diwakili Pasal 6 No.3
Publik pemimpinnya RV
3 Badan Hukum Badan hukum itu diwakili
-Apabila Tergugat Meninggal dunia Keperdataan pengurusnya, bila telah
-Melalui Penggugat kedudukannya dibubarkan kepada salah satu
digantikan oleh para ahli warisnya. seorang pemberesnya.
-Penggugat → Mengajukan 4 Firma Seluruh Persero/ Salah Pasal 6 No.5
Permohonan ke Pengadilan seorang Persero RV
(majelis yang memeriksa perkara)
-Tentang penggantian kedudukan 5 CV CV itu, Diwakili Persero Pasal 6 No.5
___________________________ pengurus RV
Tergugat tersebut oleh ahli warisnya 6 BUMN Pemerintah RI, cq. Departemen
Alasan : (nama, umur, pekerjaan, A. Persero yang membawahi BUMN cq.
Alamat) masing-masing ahli waris. B. Perum BUMN itu, diwakili pimpinannya
C. Perjan
7 BUMD Pemerintah RI cq. Departemen
yang membawahinya, cq.
Pemda yang membawahinya,
cq. BUMD itusendiri diwakili
oleh pimpinannya
C. Kuasa (LASTHEBBER)
Secara khusus / - Kewajiban Sikuasa
umum - Kewajiban pemberi Kuasa
Psl : 1792.BW - Isi Surat Kuasa
Kuasa / wewenang
- Berakhirnya Surat Kuasa
untuk mewakili
- Yang Berhak menerima Kuasa
kepentingannya
Kuasa Umum - Memperbaiki Surat Kuasa
Pasal : 1792. BW
perbuatan - ACTION ENDESELVEU
Psl : 1796.BW

D. Kompetensi Pengadilan
1. Peradilan Umum Diperiksa oleh Majelis Hakim
2. Peradilan Agama diminta oleh pihak atau tidak ;
1. Kompetensi Absolut 3. Peradilan Militer Diputus sebelum pemeriksaan
4. Peradilan TUN Pokok perkara.

1. Actor Sequitur Forum rei (domisili) 12. Gugatan terhadap


2. Tempat tinggal salah seorang dari tergugat buruh
3. Tempat tinggal siberhutang utama 13. Dalam hal failit
4. Tempat tinggal penggugat / salah seorang 14. Gugat Cerai
dari penggugat
5. Daerah hukum yang terletak
2. Kompetensi Relatif
6. Pilihan Hukum
7. Pembatalan Perkawinan
8. Tergugat tidak cakap hukum
9. Penggabungan perkara gugatan
10. Tergugat berada diluar negeri
11. Tergugat Pegawai Negeri
E. Class Action

Class Action di Amerika


- Gugatan perwakilan dengan cara
- US Federal Rule of Civil Prosedure
Class Representatif (mengajukan)
( 1983 ), kemudian
Class Members (orang yang diwakili).
- Pasal 23 Federal Rule ( 1966 )
- Class Action berupa Gugatan Perdata
- Dasar, Psl 37 UU25 / 1997 UULH
diajukan sejumlah orang (C.R) –
Psl 71 ayat (1) b. UU 41 / 1999
mewakili kepentingan mereka dan
Kehutanan
orang lain sebagai korban (CM)
Psl 46 UU No. 8 / 1999
- Dengan Syarat-syarat
Konsumen.
1. Numerosity ( jml penggugat banyak)
2. Commonality (kesamaan hukum)
- Tanpa Surat Kuasa, atas kepentingan
3. Typicacity (Tuntutan)
yang sama (dari orang yang diwakili).
4. Adequacy of Representation
- Gugatan secara Perdata
(kelayakan perwakilan)
- Gugatan Reg. No : 445/pdt.G/Pn
Tgl 14 Oktober 2000 = Gugat class action
GUG/DPRD-SV
F. Legal Standing

Macam ada 3 ( Tiga )


1. Hak Gugat LSM \ Penguasa Sumber Daya Alam 1. Hak gugat pribadi
(Bidang lingkungan sekitar yang berdimensi Public (Private Procecution)
hidup – kehutanan Agar terjaga, APBN, APBB, 2. Hak gugat warga Negara
konsumen) Keamanan. (Citizen standing)
3. Gugatan perwakilan
(Representative Standing)

2. Hak gugat Pemerintah


Dasar Psl 46 ayat (2), UU 8 / 1999 tenteng konsumen

Pemerintah dan / atau instansi terkait apabila barang


dana atau jasa yang dikonsumsi atau dimasyarakatkan
mengakibatkan kerugian materi yang besar dan / atau
korban yang tidak sedikit dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan.
UPAYA PELUNASAN HUTANG
GEJZELING (Paksa Badan)

Prosedur . Ahli Waris


Putusan yang Debitur tidak Psl 1083-1084
Pembekuan
209-224 HIR Mempunyai Mampu KUH Perdata
Gajeling 1. Sema 2/1964
242-258 RBG Kekuatan Debitur tidak Kewajiban sesuai
2. Sema 4/1975
Hukum pasti Beritikad baik Dengan porsi

1. UU Kepailitan Batas Usia


2. UU 19/97 Waktu PER I/2002 Bukan Hukum
Penagihan Pajak Batas Utang -Psl 3 (1) 75
-Psl 6 Bulan + 6 Acara semata
3. KUHP Psl 161 - Psl 4 Rp. 1 Milyar tahun
Bulan → max tapi menjadi
Menyandra Saksi/Saksi - HIR, tidak dibatasi -RV. Psl 583-
3 tahun Hukum publik
ahli bersumpah 65 Tahun
HUKUM ACARA PENGADILAN
HAM
(UU No. 26 tahun 2000)
JENIS
PENGADILAN HAM
(Munarman, 2005)

AD HOC REGULER

SEBELUM SETELAH
UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 26 TAHUN 2000
(24 NOV 2000)
PERTANGGUNGJAWABAN PELANGGARAN
HAM (Munarman, 2005)

STATE
RESPONSIBILITY

PERISTIWA TINDAKAN
PELANGGARAN PENGHUKUMAN
HAM THD PELAKU

INDIVIDUAL
RESPONSIBILITY
LINGKUP KEWENANGAN
PERADILAN HAM
BAB III PSL. 4 – 6 (Munarman, 2005)

PELANGGARAN HAM BERAT


(GROSS VIOLATION OF HUMAN RIGHTS)

GENOCIDE CRIMES AGAINST HUMANITY

TERITORIAL

NASIONALITAS AKTIF

TIDAK BERLAKU BAGI PELAKU YG BERUMUR DIBAWAH 18 TAHUN


BY COMMISSION
GENOCIDE

CRIMES
AGAINST
HUMANITY

BY OMMISSSION
DELIK-DELIK
PELANGGARAN HAM BERAT (Munarman, 2005)

DELICT BY COMMISSION
(PASAL 8 DAN 9 UU NO 26 TAHUN 2000)

DELICT BY OMMISSION
(PASAL 42 UU NO 26 TAHUN 2000)
DELICT BY OMMISSION
Unsur Pasal 42 UU No. 26 tahun 2000:
• Command responsibility
• Aware/ should aware
• Failure to act
• Ignoring the information
DELICT BY OMMISSION
(PEMBIARAN)
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan
militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di
dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di
bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau dibawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari
tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu:
a. komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan
saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau
baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan
b. komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak
dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau
menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat
yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara
pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan
pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar, yakni:
a. atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi
yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau
baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat;dan
b. atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan
dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan
perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang
berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Sidang Pleno untuk
Membantu KPP HAM
Atau kasus didrop

Korban berhak
Pra-peradilan

Tim penyidik
memutuskan

Sidang memutuskan
Pelaku bersalah

Banding Bebas

Peraturan Pemerintah
No.2/2003
PENANGKAPAN
• KEWENANGAN PENANGKAPAN HANYA PADA
JAKSA AGUNG
• JANGKA WAKTU PENANGKAPAN HANYA
UNTUK PALING LAMA 1 HARI
PENAHANAN
(610 HARI)
• TINGKAT PENYIDIKAN

90 HARI 60 HARI
90 HARI

Ka. Pengdl. HAM Ka. Pengdl. HAM


JAKSA AGUNG
PENAHANAN
• TINGKAT PENUNTUTAN

30 HARI 20 HARI 20 HARI

JAKSA AGUNG Ka.Pengdl.HAM Ka.Pengdl.HAM


PENAHANAN
• TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
TK.PERTAMA

90 HARI 30 HARI

Ka.Pengdl.HAM Ka.Pengdl.HAM
PENAHANAN
• TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN TK.
BANDING & KASASI

60 HARI 30 HARI 60 HARI 30 HARI

Ka.P.T Ka.P.T Ka.M.A Ka.M.A


Hukum Acara
• Berlaku KUHAP
• Utk penyidikan Jaksa Agung menangkap & menahan
• Penahanan utk:
– penyidikan 90 hr
– penuntutan 30 hr
– pemeriksaan di pengad 90 hr
– Pemeriksaan tk banding 60 hr
– Pemeriksaan tk kasasi 60 hr
PENYELIDIKAN
• PENYELIDIK ADALAH KOMNAS HAM
• KOMNAS DAPAT MEMBENTUK TIM AD HOC
• PENYELIDIK MEMBERITAHUKAN KEPADA PENYIDIK
DIMULAINYA PENYELIDIKAN
• KESIMPULAN PENYELIDIKAN DISAMPAIKAN KEPADA
PENYIDIK, 7 HARI SETELAHNYA MENYERAHKAN
SELURUH HASIL PENYELIDIKAN
• APABILA DIKEMBALIKAN OLEH PENYIDIK, DALAM 30
HARI SEJAK DIKEMBALIKAN PENYELIDIK WAJIB
MELENGKAPI KEKURANGAN TERSEBUT
Penyidikan & Penuntutan

• Dilakukan JA
• JA dpt. membentuk tim ad hoc utk
penyidikan
• Max 90 hr & dpt diperpanjang 90 hr + 60
hr
Proses Pengadilan
Hakim:
• Majelis Hakim 5 Orang:
– 2 hakim karir
– 3 hakim non-karir
• Diangkat & diberhentikan oleh Presiden atas
usulan Ketua MA
• Masa jabatan 5 th & dpt diangkat kembali
Acara Pemeriksaan

• Maximum 180 hr
• Banding di PT 90 hr oleh majelis hkm 5 org (2
karir & 3 non-karir)
• Kasasi di MA 90 hr majelis hkm 5 org (2 karir
& 3 non-karir)
Perlindungan Korban & Saksi

• Korban & Saksi berhak atas perlindungan


fisik & mental dr ancaman, gangguan, teror,
kekerasan dr pihak manapun
• Oleh aparat penegak hk & keamanan
• Tata Cara: PP No. 2 /2002
Kompensasi, Restitusi & Rehabilitasi

• Korban / ahli warisnya berhak atas KRR


• Dicantumkan dalam amar putusan
• Tata cara: PP No. 3/2002

Anda mungkin juga menyukai