Hukum Acara Pidana Compile
Hukum Acara Pidana Compile
PIDANA
(Diacu dari berbagai sumber)
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
* - Dosen FH – UIEU
- Advokat di Jakarta
- Disampaikan sebagai bahan ajar pada Pendidikan Khusus Provesi Advokat (PKPA)
Jumat, 05 Agustus 2005
TAHAPAN ACARA PIDANA
PENYELIDIKAN :
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya (Vide Pasal 1 ayat 2 KUHAP)”.
PENGADUAN :
“Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Vide Pasal 1 ayat 25
KUHAP)”.
PEMANGGILAN & PEMERIKSAAN :
1. Saksi-saksi
2. Tersangka
PEMBERKASAN :
- Tahap Awal SPDP Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP
PENUNTUTAN
Pelimpahan Perkara
(Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP)
Pemanggilan Terdakwa
(Vide Pasal 145 KUHAP)
TAHAP PERSIDANGAN
Pembacaan Dakwaan
Eksepsi PH
Putusan Sela
ACARA PEMERIKSAAN BIASA Pemeriksaan Saksi
Keterangan Ahli
Pemeriksaan Terdakwa
Pembacaan Tuntutan
Pembelaan
Jawaban Atas Pembelaan
Putusan
ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT :
“Perkara kejahatan atau Pelanggaran yang tidak termasuk
ketentuan
Pasal 205 dan menurut Penuntut Umum Pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifat nya sederhana”
(Vide Pasal 203 ayat (1) KUHAP).
DAKWAAN ALTERNATIF :
“Dakwaan yang disusun secara alternatif yang didalmnya hanya
memuat dua dakwaan yang dapat dipilih salah satunya untuk
dibuktikan kebenaran perbuatan pidananya. Ciri khas dakwaan
alternatif diantara dua dakwaan yang disusun didalamnya
menggunakan kata “ATAU”.
BENTUK SURAT DAKWAAN
DAKWAAN SUBSIDERITAS (BERLAPIS) :
“Dakwaan yang disusun secara berlapis, yaitu dimulai dari
Dakwaan Terberat sampai yang Ringan, dengan susunan Primair,
Subsider, Lebih Subside, Lebih-lebih Subsider
DAKWAAN KUMULATIF :
“Dakwaan yang disusun atas beberapa Tindak Pidana dimana
seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu tindak
pidana dimana perbuatan itu harus dianggap berdiri sendiri atau j
uga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya”. Ciri
khas Dakwaan ini mempergunakan istilah “Dakwaan Kesatu,
Kedua, Ketiga, dan seterusnya.”
TENTANG EKSEPSI
(KEBERATAN)
Created by dhoni.yusra@indonusa.ac.id
Pendahuluan
Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila
terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang
berarti memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hunbungan
yang mengabdi kepada hukum materiil.
Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum
yang menentukan dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam hukum perdata materil
(Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1)
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka
pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-
peraturan hukum perdata (wirjono Prodjodikoro)
Pengertian Hukum Acara Perdata
(sambungan)
• Kaidah hukum yang mengatur cara dan
prosedur hukum dalam mengajukan,
memeriksa, memutuskan, dan melaksanakan
putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban
tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum
perdata materiil melalui lembaga peradilan
Sifat / Karakteristik Hukum Acara
Perdata
Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa
haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat,
sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan
karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut
sebagai tergugat.
Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
tidak menguasai barang sengketa atau tidak
berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi
lengkapnya suatu gugatan, mereka harus
diikutsertakan
Sifat Hukum Acara Perdata
Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/
beberapa orang yang merasa haknya dilanggar
(penggugat/ para penggugat)
Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak
tergantung ada/ tidak adanya inisiatif
Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum
acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan
Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut
Sudikno Mertokusumo)
• Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap
penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat
gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya
perkara dll.
• Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa,
pembuktian dan penjatuhan putusan.
• Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan
pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah
dijatuhkan oleh hakim.
Sifat Hukum Acara Perdata
Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para
penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati,
Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila
tergugat menyetujui pencabutan gugatan,
namun kadangkala persetujuan itu tidak
dipenuhi, bahkan malah menggugat balik
(rekonpensi)
Hukum Acara Perdata Positif
Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum
diatur dalam undang-undang, sampai saat ini
ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah
het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu
diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan
diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem
(RBg)
Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR
dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio
Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan
Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk
menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
Permohonan Hak
_________________
I Gugat PLN = Bergerlijk VOR Pasal : 199
=Yang penting = . TEORI Penyusunan
Tertulis dering, Civil Suit HIR/143 RBG
1. Identitas Gugatan
Hakim dapat memberi
II Orangnya = Eischer, Plaintif 2. A. Dasar Gugatan 1. Substantierings thecrie
Petunjuk untuk
(fundamental patendi) Mis : p, pemilik barang
Yang digugat = Gedangde Memperbaiki
III B. Uraian Kejadian p, pemilik barang
Dependant Gugatan
(Faitelijkegranden Karena telah membeli
Gugat Tak Tertulis = Factual grounds) (Bid – Ru) tertulis
Pasal 120
IV Schriftelijk Vondering C. Isi Tuntutan (Petitum 2. Individualiserings
HIR/144 RBG
Written Suit Petition) theorie
Gugatan Lisan, dapat
______________________ Cukup disebutkan
- Dibantu hakim
- Tuntutan Primer mempunyai hubungan
- memenuhi bea
- Tuntutan Subsidair Hukum dengan barang
materai
(Indonesia) - lisan
Kepentingan
Pengadilan
Subyek Hukum
Hukum Acara
Positive
Gugatan
A.
PENGGUGAT
Nama
- KTP
Pekerjaan - SIM
- Identitas lain
TERGUGAT Tempat Tinggal
THEORY PENYUSUNAN GUGATAN
adalah dalil-dalil posita kongkrit tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta
ulasan daripada tuntutan
Fundamental Petendi
=PERUBAHAN GUGATAN=
Pasal 127 BRV
Penggugat boleh mengubah atau mengurangi tuntutan sepanjang pemeriksaan
Perkara, asal saja tidak merubah atau menambah het onder werp van den eisch
Itu, juga dasar tuntutan (soepomo)
Alasan Gugatan ( Posita )
- Didasarkan pada alasan hukum
seperti piramida terbalik
- Rentetan peristiwa hukum yang
terjadi dan atau dialami sampai
terjadinya suatu fakta hukum.
a. Fakta hukum yang terjadi dan dialami P.
b. Fakta hukum terjadinya benturan
kepentingan.
Bea Materai
-UU No: 13/1985 (psl.2).
-PP No: 7/1995
-PP No: 24/2000
Lampiran-lampiran Gugatan
Syarat Mengajukan
Gugatan secara teori
1. Adanya kepentingan
langsung yang cukup
layak mempunyai dasar
Gugatan Penggugat Tertulis hukum.
(Eiser/Planatif) A. Yurisprudensi MARI No :
Tuntutan, dakwaan 294K/SIP/1971 tgl 7 Juli 1971.
atau eis Dibuatkan Mensyaratkan :
__________________ Ketua PN Gugatan harus mempunyai
1. Sifat Condemnatoir (388 HIR) Hubungan hukum.
2. Eksekusi (321 RBG) B. UU 4/1982, tentang
lingkungan hidup LSM →
Kerusakan lingkungan.
Permohonan Gugatan Wahli lawan PT.IIU
Hak di PN No.820/PDT/1988/PN.JKT
PUS tgl 30 Des 1988.
Permohonan
Pemohon sifatnya
Isi Gugatan
Deklatoir
1. Tanggal Suratan Gugatan
_________________
2. Nama dan alamat Penggugat
Seseorang atau lebih
(kuasa). Tergugat (kuasa) →
Identitas
3. Posita Gugatan
4. Petitum Gugatan yang diminta
Untuk dikabulkan oleh PN.
5. Bermaterai cukup
6. Ditandatangani
D. Kompetensi Pengadilan
1. Peradilan Umum Diperiksa oleh Majelis Hakim
2. Peradilan Agama diminta oleh pihak atau tidak ;
1. Kompetensi Absolut 3. Peradilan Militer Diputus sebelum pemeriksaan
4. Peradilan TUN Pokok perkara.
AD HOC REGULER
SEBELUM SETELAH
UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 26 TAHUN 2000
(24 NOV 2000)
PERTANGGUNGJAWABAN PELANGGARAN
HAM (Munarman, 2005)
STATE
RESPONSIBILITY
PERISTIWA TINDAKAN
PELANGGARAN PENGHUKUMAN
HAM THD PELAKU
INDIVIDUAL
RESPONSIBILITY
LINGKUP KEWENANGAN
PERADILAN HAM
BAB III PSL. 4 – 6 (Munarman, 2005)
TERITORIAL
NASIONALITAS AKTIF
CRIMES
AGAINST
HUMANITY
BY OMMISSSION
DELIK-DELIK
PELANGGARAN HAM BERAT (Munarman, 2005)
DELICT BY COMMISSION
(PASAL 8 DAN 9 UU NO 26 TAHUN 2000)
DELICT BY OMMISSION
(PASAL 42 UU NO 26 TAHUN 2000)
DELICT BY OMMISSION
Unsur Pasal 42 UU No. 26 tahun 2000:
• Command responsibility
• Aware/ should aware
• Failure to act
• Ignoring the information
DELICT BY OMMISSION
(PEMBIARAN)
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan
militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di
dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di
bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau dibawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari
tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu:
a. komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan
saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau
baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan
b. komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak
dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau
menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat
yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara
pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan
pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar, yakni:
a. atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi
yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau
baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat;dan
b. atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan
dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan
perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang
berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Sidang Pleno untuk
Membantu KPP HAM
Atau kasus didrop
Korban berhak
Pra-peradilan
Tim penyidik
memutuskan
Sidang memutuskan
Pelaku bersalah
Banding Bebas
Peraturan Pemerintah
No.2/2003
PENANGKAPAN
• KEWENANGAN PENANGKAPAN HANYA PADA
JAKSA AGUNG
• JANGKA WAKTU PENANGKAPAN HANYA
UNTUK PALING LAMA 1 HARI
PENAHANAN
(610 HARI)
• TINGKAT PENYIDIKAN
90 HARI 60 HARI
90 HARI
90 HARI 30 HARI
Ka.Pengdl.HAM Ka.Pengdl.HAM
PENAHANAN
• TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN TK.
BANDING & KASASI
• Dilakukan JA
• JA dpt. membentuk tim ad hoc utk
penyidikan
• Max 90 hr & dpt diperpanjang 90 hr + 60
hr
Proses Pengadilan
Hakim:
• Majelis Hakim 5 Orang:
– 2 hakim karir
– 3 hakim non-karir
• Diangkat & diberhentikan oleh Presiden atas
usulan Ketua MA
• Masa jabatan 5 th & dpt diangkat kembali
Acara Pemeriksaan
• Maximum 180 hr
• Banding di PT 90 hr oleh majelis hkm 5 org (2
karir & 3 non-karir)
• Kasasi di MA 90 hr majelis hkm 5 org (2 karir
& 3 non-karir)
Perlindungan Korban & Saksi