Anda di halaman 1dari 5

DASAR-DASAR HUKUM KEHUTANAN

Shally Saniyya Novina


shallysaniyya97@gmail.com

DATA BUKU
Nama/Judul Buku : Dasar-Dasar Hukum Kehutanan
Penulis/Pengarang : Salim, H.S., S.H., M.S.
Penerbit : Sinar Grafika
Tahun Terbit : 2013
Kota Penerbit : Jakarta
Bahasa Buku : Bahasa Indonesia
Jumlah Halaman : 281 halaman
ISBN Buku : 979-8767-91-8

DISKUSI/PEMBAHASAN REVIEW
Pada kesempatan kali ini, penulis review
berkesempatan untuk me-review sebuah buku dari seorang
penulis bernama Salim, H.S., S.H., M.S. Buku ini pertama
kali diterbitkan pada tahun 2003, dan telah mengalami empat
kali revisi, dan dalam review ini adalah buku revisi ke empat
dari total empat kali revisi. Buku ini di revisi dan dicetak
pada bulan Juni tahun 2013 lalu. Buku ini diterbitkan oleh
Sinar Grafika yang berada di Ibu Kota Jakarta. Buku revisi
edisi pertama diterbitkan pada tahun 2004, revisi edisi kedua
diterbitkan pada tahun 2006, revisi edisi ketiga diterbitkan
pada tahun 2008, dan yang terakhir adalah revisi edisi ketiga
yaitu pada tahun 2013.
Buku dengan 281 halaman ini ditulis dengan
menggunakan Bahasa Indonesia. Buku yang diberi judul
Dasar-Dasar Hukum Kehutanan oleh sang penulis buku
secara umum membahas bagaimana Dasar-Dasar Hukum
Kehutanan. Karena penulis review tertarik ingin mengetahui
lebih dalam hukum apa saja yang diatur dalam rangka
menegakkan pelanggaran yang dilakukan terhadap hutan
yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, penulis review ini tertarik untuk me-review keseluruhan
buku, mulai dari sampul hingga pembahasan apa saja yang ada pada buku ini.
Sampul yang dijadikan cover oleh buku ini dominan berwarna hijau. Sesuai dengan judul
buku yang membahas tentang kehutanan, penulis buku menjadikan sampul dari buku ini dominan
berwarna hijau. Pada sampul buku ini terdapat beberapa pohon yang terlihat, tetapi hanya terlihat
batang pohonnya saja, tidak terlihat dedaunan, dan juga terdapat semak belukar yang berada di
bawah pohon. Jika melihat pada keseluruhan sampul buku ini terlihat jelas bahwa penulis buku
menampilkan sebuah hutan yang ditumbuhi banyak pehonan, dan juga dalam hutan tersebut terlihat
ada kabut. Dalam sampul ini juga terdapat sepasang tangan orang yang sedang mewadahi tanah dan
juga bibit tanaman, mungkin saja itu bibit pohon yang ada dalam sampul buku. Dan dalam sampul
buku ini juga terdapat beberapa informasi umum seperti judul buku, nama penulis buku, penerbit,
dan juga informasi bahwa buku ini adalah edisi revisi. Di sampul halaman belakang buku terdapat
sinopsis buku yang merangkum inti dari keseluruhan isi buku ini. Saya menilai sebagai buku bahan
ajar untuk mahasiswa/i jurusan Ilmu Hukum, buku ini tidak terlalu buruk, dan juga tidak terlalu
menarik, sampul buku bahan ajar bagi mahasiswa/i bukan hal terpenting, yang terpenting bagi kami
adalah isi dari buku ini yang dapat dijadikan referensi sebagai acuan untuk mendapatkan
pengetahuan.
Dalam buku ini tidak terdapat biodata penulis seperti yang terdapat pada buku pada
umumnya, mungkin saja biodata penulis sudah dipaparkan pada cetakan pertama. Namun,
memaparkan biodata penulis pada setiap edisinya sangat perlu, karena tidak semua pembaca sudah
membaca buku cetakan pertama. Namun dalam buku ini terdapat prakata yang disampaikan oleh
penulis yang ditulis pada buku cetakan pertama dan juga terdapat prakata edisi revisi. Seharusnya
penulis buku juga memaparkan biodata penulis pada cetakan pertama dan juga pada edisi revisi.
Beralih pada isi dari buku ini. Isi dari buku ini adalah bagian terpenting dari keseluruhan
review buku tentang dasar-dasar hukum kehutanan ini. Dalam buku ini terdapat beberapa bab yang
menjadi pembahasan, setiap bab akan dijelaskan secara detail oleh penulis buku. Dalam buku ini
terdapat daftar isi yang memuat ada bab apa saja yang dijadikan pembahasan oleh penulis. Dalam
daftar isi dijelaskan bahwa dalam buku ini terdapat prakata, prakata edisi revisi, daftar singkatan,
bab 1 yaitu pendahuluan, bab 2 yaitu Selayang pandang hukum kehutanan, bab 3 yaitu sejarah dan
perkembangan perundang-undangan di bidang kehutanan, bab 4 yaitu kedudukan yuridis kawasan
hutan, hutan cadangan, dan hutan lainnya, bab 5 yaitu pengusahaan hutan, bab 6 yaitu aspek yuridis
peralihan fungsi hutan diluar bidang kehutanan, bab 7 yaitu perlindungan hutan, bab 8 yaitu
penyelesaian sengketa kehutanan, bab 9 yaitu sanksi dan analisis kasus, kemudian terdapat
lampiran-lampiran dan yang terakhir adalah daftar pustaka. Yang akan menjadi pembahasan pada
review kali ini adalah daftar singkatan, bab pembahasan utama pada buku ini dan juga lampiran-
lampiran.
Pada daftar singkatan, disini penulis buku mencantumkan apa saja singkatan-singkatan yang
ditulis oleh penulis buku dalam bacaan yang ada dalam buku ini. Singkatan-singkatan ini tentunya
berkaitan dengan isi yang ada dalam buku ini. Singkatan ini juga menjadi informasi yang sangat
penting bagi pembaca yang tidak mengetahui kepanjangan dari singkatan tersebut.
Kemudian berlanjut pada pembahasan inti dalam buku ini, yaitu bab dua, karena bab satu
adalah pendahuluan, jadi langsung saja pada pembahasan bab dua ini. Bab dua ini berjudul
Selayang pandang hukum kehutanan. Dalam bab ini terdapat beberapa sub bab, yaitu pengertian
hukum kehutanan, sifat dan tujuan hukum kehutanan, asas-asas hukum kehutanan, dalam sub bab
asas-asas hukum kehutanan terbagi lagi menjadi empat asas, yaitu asas manfaat, asas kelestarian,
asas perusahaan, asas perlindungan hutan, dalam asas perlindungan hutan juga dibagi menjadi
beberapa bagian lagi, yaitu asas manfaat dan lestari, asas kerakyatan dan keadilan, asas
kebersamaan, asas keterbukaan, dan yang terakhir adalah asas keterpaduan. Berlanjut pada sub bab
yang ke empat adalah hubungan antara negara dengan hutan, dan dalam sub bab ini juga dibagi lagi
menjadi beberapa bagian, yaitu pengurus hutan, perencanaan hutan, dan juga menentukan dan
mengatur hubungan hukum antara subjek hukum dengan hutan, dan perbuatan-perbuatan mengenai
hutan.
Pada bab dua ini dijelaskan oleh penulis buku pengertian hukum kehutanan secara umum.
Disini dijelaskan bahwa hukum kehutanan sudah berusi 137 tahun sejak diundangkannya Reglemen
Hutan sejak tahun 1865. Dijelaskan juga bahwa hukum kehutanan merupakan terjemahan dari
Boswezen Recht (Belanda) atau Forest Law (Inggris). Dalam pengertian hukum kehutanan disini
tidaklah secara langsung dijelaskan apa pengertian dari hukum kehutanan, melainkan penulis buku
menceritakan terlebih dahulu sejarah kehutanan, walaupun setelah dijelaskan tentang sejarah hukum
kehutanan tetap dijelaskan definisi dari hukum kehutanan, namun pada bab lain penulis
menjelaskan tentang sejarah hukum kehutanan, dalam hal ini seharusnya penulis menjelaskan apa
pengertian hukum kehutanan saja pada sub bab pengertian hukum kehutanan ini dan membahas
tentang sejarah hukum kehutanan di bab yang sudah penulis cantumkan setelah bab dua ini. Dan
dalam pengertian hukum kehutanan ini juga terdapat unsur-unsur yang tercantum dalam hukum
kehutanan. Kemudian pada sub bab kedua yaitu sifat dan tujuan hukum kehutanan, disini dijelaskan
bahwa hukum kehutanan memiliki sifat khusus (lex specialis) karena hukum kehutanan hanya
mengatur hal-hal yang bersifat khusu yaitu yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. Penulis
juga menjelaskan bahwa tujuan dari hukum kehutanan yaitu melindungi, memanfaatkan, dan
melestarikan hutan. Pada sub bab kedua ini penulis hanya menerangkan secara singkat apa sifat dan
tujuan dari hukum kehutanan. Sub bab ke tiga adalah asas-asas hukum kehutanan, dalam sub bab ini
penulis membagi asas hukum kehutanan menjadi empat asas, sudah disebutkan asas apa saja yang
ada pada sub bab ini pada paragraf sebelumnya, dan juga dari pembagian asas tersebut terdapat
beberapa pembagian lagi dari asas perlindungan hutan. Dari asas-asas ini penulis banyak mengacu
dari Undang-Undang yang mengatur tentang kehutanan dan juga Peraturan Pemerintah. Dalam asas
keterpaduan terdapat sepuluh tindakan yang harus dilakukan oleh negara terhadap hutan. Disini
dijelaskan tindakan yang harus dilakukan oleh setiap negara terhadap hutan yaitu dengan tujuan
untuk melestarikan hutan yang dimiliki oleh setiap negara, karena hutan adalah sumber oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kemudian pada sub bab ketiga penulis menjelaska tentang
hubungan antara negara dan hutan. Dalam sub bab ini, penulis mengacu pada Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa: “bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dan juga pasal 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
yang menyebutkan tentang hak negara atas hutan. Negara yang diwakilkan oleh pemerintah disini
juga mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan
kegiatan di bidang kehutanan seperti pengurusan hutan, perencanaan hutan, dan menentukan dan
mengatur hubungan hukum antara subjek hukum dengan hutanm dan perbuatan-perbuatan
mengenai hutan. Disini jelas dikatakan oleh penulis apa hubungan antara hutan dengan negara.
Pada bab tiga yang berjudul sejarah dan perkembangan perundang-undangan di bidang
kehutanan. Dalam bab tiga ini terdapat beberapa sub bab yaitu pengantar, zaman pemerintahan
Hindia Belanda, zaman Jepang, zaman Kemerdekaan (1945-sekarang). Pada bab ini secara umum
penulis menjelaskan bagaimana hukum kehutanan dapat terbentuk pada zaman pemerintahan
Hindia Belanda, di zaman Jepang dan di era Kemerdekaan Republik Indonesia.
Awal mula pembentukan hukum di bidang kehutanan pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda dimulai dari di undangkannya Reglemen, yang pertama yaitu Reglemen Hutan pada tahun
1865. Yang bertugas dalam penyusunan Reglemen ini adalah sebuah komisi yang terdiri dari tiga
anggota yang sudah ahli dalam bidangnya. Namun, dalam mengajukan Reglemen ini Komisi
mendapatkan tiga saran yaitu saran dari Dewan Direktur dan Direktur hasil bumi dan Gudang sipil
pada tahun 1862, saran dari Pokrol Jenderal pada Mahkamah Agung pada tahun 1863, dan saran
yang ketiga adalah saran dari Mollier pada tahun 1864. Yang kedua adalah Reglemen Hutan pada
tahun 1874, yang ketiga Reglemen Hutan pada tahun 1879, yang ke empat Reglemen Hutan pada
tahun 1913, dan yang terakhir Reglemen Hutan pada tahun 1927.
Yang kedua adalah pada zaman Jepang, penulis tidak menjelaskan banyak hal pada sub bab
ini, penulis hanya menjelaskan bahwa pada tanggal 7 Maret 1942 Pemerintah Bala Tentara Dai
Nippon telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 pasal 3 yang berbunyi: “semua
badan-badan Pemerintah, kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari Pemerintah yang
terdahulu, tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan Pemerintahan
Militer.”
Dan yang terakhir adalah pada zaman Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak hari
kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 ternyata Pemerintah dengan persetujuan DPR telah
berhasil menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dalam
bidang kehutanan. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan pokok Kehutanan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
Jadi dapat disimpulkan dalam bab tiga ini penulis menjelaskan tentang sejarah bagaimana
hukum tentang kehutanan di beberapa negara termasuk di Indonesia dapat terbentuk, apa saja pihak-
pihak yang terlibat dalam pembentukan hukum tentang kehutanan, dan juga hukum apa saja yang
mengatur tentang kehutanan di berbagai negara termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia
ini.
Selanjutnya adalah bab empat. Bab empat ini berjudul kedudukan yuridis kawasan hutan,
hutan cadangan dan hutan lainnya. Dalam bab empat ini, penulis menyisipkan lima sub bab, yang
pertama adalah pengertian hutan, yang kedua adalah jenis-jenis hutan, yang ketiga adalah manfaat
hutan, yang ke empat adalah tata cara pengukuhan hutan, dan yang terakhir adalah status hukum
kawasan hutan, cadangan, dan hutan lainnya.
Yang menjadi pembahasan pertama dalam bab ini adalah pengertian hutan. Jika pembaca
buku yang tidak terlalu memperhatikan mungkin agak kebingungan dengan apa yang ada dalam bab
dua, karena judul sub bab yang hampir mirip dengan sub bab yang ada dalam bab empat ini.
Berbeda dengan yang ada dalam bab dua, dalam bab ini penulis membahas tapa itu pengertian dari
hutan. Menurut Dengler pengertian hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan
yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan
lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh
pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat.” Disini Dengler juga mengemukakan
pendapat apa saja yang menjadi ciri-ciri hutan. Penulis mengatakan bahwa pendapat Dengler
tentang definisi hutan selaras dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967
pasal 1 ayat (1) tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan, dalam pasal tersebut hutan diartikan
ialah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon (yang ditumbuhi pepohonan) yang secara
keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya, dan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Berbeda dengan UU No. 5 Tahun 1967, dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1990 pasal 1 ayat (2) mengatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Selanjutnya adalah jenis-jenis hutan, dalam sub bab ini, penulis buku menyebutkan jenis-
jenis hutan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, dalam Undang-Undang ini hutan
dibedakan menjadi tiga, yaitu hutan menurut pemilikannya (Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1967), hutan
menurut fungsinya (Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1967), dan hutan menurut peruntukannya (Pasal 4 UU
No. 5 Tahun 1967). Kemudian dalam sub bab yang ketiga penulis membahas tentang manfaat
hutan. Menurut penulis, manfaat hutan dibagi menjadi dua, yaitu manfaat langsung dan tidak
langsung. Berikutnya adalah sub bab yang keempat. Judul sub bab ini adalah tat acara pengukuhan
hutan. Pengukuhan hutan sendiri berarti kegiatan yang mengatur status hukum hutan, apakah
menjadi hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam maupun hutan wisata. Dan sub bab
terakhir yang di bahas dalam bab ini adalah sub bab kelima, yaitu status hukum kawasan hutan,
hutan cadangan, dan hutan lainnya. Dalam sub bab ini secara umum penulis membahas tentang
status-status dari hutan, disini penulis mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967.
Beralih pada bab selanjutnya yaitu bab lima. Judul dari bab lima ini adalah Pengusahaan
Hutan. Dalam bab ini secara umum penulis menjelaskan bagaimana pemanfaatan hutan.
Pengusahaan hutan menurut UU No. 5 Tahun 1967 bertujuan untuk memperoleh dan meninggikan
produksi hutan guna pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat. Dalam bab ini,
penulis juga menjelaskan beberapa asas, yaitu asas manfaat, asas kelestarian dan asas perusahaan.
Kemudian dalam bab ini juga dijelaskan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dasar hukum dari Hak
Pengusahaan Hutan adalah UU No. 5 Tahun 1967, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai
peraturan pemerintah, keputusan presiden, maupun dalam keputusan Menteri.
Selanjutnya adalah bab enam. Bab enam ini berjudul aspek yuridis peralihan fungsi hutan di
luar bidang kehutanan. Dalam bab ini membahas tentang bagaimana aspek yuridis fungsi hutan di
luar bidang kehutanan. Pada bab ini penulis buku membagi pembahasan yang akan di bahas
menjadi Sembilan sub bab. Masing-masing sub bab tersebut adalah pengantar, sifat penyerahan
fungsi hutan, tukar-menukar, pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan budi daya pertanian,
pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman transmigrasi, pelepasan hutan untuk kepentingan
lainnya, pinjam pakai kawasan hutan, pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi, dan yang
terakhir adalah pinjam pakai kawasan hutan dengan ganti rugi letak bangunan. Secara umum dalam
bab ini penulis menjelaskan tentang prosedur-prosedur apa saja yang harus dilakukan dalam
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan hutan.
Selanjutnya adalah bab ketujuh. Judul dari bab ini adalah perlindungan hutan. Dalam bab ini
penulis menjelaskan dalam beberapa sub bab, yaitu ada empat sub bab. Sub bab tersebut yang
pertama adalah tujuan perlindungan hutan, disini penulis menjelaskan bagaimana tujuan dari usaha
untuk melindungi dan mengamankan fungsi hutan, dan lagi-lagi penulis mengacu pada UU No. 5
Tahun 1967. Kemudian sub bab yang kedua adalah macam-macam perlindungan hutan. Disini
penulis juga menuliskan ketentuan tentang perlindungan hutan mengacu pada UU lagi, namun,
semula ketentuan tentang perlindungan di atur dalam Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1967, kemudian
ketentuan tersebut berubah menjadi di atur dalam Pasal 51 UU No. 41 Tahun 1999. Kemudian
dalam sub bab yang ketiga adalah pelaksanaan perlindungan hutan. Dan yang terakhir adalah aspek
hukum peran serta masyarakat dalam perlindungan hutan.
Kemudian beralih pada bab kedelapan. Judul dari bab delapan ini adalah penyelesaian
sengketa kehutanan. Dalam bab ini terdapat tujuh sub bab. Ketujuh sub bab tersebut adalah bentuk-
bentuk penyelesaian sengketa, para pihak yang dapat mengajukan gugatan penyelesaian sengketa,
tujuan penyelesaian sengketa kehutanan, institusi yang dapat ditunjuk untuk penyelesaian sengketa
di luar pengadilan, arbitrase, mediasi, dan yang terakhir adalah class action (gugatan perwakilan).
Dalam bab delapan ini secara umum membahas bagaimana cara penyelesaian sengketa, prosedur
penyelesaian sengketa, dan lain sebagainya.
Dan bab yang terakhir adalah bab Sembilan. Bab Sembilan ini berjudul sanksi dan analisis
kasus. Sudah terlihat jelas dari judul bab Sembilan ini bahwa penulis buku ingin memaparkan
sanksi apa saja yang akan didapatkan para pelanggaran jika melanggar peraturan yang sudah
ditetapkan, dan contoh kasus apa saja yang berkaitan dengan kehutanan.
Dalam bab ini penulis buku memaparkan beberapa sanksi yang akan didapatkan jika
melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, diantaranya adalah sanki administratif, sanksi pidana
dan pertanggungjawaban pidana. Dalam beberapa sanksi ini penulis memaparkan sanksi apa saja
yang didapatkan dari sanksi-sanksi tersebut. Sanksi administratif merupakan salah satu cara
penegakan sanksi yang paling efektif, dalam sanksi administratif ada beberapa sanksi yang dapat
dikenakan terhadap siapa saja yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, salah satunya
adalah penghentian penebangan untuk beberapa waktu tertentu. Yang kedua adalah sanksi pidana.
Sanksi pidana ini diatur dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 dan Pasal 40
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Beberapa hukuman yang dikenakan oleh sanksi pidana
antara lain adalah hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman denda, dan yang terakhir adalah
perampasan denda. Dan yang terakhir adalah pertanggungjawaban pidana, disini dijelaskan bahwa
setiap perbuatan melanggar hukum dengan tidak mengurangi sanksi pidana diwajibkan membayar
ganti rugi.
Dalam bab ini juga penulis mencantumkan beberapa kasus yang berkaitan dengan hutan. Di
antaranya adalah kasus sanksi denda terhadap PT Gunung Jaya Raya Tumber (PT GnJRT), dalam
kasus ini PT GnJRT dilaporkan mempunyai beberapa permasalahan diantaranya persediaan kayu
fiktif, penebangan kayu melebihi target, dan penebangan ulang (relogging). Kasus yang kedua
adalah kasus penguasaan hutan secara illegal, kasus ini dilaporkan memiliki beberapa permasalahan
yaitu mengerjakan dan melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat
yang berwenang, kurang lamanya hukuman terdakwa Muhammad Yahya alias Bapak Ikhsan, dan
perampasan barang bukti.
Dan yang terakhir adalah lampiran, dalam lampiran penulis buku melampirkan Undang-
Undang yang berkaitan dengan kehutanan, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai