Anda di halaman 1dari 33

PEMAHAMAN LAFAL NASH DAN

KARAKTERISTIKNYA
al-amr
• Pengertian dari al-amr
sendiri adalah
ucapan/tuntutan agar
mematuhi dan
mewujudkan apa yang
menjadi tuntutannya
Karakteristik Al-Amr
Menurut Mustafa Said al-Khind ada 5 macam bentuk dari
Al-Amr, yaitu :
• a. Menggunakan fi'il Amr, yaitu kata kerja yang berbentuk
perintah.
• b. Fi'il Mudari', yaitu yang dihubungkan dengan yang
mengandung perintah.
• c. Isim Masdar, yaitu yang diperlakukan sebagai
pengganti fi'il al-amr.
• d. Menggunakan kalimat berita yang mengandung arti
perintah.
• e. Menggunakan kata-kata yang mengandung arti
tuntutan yang harus dilaksanakan.
Kandungan tuntutan al-Amr dan
penggunaanya

Menurut syekh Muhammad al-Khudari Beik, lafal al-


Amr dapat disimpulkan menjadi 5 macam :
✓ al-amr tuntutan yang menunjukkan sesuatu
perbuatan wajib dilaksanakan
✓ tuntutan yang menunjukkan anjuran saja.
✓ menunjukan semata-mata tuntutan saja.
✓ al-Amr menunjukan keizinan atau kebolehan.
✓ al-Amr menunjukan kepada arti lain selain kriteria
diatas karena adanya qarinah.
Pandangan Ulama tentang
penggunaan sighat al-Amr
a. al-Amr Sesudah Larangan
Ada 3 pandangan yang berbeda mengenai hal ini :
1) jika ada perintah (al-amr) sesudah larangan, maka ia
menjadi ibahah. Pandangan ini berasal dari imam Syafi'i dan
sebagian ulama Ushul lainnya.
2) Al-amr tetap menunjukan wajib meskipun adanya sesudah
larangan. Pandangan ini dikemukakan oleh kalangan pengikut
imam abu Hanifah dan sebagian pengikut imam Syafi'i.
3) Al-Amr sesudah larangan harus kembali kepada substansi
perintah itu sendiri, yaitu untuk menghilangkan
larangan/kembali kepada hukum asal sebelumnya. Pandangan ini
dikemukakan oleh al-kamal Ibn al-human (pengikut Mazhab
Hanafi).
b. Al-amr dan Waktu Pelaksanaannya
Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi'i
mengemukakan bahwa al-amr tidak menuntut
untuk segera dikerjakan, tetapi semata-mata
hanya untuk dikerjakan saja. Sedangkan menurut
Mazhab Maliki, sebagian Mazhab Hanbali, dan
sebagian Mazhab Hanafi serta Syafi'i
mengemukakan bahwa al-amr itu menuntut untuk
segara dikerjakan.
AL-NAHY

Pengertian dari al-nahy sendiri adalah


tuntutan yang mengandung larangan untuk
melakukan perbuatan yang datang dari yang
lebih tinggi kedudukannya.
Karakteristik
Ada 4 macam bentuk karakteristik :
• - fi'il Mudari' : menunjukkan
larangan/menyatakan tidak boleh melakukan
perbuatan
• - kata yang berbentuk perintah yang menuntut
untuk menjauhi larangan/meninggalkan sesuatu
perbuatan.
• - menggunakan kata ‫نهي‬di dalam kalimat.
• - jumlah khabariyah, yaitu kalimat berita yang
digunakan untuk menunjukan larangan dengan
pengharaman sesuatu/menyatakan tidak halalnya
sesuatu.
Pandangan Ulama Ushul
tentang al-Nahy
Segi substansi larangan
• Kelompok pertama mengatakan al-Nahy itu
tuntutannya adalah tahrim, kecuali ada qarinah
yang memalingkan arti tahrim kepada yang lain.
Kelompok kedua mengatakan bahwa substansi
al-Nahy adalah karahah dan tidak menunjukan
tahrim kecuali ada qarinah yang memalingkan
karahah kepada tahrim. Selama tidak ada
qarinah maka al-Nahy mengandung arti
karahah.
Penggunaan Dalalah Al-'Am,
takhshish dan Al-khas
Al-'am
• Al-'am adalah lafal yang menunjukan
kepada pengertian dimana di dalamnya
tercakup sejumlah objek tanpa adanya
batasan tertentu
Karakteristik
Para ulama mengatakan bahwa banyak lafal
Nash yang mengandung makna umum. Lafal
tersebut dapat dipandang umum bila di dalam
Nash terdapat lafal di bawah ini:
- lafal ( ‫ )كل‬yang artinya setiap
- lafal ( ‫ ) جمع‬yang artinya semua
- jamak/mufrad dimakrifatkan kepada Alif lam
al-jinsi-yah dan lafal jama' yang di-idofat-kan.
- Isim mausul, kata penghubung
- isim syarat, kata petunjuk
- isim Nakirah yang dinafikan negatif
Takhsis
• Pengunaan takhsis berkaitan dengan
keberadaan lafal al-'am. Takhsis sendiri sering
disebut membatasi pengertian lafal umum.
• Fungsi dari takhsis yaitu memberikan
penjelasan dari satuan-satuan objek yang
tercangkup dalam lafal al-'am.
AL-Khas
• Al-Khas adalah lafal yang digunakan untuk
menujukkan pengertian pada satu-satu objek
tertentu.
Karakteristik
• Diungkapkan dengan menyebut
jumlah/bilangan dalam satu kalimat.
• Menyebutkan jenis, golongan, nama
sesuatu/nama seeorang.
• Suatu lafal yang diberi batasan dengan sifat
atau indofat.
Dalalah Mutlaq dan Muqayad
Mutlaq : lafal yang menunjukan kepada sesuatu pengertian
tanpa diikat oleh batasan tertentu.

Misalnya, dalam q.s. al-mujadilah: 3


ُ ‫سائِ ِه ْم ث ُ َّم يَعُو ُدونَ ِل َما قَالُوا فََت َ ْْ ِر‬
‫ير‬ َ ُ‫َوالَّذِينَ ي‬
َ ِ‫ظا ِه ُرونَ ِم ْن ن‬
َّ ‫َرقَبَ ٍة ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن يََت َ َما‬
ۚ ‫سا‬
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka
hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka
(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum
kedua suami isteri itu bercampur.”

Dalam ayat di atas, terdapat lafal “raqabah” yang tidak ada


batasannya, baik berupa sifat maupun keadaaan lainnya.
Sehingga lafal ini digolongkan kepada mutlaq, karna
mencakup seluruh budak.
Muqayyad : lafal yang menunjukan suatu objek
atau beberapa objek tertentu yang dibatasi oleh
lafal tertentu. (syeik l-khudari beik)

Misal dalam Q.S. An-nisa:92


ٌ‫سلَّ َمة‬
َ ‫ير َرقَبَ ٍة م ْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم‬ ُ ‫طأ ً فََت َ ْْ ِر‬
َ ‫َو َم ْن قََت َ َل ُمؤْ ِمنًا َخ‬
َّ َ‫ِإلَ ٰى أ َ ْه ِل ِه ِإ ََّّل أ َ ْن ي‬
ۚ ‫ص َّدقُوا‬
“dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu)”
Lafal ‫ َرقَبَ ٍة م ْؤ ِمنَ ٍة‬merupakan muqayad, karena
telah dibatasi oleh suatu sifat yang cakupan
maknanya menjadi lebih spesifik dan terbatas.
Jika disebut ‫ َرقَبَ ٍة م ْؤ ِمنَ ٍة‬yaitu budak yang
beriman, maka berarti budak yang tidak
beriman tidak tercakup di dalamnya.
Kedudukan
prinsip dasar:
Lafal mutlaq dan muqayyad tetap pada ke-
mutlaq-annya dan ke-muqayyad-annya selama
tidak ada dalil yang memberikan batasan
(qayyid).
Pandangan Ulama tentang Dalalah
Mutlaq dan Muqayyad
• Kalangan mazhab Hanafi menegaskan Mutlaq
tidak dibawa ke muqayyad. Jadi, mutlaq
diamalkan sesuai dengan kemutlaqannya dan
muqayyad sesuai dengan kemuqayyadannya.

Sedangkan untuk kalangan jumhur fukaha


(mazhab Syafi’I, Maliki, dan Hanbali) berpendapat
bahwa jika ketentuan hukum antara mutlaq dan
muqayyad adalah sama dan sebab yang
menelatarbelakangi berbeda, maka mutlaq dapat
dibawa ke muqayyad.
Lafal Musytarak

Musytarak adalah suatu lafal nash yang


mengandung pengertian ganda/lebih yang
berbeda.

Misalnya lafal quru’ yang memiliki arti ganda yaitu


suci dan haid.
Sebab- sebab yang menjadikan lafal
musytarak
a. Secara lughawi di kalangan kabilah Arab
bebeda daam penggunaan arti suatu lafal
nash.
b. Lafal nash itu diciptakan untuk 1 makna,
kemudian dipakai pula untuk makna lain
secara majazi.
c. Lafal nash itu semula diciptakan untuk 1
makna, kemudian dipindahkan untuk istilah
syari untu arti yang lain.
Lafal Hakikat
• Hakikat : lafal yang sejak awal digunakan untuk
arti yang sebenarnya, baik secara bahasa
(lughawi), syari dan urf.

• Hakikat lughawi: suatu lafal ang dipakai yang


artinya sesuai dengan istilah bahasa
• Hakikat syar’i: penggunaan lafal yang sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh syara’.
• Hakikat ‘urf: suatu lafal yang dipakai sesuai
dengan ‘uruf (adat kebiasaan) yang sudah dikenal
oleh masyarakat.
Lafal Majaz
• Majaz : lafal yang digunakan untuk arti lain
yang bukan arti sebenarnya. (wahbah zuhaili)

• Sebagai contoh umpamanya kata ‘kursi’ yang


digunakan untuk arti ‘kekuasaan’ padala lafal
menurut hakikatnya adalah digunakan untuk
tempat duduk.
Lafal yang Sharih dan Kinayah
• Sharih : lafal yang terang dan jelas baik dalam
bentuk hakikat maupun majazi.
• Kinayah : lafal yang tidak jelas maksudnya dan
ia tidak dapat dipahami kecuali adanya
qarinah (petunjuk) yang dapat menjelaskan
maksudnya.
BAB 6
Masalah Ta’arud Al-Adillah
dan Tajih
TA’ARUD AL-ADILLAH
• Ta’arud secara etimologis: berlawanan ,
kontadiksi, dll.
• Al-Adilah secara etimologis: alas an,
argumentasi, dan landasan.
• Ta’arud al-adillah secara terminologis: ialah
dalam suatu objek hokum (masalah) terdapat
dua dalil yang berlawanan ketentuan
hukumnya.
Betulkan Ada Pertentangan?

Dikalangan ulama memang terjadi perbedaan


pendapat. Sebagian ada yang menyatakan
bahwa kemungkinan terjadi pertentangan dua
dalil itu bisa saja terjadi.
Langkah-Langkah Penyesuaian
Ta’arud Al-Adilah
• Dengan menempuh jalan yang disebut dengan
al-jamu’u wa al-taufiq, yaitu menghimpun dan
mengompromikan kedua dalil.
• Menempuh jalan tarjih.
• Menggunakan nasakh.
• Meninggalkan kedua dalil yang berlawanan.
MASALAH TARJIH

pengertian
• Secara etimologi: menguatkan atau
mengambil yang lebih kuat.
• Secar terminologi: mengambil atau memilih
salah satu dalil yang ebih kuat dari dua dalil
yang berlawanan setelah memperhatikan
kedudukan dan substansi dari masing-masing
dalil.
Langkah-Langkah Pentarjihan Dalil

• Mendahulukan nash atas zahir.


• Menguatkan atau bepegang kepada nash yang
digolongkan kepada mufassar dan
meninggikan ayat yang tingkat kejelasannya
berada pada posisi al-nash.
• Mendahulukan/ menguatkan ayat yang tingkat
kejelasannya berada pada posisi al-muhkam
dari semua tingkatan.
• Mendahulukan/ menguatkan hokum yang
ditetapkan berdasarkan ibarat al-nash
daripada isyarat al-nash.
• Mendahulukan/ menguatkan ketentuan yang
ditetapkan berdasarkan isyarat al-nash
daripada dilalat al-nash.
• Mendahulukan/ menguatkan dilalat al-
mantuq daripada dilalat al-mafhum jika terjadi
kontadiksi.
Mentarjih Kekuatan Dalil-Dalil Syara’
• Mendahulukan/ berpegang kepada dalil al-qur’an
atau sunnah daripada qiyas.
• Mendahulukan ijma’ daripada qiyas.
• Mendahulukan hadits mutawattir atas adits ahad.
• Mendahulukan hadits ahad yang diriwayatkan
oleh seorang faqih yang dalil daripada orang yang
adil tapi bukan faqih.
• Mendahulukan qiyas yang ‘illatnya mansusah
(yang disebutkan oleh nash) atas qiyas yang
‘illatnya mustanbatah ( yang ditetapkan atas
dasar ijtihad).

Anda mungkin juga menyukai