Anda di halaman 1dari 79

Patofisiologi

• Membran eritrosit terdiri atas lapisan lemak dan protein yang


saling berinteraksi
• Lapisan protein pada membran eritrosit dibedakan menjadi
dua kelompok besar yaitu protein integral dan protein perifer:
o Protein integral melekat pada lapisan lemak membran sel
karena interaksi hidrofobik. Glikoporin dan band 3 protein
adalah protein terbanyak dalam kelompok ini.
o Protein perifer disebut juga protein sitoskeletal, terdapat
dalam sitoplasma dari lapisan lemak membran eritrosit.
Protein perifer terdiri atas spektrin, aktin, protein 4.1,
protein 4.2 (palidin), ankirin, adusin, tropomiosin, dan
tropomodulin
Patofisiologi

• Defek selular primer pada SH adalah berkurangnya


luas permukaan membran relatif terhadap volume
intraselular sel eritrosit
• defek protein pada membran sel meningkatkan
fragilitas membran
• Defek molekular yang terjadi pada SH adalah
defisiensi spektrin, ankirin, band 3 protein atau
palidin pada membran sel
Patogenesis

• SH biasanya disebabkan oleh defek protein yang


terlibat dalam interaksi vertikal antara rangka
membran dan lipid lapis ganda pd eritrosit
• Eritrosit berkurang nya luas permukaanmakin
sferis pd akhirnya sferosit tidak mampu melalui
mikrosirkulasi limpa dimana mereka mati sblm
waktunya
Sferositosis herediter

Gambaran klinik:

– Anemia (bayi-usia tua)


– Ikterus yg berfluktuasi
– Splenomegali
– Batu empedu
Defect in RBC Cell Membrane

2. eliptositosis:
– Gangguan herediter langka (1
/ 10.000)
– Juga dikenal sebagai
ovalocytosis (bentuk oval RBC)
– Gangguan heterogen
eliptositosis sel darah merah.
– Kelainan fungsional protein di
membran sel darah merah
(alpha protein spectrin 4.1).
Elliptositosis Herediter
Symptoms
• Kelelahan
• Sesak napas
• Kulit dan mata kuning (jaundice) dapat
berlangsung untuk waktu yang lama pada bayi baru
lahir.
LO 2 : Anemia hemolitik akibat gangguan
HB
Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati)

• Sekelompok kelainan herediter yang ditandai


gangguan pembentukan hemoglobin. Dibagi
menjadi :
• Hemoglobinopati struktural
– Terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif)
karena substitusi satu asam amino atau lebih pada
salah satu rantai peptida Hb.
• Thalassemia
– Penurunan kecepatan sintesis atau absennya
pembentukan satu atau lebih rantai globin sehinga
mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif)
Hemoglobinopati
• Adalah sekelompok kelainan herediter yang
ditandai oleh gangguan pembentukan molekul
hemoglobin.
• Dibagi 2 gol besar:
– Hemoglobinopati struktural (Hb Varian)
– Thalassemia
Hb Varian
• Merupakan kelainan kuantitatif akibat terdapatnya urutan
asam amino yang abnormal pada salah satu atau lebih
rantai polipeptida globin
• Subtitusi di dalam rantai globin dpt menyebabkan:
– Perubahan kelarutan
– Perubahan kemampuan menahan oksidasi
– Instabilitas
– Peningkatan kerentanan membentuk methemoglobin
– Peningkatan atau penurunan afinitas oksigen
• Contohnya:
– Hb E
– Hb S
– Hb C
Hb E
• Terjadi karena perubahan rantai beta dimana asam
amino glutamine no. 28 diganti dengan lysine.
– Homozigot
• Terjadi anemia ringan-sedang
• Hipokromik mikrositer
• MCV rendah (60-70fL)
• Pemeriksaan elektroforesis: HbE tinggi, HbF normal (<5%)
– Heterozigot
• Asimptomatik
• Seringdijumpai dalam bentuk heterozigot ganda dg thalassemia/
HbE-Thalassemia, yg gambaran kliniknya sama dg thalassemia β
HB S
• Timbul karena mutasi satu kodon pada gen
beta, yaitu adenine (A) diganti dengan
thymine (T) sehingga menghasilkan as am
glutamic acid yang seharusnya valine
• Homosigot: anemia sel sabit
• Heterosigot: ganda dengan Hbpati lain (HbC)
atau thalassemia
Gambaran klinik Elektroforesis Hb

Sickle cell trait asimtomatik Hb S 40%

Sickle cell anemia Krisis vasooklusif,batu Hb = 7 – 10 g/dL


empedu,priapismus,ulkus kaki Hb S 100%
Hb F 2 - 25%

S/Bo thalassemia Krisis vasooklusif,nekrosis Hb = 7 – 10g/dL


tulang aseptik VER = 60 – 80 fl
Hb S 100%
Hb F 2 – 10%

S/B+ thalassemia Vasooklusif jarang, nekrosis Hb = 10 – 14g/dL


tulang jarang VER = 70 – 80 fl
Hb S 60%

S/C thalassemia Vasooklusif jarang, nekrosis Hb = 10 – 14 g/dL


tulang jarang, hematuria VER = 80 – 100fl
HB S 50%
Hb C 50%
Anemia Sel Sabit
• Hb S timbul karena mutasi dr kodon rantai beta
yaitu A  T yg menghasilkan glutamic acid yg
hasil seharusnya adalah valin
• HbS pada tekanan oksigen yang rendah bersifat
tidak larut, mengalami presipitasi(sikling)
sehingga menyebabkan perubahhan bentuk
eritrosit, seperti bulan sabit.
• Karena bentuknya yang tidak cakram bikonkaf,
eritrosit menjadi susah melalui kapiler dan
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
(vasooksklusi)
Gejala klinik
• Anemia hemolitik berat diselingi dng krisis
• Gejala mulai tampak pd bayi 6 bln, timbul
dactylitis akut karena nekrosis tulang.
• Timbul pada anak yg lebih besar : nyeri tulang,
nyeri sendi dan nyeri abdomen dikarenan infark
limpa.
• Ulkus pada kaki yg terjadi karena iskhemia akibat
oklusi vaskuler.
• Splenomegali pada anak kecil
• Infark ginjal yang menyebabkan hematuria
Krisis
• Painful vaso-occlusive crisis
organ yg terkena vertebra, femur, clavicula
• Visceral sequestration crisis
Terjadi sickling pd organ serta pooling pd darah disertai eksaserbasi
anemia. Terjadi acute sickle chest syndrome yg gejalanya sesak nafas,
nyeri dada, tekanan oksigen arteri menurun, infiltrat paru yg fatal
• Aplastic crisis
Dikarenakan parvovirus yg menyebabkan pansitopenia dan
retikulositopenia
• Hemolitic crisis
Kadar Hb tiba-tiba menurun dengan retikulositosis dan rasa nyeri
Pencegahan krisis
• Transfusi teratur (hipertransfusi) dapat
dipertimbangkan pd penderita krisis berulang
untuk mengurangi sintesis HbS
• Hidroksiurea dng dosis 15-20 mg/kg dpt
meningkatkan Hb F dan mengurangi sickling
Kelainan Lab
• Anemia sedang
• Pada apusan darah
Sel sabit, sel target, atrofi lien (howell jolly body)
• Tes sickling
Darah dibuat mengalami deoksigenasi +
dithionate dan Na2HPO4
• Tanda hemolisis
 Retikulositosis dan kadar bilirubin indirek
meningkat
Thalassemia
• Suatu kelainan genetik yang sangat beraneka
ragam yang ditandai oleh penurunan sintesis
rantai α atau β dari globin
• Thalassemia terdapat 2 tipe :
Thalassemia alfa : penurunan sintesis rantai
alfa
• Thalassemia beta : penurunan sintesis rantai
beta (thalassemia delta-beta, ∂ А βδ
thalassemia)
Thalassemia alfa
Berdasarkan genotipe
• Silent carrier (A thalassemia 2)
• Trait thalassemia (A thalassemia 1)
• Penyakit HbH
• Hb barts hydrops fetalis sindrom
Trait thalassemia alfa
• Terjadi delesi 2 gen (--/AA)
• Dijumpai anemia ringan dengan mikrositosis,
VER 60-75 fl
• HbH meningkat tp tidak bisa dideteksi dengan
elektroforesis Hb
• Diagnosis lebbih banyak dilakukan dengan
menyingkirkan penyebab lain
Penyakit Hbh
• Terjadi delesi 3 gen
• Terbentuk HbH yg mudah mengalami
presipitasi dalam eritrosit, membentuk
inclusion bodies sehingga terjadi hemolisis
• Penderita bisa hidup sampai dewasa dengan
anemia sedang,anemia hipokromik mikrositer,
VER ( 60-70fl) disertai basofilic stippling dan
retikulositosis.
Hb barts hydrofetalis syndrome
• Terjadi delesi 4 gen alfa (--/--)
• Menyebabkan bayi yang lahir langsung mati
• Gejalanya hydrops fetalis dng inkompatibilitas
rhesus,edema anasarka, hepatosplenomegali,
ikterus berat, bayi yg sangat anemis
• Hb 6 g/dL
Thalassemia beta
Gambaran klinik
• Thalassemia major (cooleys anemia)
• Thalassemia intermediet
• Thalassemia minor
Thalassemia major
Bentuk homozigot dr thalassemia beta disertai
anemia berat.
Gambaran kliniknya dibagi 2 golongan :
1. Mendapatkan transfusi baik
2. Yang tidak mendapatkan transfusi dng baik
(cooleys anemia)
Gejala timbul pada saat umur 3- 6bulan
• Pucat,anemis, kurus, ikterus ringan,
hepatosplenomegali
• Gangguan pertumbuhan
• Gangguan pada tulang
• Rontgen tulang tengkorak  hair on end
appearance
• Iron overload, pigmentasi kulit, diabetes melites
sirosis hati dan gonad failure
Gambaran hematologik
1. Darah tepi
– Anemia berat memerlukan transfusi darah
– Sel target, normoblast dan polikromasia
– Retikulositosis
2. Sumsum tulang
Hiperplasia eritrosit dan cadangan besi meningkat
3. Pemendekan umur eritrosit
4. Tes fragilitas osmotik
5. Pemeriksaan khusus : pd analisis sintesis rantai globin
Thalassemia intermedia
• Anemia sedang
• Secara genetik bersifat aneka ragam
- Thalassemia beta homozigot dng defek sintesis
rantai beta tidak begitu berat
- Bentuk heterozigot kombinasi thalassemia beta
trait
- Koeksistensi bersama thalassemia alfa sehingga
kelebihan rantai alfa berkurang
LO 3 : Anemia hemolitik akibat gangguan
enzim
• Gangguan Metabolisme / Enzim Eritrosit
(Enzimopati)

 Defek Pada Jalur Heksose-Monofosfat


Defisiensi G6PD (Glucose-6 Phosphate
Dehydrogenase)
 Defek Pada Jalur Embden-Meyerhoff
Defisiensi Piruvat-Kinase
Defek Pada Jalur Heksose-Monofosfat
Defisiensi G6PD

 Def enzim ini paling sering mengakibatkan


hemolisis
Dikode oleh gen yg terletak di kromosom X 
sering terjadi pada laki-laki, pada perempuan
sebagai carrier& asimptomatik
Patogenesis
a) Timbul karena mutasi gen yang mengkode rangkaian
asam amino enzim G6PD yg terletak pada lengan panjang
dari kromosom X. Enzim ini sangat di perlukan untuk
mempertahankan eritrosit dari proses oksidasi akibat
obat, infeksi, dll
b) Secara elektroforetik ada 2 tipe isoenzim:
 Tipe A : Khusus pada orang kulit hitam
 Tipe B : Varian orang normal terbanyak
c) Def G6PD menyebabkan NADPH menurun sehingga
reduced glutathion juga menurun yg menyebabkan
eritrosit mudah terkena bahan oksidan yg mengakibatan
kerusakan membran dan pembentukan Heinz’s bodies
jika eritoris mendapat pemaparan obat tertentu atau
bahan toksis.
Eritrosit yg mengalami kerusakan difagositir RES, Jika
berat dapat menimbulkan hemolisis intravaskuler. Jika
tidak terjadi pemaparan, eritrosit akan berfungsi
normal
• Penyebab Hemolisis

Pemicu hemolisis pada anemia def G6PD:


1. Obat-obatan:
i. Anti malaria : primakuin, pirmetamin,
khinine, & khlorokuin
ii. Antibakteri : sulfonamid, nitrofurantoin,
penisilin, streptomisin, & INH
iii. Analgetika : fenasetin, salisilat, parasetamol
iv. Lain-lain : Vit k, probenesid, quinidin, &
dapson
2. Infeksi
Gambaran Klinik
a) Gambaran bervariasi, bisa terjadi
 Drug induced hemolytic anemia
 Favism
 Neonatal jaundice
 Chronic hemolysis
b) Biasanya asimptomatik
c) Mulai ringan hingga gejala hemolisis intravaskular yang berat

Gambaran Laboratorium
 Gambaran apusan darah tepi menunjukan contracted and
fragmented cells, bite cells, and blister cell
• Diagnosis
Diagnosis anemia def G6PD dapat dibuat
berdasarkan:
1. Riwayat klinis pemaparan obat/infeksi
2. Tanda-tanda hemolisis
3. Adanya Heinz’s body
4. Aktivitas enzim G6PD menurun, yg
dapat diukur secara langsung
Defek Pada Jalur Embden-Meyerhoff
Defisiensi Piruvat-Kinase

Defisiensi Piruvat Kinase menyerang pada


eritrosit dan menyebabkan anemia
hemolitik menyebabkan eritrosit
kekurangan ATP dan ion kalium keluar sel, sel
eritrosit menjadi kaku dan lebih cepat
disekuestrasi oleh sistem fagosit mononuklir
• Manifestasi Klinis
 Hemolisis berat terjadi pada masa awal kanak-
kanak dengan anemia, ikterus, & splenomegali
 Pada wanita hamil  sangat pucat

• Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
enzimatik khusus dengan menggunakan
konsentrasi substrat yg sesuai untuk
mendeteksi varian-varian berafinitas rendah
terhadap substrat
LO 4 : Anemia hemolitik (infeksi)

Infeksi
• Infeksi dapat menyebabkan hemolisis dalam berbagai
cara
• Malaria menyebabkan hemolisis melalui destruksi
eritrosit yang mengandung parasite di ekstravaskular
dan juga melalui lisis intravaskular langsung
• Blackwater fever adalah hemolisis intravascular akut
yang disertai gagal ginjal akut yang disebabkan oleh
malaria Falciparum.
• Clostridium perfringens dapat menyebabkan hemolisis
intravaskular dengan mikrosferosit yang nyata
Malaria tertiana
J (paling ringan), yg disebabkan Plasmodium vivax gejala
demam dpt terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala
E pertama terjadi (dpt terjadi selama dua minggu setelah
infeksi).
N
I Malaria tropika
disebabkan plasmodium falciparum merupakan
S penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke
otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
M
Malaria kuartana
A disebabkan Plasmodium malariae, masa inkubasi lebih
lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika;
L gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40
hari setelah infeksi terjadi. Gejala kemudian akan
A terulang lagi tiap tiga hari.
R Malaria pernisiosa
I disebabkan oleh Plasmodium ovale. Malaria jenis ini
jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
A Pasifik Barat
Plasmodium Falciparum
Plasmodium falciparum
Malaria falciparum / tropika / tersiana
Nama Penyakit
maligna
Daerah tropik (Afrika dan Asia)
Distribusi geografik Indonesia (semua daerah kepulauan)
Nyeri kepala, punggung, demam tidak
teratur/period tidak jelas, nadi dan
napas menjadi cepat, mual, muntah,
Gejala Klinis
dan diare semakin hebat, Hati
membesar & tampak ikterus ringan,
Kadang dalam urin ditemukan bilirubin

• Perubahan hemodinamik
Gangguan yang disebabkan eritrosit
• Perubahan imunologik
yang terinfeksi
• Perubahan metabolik
Gangguan eritrosit
• E terinfeksi akan melekat pada E normal 
pembentukan rosette dan gumpalan dalam
PD  memperlambat mikrosirkulasi  Ggg
Perubahan
fungsi ginjal, otak, syok
hemodinamik
• Terjadi disseminated intravascular
coagulation (DIC) dan trombositopenia

Antigen parasit lain  mengaktifkan sel


Perubahan
mononukleus  timbul respon imun yang
imunologik
berbeda
• Membran sel yang abnormal
• Nutrisi parasit (plasmodium butuh glukosa
banyak  hipoglikemia seluler  ↑
Perubahan metabolik glikolisis anaerob&akumulasi as.laktat
• Hipoksia jaringan (adanya gumapalan thd E
yang terinfeksi  hambatan oksigenasi
jaringan)
PLASMODIUM VIVAX
PLASMODIUM VIVAX
Manusia  hospes perantara
Hospes dan Nama penyakit
Anopheles betina  hospes definit
Nama Penyakit Malaria vivax / tertiana
• Pada sub tropik : Korea selatan Cina mediterania
timur, turki, beberapa negara eropa pada musim
panas, Amerika Selatan dan utara.
Distribusi Geografik
• Di daerah tropik di asia timur (cina), Indonesia
dan Filipina
• Pasifik : Papua
• Sindrom PRODOMAL: sakit kepala, nyeri
punggung mual
• 2-4 hari pertama  demam tidak teratur
• Kemudian demam menjadi teratur dengan
Patologi dan Gejala Klinis stadium menggigil panas dan berkeringat
• Suhu badan mencapai 40,6 c
• Anemia
• Limpa Membesar
• Pemeriksaan darah terjadi trombositopenia
PLASMODIUM MALARIAE
PLASMODIUM MALARIAE
Nama Malaria Malariae / Malaria Kuartana
penyakit
• Di daerah tropik
Distribusi • Afrika bagian barat dan utara
geografik • Indonesia : di Papua Barat dan NTT dan
Sumatra Selatan

• P. Malariae menghinggapi eritrosit yg


tua sehingga anemia jarang terlihat
Patologi
• Splenomegali
dan Gejala
• Kerusakan ginjal
Klinis
• Proteinuria
• Sindrom nefrotik gagal ginjal
PLASMODIUM OVALE
PLASMODIUM OVALE
Nama penyakit Malaria Ovale
Pada daerah tropik : Afrika bagian barat,
pasifik barat
Distribusi geografik
Indonesia: Pulau OWI sebelah selatan
Biak Irian jaya dan di pulau timor
Patologi dan Gejala
Mirip Vivax
Klinis
http://www.merckmanuals.com/professional/infectious_diseases/extraintestinal_protozoa/
malaria.html
Cara infeksi
Secara alami Secara induksi
– Melalui vektor  – Bila stadium aseksual
sporozoitnya di dalam eritrosit tidak
sengaja masuk ke dalam
masukkan ke dalam badan manusia melalui
tubuh manusia darah
dengan tusukan – Misal : dengan transfusi
nyamuk anopheles darah yang
betina terkontaminasi, suntikan
dengan jarum yang
sebelumnya telah
digunakan oleh
penderita malaria, secara
kongenital
Tipe
Masa
Plasmodium panas Relaps Rekrudensi Manifestasi klinik
inkubasi
(jam)
Gejala gastrointestinal,
hemolisis, anemia,
ikterus hemoglobinuria,
9 – 14
Falciparum 24,36,48 - + gejala serebral, edema
hari
paru, hipoglikemia,
gangguan kehamilan,
kematian
12 – 17 Anemia kronik,
Vivax hari 48 ++ - splenomegali, ruptur
limpa
13 – 17 Anemia kronik,
Ovale hari 48 ++ - splenomegali, ruptur
limpa
Rekrudensi sampai 50
28 -30 tahun, splenomegali
Malariae 72 - +
hari menetap, limpa jarang
LO 5: Anemia hemolitik (imun)
Anemia hemolitik – Ekstrakorpuskuler - Imun

Autoimun Aloimun

Warm Hemolytic
antibody transfusion
type reactions

Cold
antibody
type
Anemia hemolitik autoimun
• Anemia hemolitik yang timbul karena
terbentuknya autoantibodi terhadap eritrosit
sendiri sehingga menimbulkan destruksi
(hemolisis) eritrosis.

• Berdarakan sifat reaksi antibodi, AHA di bagi


menjadi 2 golongan yaitu:
1. AHA tipe panas (warm AIHA)
2. AHA tipe dingin (cold AIHA)
Anemia tipe panas
• Reaksi antibodi yang lebih kuat pada eritrosit yang dilakukan pada suhu
370 C
• Etiologi
a. Idiopatik
b. Sekunder  akibat gangguan reaktivitas imun : SLE
• Patogenesis
• Eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen
difagositir oleh makrofag dalam lien dan hati sehingga
terjadi hemolisis ekstravaskuler yang menimbulkan
anemia dan ikterus karena bilirubinemia indirek
• Gejala
• Demam
• Ikterus
• Splenomegali

• Kelainan laboratorik
a. Darah tepi
 Normokromik normositer
 Retikulosit meningkat
b. Bilirubin serum  2-4 mg/dL  bilirubin indirek >
bilirubin direk
c. Coomb’s test direk +
Anemia tipe dingin
• Pada suhu dingin (4˚C),
• IgM mengikat antigen membran eritrosit → terbentuk
kompleks penyerang membran (C56789)
• Menifestasi klinik
a. Acute postinfectious cold agglutinin – induced
hemolysis. Terjadi setelah infeksi (virus) dengan
gambaran klinik:
 Hemolisis transient tapi berat
 Tampak aglutinasi, polikromasi, makrosit, dan
sferosit
 Coomb’s test direk  +
b. Chronic cold agglutinin disease. AHA tipe dingin yang
berjalan perlahan-lahan, dengan gambaran:
 Akrosianosis
 Anemia bisa ada bisa tidak
 Retikulosit tinggi
 Coomb’s test direk  +
 Terapi  hindari udara dingin, kadang diperlukan
splenektomi, dapat diberikan Khlorambusil.
c. Paroxysmal cold hemoglobinuria. AHA dingin yang
jarang dijumpai..
Anemia hemolitik alloimun - tranfusi
• Antibodi yang dihasilkan oleh satu individu
bereaksi dengan eritrosit individu lain
• 2 keadaan yang penting adalah transfusi darah
yang tidak sesuai secara ABO dan penyakit
rhesus pada neonatus
• Reksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari
setelah tranfusi
LO 6 : Anemia hemolitik (keganasan dan
eksternal agent)
• 1. Leukemia : ploriferasi ganas sel induk
hemopoitik dalam sumsum tulang. Sel ganas
menggantikan sel normal dimana sel ini beredar
secara sistemik dan disertai inflitrasi ke organ lain
Berdasarkan bentuknya terdapat akut dan kronik

2. Limfoma maligna : neoplasma dari limfosit B atau


T yang bersifat solit. Dapat menyebabkan
sistemik dan terjadi pada kelenjar limfe
• 3. Gamopati Monoklonal
Gamopati monoklonal merupakan proliferasi
ganas limfosit B yang telah teraktivasi atau sel
plasma dan menghasilkan imunoglobulin
monoklonal yang menunjukan keganasan yang
jelas :

Makroglobulinemia Waldenstrom : proliferasi


limfosit B yang menghasilkan IgM
Mieloma multiple : proliferasi maligna sel
plasma dalam sumsum tulang
Patofisiologi
1. Gagal sumsung tulang sehingga menimbulkan
anemia, gangguan leukosit atau trombositopenia
2. Proliferasi sel mieloid atau limfoid dalam sumsum
tulang yang kemudian beredar secara sistemik
3. Infiltrasi ke dalam organ atau jaringan sehingga
menimbulkan organomegali
4. Kelainan imunologik :
Gangguan pembentukan antibodi
Gangguan fungsi imun seluler
Faktor eksternal
• Bisa ular
• Parasit seperti Plasmodium vivax dan
falciparum ( penyebab malaria )
• Streptococcus
• Enterococcus
• Staphylococcus
• Dari kumpulan spesimen ( beberapa
spesimen parasit dalam eritrosit )
• Bakteri
LO 7 : Coomb’s test

• Pemeriksaan coomb’s untuk mencari adanya


anti globulin
• Jika semacam antizat melekat pada eritrosit
yang mengandung antigen maka antizat yang
spesifik terhadap antigen tersebut akan
menyebabkan eritrosit-eritrosit tersebut
menggumpal (aglutinasi)
• Beberapa jenis antizatpun pada konsentrasi tinggi
melapisi eritrosit tetapi ada yang tidak
menyebabkan aglutinasi.
• Antizat jenis itu disebut antizat penghalang
(blocking antibodies) atau antizat tak lengkap
(incomplete)
• Antizat adalah semacam globulin
• Pemeriksaan coomb’s ada dua macam :
1. pemeriksaan langsung
2. pemeriksaan tak-langsung
Pemeriksaan langsung
• Indikasi pemeriksaan ini ialah anemia
hemolitik, icterus neonatorum dan terjadinya
reaksi transfusi
• Eritrosit yang akan ditest di cuci terlebih
dahulu dan kemudian di campur dengan
serum coomb’s
Pemeriksaan tak-langsung
• Pemeriksaan ini untuk mencari adanya antizat
tak-lengkap dalam serum
• Pertama dilakukan pelapisan eritrosit normal
bergolongan O (atau eritrosit yang golongan nya
sesuai dengan serum yang di periksa ) dengan
serum yang diketahui mengandung antizat
penghalang.
• Langkah berikutnya membuktikan adanya antizat
itu dengan menggunakan serum coomb’s
Cara pemeriksaan
1. Buatlah suspensi 2% dari eritrosit normal
bergolongan O dalam larutan garam
2. Campurlah sama banyak nya dari suspensi
tadi dengan serum yang akan di periksa
3. Keramah pada suhu 37c selama 60 menit
4. Lanjutkan dengan tindakan yang sama
(langkah 1-8) pada pemeriksaan langsung
LO 8 :pemeriksaan retikulosit

• Hitung Retikulosit Merupakan Pemeriksaan


untuk menunjukan peningkatan eritropoesis
yang paling sering dipakai.
• Dengan Teknik hitung elektronik (misalnya
Technicon H-3) maka reliabilitas pemeriksaan
meningkat
Angka Normal
• Angka normal retikulosit adalah 0,5 -1,5 %

Tetapi,angka normal yang lebih teliti adalah ;


-0,3-2,5 % pada Pria
-0,8-4,1 % pada Wanita
Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
Bayi : 0.5 - 3.5 %
Anak : 0.5 - 2.0 %
Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan
hasil laboratorium :
• Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat
pada sel-sel eritrosit sehingga terlihat seperti
retikulosit

• Menghitung di daerah yang terlalu padat

• Peningkatan kadar glukose akan mengurangi


pewarnaan
LO 9 : Pemeriksaan G6PD

Tes fenotip aktivitas enzimatik G6PD pada darah


vena segar :
• Tes direk
• Tes Indirek
• Tes Serologi
Tes Direk
Langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD
• Standar perhitungan adalah berdasarkan
spektrofotometer→ analisa produksi NADPH
• Tes spot fluorescent Beutler’s
– skrining yang menginkubasi hemolisat dengan
substrat reaksi G6PD
– autofluoresens terinduksi glutaral-dehid dengan
formazan
– ditempatkan di kertas filter dan disinari ultra violet
(450 nm)
– Fluoresensi menunjukkan aktivitas G6PD
Tes spot fluorescent Beutler’s

– mendeteksi Reaksi NAD+ dan NADP+ , Enzim


dapat dilihat dalam keadaan aslinya (invitro),
misalnya kadar substrat enzim atau kofaktor yang
sangat rendah.
Tes Indirek
kromofor seperti brillian cresyl blue→ memantau produksi NADPH
Pewarnaan supravital Brilian cresyl blue: adanya badan heinz→
pertanda eritrosit stres oksidatif
Tes Sitokimia
• Methaemoglobin Elution Test
– melabel eritrosit berdasarkan jumlah relatif
methemoglobinnya sesuai metode indirek dengan
tes reduksi methe-moglobin.
– Derajat NADPH-dependent methaemoglobin
reduction berkorelasi dengan aktivitas G6PD.
Methaemoglobin Elution Test
– Untuk menilai status aktivitas G6PD eritrosit
– untuk deteksi laki-laki defisiensi homozigot,
perempuan defisiensi homozigot dan heterozigot.
– Hasil terkadang false negative→ eritrosit tua
defisiensi G6PD telah lisis.
– Aktivitas enzim perlu diulang 2-3 bulan kemudian
ketika ada sel-sel yang tua.
– Sampel whole blood (usia < 4hari) + nitrit
– Cuci 6 kali dengan buffer saline
– Inkubasi dengan nile blue sulfate + glukosa (pH = 7,4)
– Saat inkubasi, interval konsentrasi Methaemoglobin
dan HB dapat diukur
LO 10 : Golongan darah

• Golongan darah adalah pengklasifikasian


darah dari suatu individu berdasarkan ada
atau tidaknya zat antigen pada permukaan sel
darah merah
Sistem Frekuensi antiibodi Penyebab reeaksi transfusi Penyebab hemolitic
hemolitik disease of newborn

ABO Sangat sering Ya (sering) Ya (biasanya ringan)

Rh seering Ya (sering) Ya

Kell Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya

Duffy Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)

Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)

Lutheran Jarang Ya ( jarang) Tidak

Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak

P Kadang-kadang Ya (jarang) Ya (jarang)

MN Jarang Ya (jarang) Ya (jarang)


Golongan Rh
LO 12 :Hiperbilirubinemia

Bilirubin: Pigmen kuning empedu yg berasal dari


pemecahan heme. Terutama terbentuk dari degradasi
hemoglobin dlm eritrosit di sel retikuloendotelial.
Terbentuk juga dari pecahan pigmen heme lain seperti
sitokrom. Normalnya bersirkulasi dlm plasma sbg suatu
kompleks dgn albumin.
2 macam:
- Conjugated (direct b) : bilirubin diglukoronoid yg larut
dlm air
- Unconjugated (indirect b) : larut dlm lemak

Hiperbilirubinemia: Konsentrasi bilirubin yg


berlebihan dlm darah yg dapat menyebabkan ikterus
Jenis Hiperbilirubinemia
• Congenital h: Crigler – Najjar syndrome
• Conjugated h: gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi
o/ sel hati atau obstruksi anatomik aliran empedu
(Dubin-Johnson syndrome & Rotor Syndrome)
• Constitutional h: Gillbert syndrome
• Neonatal/ newborn h: hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi yg muncul pd neonatus normal selama 4
hari setelah kelahiran. Bersifat ringan & sementara
• Unconjugated h: disebabkan o/ produksi bilirubin yg
berlebihan(hemolisis), rusaknya pengeluaran bilirubin
dari darah oleh hepar/ gangguan konjugasi oleh hepar
Etiologi
Jika pembentukan bilirubin lebih banyak drpd yg dapat di
ekskresi  ikterus (jaundice)
- Prehepatic (hemolytic): ikterus terjadi karena
destruksi eritrosit (hemolisis)yg berlebihan shg kadar
bilirubin dlm hati meningkat
- Hepatic: terjadi ketika hati mengalami kerusakan
shg tdk mampu u/ memproses bilirubin (walaupun kadar
bilirubin normal)
- Posthepatic (obstructive): tjd jika saluran empedu
terhambat (misal karena batu empedu) shg bilirubin tdk
dapat di eliminasi dlm feces
Kesimpulan
• Anak tersebut tidak mungkin terkena infeksi dan
gangguan enzim, tetapi lebih memungkinkan
anak tersebut terkena gangguan membran dan
dan hemoglobinopati

Saran
• Sebaikanya dilakukan pemeriksaan hitung
retikulosit, test coomb’s dan golongan darah
untuk memastikan diagnosa anak tersebut.
Daftar Pustaka
• HEMOLYTIC ANEMIAS Edited by: GR Bahoush MD GR. Bahoush Bahoush,
MD.
• RBC CELL MEMBRANE, Published on Mar 27, 2015 in: Health & Medicine
• Hereditary spherocytosis asif new, Asif Zeb, Lecturer at Shaukat Khanum
Memorial Cancer Hospital and Research Centre
• Beutler E. Lesson From The Molecular Biology of G6PD Deficiency. 1996.
Available in : http://www.nus.edu.sg/15hapd/1996/1996/023.pdf.
• WHO Working Group. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency.
Bull WHO. 1989;67:601-11.
• http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1932613/?page=3
• Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 32nd Edition (page 215, 886)
• Introduction to Human Physiology. Sherwood, Lauralee. 8th Edition.
(chapter 16, page 644)

Anda mungkin juga menyukai