Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Pembimbing : dr. Teguh Aly’ansyah, Sp.KK


Oleh:
Prihan Fakri I1011151018

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
2019
Definisi
• Dermatitis Kontak Alergi
adalah peradangan kulit yang terjadi setelah kulit terpapar
dengan bahan alergen, paling sering berupa bahan kimia
sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000
Da) bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
dibawahnya melalui proses hipersensitivitas tipe lambat
• Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA,
misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area,
luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembapan lingkungan, vehikulum dan pH.

Etiologi
• Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-
mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe
IV. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi
dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami
sensitisisasi dapat mengalami DKA.

PATOFISIOLOGI
• DKA dapat timbul pada semua usia. Penyakit ini lebih
sering timbul pada wanita dibandingkan pria. Di antara
dermatosis akibat kerja, dermatitis kontak merupakan
penyakit yang paling sering terjadi (sampai 90%).
Sebagian besar berupa dermatitis kontak iritan (sampai
80%) diikuti DKA (20% dari seluruh dermatitis kontak).

EPIDEMIOLOGI
ANAMNESIS (RIWAYAT PENYAKIT)
Dalam anamnesis riwayat pasien, penting untuk mempertimbangkan pekerjaan,
rumah tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat bepergian,
waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi, perawatan kulit, kosmetik,
dan obat topikal maupun sistemik.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula
eritema, vesikel, atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi.

DKA Akut  di daerah tertentu dari tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan
skrotum, eritema dan edema biasanya mendominasi dibandingkan vesikel.
DKA Subakut  vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan
lichenifikasi
DKA Kronik  hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis
yang pecah-pecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi
yang menyertainya.

DIAGNOSIS
1. Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo)  Uji tempel digunakan
untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan
dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan
korektif dapat diambil. Tempelan dihapus setelah 48 jam (atau lebih
cepat jika gatal parah atau terbakar pada kulit) kemudian dibaca.
2. Skin Prick Test Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen
hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit
binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Hasilnya dapat segera
diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen
tertentu akan timbul bentol merah gatal.
3. Provocative Use Test
4. Uji Photopatch
5. Tes in vitro

DIAGNOSIS (PEMERIKSAAN
PENUNJANG)
• Kelainan kulit dermatitis
kontak alergik sering tidak
menunjukkan gambaran
morfologik yangkhas, dapat
menyerupai dermatitis
atopik, dermatitis
numularis, dermatitis
seboroik, atau psoriasis.
Diagnosis banding yang
terutama ialah dengan
dermatitus kontak iritan.

DIAGNOSIS BANDING
• Mencegah terpapar alergen
• Terapi Gejala  Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus
topikal atau antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi
sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder
pada kulit yang sudah mengalami dermatitis. Pengobatan
dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon juga mungkin
diperlukan. Glukokortikoid, macrolaktam, dan radiasi ultraviolet
yang paling banyak digunakan.
• Pelindung Fisikokimia Pencegahan DKA yaitu menghindari
alergen, namun karena berbagai alasan, terutama ekonomi, hal
ini tidak selalu dapat dilakukan. Banyak bahan kimia, terutama
molekul organik, cepat dapat menembus sarung tangan berbahan
vinyl atau karet lateks yang alami maupun sintetik, dan pekerja
mungkin tidak dapat menghindari kontak setiap hari dengan
alergen.

TATALAKSANA
• Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh
bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang
baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan
bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.

PROGNOSIS
PENYAJIAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : Ny. SR
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Usia : 24 tahun
• Pekerjaan : Pegawai Swasta
• Alamat : Jl. Marhaban Kel. Sedau
• Tanggal Kunjungan Rawat Jalan : 26 Juni 2019
• Tanggal Pemeriksaan : 26 Juni 2019
Anamnesis

Keluhan Utama
• Pasien datang dengan kedua telapak tangan kemerahan disertai gatal sejak 2 tahun yang
lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Aziz Singkawang dengan keluhan
kedua telapak tangan tampak kemerahan disertai nyeri dan gatal. Pasien merasakan
keluhan makin berat sejak seminggu sebelumnya yaitu kulit telapak tangan tampak pecah
pecah dan sering mengeluarkan darah. Pasien mengaku mengeluhkan gatal pertama kali di
telapak tangan sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu, dimana keluhan tersebut terjadi
setelah selesai melakukan tugasnya sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan air
mineral. Pasien ditugaskan untuk membersihkan peralatan perusahaan dengan detergen
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 2 tahun lalu dan berulang dalam jangka
waktu yang bervariasi terutama setelah bekerja
Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat mengalami keluhan yang sama di keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
• Pasien mengaku telah mengonsumsi obat kortikosteroid setiap kali merasakan gatal selama
2 tahun terakhir
1. Keadaan Umum
• Kesadaran : Baik
• Keadaan Umum : Compos Mentis
• TD : 120/70 mmHg
• Nadi : 80x/menit
• Pernapasan : 20x/menit
• Suhu : 36,7oC
• BB : 65 kg
• TB : 137 cm

Pemeriksaan Fisik
Kepala Normosefal Palpasi : fremitus kanan=kiri
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), injeksi Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
konjungtiva (-), refleks cahaya langsung (+/+), Auskultasi : vesikular (+/+), ronkhi (-/-

refleks cahaya tidak langsung ),

(+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm) wheezing (-/-)


Telinga Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak
AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
terlihat
membran timpani tidak dinilai
AD : meatus tidak eritem, tidak edem, Palpasi : iktus kordis teraba

membran timpani tidak dinilai Perkusi : batas jantung normal


Mulut Stomatitis (-), bibir sianosis (-), bibir kering Auskultasi : SI-SII regular, Gallop(-),

(-) Murmur (-)


Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-) Abdomen Inspeksi : simetris, hiperemis (-), hematom (-)
Tenggorokan Faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1) tidak Auskultasi: bising usus (+) normal
hiperemis, deritus (-) Perkusi : timpani, pekak hepar (+)
Leher Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid Palpasi : nyeri tekan (-), batas hepar dan lien
(-), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP dalam batas normal

tidak meningkat
Dada Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-) Ekstremit Akral hangan, CRT <2 detik
Paru Inspeksi : gerakan dinding dada simetris as

Status Generalis
Status Dermatologikus
• Pada kedua telapak tangan ditemukan eritem berbatas tidak tegas
disertai fisura di ruas-ruas jari.
• Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Patch Test >> tidak
dilakukan
• Diagnosis  Dermatitis Kontak Alergi e.c. Bahan Kimia
• Diagnosis Banding  Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis
Atopi
• Tatalaksana
• Pemberian Obat Topikal
• Krim fluisinolon 0,025% (2 x ue)
• Pemberian Obat Sistemik
• Cetirizin 1 x 10 mg
• Vitamin C 1 x 50 mg
• Prognosis
• Ad functionam : Bonam
• Ad sanationam : Dubia ad bonam
• Ad vitam : Bonam

• Secara klinis memang sulit dibedakan apakah pasien
mengalami dermatitis kontak alergi akibat bahan kimia
(detergen) atau dermatitis kontak iritan. Mengingat pasien
tersebut pertama kali mengeluhkan gatal ringan di tangan sejak
2 tahun lalu, kemungkinan besar saat itu pertama kali fase
sensitisasi terpapar, ditambah lagi pasien mengaku tetap
mengulang pekerjaannya yang sering memaparkan tangannya
terhadap detergen setelah berobat ke dokter dan mengonsumsi
obat kortikosteroid setiap kali dirasakan gatal dan nyeri.
Pertimbangan yang cukup kuat mendiagnosis pasien
mengalami Dermatitis Kontak Alergi adalah keluhan
semakin memberat seminggu sebelumnya dan tidak membaik
setelah mengonsumsi obat kortikosteroid oral.

Pembahasan
• Tatalaksana pada pasien ini berupa edukasi dan terapi
medikamentosa. Edukasi pada pasien agar menghindari
terpapar alergen, dalam hal ini kedua tangan pasien terhadap
detergen. Namun, atas pertimbangan ekonomi, ada baiknya
disarankan kepada pasien untuk tetap melanjutkan
pekerjaannya dan menggunakan pelindung agar kedua tangan
tidak terpapar langsung detergen. Terapi medikametosa
diberikan untuk mengurangi gejala DKA dengan menggunakan
sediaan topikal maupun oral. Pemberian obat topikal dapat
berupa krim fluicinolon 0,025% (2 kali oles) yaitu golongan
kortikosteroid potensi sedang dan diberikan obat golongan
antihistamin non sedatif untuk mengurangi rasa gatal yaitu
cetirizine (1x10mg), dan untuk membantu memulihkan
kesehatan kulit diberikan Vitamin C (1x50mg).

Pembahasan (2)
• Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan salah satu penyakit
kulit akibat kerja yang cukup sering. Hal ini tidak terkait dengan
atopi dan merupakan reaksi imunologi tipe IV yang dimediasi
terutama oleh limfosit yang sudah tersensitisasi sebelumnya. Tanda
dan gejala klinis yang sering yaitu pruritus, menyengat, nyeri,
eritema berbatas tegas, edema, vesikel, papula, bula, erosi, kerak,
scaling, lichenifikasi, ekskoriasi, dan pigmentasi.
• Diagnosis sangat ditentukan oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik,
terutama untuk membedakan DKA dan DKI. Untuk mengonfirmasi
diagnosis dapat menggunakan uji tempel untuk mendeteksi
hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit
sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat
diambil. Tatalaksana DKA yang paling signifikan adalah
menghindari terpapar alergen agar keluhan tidak memberat dan
diberikan terapi simptomatik berupa kortikosteroid topikan maupun
oral dan anti-histamin non sedatif untuk mengurangi rasa gatal.

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai