Anda di halaman 1dari 19

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI

Rahmat Pratama Sarsono


Hambatan dalam komunikasi

1. Resistens
2. Transferens
3. Pelanggaran Batas
4. Pemberian Hadiah
5. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi
Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek
dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan
keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari.
Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan
cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik.
Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase
kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan
masalah (Stuart dan Sundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
• a. Supresi dan represi informasi yang terkait
• b. Intensifikasi gejala
• c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa
depan
• d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya
kesembuhan yang bersifat sementara
• e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien
mengatakan ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu
memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk
• f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
• g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi
pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun
tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan mekanisme
pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
• h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah
mempunyai penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab
untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak
penting
• i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami
perasaan dan sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait
dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
• j. Perilaku amuk atau tidak rasional
Transferens
• Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau
perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan
dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia
masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
• Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya
bila hal ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis
utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
• Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena
demam berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah
kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip
pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan
klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
• Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari.
Perawat itu mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga
dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan selalu
meminta perawat bidadari yang melakukannya.
Pelanggaran Batas
• Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat-klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan
terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan
klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien
harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran batas
terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen,
dalam Intan, 2005)
1). Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan
yang luas dari perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas
terapeutik perawat dan klien.
2). Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan
hubungan terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan
terapeutik yang tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus
dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas.
3). Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang
dilakukan. Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil
atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan
mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan dalam
melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-
batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
4). Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat
berupa uang. Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-
menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan untuk
mencegah timbulnya pelanggaran batas.
5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti
hal ini melanggar batas.
6). Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam
berpakaian secara tepat dalam hubungan terapeutik perawat dank lien.
Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian yang tidak sopan.
7). Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika
komunikasi dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan
memberikan pendapat dengan nada menggurui merupakan pelanggaran
batas.
8). Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak
berhubungan dengan tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran
batas.
9). Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat
apakah melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual
terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam hubungan terpeutik
antara perawat dengan klien.
Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)

- Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan


malam diluar
- Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya
- Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien
- Perawat menghindari acara-acara sosial
- Klien memberi perawat hadiah
- Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien
- Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien
- Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial
- Perawat menghadiri Undangan Klien
Pemberian Hadiah
• Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam
keperawatan. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi
dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa
merusak hubungan terapeutik.
• Hadiah dapat diberikan dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata
seperti sekotak permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan.
Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih
dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan
rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih
atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional klien.
• Pemberian hadiah yang mengganggu dalam hubungan perawat dan
klien adalah pemberian dalam bentuk barang tertentu atau hadiah
nyata yang mempunyai tendensi tertentu yaitu mengharapkan dengan
pemberian hadiah tersebut, perlakuan perawat pada klien akan
melebihi dar konsep pelayanan keperawatan yang semestinya. Dengan
pemberian hadiah tersebut harapannya klien dapat memanifulasi
perawat dengan cara mengatur hubungan dan batasan-batasan dalam
berhubungan (stuart G.W, 1998). Mengatur hubungan yang dimaksud
adalah bagaimana emosi perawat bisa masuk kedalam emosi klien
dengan harapan justru perawatannya yang nantinya bisa dikendalikan
oleh klien.
• Sedangkan, mengatur batasan-batasan yang dimaksud adalah ada
upaya dari klien untuk tidak mau mentaati peraturan yang ada
diruangan yang seakan-akan sudah di perbolehkan oleh perawatnya.
Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi
• Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks
hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku
yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat
dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar
lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang terjadi.
• Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan
transferensa) atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan
pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan
teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir,
tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali.
Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama
teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-ipasien.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :
1. Pedekatan terpusat pada penerima
Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil
langkah atau yang dapat dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat
dimengerti danbermakna bagi penerima. Berempati dan bersikap peka
pada perasaan penerima adala cara terbaik untuk mengatsi hambatan
komunikasi. Karen perbedaan emosi dan persepsi akan menimbulkan
ganguan. Dalam penerimaan pesan, bila seseorang menyadari perasaan
orang lain maka akan mampu memlilih kata-kata netral memahami
pandangan mereka dan mungkin akan berempati dengan posisi mereka
dengan mencoba memandang situasi lewat kacamata mereka.
Dalam kenyataan pendektan yang berpusat pada penerima lebih
dari sekedar pendekatan untuk komunikasi bisnis sebenarnya ini adalah
pendekatan modern pada bsnis dan kehidupn secara umum.
2. Komunikasi dengan situasi terbuka
Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya
organisasi : campuran nilai, tradisi da kebiasaan yang mengakomodasi
atmosfir atau karakternya. Beberapa peusahaan cenderung menyambut
aliran omuniksi keatas. Tetapi dalam komunikasi dengan situasi terbuka,
akan mendrong keterusterngan dan kejujuran serta kebebasan untuk
mengakui kesalhan atau untuk tidak stuju dengan atasan dan keebasan
menyatakn pendapat.
3. Melakukan komunikasi dengan etis
Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang
atau sekelompok orang untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak
etis biasanya egois dan tidak peduli salah atau benar, menghalalkan
segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang yang etis pada umumnya
adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak oranglain dan
memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.
Etika memainkan peran penting dalam komunikasi. Bahasa itu
sendiri terdiri dari kata-kata yang membawa nilai. jadi hanya dengan
mengatakan sesuatu dengan cara tertentu,
Mempengruhi bagaimana orang-orang lain memandang dan
membentuk harapan dan tingkah laku yang berbeda pula. Komunikasi
etis termasuk komunikasi yang relefan, benar dalam segala segi dan tidak
memperdayakan dengan cara apapun
4. Pesan yang efektif dan efisien
Pesan yang efektif dan efisin akan memeperlancar proses
komunikasi, sehingga dapat mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri
pesan yangefektif dan efisien antara lain, padat dan tidak mempunyai
pengertian yang mendua atau membingungkan.

Anda mungkin juga menyukai