Anda di halaman 1dari 28

MEMBANGUN

RENCANA PROGAM
EVALUASI
Dalam

Promosi Kesehatan
Pengertian

Verduin dan Clark (1991) menunjukkan bahwa akar


kata evaluasi adalah “value” (nilai) yang berasal dari
kata latin valere yang berarti “menjadi kuat” atau
“menjadi berharga”. Asal-usul ini mencerminkan
gagasan bahwa nilai adalah suatu unsur penting dalam
evaluasi

Evaluasi program menggunakan berbagai prosedur


kualitatif dan kuantitatif untuk menentukan apakah
suatu program telah diterapkan sebagimana
direncanakan atau tidak. Ini juga menentukan kadar
hingga di mana program telah mencapai tujuan-tujuan
dan sasaran-sasarannya
Tujuan
 Green dan Lewis (1986, 1998) menyatakan
bahwa tujuan esensial dari evaluasi adalah:

Agar para promotor kesehatan dapat


menunjukkan keefektivan program-program
mereka

Untuk menunujkkan kredibilitas program


spesifik mereka dan kredibilitas promosi dan
pendidikan kesehatan pada umumnya
Evaluasi Formatif & Sumatif

 Evaluasi formatif mengacu ke proses


evaluasi berkelanjutan yaitu sementara
program sedang dikembangkan. Sering juga
disebut sebagai evaluasi proses.

 Tujuan adalah memajukan program. Jaminan


kualitas dan kontrol kualitas merupakan unsur-
unsur penting dari evaluasi formatif
Evaluasi Formatif & Sumatif

 Sifat (pendekatan) evaluasi formatif adalah kualitatif,


berarti bahwa teknik-teknik pengumpulan data yang
digunakan meliputi observasi, wawancara, dan pertanyaan-
pertanyaan terbuka di dalam survei-survei

 Sasaran evaluasi formatif dikhususkan kepada sejumlah


kecil staf atau partisipan program untuk mendapatkan
umpan-balik

 Evaluator evaluasii formatif sering dilakukan oleh staf yang


dipekerjakan oleh program yang sedang dikembangkan.
Orang-orang ini disebut evaluator-evaluator internal
Evaluasi Formatif & Sumatif

 Evaluasi sumatif adalah bentuk evaluasi yang


paling sering kita asosiasikan dengan evaluasi
program.

 Dengan evaluasi sumatif, orang biasanya


tertarik dalam menaksir kuantitas hingga di
mana program bersangkutan telah memenuhi
beberapa sasaran yang sudah ditentukan
sebelumnnya, atau kuantitas hingga di mana
program bersangkutan berguna bagi populasi
target.
Evaluasi Formatif & Sumatif

 Sifat (Pendekatan) evaluasi sumatif sering


menggunakan pendekatankuantitatif. Prosedur-
prosedur kuantitatif meliputi rancangan-rancangan
eksperimental dan penggunaan tes-tes pencapaian
yang dibakukan atau ukuran-ukuran “objektif” lain

 Sasaran evaluasi sumatif biasaya dilakukan dengan


menggunakan kelompok-kelompok besar orang-orang.

 Evaluator dalam evaluasi sumatif sering dilakukan oleh


evaluator-evaluator luar, dikenal sebagai evaluator-
evaluator eksternal. Tujuannya untuk menjaga
objektivitas
Evaluasi Formatif & Sumatif

Para evaluator bisa berbicara


tentang dua bentuk evaluasi
sumatif yang berbeda: evaluasi
dampak dan evaluasi hasil
(Green & Kreuter 1991)
Evaluasi Formatif & Sumatif

Evaluasi dampak, sang evaluator


menaksir efek-efek segera dari suatu
program (sebagai contoh, keuntungan-
keuntungan dalam pengetahuan sebagai
hasil dari keikutsertaan dalam suatu
program pendidikan pra-kelahiran
(prenatal) untuk perawatan sendiri dan
perawatan anak).
Evaluasi Formatif & Sumatif

Evaluasi hasil dirancang untuk mengkaji


efek-efek jangka- panjang dari program
bersangkutan, dari sudut-pandang
tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas
(sebagai contoh, apakah para partisipan
program mempunyai tingkat-tingkat
stroke lebih rendah ketimbang mereka
yang tidak berpartisipasi dalam program
bersangkutan?
Memperbandingkan Metode Evaluasi Formatif dan
Metode Evaluasi Sumatif

Isu Formatif Sumatif


Tujuan Peningkatan program Pencapaian program
Stakeholder Manajer dan staf Konsumen, pendana,
manajemen
Evaluator Anggota staf internal Konsultan eksternal
Ukuran Kualitatif Kuantitatif
Ukuran sampel Kecil Besar
Pertanyaan kunci Apa yang bekerja? Apa yang telah terjadi?
Apa yang harus Siapakah yang telah
ditingkatkan? terpengaruh?
Bagaimana itu harus Apa perlakuan YANG
diubah? paling efektif?
Apakah BIAYA efektif ?

Dari: Grotelueschen, A.D. (1982). Program Evaluation. Dalam A.B. Knox dkk (editor) Developing, Administering and
Evaluating Adult Education. Hak cipta Jossey-bass: San Francisco. Dicetak ulang dengan izin.
MODEL-MODEL EVALUASI

Evaluasi terhadap program promosi dan


pendidikan kesehatan di masa depan
bisa mengambil manfaat dari penerapan
teknik-teknik kreatif. Model-model yang
berbeda dapat digunakan untuk
mengukur dan memperbandingkan
program yang dilaksanakan
1. EVALUASI BERORIENTASI
TUJUAN
 Para evaluator yang menggunakan pendekatan
berorientasi tujuan (juga disebut berorientasi sasaran)
mengambil tujuan-tujuan program yang dinyatakan,
dan mengumpulkan bukti dengan menggunakan
sarana-sarana yang tepat untuk melihat apakah tujuan-
tujuan bersangkutan telah dicapai.

 Pemaduan tujuan program dengan hasil program


merupakan ukuran keberhasilan program.

 Kajian untuk evaluasi program ini mendapatkan asal-


usulnya di dalam arena pendidikan dan menjadi
dipopulerkan pada tahun 1940-an dan 1950-an melalui
karya dari orang-orang seperti Ralph Tyler dan
Benjamin Bloom (House 1980)
2. PENDEKATAN TRANSAKSIONAL

 Menurut Rippey (1973), Stake (1978), Patton (1990),


Green (1999) evaluasi harus lebih tanggap terhadap
kebutuhan orang-orang yang merupakan bagian dari
program-program

 Jadi, evaluasi harus lebih “personal” dan


“memanusiakan” ketimbang hanya suatu penaksiran
sederhana tentang sejauh mana perangkat-perangkat
sasaran tertentu bertemu

 Pendekatan transaksional mengkonsentrasikan pada


proses-proses program dan bagaimana beragam
orang yang berasosiasi dengan program tersebut
secara aktual memandangnya
PENDEKATAN TRANSAKSIONAL

 Sebuah pertanyaan besar yang diajukan, menurut House


(1980), adalah bagaimana program bersangkutan bermanfaat
bagi beragam orang yang familiar dengan program tersebut?

 Strategi yang merupakan kebiasaan dalam melakukan


evaluasi transaksional adalah wawancara-wawancara sikap
dengan sebanyak mungkin orang yang bisa menawarkan
pandangan-pandangan tentang operasi program
bersangkutan

 Sang evaluator mengorganisir wawancara-wawancara ini dan


memberikan sebuah informsi program sesingkat studi kasus.
Sebuah aplikasi yang paling tepat dari model transaksional
adalah ketika tujuan penyelidikannya adalah pemahaman
ketimbang penjelasan dan pengetahuan proposisional
(House 1980)
3. PENDEKATAN CIPP
 Model CIPP dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam
dkk (1971) sebagai tanggapan terhadap kebutuhan
para manajer untuk mendapatkan data yang bisa
membantu dalam pegambilan keputusan kunci.

 Kegunaannya, khususnya ditemukan di lingkungan-


lingkungan pendidikan

 CIPP adalah akronim yang mewakili empat tipe


evaluasi yang dianggap oleh model bersangkutan:
Context (konteks), Input (masukan) Process (proses),
dan Product (produk).
PENDEKATAN CIPP
 Evaluasi konteks adalah pengidentifikasian masalah-
masalah dan kebutuhan suatu lingkungan spesifik.

 Evaluasi input adalah penafsiran terhadap


sumberdaya-sumberdaya dan strategi-strategi untuk
mencapai hasil-hasil program yang dikehendaki

 Evaluasi proses memungkinkan orang untuk


memeriksa suatu operasi program dalam tahap-tahap
formatifnya

 Evaluasi produk adalah tingkat hingga di mana


sasaran-sasaran program dicapai, dan hingga kadar itu
mengikuti filosofi Tylerian
4. ANALISIS SISTEM
 Pendekatan terhadap evaluasi ini bergerak melampaui
pengkajian terhadap keefektivan suatu program (atau level-
leveL relatif dari pencapaian tujuan dua atau lebih program)
dengan menaksir efisiensi program juga.

 Jelasnya, analisis sistem menurut Levin (1971) adalah upaya


prosedur-prosedur operasional yang lebih baik untuk
mencapai efek terbanyak dibanding jumlah sumberdaya yang
dibelanjakan.

 Kalau suatu program efektif, maka para manajer ingin tahu


apakah level keefektivan yang sama bisa dicapai secara
ekonomis atau tidak (efisein)
5. Kritik Seni atau Pendekatan
Connoisseurship
 Eisner (1979) meyakini bahwa pengembangan standard-
standard dan kriteria personal, suatu connoisseurship
tertentu juga bisa dikembangkan sepanjang berkenaan
dengan evaluasi terhadap program-program

 Kalau anda mendapatkan waktu yang sulit untuk


membayangkan model ini dipraktekkan, pertimbangkan saja
ulasan-ulasan populer yang ditayangkan di televisi tentang
film-film baru yang ditawarkan selama bertahun-tahun oleh
penulis Chichago Gene Siskel dan Roger Eber

 Dengan memasukkan usnur-unsur casting, acting, penulisan,


penyutradaraan, dan penyuntingan, para pengulas ini
memberikan suatu kritik tentang sebuah film yang
menyediakan suatu penilaian profesional kepada para
konsumen
Kritik Seni atau Pendekatan
Connoisseurship
 Dengan menggunakan kriteria yang terkait dengan struktur program
(cakupan dan ukuran), durasi, penanganan, kejelasan, dan standard-
standard lain, para evaluator pendidikan dan program-program promosi
kesehatan juga bisa membuat penilaian-penilaian yang diorientasikan ke
konsumen.

 Kelemahan-kelemahan, kekuatan-kekuatan program, dan ciri-ciri kunci atau


uniknya bisa diidentifiksai dengan mengambil keuntungan dari tinjauan ahli

 Kekurangan-kekurangan dari model ini meliputi tidak adanya standard-


standard universal, standard-standard untuk mengidentifikasi evaluator-
evaluator yang ahli, dan keengganan personel program untuk menerima
kritik.

 Salah satu dari aplikasi-aplikasi terbaik dari pendekatan ini mungkin adalah
memvalidasi bukti lain, ketika digunakan bersama-sama dengan standard-
standard dan praktek-praktek evaluasi yang diterima secara luas
6. Pendekatan Adversarial atau
Pendekatan Quasi-Hukum
 Evaluasi adversarial atau pendekatan quasi-hukum mempunyai
empat fase yang berbeda.

 Fase pertama, suatu rentang luas isu-isu dihasilkan. Isu-isu ini bisa
dibangun melalui wawancara-wawancara dengan para stakeholder
kunci dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan evaluatif
seperti: Haruskah program ini diperluas? Didanai lagi tetapi dengan
pengawasan ketat? Dipotong? Dihapuskan sama sekali? Hingga
sejauh manakah program bersangkutan mencapai (atau tidak
mencapai) sasarannya?

 Fase kedua, sebuah daftar panjang isu-isu dipangkas hingga sampai


ke salah satu dari ukuran yang bisa ditangani dengan menyuruh
para informan mengurutkan isu-isu dan membahasnya hingga suatu
konsensus dicapai.
Pendekatan Adversarial atau
Pendekatan Quasi-Hukum
 Fase ketiga Fase ketiga adalah membentuk dua tim
yang akan mengambil posisi-posisi adversarial
(berlawanan). Berkenaan dengan isu-isu yang
diputuskan pada fase kedua. Tim-tim bisa
mewawancarai para “saksi” untuk mendapatkan
“kesaksian” yang mendukung sudut-pandang mereka,
atau secara aktual melakukan investigasi-investigasi
yang memunculkan bukti atau data baru.

 Fase keempat adalah melakukan session-session


yang di dalamnya tim-tim bersangkutan menyajikan
argumen-argumen mereka yang berlawanan untuk
diputuskan
7. Akreditasi atau Pendekatan
Tinjauan Profesional

 Akreditasi atau tinjauan profesional khas melibatkan


sebuah kajian-diri oleh lembaga bersangkutan, diikuti
oleh kunjungan-kunjungan di tempat oleh para panelis
ahli (rekan profesional) yang ditunjuk oleh Badan
Akreditasi

 Wawancara, daftar periksa, dan alat-alat lain


digunakan untuk menaksir kinerja suatu lembaga.

 Dalam kasus college dan universitas, standard-


standard yang diterapkan berkaitan dengan kualitas
pengajaran, kualitas riset, kualitas layanan kepada
lembaga, masyarakat, dan profesi, ciri-ciri unik
program bersangkutan, dan potensi untuk kinerja tinggi
di masa depan
Akreditasi atau PendekatanTinjauan
Profesional

 Tim-tim peninjauan yang melakukan


kunjungan-kunjungan lokasi memeriksa
kurikulum suatu lembaga. Suatu
kurikulum bisa juga ditaksir dan direvisi
lebih mudah ketika terdapat standard-
standard mapan yang jelas. Salah satu
contoh adalah standard-standard untuk
penyiapan pendidik kesehatan level
graduate (Dennison 1997)
8. Pendekatan Bebas-Tujuan

 Keraguan terhadap kekuatan pendekatan berorientasi-tujuan


karena evaluator diberikan suatu kerangka untuk melakukan
pekerjaannya, kelemahannya yang mencolok adalah bahwa
pendekatan ini mungkin membelokkan seseorang dari
menemukan (atau bahkan mencari) efek-efek di luar dari efek-
efek yang direncanakan dan diinginkan

 Lebih dari itu, karakteristik-karakteristik serupa yang


memberi sang evaluator arah, juga meningkatkan
kemungkinan untuk memasukkan bias-bias ke evaluasi
bersangkutan

 Disebabkan bahaya-bahaya ini, Scriven (1973) telah


mengusulkan suatu alternatif terhadap model ini yang
disebut pendekatan bebas-tujuan
Pendekatan Bebas-Tujuan

 Menurut House (1980): Patton (1987) menyusun


alasan-alasan berikut mengapa orang bisa
mempertimbangkan evaluasi bebas-tujuan: karena

(1) untuk mengurangi risiko mengkaji sasaran-sasaran


program secara terlalu sempit, dan karenanya,
kehilangan hasil-hasil yang belum diantisipasi;

(2) untuk mengurangi “konotasi-konotasi negatif” yang


sering dilekatkan pada penemuan efek-efek samping;
Pendekatan Bebas-Tujuan

(3) untuk menggunakan efek-efek yang belum


diantisipasi ini demi keuntungan seseorang
dari sudut-pandang penyusunan prioritas-
prioritas baru atau prioritas-prioritas masa
depan; dan

(4) untuk mengurangi bias yang dimasukkan


ke lingkungan evaluasi ketika tujuan-tujuan
program diketahui, dan dengan demikian,
memajukan objektivitas evaluator
Unsur Kunci Model-Model Evaluasi Yang Berbeda

Model Khalayak Kekuatan utama Kelemahan utama

Berorientasi tujuan Manajer Mengaitkan program dengan Sarat nilai


Pendidik hasil

Transaksional Klien Mengaitkan sudut- pandang Sarat nilai; rawan terhadap bias
Praktisi klien dan praktisi evaluator

Berorientasi keputusan (sebagai Administrator Mengaitkan metode dengan Rawan terhadap bias
contoh CIPP) kebutuhan keputusan

Analisis sistem Ekonom Mengaitkan penyebab dengan Bisa menyingkirkan pandangan


Staf fiskal efek partisipan, sehingga kurang
terdapat “kehangatan”

Kritik seni Konsumen Mengaitkan “perasaan” Kurang kriteria dan definisi


Connoisseur partisipan dengan data evaluasi yang jelas tentang
lain “connoisseur”

Adversarial Manajer yang bertindaks Semua aspek positif dan Memerlukan “juris” yang baik;
ebagai “juris” negatif dari satu atau lebih rawan terhadap bias “karisma”
program bisa “disebarkan”

Akreditasi CEO Evaluasi diri; kajian Rawan terhadap bias evaluator;


Masyarakat umum berkelanjutan menetapkan bisa meningkatkan
kriteria profesional ketidakharmonisan

Bebas tujuan Konsumen Tidak dibiaskan oleh tujuan Tidak adanya metodologi yang
dan sasaran yang ditentukan jelas
sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai