Anda di halaman 1dari 14

JAPANESE

ENCEPHALITIS

Kelompok 5
JAPANESE ENCEPHALITIS

Penyakit zoonosis yang


menyerang susunan saraf
pusat dan mengakibatkan
peradangan pada otak.
Penyakit JE disebabkan oleh
virus JAPANESE ENCEPHALITIS
dari genus flavirus. Penyakit JE
bersifat arbovirus (arthopoda
borne virus) dimana penyakit
ini ditularkan oleh nyamuk
culex tritaeniorhyncus.

Jens
Martensson
VIRUS JAPANESE ENCEPHALITIS
 Memiliki ukuran 40-60 nm
 Berbentuk sferis
 Virion terdiri dari RNA (asam ribonukleat)
 virus JE berenvelop bahan lemak sehingga virus ini
tidak tahan terhadap bahan yang mengandung
pelarut lemak seperti eter, kloroform.
 pemanasan 56°C selama 30 menit dan penyinaran
dengan sinar ultraviolet virus JE menjadi inaktif.
 Dalam lingkungan basa (pH 7-9) virus JE akan lebih
stabil

Jens
Martensson
DISTRIBUSI GEOGRAFIS
► Pada tahun 1871 JE pertama kali dikenal di
Jepang dan pada 1924 diketahui
menginfeksi sekitar 6.000 di Jepang.
► Virus JE pertama kali diisolasi tahun 1934
dari jaringan otak penderita yang meninggal.
► JE banyak terjadi di daerah Asia mulai dari
Jepang, Filipina, India, Korea, Thailand,
Malaysia dan Indonesia
► Di Indonesia virus JE pertama kali diisolasi
dari nyamuk pada tahun 1972 di Bekasi
► Endemisitas JE ditemukan dihampir seluruh
provinsi di Indonesia. Tahun 1993-2000
menunjukn spesimen yang positif JE di 14
provinsi (BALI, RIAU, JAWA BARAT, JAWA
TENGAH, LAMPUNG, NTB, NTT, SUMATERA
UTARA, KALIMANTAN BARAT, SULAWESI
UTARA, SULAWESI SELATAN DAN PAPUA)

Jens
Martensson
Kejadian penyakit
► Hasil surveilans sentinel tahun 2016 yang dilakukan di 11
provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 326 kasus
Acute Encephalitis Syndrome (AES) dengan 43 kasus (13%)
diantaranya positif JE.
► Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia terdapat pada kelompok
usia 15 tahun dan 15% pada kelompok usia >15 tahun.
► Data surveilans kasus JE di Indonesia tahun 2016
menunjukkan bahwa terdapat sembilan provinsi yang
melaporkan adanya kasus JE, diantaranya adalah Provinsi Bali,
Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan
Kepulauan Riau, dengan kasus JE terbanyak terdapat di
provinsi Bali.

Jens
Martensson
Recervoir Japanese Encephalits
• Reservoir utama penyakit Japanese
Encephalitis (JE) adalah babi.
• Klasifikasi zoonosis berdasarkan reservoirnya
termasuk dalam antropozoonosis yakni penyakit
yang berkembang diantara hewan. Sedangkan
manusia hanya menjadi titik akhir infeksi.
• Siklus alami dari JE adalah babi – nyamuk –
babi dan manusia hanya menjadi hospes
penderita terakhir.

Jens
Martensson
Cara penularan

Caption Lorem Ipsum

Jens
Martensson
Patofisiologi Encephalitis Virus

1. virus JE akan berkembangbiak kemudian akan


dilepaskan, masuk kedalam peredaran darah,
2. Virus JE dapat meningkatkan terjadinya patologi
systemsaraf pusat karena efek neurotoksik langsung ke
sel-sel otak dan kemampuannya untuk mencegah
perkembangan sel-sel baru dari sel neuron
(neuralstem/progenitor cells) sehingga meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.

Jens
Martensson
GEJALA KLINIS

Tidak ada gejala Masa inkubasi antara 4-14 hari


klinis khas yang
ditunjukan dari ► STADIUM PRODORMAL
penyakit JE pada Berlangsung selama 2-3 hari, gejala yang muncul adalah Demam dan nyeri
kepala
hewan, sehingga
diperlukan ► STADIUM AKUT
pemeriksaan lab Berlangsung selama 3-4 hari , gejala yang muncul Demam tinggi, kekakuan
pada leher, gangguan keseimbangan dan koordinasi, kelemahan otot-otot,
mutlak perlu tremor, kekakuan pada wajah, nyeri kepala, kejang, penurunan kesadaran
dilakukan untuk dari apatis hingga koma.
mengetahui ► STADIUM SUB AKUT
adanya JE pada
Berlangsung 7-10 hari, gangguan fungsi saraf dapat menetap.
hewan. Namun
kasus tertentu ► STADIUM KONVALENSE
pada hewan babi Berlangsung 7-7 minggu, ditandai dengan kelemahan letargi, gangguan
yang sedang koordinasi, tremor dan neurosis.
bunting akan Gejala sisa yang dijumpai adalah gangguan mental, paralis upper atau
lowe motor neuron.
mengalami
PADA KASUS FATAL PASIEN DAPAT KOMA DAN MENINGGAL
keguguran Jens
Martensson
DIAGNOSIS
JAPANESE
ENCEPHALITIS
ANAMNESIS  Pasien dengan infeksi JE memilki riwayat paparan nyamuk culex didaerah
endemis,
 Tinggal didaerah kepadatan culex yang tinggi, banyak babi piaraan, daerah
persawahan.
 Gejala klinis yang ditimbulkan

PEMERIKSAAN LAB Menggunakan teknik ELISA (enzyme linked


immunesorbent assay), sampel yang digunakan adalah
darah dan cairan serebro spinalis (CSS) untuk melihat
adanya antibodi yang ditimbulkan oleh infeksi alami
virus JE. Jens
Martensson
DIAGNOSIS
BANDING
Manifestasi klinis JE dapat ditemukan pada penyakit lain terutama dengan
yang berkaitan dengan SSP seperti meningitis bakteri, meningitis aseptik,
encephalitis oleh flavirus lain, rabies dll. Beberapa diagnosis bnding dapat
disingkirkan dengan adanya tanda/gejala yang khas atau lewat pemeriksaan
khusus misalnya :
 Meningitis TBC : uji mantoux positif
 Meningitis bakterial : CSS purulen
 Herpes zoster : kelumpuhan saraf kranial satu sisi
 Leptospirosis : ikterus, hepatospelomegali

Jens
Martensson
Sejauh belum ditemukan pengobatan untuk menghentikan atau meperlambat perkembangan
virus JE, sehingga pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara simptomatis dan suportif
 Pemberian cairan untuk mengurangi dehidrasi
 Pemberian deksametasone
 Pemberian manitol
 Pemberian antisiperitik (paracetamol dan asetosal)
 Dilakukan penanganan kejang berupa diazepam intravena

PENGOBATAN
Jens
Martensson
Pencegahan
Pencegahan dan pemberantasan JE ditujukan pada manusia, vektor nyamuk culex beserta larvanya
dan reservoir babi
 Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
 Menghindari paparan nyamuk khususnya pada malam hari
 Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
 Pemberantasan larva dilakukan dengan pengaturan pengaliran air sehingga larva terbunuh
 Penggunakan larvasida
 Lokasi peternakan babi harus jauh dari perumahan penduduk

Jens
Martensson
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai