Anda di halaman 1dari 74

MATERI POKOK III

PRINSIP DASAR PENGOPERASIAN PLTU :


A. Diagram (Prosedur) Start
B. Persiapan start
B.1. Sistem Air Pendingin Utama dan Pendingin Bantu
B.2. Sistem Udara Instrumen dan Udara Service
B.3. Sistem Minyak Pelumas
B.4. Sistem Air Pengisi
B.5. Sistem Udara Pembakaran dan Gas Buang
B.6. Sistem Penyalaan Bahan Bakar
C. Start Up
C.1. Start Up Boiler
C.2. Start Up Turbin Uap
C.3. Start Up Generator
C.4. Shutdown
D. Rangkuman
Untuk keperluan praktis, urutan kegiatan start
mulai dari persiapan hingga beban penuh dapat
dibuat dalam bentuk diagram blok urutan start.
Salah satu contoh diagram blok urutan start ada
pada gambar 4.1. Diagram ini mengaitkan
kegiatan pada operasi boiler dan turbin. Dengan
diagram tersebut dapat dilihat apa saja yang
dilakukan di boiler dan mana yang dapat dilakukan
secara bersamaan antara boiler dan turbin.
Diagram ini tentunya berbeda dari satu unit
pembangkit dengan unit pembangkit yang lain.
Karena itu disarankan agar setiap unit memiliki
diagram alur start masing-masing karena hal ini
sangat membantu dalam kelancaran start unit.
B. Persiapan Start Sebelum melakukan
pengoperasian suatu peralatan atau sistem, maka
harus dilakukan persiapan atau pemeriksaan
sebelum start (pre start check/PSC). Mengingat
komponen dan peralatan PLTU demikian banyak,
maka mustahil untuk mengingat seluruh item PSC
yang harus dilakukan. Guna membantu kelancaran
pelaksanaaan start, biasanya digunakan daftar
item-item yang harus diperiksa sebelum start
berupa list (pre start check list) untuk semua
komponen. Apabila kondisi unit usai pekerjaan
overhaul atau pekerjaan pemeliharaan, maka
persiapan dan pemeriksaan mencakup semua
bagian alat dan harus dilakukan secara teliti dan
bertahap.
Selain PSC operator harus mengetahui tentang Set
Point Parameter Peralatan, yaitu setiap parameter
peralatan yang ada memiliki batasan-batasan nilai
maksimum yang aman untuk beroperasi, hal ini
bertujuan untuk menjaga kondisi setiap peralatan dan
sistem dimana dia berada. Pernahaman mengenai
nilai setting ini menjadi penting bagi operator
agar dapat mengoperasikan unit pembangkit
dengan aman. Tetapi apabila kondisi unit hangat atau
stand by, maka persiapan dan pemeriksaan relatif lebih
sederhana dan singkat, hanya untuk memastikan
(konfirmasi) posisi bagian alat atau sistem. Persiapan
ini meliputi persiapan terhadap semua peralatan atau
sistem yang merupakan bagian dari boiler atau bagian
dari turbin dan generator.
Sesuai dengan prosedur yang berlaku pekerjaan
persiapan ataupun pengoperasian alat atau sistem ada
yang dapat dilakukan secara paralel tetapi ada pula
yang harus dikerjakan secara berurutan.

Pada dasarnya, suatu unit pembangkit adalah kumpulan


dari beberapa sistem peralatan yang bekerja
sedemikian rupa saling mendukung satu dengan yang
lain, sehingga membentuk siklus uap yang
diintegrasikan kemudian menghasilkan energi listrik.
Sistem peralatan tadi harus dijalankan sesuai dengan
urutan sebagai prosedur/tahapan dalam
mengoperasikan PLTU. Berikut adalah urutan prosedur
pengoperasian PLTU apabila dikelompokan berdasarkan
sistem peralatan yang ada di PLTU.
B.1. Sistem Air Pendingin Utama dan Pendingin Bantu
Didalam unit pembangkit yang sistem pendinginnya terdiri
dari sistem pendingin utama dan pendingin bantu, maka
sistem pendingin utama merupakan sistem yang pertama
dioperasikan sebelum alat atau sistem yang lain beroperasi.
Hal ini karena sistem pendingin utama selain untuk
mengkondensasikan uap di kondensor juga berfungsi untuk
mendinginkan air dalam sistem pendingin bantu (auxiliary
cooling water atau closed cooling water). Jadi sekalipun
kondensor belum mengkondensasikan uap karena turbin
belum beroperasi, tetapi sudah dialiri air pendingin. Tetapi
apabila sistemnya dilengkapi dengan sistem air pendingin
bantu air laut (sea water auxiliary cooling) yang berfungsi
mendinginkan air pendingin bantu, maka yang dijalankan
pertama kali adalah sistem pendingin bantu air laut
(gambar 4.2). Sedangkan sistem pendingin utama baru
dijalankan pada saat akan dilakukan pemvakuman kondensor
(vacuum up).
1. Sistem air Pendingin Utama Persiapan sistem
pendingin utama meliputi pemeriksaan mulai
dari intake (sisi masuk) pompa CWP hingga
outlet (sisi keluar) kondensor.

2. Sistem air pendingin bantu Sistem ini


berfungsi untuk mendinginkan alat bantu dan
bersirkulasi secara tertutup. Sekalipun
siklusnya tertutup tetapi sebagian airnya
terbuang (bocor), misalnya untuk pendingin
atau perapat poros pompa dan sebagainya.
Oleh karena itu persediaan air dalam tangki
(cold head tank) ini harus cukup sebelum
sistem dioperasikan.
B.2. Sistem Udara Instrumen dan Udara
Service

Sistem ini dioperasikan apabila sistem air pendingin


bantu telah beroperasi. Hal ini karena kompresor
udara instrumen maupun kompresor udara service
didinginkan dengan air pendingin bantu. Produk
udara instrumen ini digunakan untuk
menggerakkan peralatan instrumen-kontrol
termasuk katup dan damper. Persiapan sebelum
mengoperasikan sistem udara instrumen dan
service pada dasarnya sama. Perbedaannya adalah
dalam sistem udara instrumen terdapat sistem
pengering udara (air dryer). Sistem udara
instrumen seperti terlihat pada gambar 4.3 di
bawah.
B.3. Sistem Minyak Pelumas

Didalam unit pembangkit, minyak pelumas selain


digunakan untuk pelumas bantalan turbin dan
generator juga digunakan sebagai minyak hidrolik
dan kontrol turbin serta untuk perapat poros (seal)
generator. Pompa pelumas bantalan harus
dijalankan sebelum turning gear beroperasi, tetapi
setelah sistem pendingin utama dan bantu. Pada
saat turbin start minyak pelumas bantalan dipasok
dengan pompa pelumas bantu dan pada saat normal
operasi dipasok dari pompa pelumas utama yang
digerakkan dengan poros turbin. Sistem minyak
pelumas seperti terlihat pada gambar 4.4 di bawah.
B.4. Sistem Air Pengisi

Sistem ini dapat dibedakan menjadi dua :

1. Sistem air pengisi tekanan rendah (jalur air


kondensat) Mulai dari pengisian di hotwell
kondensor sampai ke deaerator tank seperti
terlihat pada gambar 4.5.

2. Sistem air pengisi tekanan tinggi (jalur air


umpan boiler) Mulai dari pengisian di
deaerator tank sampai drum boiler seperti
terlihat pada gambar 4.6.
B.5. Sistem Udara Pembakaran dan Gas
Buang Udara pembakaran dipasok oleh Forced
Draft (FD) fan dan gas buang dikeluarkan ke
atmosfir dengan Induced Draft (ID) fan selain untuk
mengatur tekanan ruang bakar. Udara pembakaran
(udara sekunder) diambil dari atmosfir dan
jumlahnya diatur dengan control vane yang
dipasang pada sisi masuk FD fan. Pada beberapa
boiler tertentu dilengkapi dengan sistem resirkulasi
gas yaitu Gas Recirculation (GR) fan yang
memanfaatkan kembali panas gas buang yang
berfungsi untuk mengatur temperatur ruang bakar
dan mengatur temperatur uap
B.6. Sistem Penyalaan Bahan Bakar

Sistem penyalaan bahan bakar yang digunakan di PLTU


diantaranya:
1. Sistem penyalaan bahan bakar minyak solar (HSD
atau LFO) BBM solar digunakan sebagai penyala
(igniter) dan untuk pembakaran awal pada saat start
boiler. Sistem bahan bakar solar yang dipersiapkan
mulai dari tangki hingga burner LFO.
2. Sistem penyalaan bahan bakar residu (MFO)
3. Sistem penyalaan bahan bakar minyak residu
digunakan sebagai bahan bakar utama pada PLTU
minyak. Pemeriksaan bahan bakar minyak residu
meliputi seluruh komponen mulai dari tangki
persediaan, tangki harian hingga burner residu.
B.6.1. Sistem Penyalaan Bahan Bakar
Batubara

Sistem penyalaan bahan bakar batubara


merupakan sistem yang cukup kompleks karena
komponennya banyak. Persiapan sistem bahan
bakar batubara mulai dari bunker hingga coal
burner.
Untuk sistem penyalaan bahan bakar batubara
yang banyak digunakan di pembangkit sekarang
adalah Pulverized Coal System dan Fluidized Bed
Combustion System seperti terlihat pada gambar
4.8.
C. Start Up
C.1. Start Up Boiler
Sebelum menjalankan boiler, perlu dilakukan persiapan yaitu
meliputi semua item Pre Start Check telah terpenuhi, berikut
contoh diantaranya:
1. Semua Access Door dan Duct telah ditutup.
2. Tidak ada peralatan maintenance atau scafolding disekitar
peralatan.
3. Tidak ada hanger yang terikat.
4. Lubricating oil & grease telah diisi sesuai level atau jumlah dan
kualitasnya.
5. Semua burner guns dan soot blower pada posisi retract.
6. Semua covers, coupling, fixing bolts, dll telah aman pada
posisinya
7. Semua fire alarm dan fire protection system siap untuk
beroperasi.
8. Semua annunciation sudah di tes.
9. LFO supply system (day tank & storage tank) sudah tersedia
10. Supply batubara telah tersedia untuk operasi dan
jumlahnya pada coal bunker mencukupi
11. Water level (boiler bottom seal water) pada SSC
kondisinya normal.
12. SSC dan fly ash removal system sudah beroperasi.
13. DCS dan semua control equipment dalam kondisi
ready.
14. Semua field instrument telah siap untuk beroperasi.
15. Indikasi untuk equipment di DCS dalam keadaan
normal.
16. Tanki chemical (ammonia, hydrazine dan phosphate
sudah terisi dengan chemical sampai level high.)
17. Menjalankan dosing pump dan sampling sistem.
18. Chemical Injection System siap untuk beroperasi.
19. Meyakinkan bahwa kondisi Flash Tank, Blow Down
Tank dan Clean Drain Tank siap untuk beroperasi
Tahapan start boiler secara umum adalah sebagai
berikut :

1. Alur Aliran Air


a. Pengisian Hotwell Kondensor Pengisian hotwell dapat
dilakukan bila kualitas air pengisi telah memenuhi kualitas
air kondensat yang ditetapkan, isilah hotwell dengan air
yang berasal dari Condensate Storage Tank hingga level
normal.
b. Pengisian Tangki Deaerator Setelah level hotwell cukup,
kegiatan dilanjutkan dengan pengisian tangki deaerator.
Tetapi perlu diingat bahwa persyaratan air untuk
deaerator yang ditentukan oleh pabrik harus dijadikan
pedoman. Bila memenuhi syarat, air dapat diisikan ke
tangki deaerator dengan pompa kondensat hingga level
normal. Perlu diingat bahwa selama mengisi tangki
deaerator, secara simultan perlu dilakukan penambahan
air penambah ke hotwell.
c. Pengisian Steam Drum Boiler

Seperti halnya saat mengisi tangki deaerator, sebelum


mengisi drum boiler kondisi air harus memenuhi
persyaratan air boiler yang telah ditetapkan. Air diisikan
ke boiler dengan pompa air pengisi (Boiler Feedwater
Pump). Sebelum menjalankan pompa air pengisi, pompa
harus di "Priming" terlebih dahulu dengan cara
membuka saluran venting pada pompa sampai semua
udara terbuang yang ditandai dengan keluarnya air
dari saluran venting. Sebelum mengisikan air kedalam
boiler, yakinkan bahwa katup venting pada boiler drum,
superheater, reheater (bila tersedia) harus sudah dalam
keadaan terbuka untuk membuang udara. Isi boiler
hingga level drum sedikit dibawah level normal.
Bila pada pengisian awal level drum sudah tinggi,
maka ketika memuai level drum akan menjadi terlalu
tinggi sehingga harus diturunkan dengan membuang
sebagian air melalui saluran "Blow Down". Hal
seperti ini sedapat mungkin harus dihindari karena
akan menambah kerugian air dan panas. Setelah
level air drum mencapai yang telah ditetapkan
(biasanya antara 0 mm sampai -50 mm), maka katup
pengatur laju air umpan ditutup dan pompa air
pengisi dapat dimatikan. Pada prinsipnya
penambahan air ke boiler belum lagi diperlukan
sampai saat dimana uap telah mulai mengalir keluar
dari boiler.
2. Alur Aliran Udara dan Gas
a. Pembilasan Ruang Bakar (Purging) Rang bakar adalah
tempat dimana bahan bakar bercampur dengan udara
untuk membentuk reaksi pembakaran. Oleh karena itu,
kemungkinan terdapatnya sisa bahan bakar sangat besar.
Sisa-sisa bahan bakar ini dapat bersifat sangat eksplosif
dan cukup membahayakan. Ketika boiler beroperasi selalu
ada resiko masuknya bahan bakar yang tidak terbakar
kedalam boiler. Untuk mengurangi resiko ledakan
(eksplosion), maka ruang bakar senantiasa harus dibilas
(purging) terlebih dahulu sebelum boiler dinyalakan, yaitu
menggunakan udara pembakaran yang disuplay dari forced
draft fan. Tujuan dari purging ini adalah untuk membuang
gas yang dapat terbakar (combustible gas) dari dalam boiler.
Untuk memastikan bahwa boiler sudah bersih dari
combustible gas, maka purging dilakukan sekitar 5 - 15
menit
b. Persyaratan purging
Untuk dapat melakukan purging diperlukan beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan untuk
melakukan purging antara boiler yang satu dengan yang lain
dapat saja berbeda, tetapi persyaratan utama pada prinsipnya
sama. Persyaratan tersebut antara lain adalah :
1) Laju aliran udara pembakaran lebih besar dari 30 % aliran
beban penuh
2) Katup penutup cepat (trip valve) bahan bakar penyala
tertutup
3) Tekanan ruang bakar (furnace pressure) sudah sesuai set
point
4) Katup penutup cepat bahan bakar utama tertutup
5) Semua damper/vane udara dan gas terbuka penuh
6) Level air di drum boiler diatas batas minimum.
7) Tidak ada nyala api di ruang bakar
8) Boiler tidak dalam kondisi MFT, dan sinyal MFT sudah
direset
Untuk boiler yang pengoperasiannya menggunakan soft
panel (layar/CRT), item-item persyaratan purging
dapat dilihat dilayar monitor. Pada PLTU yang dilengkapi
dengan penangkap abu elektrik (Electrostatic
Precipitator), pastikan bahwa electrostatic
precipitator ini baru boleh dioperasikan setelah
proses pembilasan (purging) selesai. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya ledakan (explosion) didalam electrostatic
precipitator ketika proses pembilasan tengah
berlangsung. Untuk memperoleh aliran udara lebih
besar dari 30 %, dilakukan dengan mengatur inlet vane
dari FD fan. Sementara untuk membuat tekanan ruang
bakar minus (-10 mmWC) dilakukan dengan mengatur
inlet vane IDF.
c. Prosedur purging

Apabila persiapan dan persyaratan purging telah terpenuhi,


maka purging dapat dilakukan. Prosedur purging dilakukan
dengan mengalirkan udara ke ruang bakar dan semua
saluran gas dengan laju aliran udara > 30 % laju aliran
udara pada beban penuh selama waktu sekitar 5 - 15 menit.
Selama proses purging berlangsung kondisi boiler dijaga
stabil seperti saat sebelum purging. Jadi semua parameter
dari alat yang beroperasi dijaga untuk tidak berubah dan
tidak melakukan start atau stop suatu alat. Apabila pada saat
proses purging sedang berlangsung salah satu parameter
yang merupakan persyaratan purging berubah harganya,
maka purging batal dan alarm gangguan muncul di panel.
Jika proses purging gagal, artinya belum selesai sesuai
dengan set waktu yang telah ditentukan, maka purging
harus diulang dari awal. Proses boiler purging seperti
terlihat pada gambar 4.9.
3. Penyalaan (Firing)

Setelah Purging selesai Sebelum melakukan


penyalaan awal, maka komponen berikut ini harus
disiapkan :

a. Damper udara di draft system dalam posisi untuk


penyalaan
b. Tekanan uap atau udara untuk atomising pada Oil
Burner cukup
c. Flame detector (sensor) dalam keadaan baik dan
telah terpasang
d. Tekanan ruang bakar normal,
e. Tekanan bahan bakar penyala cukup
Sebelum melakukan penyalaan, biasanya dilakukan
Oil Leak Test, yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi jalur Sistem Oil Burner apakah ada
kebocoran atau tidak untuk mencegah kebakaran
ataupun pencemaran lingkungan. setelah dilakukan
Oil Leak Test selanjutnya posisikan Thermoprobes
pada posisi Insert atau masuk. Penyalaan dapat
dilakukan apabila purging telah selesai. Untuk
melakukan penyalaan, maka katup trip bahan bakar
penyala dibuka sehingga bahan bakar siap hingga
katup isolasi tinggal menunggu urutan start
penyalaan.
Begitu tombol start igniter ditekan, maka urutan penyalaannya adalah
sebagai berikut :

a. Igniter gun masuk keruang bakar.


b. Katup uap atau udara atomisasi terbuka
c. Busi mengeluarkan bunga api (igniter on)
d. Katup bahan bakar penyala terbuka

Jika nyala api yang ditangkap oleh flame detector memuaskan,


artinya terjadi pembakaran yang baik, maka penyalaan berlangsung
terus dan busi akan mati setelah memberi penyalaan. Tetapi jika
nyala api yang ditangkap flame detector tidak memuaskan, maka
igniter trip (katup trip bahan bakar penyala dan atomisasi tertutup).
Pada saat pembakaran awal pastikan bahwa pembakaran terjadi
dengan baik, tidak ada bahan bakar yang tidak terbakar masuk ke
ruang bakar. Bentuk nyala api harus diperhatikan melalui lubang
intip, yaitu tidak terlalu panjang tetapi juga tidak terlalu lebar
sehingga menyentuh dinding ruang bakar.
Proses pemanasan pada boiler harus dilakukan bertahap dengan
kenaikan temperatur uap yang terkontrol. Temperatur metal
superheater harus dipantau dan dijaga pada batas yang diijinkan.
Temperatur metal reheater (apabila tersedia) juga harus diamati
terus menerus karena belum ada aliran uap masuk turbin. Buka
katup resirkulasi ekonomiser agar air dapat bersirkulasi dari drum
boiler ke pipa pipa menuju ekonomiser dan kembali ke drum. Pada
saat ini belum ada penguapan sehingga kenaikan temperatur harus
diatur dengan hati-hati agar tidak terjadi overheating pada pipa-
pipa boiler. Atur laju kenaikan temperatur dan tekanan uap dengan
mengatur banyaknya igniter yang beroperasi atau dengan mengatur
laju aliran minyaknya. Periksa temperatur gas keluar ruang bakar
dengan menggunakan thermoprobe, jaga agar temperatur ini tidak
melebihi batas yang telah ditentukan. Apabila telah terjadi
pemanasan yang cukup dan timbul tekanan yang cukup,
pembakaran dapat ditambah dengan menambah burner HSD/LFO
atau menggunakan bahan bakar minyak residu (apabila tersedia).
Laju kenaikan temperatur tetap harus dibatasi demikian pula
temperatur pipa-pipa boiler juga harus terus dipantau.
4. Menaikkan Tekanan dan Temperatur Uap

Dalam tahap kenaikan tekanan boiler, aspek yang harus


diperhatikan adalah menjaga agar perbedaan temperatur
pada komponen - komponen boiler tidak boleh melampaui
batas yang ditetapkan karena perbedaan temperatur
merupakan penyebab thermal stress. Hal ini teutama pada
boiler drum karena boiler drum merupakan komponen yang
paling tebal dalam boiler. Perbedaan temperatur yang perlu
diperhatikan pada boiler drum adalah perbedaan
temperatur antara Top (atas) dengan Bottom (bawah)
terutama sebelum terbentuknya uap (belum terjadi
penguapan). Saat belum terjadi penguapan, bagian boiler
drum yang dipanasi adalah dinding boiler drum sebelah
dalam bagian bawah yang bersinggungan dengan air
sebagai media pemanas. Contoh perbedaan temperatur pada
drum seperti terlihat pada gambar 4.1
Pada tahap ini, boiler drum bagian bawah cenderung
memuai sedang drum bagian atas cenderung belum
memuai sehingga terjadi stress. Untuk mengurangi
stress, maka perbedaan temperatur antara Top dengan
Bottom tidak boleh melebihi batasan yang ditetapkan,
dengan cara mengatur bahan bakar (firing rate). Manakala
penguapan sudah terjadi, maka seluruh permukaan
bagian dalam dari boiler drum sudah dipanasi secara
merata, dimana bagian bawah dipanasi oleh air sedang
bagian atas dipanasi oleh uap. Pada tahap ini perbedaan
temperatur antara Top/Bottom mulai mengecil. Perbedaan
temperatur yang lebih nyata terjadi antara bagian dalam
drum dengan bagian luar drum (inner dengan outter),
karena bagian luar tidak dipanasi sama sekali. Gambar
4.11. menunjukkan contoh kurva perbedaan temperatur
upper dan lower terhadap tekanan steam drum.
Pada pipa-pipa superheater, uap berfungsi sebagai
media pendingin karena bagian luar superheater
dipanasi oleh gas panas. Ketika belum terbentuk
uap atau ketika aliran uap melintasi superheater
masih sedikit, maka temperatur gas bekas harus
dibatasi untuk mencegah terjadinya overheating
pada pipa-pipa superheater. Pembatasan ini juga
dilakukan dengan mengatur aliran bahan bakar
(Firing Rate). Pada beberapa jenis boiler, tersedia
fasilitas untuk mendeteksi temperatur ruang
bakar yang disebut "Thermoprobe".
Bila dilengkapi dengan thermoprobe, maka operasikan
secara periodik untuk memonitor temperatur ruang
bakar. Bila ternyata temperatur ruang bakar melebihi
batasan yang ditetapkan, maka laju aliran bahan bakar
(Firing Rate) harus dikurangi. Bila tidak tersedia
thermoprobe, maka batasan terhadap laju kenaikan
temperatur yang direkomendasikan oleh pabrik dapat
dipakai sebagai pedoman untuk mengatur firing rate.
Setelah semua udara keluar dari drum (pada tekanan
sekitar 2 bar) dengan adanya indikasi uap keluar pada
pipa venting, venting steam drum dapat ditutup.
Naikkan tekanan secara bertahap dengan memperhatikan
batas-batas yang ditetapkan. Gambar 4.12.
menunjukkan contoh tipikal grafik start dingin (cold start)
boiler dan turbin.
C.2. Start Up Turbin Uap

Sebelum mengoperasikan turbin, perlu dilakukan


persiapan. Pastikan bahwa semua indikator dan peralatan
turbovisori (Turbin Supervisori) berfungsi dengan baik.
Pastikan bahwa semua katup drain turbin (casing drain,
main steam drain, extraction line drain) terbuka.
1. Menjalankan Turning Gear/Barring Gear. Jalankan
pompa pelumas bantu (Auxiliary Oil Pump) atau turning
gear oil pump dan amati tekanan pelumas. Pastikan
bahwa minyak pelumas mengalir lancar kesetiap bantalan
(termasuk bantalan generator) dengan cara mengamati
aliran minyak pelumas melalui kaca pengamat aliran
(Sight Flow) yang terpasang. Apabila semua normal,
jalankan "Jacking oil pump" (bila dilengkapi) dan periksa
tekanan jacking oil. Jalankan pemutar poros turbin
(Turning/barring Gear), masukkan kopling sehingga poros
turbin berputar pada putaran rendah (5 ~ 30 Rpm).
2. Pemanasan (warming)

Main Steam Line Pada boiler yang dilengkapi dengan


"Boiler stop valve", maka setelah boiler mencapai tekanan
tertentu, saluran uap utama (main Steam line) dapat di
"warming" dengan membuka boiler stop valve. `
Prosedur pembukaan valve sebagai berikut :
a. Buka katup balance pipe (by pass) boiler stop valve.
Uap akan mengalir melintasi dan memanaskan saluran
uap utama menuju saluran drain yang posisinya
sebelum turbin stop valve.
b. Setelah cukup hangat, tutup katup saluran drain tersebut
untuk mengurangi perbedaan tekanan ( P) sebelum
dan sesudah boiler stop valve.
c. Buka boiler stop valve.
d. Buka kembali katup drain main steam disisi turbine
stop valve.
e. Tutup katup balance pipe (by pass) boiler stop valve.
3. Mengoperasikan Uap Perapat Poros (Gland Steam)

Sebelum turbin beroperasi, uap perapat umumnya


dipasok dari saluran main steam atau auxiliary steam.
Dengan demikian, maka tekanan dan temperatur uap
perapat harus disesuaikan dengan kondisi perapat sisi
tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah. Karena itu
tekanan uap perapat harus diturunkan melalui katup
pengatur. Selain itu, uap perapat sisi tekanan rendah juga
diturunkan temperaturnya dengan menggunakan air pancar
(desuperheater). Pengaturan ini biasanya dilakukan secara
otomatis. Uap bekas dari perapat selanjutnya mengalir ke
gland steam condensor yang dibuat kondisi vakum dengan
bantuan gland steam exhauster dan didinginkan oleh air
kondensat.
4. Membuat Vacuum Condensor
Untuk perangkat pembuat vacum berupa "Steam Ejector",
maka ejector baru dapat dioperasikan setelah tekanan
boiler mencapai harga tertentu (25 ~ 30 bar ). Umumnya
yang dijalankan pertama adalah starting/Hoging Ejector.
Setelah mencapai harga vacum tertentu baru ditukar
dengan " main " ejektor. Untuk perangkat pembuat vakum
kondensor yang menggunakan pompa vakum (vacuum
pump), biasanya setiap unit dilengkapi dengan pompa
vakum cepat (starting vacuum pump) dan pompa vakum
normal (normal duty vacum pump). Sebelum menjalankan
pompa, periksa pelumas pompa dan perapat (seal) dan tutup
katup pelepas vakum (vacuum breaker). Begitu dijalankan,
pastikan bahwa katup diantara pompa vacum dengan
condensor telah terbuka. Sambil menunggu vakum
kondensor mencapai harga normal, atur pembakaran (firing
rate) agar laju kenaikan temperatur pada boiler tetap
berada dalam batas - batas yang diizinkan.
Pada harga vakum tertentu, turbine by pass
(by pass system ) dapat dioperasikan dengan
membuka katup turbin by pass sehingga uap
dari main steam line akan mengalir ke
kondensor melalui saluaran turbine by pass.
Dengan beroperasinya system by pass, maka
aliran uap melintas super heater dan main
steam line akan meningkat sehingga kenaikan
temperatur uap menjadi lebih cepat.
5. Rolling up Turbin

Setelah vakum kondensor mencapai harga normal dan


tekanan serta temperatur uap telah memadai, turbin
dapat segera dioperasikan. Tetapi sebelum itu,
pemeriksaan akhir perlu dilakukan. Periksa apakah
eksentrisitas (eccentricity) poros telah berada dibawah
harga batas yang telah ditetapkan. Bila belum, tunda
start turbin dan biarkan poros turbin tetap diputar oleh
turning gear sampai eksintrisitas poros mencapai batasan
yang ditetapkan. Amati aliran minyak pelumas pada setiap
bantalan termasuk temperaturnya.
Periksa posisi poros (rotor position) serta perbedaan pemuaian
(differential expansion) antara rotor dengan casing. Amati
perbedaan temperatur antara upper dengan lower casing, serta
perbedaan temperatur antara flens dengan bolt. Cek temperatur
exhaust hood dari LP turbin dan yakinkan bahwa sistem
pengatur temperatur exhaust LP turbin (LP exhaust hood spray
water) dalam keadaan normal. Yakinkan bahwa semua katup
drain casing, saluran uap ekstraksi terbuka. Periksa tekanan HP
oil/working oil. Reset turbin dan amati reaksi katup-katup
governor. Segera setelah reset, maka governor valve akan
membuka penuh. Kini turbin siap diputar membuka stop valve
(throttle valve). Atur pembukaan stop valve agar diperoleh laju
percepatan (acceleration) poros yang sesuai. Besarnya laju
percepatan dapat ditentukan dari grafik start turbin yang
direkomendasikan pabrik. Pada turbin yang dilengkapi sistem
start otomatis (automatic turbine start up/ ATS), tersedia selector
switch untuk memilih laju akselerasi yaitu " Slow", "Normal" dan
"Fast" dimana besaran akselerasi untuk masing-masing posisi
selector switch telah ditentukan oleh pabrik.
Untuk start secara manual, gunakan grafik start
turbin sesuai dengan jenis start (cold, warm, atau hot
start) yang direkomendasikan oleh pabrik. Ketika
melakukan start dingin (cold start), umumnya putaran
turbin harus ditahan pada harga putaran tertentu selama
periode waktu tertentu untuk tujuan pemerataan panas
(heat soak) dalam rangka meminimumkan thermal stress
dan differensial expansion. Perlu diingat bahwa ketika
uap mulai mengalir kedalam turbin, maka rotor akan
memuai lebih cepat dari casing. Hal-hal tersebut
mengakibatkan timbulnya perbedaan pemuaian relatif
(differensial expansion) antara rotor dengan casing. Bila
selisih pemuaian rotor - casing berharga positip, maka
disebut "rotor long" dan bila negatip disebut "rotor short".
Bila perbedaan pemuaian ini lebih besar dari jarak bebas
(clearence) antara bagian yang beregerak dengan bagian
yang stasioner, maka kemungkinan dapat terjadi
pergesekan diantara keduanya. Karena itu, "differential
expansion" merupakan parameter operasi turbin yang
vital dan perlu terus dimonitor serta diupayakan agar tidak
sampai melebihi batas yang ditetapkan. Disamping itu,
perbedaan temperatur antara upper dengan lower casing
dan perbedaan temperatur antara flens dengan bolt juga
harus diperhatikan. Untuk menjaga agar semua besaran
tersebut tetap berada dalam batas yang diizinkan, maka
turbin harus diberi cukup waktu untuk pemerataan panas
(heat soak) sesuai grafik start up dari pabrik. Pada turbin
yang dilengkapi sistem ATS, terdapat sistem monitoring
"Stress Level".
Bila stress tinggi, maka proses urutan (Sequence) start akan
tertunda secara otomatis ”hold” sehingga turbin akan tetap berada
pada putaran tertentu dalam waktu yang cukup untuk pemerataan
panas. Setelah "Stress level" turun hingga dibawah batas yang
tentukan, maka proses urutan start turbin akan berlanjut lagi.
Buka sedikit stop valve atau ada yang biasa disebut main steam
valve (MSV) untuk mengalirkan uap ke turbin dan posisi
governor valve atau control valve (CV) buka 100%. Begitu
putaran mulai naik, yakinkan bahwa turning gear terlepas
(disenggage) dan matikan. Pada beberapa jenis turbin, pabrik
merekomendasikan untuk mentripkan turbin ketika putaran
turbin belum begitu tinggi (400 ~ 600 RPM). Ini dilakukan
dengan tujuan untuk pemeriksaan akhir kalau-kalau ada gejala
atau tanda-tanda terjadinya gesekan (rub check) serta
menyakinkan bahwa stop valve dapat berfungsi dengan baik.
Bila ternyata semua normal, turbin dapat distart lagi.
Pada putaran tertentu, vibrasi menunjukkan gejala
kenaikan. Ini terjadi bila turbin beroperasi tepat pada
putaran kritisnya (critical speed). Untuk menghindari
kenaikkan vibrasi, operator harus mengerti harga
putaran kritis ini dan jangan biarkan turbin beroperasi
pada putaran kritisnya. Ketika putaran turbin mendekati
harga putaran kritisnya, laju kenaikan putaran
(acceleration) harus ditambah sehingga turbin akan
melewati harga putaran kritisnya dengan cepat. Tipe
turbin tertentu memiliki beberapa putaran kritis selama
rolling up. Lakukan pengamatan yang seksama secara
periodik terhadap seluruh parameter turbin supervisory
(Casing Expansion, Differensial Expansion, Rotor
position, Vibration) .
Ketika putaran mendekati putaran nominal (+ 2850
RPM) akan terjadi proses valve transfer (Partial Arc
Load). Pada putaran ini, governor valve akan bergerak
dari posisi terbuka penuh ke posisi pembukaan
minimum sesuai dengan kondisi beban saat itu,
sementara stop valve (MSV) akan membuka penuh. Pada
tipe kontrol turbin yang lain, proses Partial Arc Load ini
ada yang dilakukan setelah sinkron dan unit berbeban.
Pengendalian pengaturan aliran uap kini diambil alih oleh
governor valve. Saat dimana valve transfer terjadi
merupakan saat yang sangat rentan karena
berpindahnya proses throtling dari stop valve/MSV ke
governor valve/CV. Bila tekanan dan temperatur uap tidak
memadai, maka ada kemungkinan terjadi kondensasi di
steam chest. Setelah itu, naikkan putaran turbin hingga
putaran nominal dengan membuka governor valve.
Matikan jacking oil pump dan Auxiliary oil pump.
C.3. Start Up Generator

Seperti halnya pada boiler dan turbin, sebelum


menjalankan generator juga perlu dilakukan persiapan dan
pemeriksaan. Periksa dan yakinkan bahwa semua
instrumen monitoring untuk generator berada dalam
kondisi normal. Cek penunjukan temperatur kumparan
(winding) generator, selain itu periksa sistem pendingin
generator. Untuk generator berpendingin udara, periksa
apakah air pendingin telah mengalir kedalam pendingin
udara (Air Cooler). Periksa seluruh sistem proteksi
generator. Periksa aliran pelumas bantalan dan
temperaturnya. Amati juga vibrasi pada bantalan
generator. Ingat bahwa posisi rotor generator mungkin
terpengaruh oleh pergerakan poros turbin akibat
pemuaian.
Dalam pemeriksaan trafo generator (Generator Transformer)
diantaranya:
1. Cek level minyak trafo dan sistem pendingin trafo.
2. Yakinkan power suplly untuk fan pendingin dan pompa
minyak trafo telah "Standby".
3. Periksa indikator temperatur kumparan trafo dan silica
gell.
4. Yakinkan bahwa sistem proteksi trafo dalam kondisi
normal.
5. Cek level minyak pada bushing. Persiapkan juga jalur
(bay) yang dipilih untuk sinkronisasi generator ke sistem
jaringan. Setelah semua persiapan dilaksanakan, berarti
generator siap dioperasikan. Manakala putaran
turbin/generator telah mendekati putaran nominalnya,
sistem eksitasi dapat diaktifkan. Masukkan saklar arus
penguat (Field Circuit Breaker). Naikkan tegangan
generator sampai tegangan nominalnya dengan
mengatur arus penguat melalui.
1. Sinkronisasi

Tahap berikutnya adalah memparalelkan generator


dengan sistem jaringan (Sistem 500 KV atau 150 KV).
Paralel generator dapat dilakukan secara otomatis
maupun secara manual. Untuk proses paralel dapat
dilakukan di sistem 500 KV/150 KV atau ada yang
dilakukan 11,5 KV. Bila harus dilakukan secara
manual, maka operator harus mengetahui syarat -
syarat paralel generator yaitu :
a. Tegangan generator harus sama dengan tegangan
sistem
b. b. Frekuensi generator harus sama dengan
frekuensi sistem
c. Sudut fasa harus sama dan urutan fasa harus
sama
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memparalel generator
adalah menyamakan frekuensi generator terhadap frekuensi sistem
dengan mengatur putaran turbin melalui pengaturan pembukaan katup
governor. Berikutnya menyamakan tegangan generator terhadap
tegangan sistem. Atur tegangan generator dengan mengatur arus penguat
melalui sehingga sama dengan tegangan sistem. Aktifkan "synchron
switch" sehingga jarum "synchronoscope" bergerak menunjuk perbedaan
sudut fasa. Usahakan agar jarum synchronoscope berputar dengan lambat
searah jarum jam dengan cara mengatur pembukaan katup governor.
Pada tahap ini berarti generator siap diparalel ke sistem jaringan.
Paralel generator dilakukan dengan cara memasukkan PMT generator
(generator circuit breaker). PMT generator dapat dimasukkan ketika
jarum synchronoscope tepat menunjuk di angka "12" ± 3 0. Setelah
sinkron, naikkan beban generator hingga beban minimum yang
direkomendasikan dengan mengatur katup governor secukupnya. Katup
drain main steam dan drain turbin lainnya dapat ditutup. Sistem sinkron
generator seperti terlihat pada gambar 4.14.
2. Pembebanan
Beban generator biasanya ditahan pada 10 % MCR selama
beberapa menit. Selanjutnya naikkan beban secara bertahap,
sambil mengatur pembakaran (firing rate) agar tekanan dan
temperatur uap naik sesuai grafik jenis start yang dipilih.
Bila diperlukan, nyalakan burner untuk menambah jumlah
burner yang beroperasi. Setelah mencapai beban tertentu
(umumnya berkisar 10 % ~ 20 % MCR), lakukan
pemindahan (transfer) pasokan listrik untuk alat-alat bantu
dari start up transformer ke trafo unit (unit transformer).
Pada beban disekitar ini, umumnya semua katup drain
(casing drain, superheater drain dan sebagainya). boleh
ditutup. Uap ektraksi (bleed steam) ke pemanas air pengisi
dapat dioperasikan. Aktifkan mulai dari pemanas yang
paling rendah.
Aktifkan pula sistem kaskade kondensasi drain setiap
pemanas awal. Normal drain dari pemanas dialirkan
ke pemanas awal yang lebih rendah (cascade
system) sedang drain alternatifnya (alternate drain)
akan langsung menuju kondensor atau flash tank
(drain tank). Untuk PLTU yang menggunakan
Pulverizer, dapat mulai dengan proses first coal firing.
Kemudian dilanjutkan dengan menyalakan Pulverizer
selanjutnya sesuai dengan kapasitas pembangkit
tersebut yang diikuti dengan kenaikan beban. Langkah
pembebanan berikutnya tinggal mengikuti grafik
pembebanan yang direkomendasikan oleh pabrik dan
sesuai permintaan kebutuhan dari Pusat Pengatur
Beban.
D. Shut Down

Seperti halnya pada saat start, untuk mematikan unit juga dikenal
2 macam metode stop yaitu normal stop (cold shut down) dan
emergency stop (hot shutdown/hot banking stop). Jenis stop
unit yang akan ditetapkan tergantung pada kebutuhan. Bila
unit akan di stop dan diprogram untuk tidak beroperasi dalam
waktu yang cukup lama (misalnya untuk keperluan overhoul),
maka dapat dipilih jenis normal shut down. Tetapi bila unit
harus di stop dan direncanakan untuk secepatnya dapat
beroperasi kembali (misalnya ada kerusakan yang perbaikannya
tidak memerlukan waktu lama tapi unit harus shut down), maka
boiler harus dijaga agar tetap panas (hot banking). Untuk
kondisi ini, maka hot shut down dapat dilaksanakan.
1. Normal Shut Down
Pada normal shut down, tersedia waktu yang cukup sehingga
sambil menurunkan beban, berbagai test untuk sistem
proteksi dapat dilaksanakan untuk membuktikan bahwa sistem
proteksi berfungsi secara baik. Soot blower dapat dioperasikan
sebelum boiler dimatikan. Mula-mula, turunkan beban secara
bertahap dengan menggunakan governor valve. Amati semua
peralatan supervisori. Matikan mill (Pulverizer) sesuai dengan
kebutuhan beban. Untuk mematikan mill biasanya tersedia
urutan (sequence) stop yang bekerja secara otomatis. Namun
secara prinsip perlu juga diketahui, bahwa sebelum dimatikan,
mill harus dikosongkan terlebih dahulu. Matikan mill sesuai
dengan SOP yang ada di setiap unit pembangkit. Turunkan beban
dengan governor valve. Amati temperatur uap bekas (LP
exhaust hood). Selain itu juga jangan sampai terjadi rotor
short. Pada beban sekitar 20%, lakukan pemindahan pasokan
listrik untuk alat-alat bantu dari trafo unit (unit transformer) ke
trafo start (start up transformer)
Matikan pasokan uap ekstraksi untuk pemanas awal
air pengisi, paling tinggi (top heater). Nyalakan
burner minyak ataupun ignitor sekedar untuk
mempertahankan nyala api di boiler.
Pada beban mendekati 0 MW, lepas GCB generator. Trip
kan turbin dengan menekan tombol emergency trip.
Tombol ini digunakan untuk mematikan turbin sambil
menguji apakah emergency trip dapat berfungsi dengan
baik. Pastikan bahwa field breaker akan trip dan stop
valve serta governor valve menutup. Buka semua
saluran drain (casing drain, extraction line drain dan
main steam line drain). Pada harga putaran tertentu,
pompa pelumas bantu (AOP) akan start secara otomatis.
Bila dikehendaki , start secara otomatis pompapompa
yang lain (TOP dan EOP juga dapat dilaksanakan. Sama
halnya dengan turbin, boiler juga dapat dimatikan
melalui tombol emergency trip. Sambil menguji
apakah emergency trip dapat berfungsi dengan baik.
Setelah itu purging ruang bakar (boiler).
Non aktifkan sistem bahan bakar, baik batubara
maupun minyak. Langkah berikutnya tergantung
pada metode pendingin (cooling) boiler yang
dikehendaki. Bila dikehendaki pendinginan alami
(normal cooling) maka F.D.Fan dan ID.Fan dapat
dimatikan sementara damper-dampernya saja
yang dibiarkan tetap terbuka sehingga tercipta
aliran udara untuk pendinginan normal. Tetapi
bila dikehendaki pendinginan paksa (force
cooling), maka ID.Fan dan F.D. Fan tetap jalan
dan aliran udara diatur untuk memperoleh
pendinginan paksa (force cooling). Bila tekanan
drum sudah cukup rendah, buka semua vent
dan drain.
Bila boiler akan dikosongkan, maka boiler bottom
drain baru dapat dibuka bila temperatur boiler sudah
cukup rendah (umumnya < 90 0C). Sementara itu,
putaran turbin terus turun. Pada putaran sekitar 500
Rpm katup pelepas vakum (vacuum breaker) dibuka.
Sebelumnya, matikan dulu ejector atau vacuum
pump. Laju penurunan putaran akan semakin cepat.
Pastikan bahwa jacking oil pump start secara otomatis.
Setelah rotor turbin berhenti, hubungkan kopling
turning gear (enggage) dan jalankan turning gear. Bila
sistem ini otomatis, pastikan bahwa rotor sekarang
diputar oleh turning gear. Matikan semua alat-alat
bantu yang sudah tidak diperlukan lagi. Tetapi
pengatur temperatur exhaust turbin (LP exhaust hood
spray water) mungkin masih tetap diperlukan untuk
menjaga agar temperatur exhaust turbin tetap rendah.
2. Kondisi Operasi Darurat

Dalam pengoperasian PLTU, cukup banyak aspek operasi


yang dapat dikategorikan dalam kondisi operasi darurat.
Sebagai contoh misalnya pada saat terjadi kerusakan
pada salah satu komponen turbin dimana untuk
memperbaikinya turbin harus dimatikan. Dalam hal ini
masalah ada di turbin sedang pada boiler tidak ada
masalah apapun. Contoh lain misalnya terjadi kebocoran
pada pipa boiler dimana untuk memperbaikinya
dibutuhkan untuk mematikan boiler. Untuk ini, masalah
ada di boiler sementara pada turbin tidak ada masalah
apapun. Pada kedua contoh diatas, pekerjaan perbaikan
yang perlu dilakukan hanya membutuhkan waktu yang
tidak terlalu lama tetapi mengharuskan unit di stop.
Setelah pekerjaan selesai, unit harus segera distart lagi
secepatnya.
3. Stop Unit Untuk Perbaikan

Turbin Dalam kondisi ini berarti boiler tidak


bermasalah sehingga dalam stop unit, boiler dapat
dijaga agar tetap panas (hot banking). Sementara
turbin harus diusahakan cepat dingin agar
pekerjaan perbaikan segera dapat dimulai. Boiler
diusahakan untuk tetap panas dengan maksud
untuk meminimumkan waktu dan biaya start
manakala unit harus di start kembali ketika
pekerjaan sudah selesai. Cara yang dapat dilakukan
untuk memenuhi tujuan tersebut adalah dengan
membiarkan boiler berada pada tekanan dan
temperatur kerjanya.
Turunkan beban unit melalui katup governor
sehingga terjadi proses throtling. Akibat throtling
ini, temperatur turbin akan turun. Setelah unit
dimatikan, lakukan pengisolasian terhadap ketel
dengan menutup semua damper laluan udara dan
gas, serta tutup semua katup saluran uap dan drain
untuk menjaga agar boiler tetap panas.
Selanjutnya, bila memungkinkan, lakukan forced
cooling pada turbin. Forced cooling ini dapat
dilakukan dengan menghembuskan udara ke turbin.
Melalui forced cooling, penurunan temperatur
turbin akan berlangsung lebih cepat sehingga dapat
mempercepat waktu pekerjaan perbaikan turbin.
Forced turning turbin dapat dilihat pada gambar
4.16.
4. Stop Darurat untuk Perbaikan Boiler Pada
kasus tertentu, unit harus distop karena ada
masalah pada boiler sedangkan turbin dalam kondisi
baik. Untuk kasus ini, berarti boiler harus
diusahakan agar cepat dingin sementara turbin
sedapat mungkin dijaga tetap panas. Mematikan
unit dengan cara ini pada prinsipnya adalah
mengusahakan agar temperatur uap tetap tinggi
pada saat penurunan beban sehingga turbin
tidak mengalami pendinginan. Karena itu
penurunan beban dilakukan dengan cara
menurunkan tekanan boiler dan tidak menggunakan
governor valve. Ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya throtling bila beban diturunkan dengan
governor valve

Anda mungkin juga menyukai