Anda di halaman 1dari 25

Manajemen Perdarahan

PASCA SALIN
Latar Belakang

 Perdarahan terutama perdarahan pasca salin masih


menjadi penyebab tersering kematian ibu di Indonesia

 Ibu yang mengalami perdarahan pasca salin akan


meninggal dalam waktu 2 JAM bila tidak ditangani
dengan adekuat
Mengapa kematian maternal
akibat perdarahan masih tinggi?

1. Keterlambatan mengenali adanya


syok karena perdarahan

2. Kegagalan untuk melakukan


resusitasi yang adekuat
Kegawatdaruratan

hasil yang
merugikan
Tidak (cacat )
mendapatkan
pertolongan
yang cepat dan
tepat  bahkan
meninggal
Mengapa ????

1. Penilaian jumlah perdarahan secara visual sama sekali


TIDAK AKURAT

2. Tenaga kesehatan cenderung memperkirakan jumlah


perdarahan lebih sedikit daripada kenyataannya
(30 – 50% lebih sedikit)

3. Ketidakakuratan makin tinggi seiring dengan makin


banyaknya jumlah perdarahan

4. Pemahaman mengenai resusitasi belum optimal


SOLUSI?
Deteksi dini perdarahan
pasca salin
Tanda dan Gejala SYOK
karena Perdarahan
 Tanda awal terjadinya syok adalah gelisah dan agitasi,
kadang-kadang disertai rasa haus yang sangat yang
berkembang menjadi pusing bila darah yang keluar
sudah sekitar 30% (1500 – 2000 mL)

 Penurunan kesadaran adalah tanda yang sudah


terlambat  kondisi kritis
 Frekuensi nadi akan meningkat setelah terjadi
kehilangan darah sekitar 15–20%

 Capillary refill menurun setelah kehilangan darah


sebanyak 15% dan hampir hilang setelah jumlah darah
yang hilang sekitar 40%

 Tekanan darah baru turun setelah jumlah darah yang


keluar sekitar 30–40%
Prinsip Penanganan
perdarahan pasca salin

1. pengenalan dini
Prinsip terpenting adalah

perdarahan pasca salin dan segera


mengkoreksi volume darah yang hilang

2. mengatasi
Secara simultan

penyebab perdarahan
Prinsip

 Pada kasus perdarahan post partum,


kita harus bekerja sebagai Tim:

1. Minta bantuan

2. Penanganan I : resusitasi cairan dan


memberikan oksigen

3. Penanganan II : atasi penyebab


1. Pemberian oksigen, bila tersedia dapat
menggunakan NRM (non rebreathable mask).

2. Pasang kateter foley.

3. Pasang infus dua jalur dengan abocath 14G

4. Ambil darah untuk sampel darah (cross


match) dan minta bantuan salah satu
keluarga untuk segera ke PMI
5. Lakukan resusitasi cairan kristaloid (RL) dengan cepat (Ingat
bahwa kehilangan darah sebanyak 1 L harus diganti dengan
cairan kristaloid sebanyak 4-5 L)

6. Jika perdarahan diperkirakan lebih dari 1500 mL, begitu kondisi


lebih stabil segera dirujuk
7. Lakukan kontak dengan tempat rujukan sehingga tempat
rujukan dapat mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan

8. Perhatikan dengan baik kesadaran pasien, nadi, tekanan


darah dan urine output
komponen 2:
Penanganan penyebab
perdarahan
Penanganan Atonia Uteri

1. Masase uterus

2. Pemberian oksitosin.
3. Kompresi bimanual
interna/eksterna: bisa
mengurangi perdarahan
walaupun dalam kondisi
kontraksi uterus tetap lembek
 memberi kesempatan
resusitasi untuk mengganti
darah yang keluar
4. Memakaiuterotonika lain: metil
ergometrin 200 or 250 mcg i.m.
.Dosis maximal 1.25 mg.

5. Lakukantamponade uterus:
masukkan gulungan kasa padat ke
dalam cavum uteri atau dengan
kondom kateter bila ada. Ambil
kembali tampon/kondom setelah 24
– 36 jam
TANDA & GEJALA
Atonia Uteri • Perdarahan segera setelah anak lahir
• Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Retensio Plasenta Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah kelahiran bayi
• Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
Sisa Plasenta • Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin disertai
subinvolusi uterus
• Perdarahan segera
Robekan jalan lahir
• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
• Perdarahan segera (intraabdominal dan/atau pervaginam)
Ruptura uteri
• Nyeri perut yang hebat, Kontraksi yang hilang
Fundus uteri tidak teraba, Lumen vagina terisi massa, Nyeri ringan
Inversio uteri atau berat

• Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan darah


• Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembekuan darah
sederhana
Gangguan pembekuan darah
• Terdapat faktor prediposisi : solusio plasenta, IUFD, eklampsia,
emboli air
• ketuban
Teknik pemasangan kondom
hidrostatik intrauterin
1. Penderita tidur diatas meja ginekologi dalam posisi lithotomi.

2. Alat-alat telah disiapkan.

3. Aseptik dan antiseptik genitalia eksterna dan sekitarnya.

4. Kandung kemih dikosongkan.

5. Telah dipersiapkan sebelumnya, set infus/set transfusi yang sudah disambungkan dengan cairan NaCl/RL,
ujungnya dimasukkan ke dalam kondom, kemudian kondom diikat pada ujung set infus/set transfusi dengan
benang chromic/silk atau benang tali pusat.

6. Introduksi kondom ke dalam kavum uteri bisa dilakukan dengan 2 cara, yang pertama dengan menggunakan
spekulum sims / L, bibir serviks bagian anterior dan posterior dijepit dengan ring forsep, dan kondom yang
sudah diikat pada ujung set infus/set transfusi dimasukkan intra kavum uteri dengan menggunakan tampon
tang. Cara yang kedua, kondom yang sudah diikat pada ujung set infus/set transfusi dimasukkan secara
digital menggunakan jari, cara yang sama dipakai untuk memasukkan kateter folley untuk induksi

7. Kemudian kondom digembungkan dengan mengalirkan cairan dari selang infus, sampai ada tahanan atau
perdarahan berhenti, kemudian cairan infus ditutup kembali. Cairan yang dimasukkan antara 250 – 2000 cc.
Teknik pemasangan
kondom hidrostatik
intrauterin
8. Dimasukkan tampon bola untuk memfiksasi kondom supaya tidak terlepas

9. Dilakukan observasi tanda vital dan perdarahan pervaginam. Bila tanda vital stabil dan
perdarahan pervaginam berhenti, berarti pemasangan kondom hidrostatik intrauterin
berhasil

10. Pasien dapat dilakukan observasi atau segera dirujuk atau bila tindakan dilakukan di
Rumah Sakit, dapat dilakukan persiapan kamar operasi untuk laparatomi sebagai
rencana cadangan

11. Apabila pasien stabil dan perdarahan per vaginam berhenti, kondom hidrostatik
intrauterin menjadi tatalaksana utama, dan dapat dipertahankan selama 24-48 jam,
jika perlu cairan dalam kondom dikeluarkan secara bertahap.
Manajemen Retensi
Plasenta/Sisa Plasenta

1. Lakukan manual plasenta

2. Pemberian uterotonika

3. Periksa kelengkapan plasenta

4. Tetap melakukan masase


Uterus
Ingat

 Jikaplasenta sudah lahir dan


kontraksi uterus tetap lembek

 eksplorasi  atonia
uteri
Manajemen trauma pada
jalan lahir

Trauma pada jalan lahir harus


dicurigai bila terjadi
perdarahan tetapi kontraksi
uterus tetap baik

 Segera inspeksi Vagina


dan Serviks
Manajemen koagulopati

1. Bila eksplorasi berhasil menyingkirkan kemungkinan


ruptur uteri dan retensi sisa plsaenta  perdarahan
dari jalan lahir dengan kontraksi uterus yang baik
mungkin disebabkan defek koagulasi

2. Terapi dengan tranfusi faktor pembekuan (FFP dan


atau trombosit)

Anda mungkin juga menyukai