Anda di halaman 1dari 10

VAKSINASI PADA

HIV

Oleh :
Muhammad Andino Raharja,
S.Ked
NIM. 1730912310088

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN


ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
2018
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibody) system imun di dalam tubuh.Vaksinasi
sebagai upaya pencegahan primer yang sangat handal, untuk mencegah
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi.

Kadek Surya Jayanti, Ketut Dewi Kumara


Wati, IGAN Sugitha Adnyana, I Ketut
Suarta. Faktor-faktor yang memengaruhi
status imunisasi pada anak dengan
infeksi human immunodeficiency
virus.ISSN 2540-8313
URL:http.\\ojs.unud.co.id\index.php\eu
m Volume 51 Nomor 2mei 2016
Terdapat kekhawatiran petugas kesehatan bahwa imunisasi akan memberikan dampak
merugikan pada anak dengan infeksi human immunodeficiency virus karena risiko
infeksi diseminata pada imunisasi vaksin hidup.Sebagai akibatnya terjadi kegagalan
dalam memberikan perlindungan terhadap populasi yang rentan.World Health
Organization (WHO) dan The Children’s HIV Association (CHIVA) menyatakan, pada
anak dengan infeksi HIV, imunisasi tetap aman dan bermanfaat meskipun
penekanan sistem imun oleh HIV mengurangi manfaat imunisasi bila dibandingkan
dengan anak sehat

Moss WJ, Clements CJ, Halsey NA. Immunization of children at risk of infection with human immunodeficiency virus. Bull WHO. 2003;81:61-70.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005 mewajibkan pemberian lima
imunisasi dasar yaitu :
 imunisasi hepatitis B diberikan pada usia 0, 2, 3, 4 bulan;
 BCG diberikan pada usia 0-1 bulan,
 DPT diberikan pada usia 2, 3, 4 bulan;
 Polio pada usia 1, 2, 3, 4 bulan, dan
 campak pada usia 9 dan 24 bulan.
Peraturan ini disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013
tentang penyelenggaraan imunisasi dengan tambahan imunisasi Haemophilus influenzae tipe b (Hib) pada usia 2,
3, 4 bulan serta booster imunisasi DPT, Hib, dan hepatitis B pada usia 18 bulan serta booster imunisasi campak pada
usia 24 bulan.Selama anak sehat (HIV positif maupun tidak), jadwal imunisasi dikerjakan menurut jadwal.
Bila anak sudah terinfeksi HIV dan mendapatkan pengobatan antiretroviral, imunisasi dapat ditunda hingga 6 bulan
pengobatan.
Bila pemeriksaan CD4 menunjukkan kadar >15% maka imunisasi aman diberikan.

Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi [diakses 2 Juli 2015]. Diunduh dari :
http://pppl.depkes.go.id/_asset/regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf.

Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1611 tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi [diakses 2 Juli 2015]. Diunduh dari : http://www.scribd.com/mobile/doc/45483698/KMK-No-1611-Ttg-
Pedoman-Penyelenggaraan-Imunisasi
Imunisasi BCG seringkali menimbulkan keraguan pada
petugas kesehatan bila diberikan pada anak dengan infeksi
HIV.
Hal yang ditakutkan adalah kemungkinan terjadinya infeksi TB
akibat imunosupresi pada anak dengan infeksi HIV.
Komplikasi akibat pemberian BCG pada anak yang terinfeksi
HIV pada 5 bulan pertama kehidupan cukup jarang karena
terjadinya supresi imun memerlukan waktu beberapa bulan. I
nfeksi BCG diseminata umumnya terjadi bila vaksin diberikan
pada individu dengan gejala klinis AIDS atau imunosupresi
berat.
Sebagian besar bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HIV
tidak menderita infeksi HIV.
Vaksin BCG memberikan perlindungan kepada anak
terhadap penyakit berat di daerah dengan risiko tinggi untuk
tuberkulosis (TB). Di banyak negara, deteksi dini infeksi HIV Moss WJ, Clements CJ, Halsey
pada anak di awal kehidupannya masih belum NA. Immunization of children at
memungkinkan. Oleh karena itu, pemberian vaksin BCG pada risk of infection with human
semua bayi asimtomatik yang berisiko untuk tertular TB immunodeficiency virus. Bull
dianggap relevan. WHO. 2003;81:61-70.
Imunisasi pada semua anak dengan infeksi atau
kecurigaan infeksi HIV asimtomatik sebaiknya diberikan
sesuai dengan jadwal imunisasi nasional sesuai dengan
rekomendasi WHO.

Kadek Surya Jayanti, Ketut Dewi Kumara Wati, IGAN Sugitha Adnyana, I Ketut Suarta. Faktor-faktor yang memengaruhi status imunisasi pada
anak dengan infeksi human immunodeficiency virus.ISSN 2540-8313 URL:http.\\ojs.unud.co.id\index.php\eum Volume 51 Nomor 2mei 2016
Nia Kurniati. Pedoman Penerapan Terapi Hiv Pada Anak. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2014.
Keterangan:
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi
vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg)
pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.

2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1,
polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit
mendapat satu dosis vaksin IPV.

3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan
sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan tes tuberkulin. Anak yang belum terdiagnosis HIV atau sudah
didiagnosis HIV tetapi sehat, maka BCG boleh diberikan.

4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP
atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus
vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.

5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 program BIAS).
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2
bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari
12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan
3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16
minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur
6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32
minggu (interval minimal 4 minggu).

8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan
interval minimal 4 minggu.

9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun.
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua
kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 mL.

10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV
bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6
bulan.

11. Selama anak sehat (HIV positif maupun tidak), jadwal imunisasi dikerjakan menurut jadwal.

12. Bila anak sudah terinfeksi HIV dan mendapatkan pengobatan ARV, imunisasi dapat ditunda
hingga 6 bulan pengobatan. Bila mungkin lakukan pemeriksaan CD4, bila > 15% maka imunisasi
aman diberikan.

Anda mungkin juga menyukai