• Indonesia : “triase”
Definisi
Proses / Perawatan / Konsep pengkajian
Prioritas: Pasien / korban bencana
Tingkat cidera
Tingkat keparahan
Prognosis
Ketersediaan sumber daya
Tujuan
Identifikasi
Pengelompokan
Prioritas
Sistem
Australia, ATS (Australian Triage System)
Canada, CTAS (Canadian Triage and Acuity
Scale)
Eropa, MTS (Manchester Triage Scale)
Amerika, ESI (Emergency Severity Index)
Indonesia ???
Belum begitu berkembang
Belum ada literatur/konsensus nasional
Sistem triase bencana
Beberapa RS ; Akreditasi Internasional
Perbedaan karakteristik pasien
Katagori Triase
Mengancam
Level 2 Oranye Emergensi nyawa
Potensi
Level 3 Kuning Urgen mengancam
nyawa
Prinsip
Oleh siapa saja (dokter,perawat,awam) yang pertama mengetahui
Tindakan pertolongan pertama (first action) bukan terapi definitif.
Terdiri dari BHD/BLS dan BHL/ ALS
Multi disiplin, multi profesi dan lintas sektoral
Pra-RS, intra-RS, antar-RS
KEGAWATAN
Definisi :
Suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat
menyebabkan sesuatu yang mengancam jiwanya dalam arti
memerlukan pertolongan tepat, cermat dan cepat, apabila tidak
maka seseorang tersebut dapat mati atau menderita cacat.
Prioritas
Triase : Pengelompokan korban berdasarkan atas berat ringannya
trauma/penyakit serta kecepatan penanganan/pemindahannya.
Tingkat :
Prioritas pertama : SEGERA.
Prioritas kedua : JANGAN TERLAMBAT
Prioritas ketiga : TERAKHIR
Tujuan :
Membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara secara normal
Diagnosa :
Look, Listen, Feel : simultan
Tindakan :
Tanpa alat
Membuka jalan nafas ; triple manuver ; hati-hati pd cidera leher.
Membersihkan jalan nafas ; finger sweep.
Mengatasi sumbatan nafas parsial
Menggunakan alat
Pemasangan tube
Pengisapan benda cair (suctioning)
Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas.
Membuka jalan nafas dengan krikotirotomi
Tujuan
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan
buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2
Diagnosa
Ditegakkan bila tidak didapatkan tanda-tanda adanya pernafasan pada
pemeriksaan dengan metode Look Listen and Feel, dan telah dilakukan
pengelolaan pada jalan nafas, tapi tetap tidak didapatkan adanya
pernafasan.
Tindakan
Tanpa alat
Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke
hidung.
Dengan menggunakan alat
Terapi oksigen
Tujuan :
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah
Diagnosa :
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi henti jantung dan shock
Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam
5 – 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer) dan
kelainan di luar jantung (sekunder), yang harus segera dikoreksi.
Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis /karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas
mungkin teraba dingin, basah dan memanjangnya waktu pengisian kapiler.
Tindakan :
Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar minimal 100 kali/mnt
Pada pasien shock, letakkan pasien dalam posisi shock, yaitu mengangkat kedua
tungkai lebih tinggi dari jantung.
Bila pasien shock karena perdarahan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang
tampak dari luar dengan melakukan penekanan diatas sumber perdarahan,
kemudian dilakukan pemasangan jalur intravena. Dan pemberian cairan infus
kristaloid berupa ringer laktat atau larutan NaCl 0.9%
Pada pasien dewasa pemasangan jalur vena dilakukan dengan pilihan
menggunakan jarum besar (> 16 G) didaerah lengan atas (lokasi lebih proksimal).
Sebaiknya dipasang 2 jalur intravena bila terdapat perdarahan masif.
Jenis-jenis shock
Shock hipovolemik
Penyebab :
Muntah, diare yang sering
Dehidrasi karena berbagai sebab
Luka bakar gr II – III yang luas
Trauma karena perdarahan
Perdarahan masif karena sebab lain
Diagnosa :
Perubahan pada perfusi ekstremitas; dingin, basah dan pucat
Takikardi
Pada keadaan lanjut
Takipneu
Penurunan tekanan darah
Penurunan produksi urin
Tampak pucat, lemah, apatis.
Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (dengan jumlah lebih dari yang hilang)
Shock kardiogenik
Penyebab
Dapat terjadi pada keadaan- keadaan antara lain :
Kontusio jantung
Tamponade jantung
Tension pneumothorak
Diagnosa:
Hipotensi disertai gangguan irama jantung
Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis
Lakukan pemeriksaan fisik pendukung
Tindakan :
Pemasangan jalur iv dan pemberian infus kristaloid (hati-hati dgn jumlah cairan)
Pada aritmia mungkin diperlukan obat-obat inotropik
Perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG
Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk mengurangi udara dalam
rongga pleura.
Shock Septik
Penyebab :
Karena proses infeksi berlanjut
Diagnosa :
Fase dini, tanda klinis hangat, vasodilatasi
Fase lanjut, tanda klinis dingin, vasokonstriksi
Tindakan :
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg ( MAP 60 mmHg)
Tindakan awal : infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang
sumber infeksi (pembedahan)
Tindakan lanjut : Penggunaan cairan koloid, vasopresor (Dopamin atau
dikombinasi dengan noradrenalin)
Shock anafilaktik
Penyebab :
Reaksi anafilaktik berat
Diagnosa :
Tanda-tanda shock (Penurunan tekanan darah yang
tiba-tiba) dengan riwayat adanya alergi, atau setelah
pemberian obat-obatan.
Tindakan :
Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan
Tujuan :
Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung
Penyebab :
Henti nafas (Respiratory arrest) : henti nafas yang bukan disebabkan karena
gangguan pada jalan nafas, dan dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi
(asistole, bradikardi, fibrilasi ventrikel).
Henti jantung (cardiac arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal, a-l:
Hipoksemia karena berbagai sebab.
Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
Gangguan irama jantung (aritmia)
Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothorak)
Diagnosa :
Tidak terdapat adanya pernafasan
Tidak teraba denyut nadi karotis
Catatan :
Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaran asistole
pada monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya
henti jantung.
Tindakan
Tanpa alat
1 (satu) orang penolong :Memberikan nafas buatan dan pijat jantung
luar dengan perbandingan 2 : 15
2 (dua) orang penolong : memberikan nafas buatan dan pijat jantung
luar yang dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian
dengan perbandingan sama dengan satu penolong, 2 : 15.
Dengan alat
Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik, harus segera diusahakan
pemasangan intubasi endotrakeal.