Anda di halaman 1dari 35

Referat

Infeksi Paru Pada Usia Lanjut


Pembimbing: dr. Suryani
Penyusun: Jatinder Pall Singh (406181065)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Werdha Hana Ciputat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Jakarta
Epidemiologi
• Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, didapatkan ISPA pada rentang usia 55-64 tahun sebesar 24.6%, rentang usia
65-74 tahun sebesar 27.3%, dan usia ≥ 75 tahun sebesar 27.3%.
• Didapatkan pneumonia pada rentang usia 55-64 tahun sebesar 6.2%, rentang usia 65-74
tahun sebesar 7.7%, dan usia ≥ 75 tahun sebesar 7.8%. Selain itu didapatkan tuberkulosis
paru pada rentang usia 55-64 tahun sebesar 0.6%, rentang usia 65-74 tahun sebesar 0.8%,
dan usia ≥ 75 tahun sebesar 0.7%.
• Kemudian untuk PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) didapatkan pada rentang usia
55-64 tahun sebesar 5.6%, rentang usia 65-74 tahun sebesar 8.6%, dan usia ≥ 75 tahun
sebesar 9.4%.
Etiologi

Perubahan anatomi sistem Perubahan fisiologi sistem


pernafasan pernafasan
1. Dinding dada 1. Gerak pernafasan
2. Otot pernafasan 2. Distribusi gas
3. Saluran nafas 3. Volume dan kapasitas paru
4. Struktur parenkim paru 4. Gangguan transport gas
5. Gangguan ventilasi paru
Faktor Resiko

Merokok Obesitas Imobilitas

Operasi Infeksi
Usia
Paru
Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Definisi dan epidemiologi


• PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya
• Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab
kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia.
Etiologi & Faktor Resiko

Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonie, Haemophilius


influenzae, Moraxella catarrhalis, pajanan polusi udara.

Polusi Sosial
Merokok
udara Ekonomi

Generasi Infeksi
Paru
klasifikasi
Gejala
• Sesak
• Progresif
• Bertambah berat dengan aktivitas
• Menetap sepanjang hari
• Pasien mengeluh “perlu usaha untuk bernapas”, berat, sukar bernapas, terengah-engah

• Batuk Kronik
• Batuk Berdahak
• Riwayat terpajan factor resiko
Pemeriksaan fisik
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Pursed - lips breathing • emfisema  sela iga • emfisema  hipersonor Suara napas vesikuler
Barrel chest melebar dan fremitus dan batas jantung normal, atau melemah
Penggunaan otot bantu melemah mengecil, letak diafragma Terdapat ronki dan atau
napas rendah, serta hepar mengi pada waktu
Hipertropi otot bantu terdorong ke bawah bernapas biasa atau pada
napas ekspirasi paksa
Pelebaran sela iga Ekspirasi memanjang
gagal jantung kanan 
denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai
Adanya penampilan pink
puffer dan blue bloater
Pemeriksaan penunjang (rutin)

Faal paru Lab darah Radiologi


Emfisema
•Hiperinflasi
Spirometri  Obstruksi •Hiperlusen
ditentukan oleh nilai FEV1/FVC •Ruang retrosternal melebat
•Sela iga melebar
•Diafragma mendarae
•Jantung menggantung ( tear drop/eye drop
Hemoglobin, hematokrit, appearance)
leukosit dan analisa gas darah
Uji bronkodilator  Obstruksi
saluran anapas dinyatakan Bronkitis kronik
reversibel bila setelah pemberian • Normal
bronkodilator nilai FEV1 • Corakan bronkovaskuler bertambah
meningkat lebih dari 12% dan pada 21% kasus
200 ml dari nilai FEV1 awal
Obat-obatan
Bronkodilator  Golongan antikolinergik, Golongan agonis β-2, kombinasi
keduanya, atau golongan xantin

Antiinflamasi  eksaserbasi akut

Antibiotik PPOK eksaserbasi

Mukolitik  eksaserbasi akut

Antioksidan  mengurangi eksaserbasi


Pneumonia

Epidemiologi
• Pada pasien lanjut usia, angka kejadian pneumonia cukup tinggi. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa hal seperti kondisi fisik, lingkungan, dan kuman
penyebab (virulensi).
• Insiden terjadinya pneumonia dapat dibedakan menjadi pneumonia
nosokomial dan pneumonia komunitas. Angka kejadian pneumonia
komunitas pada usia lanjut sekitar 6,8-11,4%. Di rumah sakit, angka kejadian
pneumonia pada usia lanjut diperkirakan tiga kali lebih besar dibanding angka
kejadian pneumonia pada usia muda.
etiologi
• Penyebab terjadinya pneumonia komunitas disebabkan karena bakteri gram
positif, seperti Streptococcus pneumonia. Pada pneumonia nosokomial sering
terjadi karena komplikasi daripada pemasangan alat-alat kesehatan misalnya
ETT dengan angka kejadian sekitar 10-17%.
• Penyebab pneumonia nosokomial yang sering terjadi pada usia lanjut adalah
bakteri gram negatif. Adapula pneumonia aspirasi yang lebih sering terjadi
pada usia lanjut dengan angka kejadian sekitar 10-30% kasus. Hal ini dapat
terjadi pada pasien yang tirah baring total atau penurunan kesadaran.
Gejala klinis
• infeksi akut, Keluhan utama biasanya adalah demam ringan, batuk dengan
produksi sputum. Adapula kasus dengan gejala klinis berupa kelemahan
dan anoreksia dan tanpa demam yang jelas.
• Awal mula terjadinya penyakit ini terjadi pelan-pelan yang mungkin
disebabkan karena adanya penurunan aktivitas fisik pada usia lanjut dan
biasanya karena ada dehidrasi.
• Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adnaya perkusi yang
redup atau pekak pada daerah paru yang terkena kelainan,
rhonki basah, suara nafas bronkial. Serta dapat ditemukan
frekuensi nafas yang meningkat.2
Pemeriksaan penunjang
• Jumlah leukosit normal / sedikit meningkat
• Leukositosis  kemungkinan sepsis
• Shift to the left  onset akut
• Analisa gas darah  PaO2 menurun  gagal nafas
• Radiologi  infiltrate pada paru
Etiologi Terapi
Group 1: rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, Makrlolid (azithromycin 1x500mg PO lalu 1x250mg
tanpa faktor modifikasi PO, clarithromycin 2x500mg PO atau erythromycin
• Streptoccus pneumoniae 4x500mg PO, doxycycline 2x100mg PO
• Mycoplasma pneumonia
• Chalmydia pneumoniae
tatalaksana
• Hemophilus influenza
• Virus saluran pernapasan
• Lain: lefionella spp. , mycobacterium tuberculosis,
fungi endemik
Group 2: rawat jalan, dengan penyakit • Fluoroquinolone (moxifloxacin 1x400mg PO,
kardiopulmonal, dan / atau faktor modifikasi gemifloxacin, atau levofloxacin 1x500mg PO/IV)
• Streptoccus pneumoniae (termasuk yg resisten) • B-lactam + makrolid
• Mycoplasma pneumonia (pilihan: amoxicillin dosis tinggi 3x1 gr IV atau
• Chalmydia pneumoniae amoxicillin-clavulanate 2x2 gram, atau alternative
• Hemophilus influenza ceftriazone 1x1 gr IV, cefpodoxime 2x200mg PO,
• Virus saluran pernapasan dan cefurozime 2x500mg PO atau 3x750mg-
• Infeksi campuran (bakteri+pathogen atipik/virus) 1500mg IV dengan docycline (makrolif
• Enterik gram negative alternative)
• Lain: Moraxella catarrhalis, legionella spp, aspirasi
(anaerob), mycobacterium tuberculosis, fungi
endemik
Etiologi Terapi
Group 3: rawat inap non ICU Fluoroquinolon
a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan/ atau faktor modifikasi B-lactam + makrolid (b-lactam pilihan: cefotaxime, ceftriaxone, dan
(termasuk penghuni panti jompo) ampicillin,ertapenem (untuk pasien tertentu) dengan doxycycline
• Streptoccus pneumoniae (termasuk yg resisten) 4x500-1000mg IV (alternative makrolid)
• Mycoplasma pneumonia Jika alergi penicillin, gunakan fluoroquinolon
• Chalmydia pneumoniae
• Hemophilus influenza
• Virus saluran pernapasan
• Infeksi campuran (bakteri+pathogen atipik/virus)
• Enterik gram negative
• Aspirasi (anaerob)
• Virus
• Legionella spp
• Lain: mycobacterium tuberculosis, fungi endemic, pneumocystis
carinii
b. Tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
• Streptoccus pneumoniae (termasuk yg resisten)
• Mycoplasma pneumonia
• Chalmydia pneumoniae
• Hemophilus influenza
• Virus saluran pernapasan
• Infeksi campuran (bakteri+pathogen atipik/virus)
• Virus
19
• Legionella spp
• Lain: mycobacterium tuberculosis, fungi endemic, pneumocystis
carinii
Etiologi Terapi
Group 3: rawat ICU • B-lactam (cefotaxime, ceftriaxone, or
a. Tanpa resiko infeksi pseudomonas ampicillin-sulbactam) + azithromycin atau
aeruginosa fluroquinolon (jika alergi penicillin gunakan
• Streptoccus pneumoniae (termasuk DRSP) fluoroquinolone atau aztreonam)
• Mycoplasma pneumonia • Jika ada resiko infeksi pseudomonas, funakan
• Hemophilus influenza antipneumococcal, antipseudomonal b-
• Virus saluran napas lactam (piperacillin-tazobactam, cefemie,
• Enterik gram negative imipenem, atau meropenem) + ciprofloxacin
• Stphylococcus aureus atau levofloxacin 750mg atau b-lactam +
• Legionella spp aminoglikosida + azithromycin atau b-lactam
• Lain: chlamydia pneumoinae, mycobacterium plus + aminoglycoside + antipneumococcal
tuberculosis, fungi endemik fluoroquinolone (untuk alergi penicillin, ganti
b. Ada resiko infeksi pseudomonas aeruginosa b-lactam dengan aztreonam)
• Semua pathogen diatas
• + pseudomonas aeruginosa
Tuberkulosis paru
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
45% asia tenggara
2016: terdapat 6,3 juta TB kasus baru
10,4 juta (90% dewasa; 65% laki-laki) kasus
TB di seluruh dunia

3% amerika
& 3
eropa 5
1
4

7% Mediterranean
barat
25% Afrika
17% western pacific
Tanda & Gejala

1. Gejala respiratorik 2. Gejala sistemik


• batuk ≥ 3 minggu • Demam
• batuk darah • Gejala sistemik lain: malaise,
• sesak napas keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun
• nyeri dada
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Sputum BTA
menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan

Mengumpulkan 3 spesimen dahak


S (sewaktu): Datang berkunjung pertama kali
P (pagi): Di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur
S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Foto Thoraks
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif: Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
1. Bayangan berawan / nodular  segmen 1. Fibrotik pada segmen apikal dan
apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah atau posterior lobus atas
2. Kavitas, >1, dikelilingi oleh bayangan opak 2. Kalsifikasi atau fibrotik
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
3. Kompleks ranke
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau 4. Fibrotoraks/Fibrosis parenkim
bilateral (jarang) paru dan/atau penebalan pleura
Alur
Diagnosis TB
Paru
Tatalaksana
• Meliputi pengobatan fase intensif dan fase intermiten
• fase intensif:
- secara efektif menurunkan jumlah bakteri
- meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil bakteri yang mungkin sudah
resisten sejak sebelum pasien mendapat pengobatan
• Fase Intermiten :
- membunuh sisa bakteri  mencegah kekambuhan
OAT Lini-1
Dosis OAT Lini-1
Mayor Hentikan obat penyebab dan rujuk
kepada dokter ahli segera
Ruam kulit dengan atau tanpa gatal Sterptomisin, isoniazid, Hentikan OAT
rifampisin, pirazinamid

Tuli (tidak didapatkan kotoran yang Streptomisin Hentikan streptomisin


menyumbat telinga pada
pemeriksaan otoskopi)
Pusing (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Hentikan streptomisin

Jaundis (penyebab lain Isoniazid, pirazinamid, Hentikan OAT


disingkirkan), hepatitis rifampisin
Gangguan penglihatan (singkirkan Etambutol Hentikan etambutol
penyebab lainnya)
Syok, purpura, gagal ginjal akut Streptomisin Hentikan streptomisin
Minor Lanjutkan OAT, cek dosis OAT
Anoreksia, mual, nyeri perut Pirazinamid, Berikan obat dengan bantuan sedikit makanan atau
rifampisin, isoniazid menelan OAT sebelum tidur, dan sarankan untuk
menelan pil secara lambat dengan sedikit air. Bila
gejala menetap atau memburuk, atau muntah
berkepanjangan atau terdapat tanda-tanda
perdarahan, pertimbangkan kemungkinan ETD
mayor dan rujuk ke dokter ahli segera
Nyeri sendi isoniazid Aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid, atau
parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau kesemutan di isoniazid Piridoksin 50-75 mg/ hari
tangan dan kaki
Air kemih berwarna kemerahan rifampisin Pastikan pasien diberitahukan sebelum mulai minum
obat dan bila hal ini terjadi adalah normal

Sindrom flu (demam, menggigil, malaise, Pemberian Ubah pemberian rifampisin intermiten menjadi setiap
sakit kepala, nyeri tulang) rifampisin intermiten hari
Terduga TB resisten obat
Semua orang yang mempunyai gejala TB + 1 atau lebih kriteria berikut:
1. Gagal pengobatan kategori 2
2. Pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan.
3. Riwayat pengobatan TB yang tidak standar + menggunakan kuinolon + obat injeksi lini kedua
minimal satu bulan.
4. Pengobatan kategori 1 yang gagal.
5. Pengobatan kategori satu BTA tetap (+) setelah 3 bulan pengobatan.
6. kasus kambuh (relaps).
7. ko-infeksi TB-HIV + tidak respon terhadap pemberian OAT.
Diagnosis TB-Resisten obat
• Ditegakkan berdasarkan:
• Pemeriksaan uji kepekaan m.Tuberculosis:
- Metode rapid test/ tes cepat:
*Genxpert (uji kepekaan rifampisin)
*Lpa (uji kepekaan rifampisin dan isoniazid) - - - metode konvensional:

Anda mungkin juga menyukai