Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT

DARURATAN GIGITAN ULAR PADA


ANAK

OLEH:
IMAS SEKAR ARUM
18230054P
Pengertian

 . Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa.
 Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem
multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem
pernapasan.
 Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem
pertahanan diri
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Ular berbisa dapat dibagi menurut reaksi bisanya yaitu:

1. Neurotoksik
2. Hemolitik
3.. Neurotoksik dan hemolitik
 Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk
lengkungan
 Ciri ular berbisa :
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama
akibat gigi taring
TANDA-TANDA GIGITAN ULAR BERBISA

Bisa gigitan ular dapat di bedakan

Bisa Hemotoksik Bisa Neurotoksik Bisa Sitotoksik


yaitu bisa yang yaitu bisa yang yaitu bisa yang
mempengaruhi mempengaruhi hanya bekerja
jantung dan sistem saraf dan pada lokasi
sistem otak gigitan.
pembuluh darah
 Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah:
 tanda gigitan taring (fang marks)
 nyeri lokal,
 pendarahan lokal,
 memar,
 pembengkakan kelenjar getah bening, radang,
 melepuh, infeksi lokal
 nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae).
ETIOLOGI

Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:


Ø Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
Ø Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
Ø Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).
Manifestasi KLINIS :

Akan timbul gejala sistemik :

1.Gejala lokal: edema, nyeri tekan


pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang
terperangkap di jaringan bawah Tanda gigitan ular
kulit).
2.Gejala sistemik: hipotensi, otot
melemah, berkeringat, menggigil,
mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri
kepala, pandangan kabur
Patofisioligi

 Bisa ular diproduksi dan disimpan pada


sepasang kelenjar di bawah mata.Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
yang terdapat di rahang atas.
 . Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada
waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir,
derajat ancaman yang dirasakan ular, dan
ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa,
yang memungkinkan ular untuk mengubah-
ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan
 . Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida
yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase,
5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
 Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi
kelemahan anggota tubuh dan paralisis
pernafasan. Biasaya full paralysis akan
memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih
cepat, 3 jam setelah gigitan.
 Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda
klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya
darah terus menerus dari tempat gigitan,
venipunctur dari gusi, dan bila berkembang
akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah
KULIT MENGHITAM

EDEMA
 Derajat Gigitan Ular (Parrish)
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk.
Pengobatan gigitan ular :

•Bersihkan bagian yang terluka dengan


cairan faal atau air steril.
•Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi
menggunakan perban katun elastis
dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m,
yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian
tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari
kaki sampai bagian yang terdekat
dengan gigitan
•Pemberian tindakan pendukung berupa
stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan
jalan nafas; penatalaksanaan fungsi
pernafasan ;
-Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid
maka diberikan satu dosis toksoid tetanus
-Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular
- Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat
mati/panik
-Pemberian serum antibisa.
Indikasi SABU(Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya
gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada
bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada
Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
 Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12
jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU
 Derajat II: 3-4 vial SABU
 Derajat III: 5-15 vial SABU
 Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA
• Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur,
pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah gigitan
penting diperhatikan untuk menduga adanya efek keracunan yang
lanjut.
•Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan.
•Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga sedapat
mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GIGITAN ULAR
A. Pengkajian
1. Primary survey
 Nilai tingkat kesadaran
 Lakukan penilaian ABC :
 A– airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan
 B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot
pernafasan
 C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas
patukan, Hematuria, Hematemesis /hemoptisis
Secondary survey dan
Penanganan Lanjutan :
 Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa
 Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala
keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa
 Kolaborasi pemberian serum antibisa.
B. Diagnosa Keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungandengan


reaksi endotoksin
b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin
pada hipotalamus
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh tak adekuat.
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi,
perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat
pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
Intervensi :
Ø Auskultasi bunyi nafas
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
Ø Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
Ø Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Ø Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
Ø Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Ø Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Ø Batasi pengunjung klien
Ø Pantau seri GDA
Ø Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Ø Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
(Nanda, 2005: 4)

Anda mungkin juga menyukai