Anda di halaman 1dari 106

REFERAT

PENYAKIT
HEPATOBILIER
Pembimbing : dr. Johan Lucas Harjono, Sp. B
Presentan : Kristo Hadi Audric Sugiaman (406182067)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah FK Untar


Periode 20 Mei – 4 Agustus 2019
RSUD Ciawi Kabupaten Bogor
Hepar
Berat kira-kira 1500 gram  2,5% BB orang
dewasa
Mengisi hampir semua hypochondrium kanan dan
epigastrium
Memanjang ke dalam hypochondrium kiri disebelah
inferior diafragma

o Sebagian besar di kuadran kanan atas abdomen


 terlindungi oleh thoracic ribcage & diafragma
o Normal : Costae VII – XI pada sisi kanan &
melewati midline sampai papilla kiri

Sumber: Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Memiliki 2 permukaan/facies:

• Permukaan diafragmatica
Halus & berbentuk kubah konkavitas
permukaan inferior diafragma
Dilapisi peritoneum visceralis kecuali di
posterior pada area nuda hepar

• Permukaan visceralis
Dilapisi peritoneum kecuali di fossa untuk
vesica biliaris dan porta hepatis

Sumber: Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Vaskularisasi pada hepar
Arteri pada hepar
Arteri hepatica propria yang merupakan lanjutan dari A. hepatica communis, cabang utama truncus
coeliacus
Setelah memberikan cabang sebagai A. gastrica dextra, maka A. hepatica propria bersama V. portae
hepatis dan ductus choledocus melintas di dalam lig. Hepatoduodenale menuju porta hepatis.

Sumber:
• Putz, R., Pabst, R. Sobotta: Atlas of Human Anatomy. Vol 1. 14th ed. Elsevier Gmbh Munich . 2006
• Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Sistem vena
• Vena portae hepatis yang memiliki 3 cabang utama : V. mesenterica superior, V. splenica, V.
mesenterica inferior
• Vv. Hepatica membawa darah dari hepar ke dalam vena cava inferior

Sumber:
• Putz, R., Pabst, R. Sobotta: Atlas of Human Anatomy. Vol 1. 14th ed. Elsevier Gmbh Munich . 2006
• Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Persarafan pada hepar

Hepar dipersarafi oleh plexus hepaticus :

• Simpatis : Nn. Splanchnici


Diperoleh melalui plexus coeliacus dan merupakan serabut-serabut postganglioner
• Parasimpatis : N. vagus
Bersifat parasimpatis, berasal dari chorda anterior dan chorda posterior nervi vagi
• Sensoris : peritoneum pada permukaan superficial capsula hepar dipersarafi oleh N. phrenicus dexter

Sumber:
• Putz, R., Pabst, R. Sobotta: Atlas of Human Anatomy. Vol 1. 14th ed. Elsevier Gmbh Munich . 2006
• Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Gallbladder/Vesica Fellea
 Cairan empedu dihasilkan secara kontinu oleh hepar  disimpan & dikonsentrasikan dalam
vesica biliaris  dilepaskan secara interminten
 Mengemulsi lemak

Terdiri dari : ductus biliaris dan vesica biliaris


 Ductus biliaris  terbentuk dalam tepi bebas omentum minus
 Vesica biliaris  terletak pada fossa vesicae biliaris pada permukaan visceral hepar.
Berbentuk menyerupai buah pir. Peritoneum secara menyeluruh mengelilingi fundus vesica
biliaris dan mengikat corpus serta collum-nya ke hepar.

Sumber: Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
Bagian Vesica biliaris:
Fundus  ujung lebar organ, berproyeksi dari batas
inferior hepar dan terletak pada ujung cartilago costalis IX
kanan pada linea midclavicula
Corpus  Kontak dengan permukaan visceral hepar,
colon transversum, dan bagian superior duodenum
Collum  Sempit dan meruncing mengarah ke porta
hepatis, membuat bengkokan berbentuk S dan bergabung
dengan ductus cysticus. Pada mukosa collum yang berpilin
membentuk spiral fold yang membantu mempertahankan
ductus cysticus tetap terbuka

Sumber:
• Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
• Putz, R., Pabst, R. Sobotta: Atlas of Human Anatomy. Vol 1. 14th ed. Elsevier Gmbh Munich . 2006
Vaskularisasi & Persarafan
o Arteri-arteri yang memeperdarahi ductus biliaris:
o Arteri cysticus  bagian proksimal ductus & vesica biliaris
o Arteri hepatica dextra  bagian tengah ductus
o Arteri pancreaticoduodenalis superior, posterior & Arteri gastroduodenalis  bagian
retroduodenal ductus
o Vena pancreaticoduodenalis superior posterior  drainase bagian distal ductus biliaris
dan bermuara ke vena porta
o Vena cysticus  collum vesica biliaris & ductus cysticus  masuk ke hepar langsung atau
didrainase lewat vena porta ke hepar

o Sarafnya Plexus coeliacus, N. vagus & N. phrenicus dextra

Sumber: Moore, K.L., Dalley, A.I. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2014
ABSES PADA HEPAR
Klasifikasi
Piogenik
• Bakteri: E. coli, Klebsiella spp., Proteus, Enterococcus,
Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis.
Streptococcus milleri dan bakteri anaerob lainnya seperti
Bacteroides spp.
• Fungi: Candida albicans
Parasitik
• Entamoeba hystolitica
• Echinococcus granulosus • http://pphi-online.org/alpha/?p=646
• https://www.hopkinsguides.com/hopkins/view/Johns_Hopkins_ABX_Guide/540259/all/Hepatic_Abscess
• http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/basics/classification.html
ABSES HEPAR AMUBA
= penimbunan/akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam
parenkim hati yang disebabkan oleh amuba
Etiologi
Entamoeba hystolitica – parasit protozoa yang ditransmisikan melalui tertelannya
makanan atau minuman yang terkontaminasi
Kebanyakan bersifat asimtomatik
Infeksi simtomatik  disentri amuba, penyakit ekstraintestinal (ketika trofozoit
menginvasi mukosa intestinal & menyebar secara hematogen)

Anesi & Gluckman. Amebic Liver Disease. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Clinical Liver Disease, Vol 6, No 2, August 2015.
Epidemiologi
 Amubiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian setelah
Schistosomiasis dan malaria
 Negara dengan tingkat infeksi tertinggi, antara lain: India, Afrika, Meksiko, Amerika
Tengah, dan Amerika Selatan
 Penyakit koloni amuba menginfeksi semua kelompok gender, namun angka
kejadian abses hepar amuba 3-20X lebih tinggi pada pria dewasa dibandingkan
kelompok lain.

• Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
• Anesi & Gluckman. Amebic Liver Disease. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Clinical Liver Disease, Vol 6, No 2, August 2015
Patogenesis
• Dapat berbentuk sebagai trofozoit atau kista
• Setelah menginfeksi  kista masuk sal pencernaan  menjadi trofozoit  melekat ke sel
epitel dan mukosa kolon dengan Gal/GalNac  mikroulserasi mukosa caecum, kolon sigmoid,
dan rektum
• Ulserasi meluas ke submukosa  ulser flask-shaped berisi trofozit di batas jaringan mati dan
sehat
• Amuba dapat memasuki hati melalui Vena Porta  berkembang abses
• Di hati  mengeluarkan enzim proteolitik  melisiskan jaringan
• Well demarcated abcess dengan jar nekrotik  biasanya mengenai lobus kanan hati

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Tanda & Gejala
• Nyeri perut kanan atas, kadang disertai mual, muntah, anoreksia, penurunan BB, lemas,
pembesaran hati
• Gambaran klinis khas: nyeri perut kanan disertai jalan membungkuk ke depan dengan kedua
tangan diletakkan di atasnya
• 20% penderita memiliki riwayat diare atau disentri
• Demam intermiten
• Malaise, mialgia, atralgia
• Ikterus jarang, bila ada  prognosis buruk

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Pemeriksaan Fisik
• Pericardial rub & peritonitis  jarang
• Kadang terdengar friction rub di hati
• Peningkatan temperatur
• Pembesaran hati
• Nyeri tekan

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Pemeriksaan Penunjang
• Serologi (amuba)
• Pemeriksaan feses  mencari kista & trofozoit amuba
• Kultur darah
• Kultur cairan aspirasi
• USG, CT Scan

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Diagnosis
• USG lesi bundar, massa hipoekoik berbatas tegas
• 99% pasien dengan abses hepar amuba  terdeteksi antibodi terhadap E. hystolitica,
meskipun tes dapat negatif pada hari ke 1–7 penyakit
• Aspirasi  cairan kental, kecoklatan berisi debris (anchovy paste)  dapat terlihat trofozoit
• Pemeriksaan tinja  kadang hasilnya negatif

Anesi & Gluckman. Amebic Liver Disease. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Clinical Liver Disease, Vol 6, No 2, August
UltrasoundCases. Available from: http://www.ultrasoundcases.info/Slide-View.aspx?cat=141&case=3082
Kriteria Diagnosis Abses Hati Amuba
1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik
2. Pembesaran hati pada laki-laki muda
3. Respons baik terhadap Metronidazole
4. Leukositosis tanpa anemia
5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral
6. Pemeriksaan scan  filling defect
7. Tes fluorescen antibodi amuba positif

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Diagnosis Banding
• Kista hepar
• Keganasan pada hati
• Abses hati piogenik

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Anesi & Gluckman. Amebic Liver Disease. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Clinical Liver Disease, Vol 6, No 2, August 2015.
Tatalaksana
MEDIKAMENTOSA
Terapi dimulai dengan:
• Metronidazole 3x750 mg per oral selama 7 – 10 hari, atau
• Nitoimidazole kerja panjang (Tinidazole 2 g PO dan Ornidazole 2 g PO)
Dilanjutkan dengan:
• Iodoquinol 3x650 mg selama 20 hari
• Untuk eradikasi kista dan transmisi lebih lanjut

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
ASPIRASI JARUM PERKUTAN
Indikasi:
• Risiko tinggi terjadi ruptus abses  ukuran kavitas >5 cm
• Abses pada lobus kiri hati  mortalitas tinggi & frekuensi tinggi bocor ke
peritoneum/perikardium
• Tak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3 – 5 hari
• Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya dengan lesi multipel

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
• DRAINASE PERKUTAN  dengan tuntunan USG/CT Abdomen
• DRAINASE SCR OPERASI
• RESEKSI HATI  bila didapatkan abses hati dengan karbunkel disertai
hepatolitiasis terutama pada lobus kiri

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Kesepakatan PEGI & PPHI (1996)
• Abses dengan diameter 1 – 5 cm  terapi medikamentosa, bila respon negatif 
aspirasi
• Abses dengan diameter 5 – 8 cm  terapi aspirasi berulang
• Abses dengan diameter ≥8 cm  drainase per kutan

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Komplikasi
• Ruptur abses ke dalam:
Regio thoraks  fistula hepatobronkial, abses paru, empiema ameba
Perikardium  gagal jantung, perikarditis, temponade jantung
Peritoneum  peritonitis, asites
• Infeksi sekunder  biasanya iatrogenik setelah aspirasi
• Lain-lain: gagal hati fulminan, hemobilia, obstruksi VCI, abses cerebri

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Pencegahan
• Sanitasi yang memadai  krn inf amuba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang
tercemar kista amuba
• Pemberantasan pembawa kista
• Desinfeksi dengan iodine (sebab amuba resisten terhadap klor)

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Prognosis
• Abses hati merupakan penyakit yang sangat “treatable”
• Angka kematian <1% bila tanpa penyulit
• Ruptur ke dalam peritoneum  angka kematian 20%
• Ruptur ke dalam perikardium  32 – 100%

Nusi, I. Abses hati amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
ABSES HEPAR PIOGENIK
 Salah satu bentuk abses viseral
 Proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang disebabkan
oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier, maupun
penetrasi langsung
 Tunggal atau multipel
Epidemiologi
• Usia: 40-60 tahun
• Laki-laki: perempuan= 2:1
• Pada abses tunggal, 75% terletak pada lobus kanan, 20% lobus kiri, 5% kauda
Etiologi
Mikroba Patogenesis AHP
Patogenesis
• Infeksi menyebar ke hati melalui vena porta, arteri, sal empedu atau secara
langsung melalui penetrasi jaringan dari fokus infeksi yang berdekatan.
• Paling banyak karena infeksi pada sistem bilier
Tanda & Gejala
Demam (tinggi yang naik turun disertai mengigil)
Nyeri perut kanan atas (menetap dan dapat menjalar ke bahu kanan)
Keringat malam
Muntah
Anoreksia
Kelemahan umum
Penurunan berat badan
Diare
Batuk yang tidak produktif

https://emedicine.medscape.com/article/193182-clinical#b2
Pemeriksaan Fisik
• Hepatomegali
• Nyeri RUQ
• Ikterik  kalau sudah tahap lanjut
• Anemia
• Dehidrasi

• FUO (fever unknown origin) bbrp ps tidak nyeri perut kanan atas atau tidak ada
hepatomegali
Pemeriksaan Laboratorium
• Anemia ringan (50-80%)
• Lekosistosis dengan netrofilia (75-96%)
• Peningkatan laju endap darah
• Peningkatan kadar serum alkali fosfatase(95-100%)
• Peningkatan serum aspartat dan kadar aminotransferase (48-60 %)
• Peningkatan kadar bilirubin (28-73%)
• Penurunan kadar albumin (<3g/dL) dan peningkatan nilai globulin
(>3g/dL)
• Peningaktan PT (71-87%)
• Antibodi amubik untuk membedakan AHA dan AHP
• Kultur darah atau kultur pus dari abses menentukan agen penyebab
Pemeriksaan Radiologi
• USG : lesi hipoekoik, kadang-kadang dapat ditemukan internal eko. Kalau di lobus kanan sulit
diidentifikasi
• CT scan: lesi densitas rendah, penggunaan kontras peripheral enchancement
• MRI jarang digunakan tetapi lebih sensitif
• Rontgen dada  elevasi hemidiagfragma kanan serta atelektasis

• Lesi < 3 cm : perlu kontras technetium 99m-sulfur colloid


Tatalaksana
Antibiotik spektrum luas
o Ampisilin dan aminoglikosida: sumber infeksi terdapat pada saluran empedu
o Sefalosporin generasi ke 3: sumber infeksi berasal dari usus
o Metronidazol: semua AHP dengan berbagai sumber infeksi untuk kuman anaerobik
o Kombinasi beta laktam dan penghambat aktivitas beta laktamase: AHP dengan sumber
infeksi dari usus, dapat juga mengatasi infeksi anaerobik
Pemberian antibiotik IV diberikan sedikitnya 2 minggu, dilanjutkan dengan oral selama 6
minggu
Infeksi streptococcus antibiotika dosis tinggi selama >6 minggu
• Drainase perkutaneus: dilakukan dengan tuntunan USG pada abses >5cm, menggunakan
indwelling drainage catheher.
• Drainase dengan pembedahan: kalau ada kegagalan drainase perkutaneus, ikterik tidak
sembuh, penurunan fungsi ginjal, serta abses multilokuler. Dilakukan dengan laparoskopik
Komplikasi
• Ruptur
• Penyebaran infeksi ke organ sekitar terutama ke pleura dan paru efusi pleura, empiema
• Efusi perikardial
• Fistula torakal dan abdominal
• Sepsis
• Trombosis  dapat terjadi pada vena porta atau vena hepatika karena infeksi bakteri
anaerobik
Pencegahan
• Mengetahui sedini mungkin sumber-sumber infeksi yang dapat menyebabkan
AHP, diikuti penanganan yang tepat
Prognosis
• Angka kematian negara maju 2-12%
• Faktor utama penyebab kematian pembedahan dengan drainase terbuka,
keganasan, serta infeksi dari kuman anaerobik
• Prognosis baik: kalau abses tunggal pada lobus kanan
ABSES IDIOPATIK
= kista berisi nanah yang terdapat di hati dan penyebabnya
tidak dapat diketahui

http://pphi-online.org/alpha/?p=646
Epidemiologi
• Prevalensi abses hati yang tinggi erat hubungannya dengan sanitasi yang buruk dan status
ekonomi yang rendah.
• Prevalensi abses idiopatik (20%)

http://pphi-online.org/alpha/?p=646
Gejala Klinis
- Nyeri perut kanan atas
- Demam
- Anoreksia (nafsu makan menurum)
- Nausea (mual)
- Vomitus (muntah)
- Berat badan menurun
- Batuk
- Pembengkakan perut kanan atas
- Ikterus (kuning pada mata dan kulit)
- BAB berdarah
- Temperatur tubuh naik
- Malnutrisi
- Hepatomegali
http://pphi-online.org/alpha/?p=646
Pemeriksaan Penunjang
- CT scan abdomen
- USG abdomen
- Complete blood count (CBC)
- Tes fungsi hati
- Liver abscess aspiration

http://pphi-online.org/alpha/?p=646
Tatalaksana
• Aspirasi cairan abses dengan menggunakan jarum khusus.
• Tindakan operasi diperlukan bila abses terlalu besar atau telah timbul perforasi

http://pphi-online.org/alpha/?p=646
KOLELITIASIS
Definisi
• Kolelitiasis adalah adanya batu empedu yang terbentuk di saluran empedu, biasanya terdapat
di kandung empedu
• Batu yang terdapat di kandung empedu bisa bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam
saluran empedu menjadi batu saluran empedu yang disebut sebagai batu saluran empedu
sekunder
• Batu saluran empedu sekunder belum diketahui jelas perjalanannya,namun komplikasinya
lebih berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik
• Kristal ini merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan
membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu.

• Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
• https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
Epidemiologi
• Prevalensi cholelithiasis dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain, ras, gender,serta
genetik.
• Berdasarkan ras, prevalensi lebih tinggi pada orang keturunan Eropa Utara, serta Amerika yang
native. Dan memiliki prevalensi lebih rendah pada orang-orang Asia serta Afro-Amerika.
• Wanita lebih rentan menderita cholelithiasis dengan jumlah insiden sekitar 2-3 kali lebih banyak
dibanding pria, terutama pada masa-masa reproduktif.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Faktor Risiko
• Obesitas: Orang dengan BMI tinggi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadi cholelithiasis,
karena dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol yang terkandung dalam kandung empedu
pun tinggi.
• Usia: Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena cholelithiasis
• Jenis Kelamin: Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena cholelithiasis dibandingkan
pria karena pengaruh hormon estrogen yang dapat menyebabkan peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Patofisiologi
• Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga
solubilitas empedu  bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk
pembentukan batu  kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama
kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu empedu.
• Factor motilitas kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu
campuran.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Patogenesis & Tipe Batu
Batu saluran empedu di klasifikasikan menjadi 3 kategori mayor:
1. Batu kolesterol  komposisi kolesterol >70%
2. Batu pigmen coklat atau batu kalsium yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai
komponen utama
3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak teresktraksi

 Penelitian di Jakarta menunjukkan 73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Ada 3 faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol:
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kantung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan mortilitas kantung empedu dan usus

 Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu
pada stadium awal pembentukan batu

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing, 2014
•Patogenesis batu pigmen melibatkan :
1. Infeksi saluran empedu
2. Statis empedu
3. Malnutrisi
4. Kelebihan aktifitas enzim

 Enzim berasal dari kuman E.coli di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh
glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
• Patogenesis batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin yang tak terkonjugasi.
• Proses yang diduga sebagai awal terbentuknya batu pigmen adalah proses polimerisasi yang
membentuk polymers of cross-linked bilirubin tetrapyrroles.
• Pencetus terjadinya proses polimerisasi ini belum diketahui secara pasti  diduga karena
radikal bebas yang diproduksi oleh hepar / makrofag / neutrofil dalam mukosa kandung
empedu.
• Musin glikoproteinmerupakan kerangka terbentuknya batu pigmen. Musin diproduksi oleh
kripta kandung empedu. Hipersekresi musin juga berperanan penting dalam pembentukan batu
pigmen.
• Batu pigmen dapat diklasifikasi lagi menjadi pigmen hitam dan pigmen coklat.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Batu Pigmen Hitam
• Tersusun dari kalsium bilirubinat murni maupun kompleks mirip polimer dari kalsium dan
glikoprotein musin
• Batu ini sering dijumpai pada pasien hemolitik kronis dengan bilirubin terkonjugasi yang
meningkat, sirosis hati, Gilbert’s syndrome, atau fibrosis sistik (non infeksi)

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Batu Pigmen Coklat
• Batu pigmen coklat tersusun dari garam kalsium dari bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah
kolesterol dan protein yang bervariasi.
• Dalam keadaan infeksi kronisbakteri memproduksi enzim β-glukoronidase yang kemudian
memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
• Bakteri juga memproduksi phospholipase α-1 dan enzim hidrolase garam empedu.
Phospholipase α -1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam
empedu mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
• Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu
garam kalsium.
• Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol
membentuk suatu batu lunak.
• Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Gejala
• Pasien dengan batu empedu dapat di bagi menjadi 3 kelompok:
1. Pasien dengan batu asimtomatik
2. Pasien dengan batu simtomatik
3. Pasien dengan komplikasi batu empedu (kolelitiasis akut,ikterus,kolangitis dan pankreatitis)
• Gejala batu empedu adalah kolik bilier. Keluhan ini di definisikan sebagai nyeri di perut kanan atas
berlangsung selama 30 menit/lebih dan <12 jam.
• Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi juga bisa di kiri dan prekordial
• Intoleransi terhadap makanan berlemak  kolik diperberat setelah konsumsi makanan
berlemak

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing, 2014
Batu di dalam kandung empedu dapat:
 Menetap di dalam kandung empedu  tidak menimbulkan gejala
 Batu besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus
halus  dapat menyumbat usus (ileus)
 Paling sering: batu keluar dari kandung empedu kesaluran empedu  gejala kolik bilier (+)

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
Pemeriksaan Fisik
• Pasien dengan keadaan lithogenic atau batu empedu asimtomatik tidak memiliki
temuan abnormal pada pemeriksaan fisik.
• Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan
mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu.
• Murphy sign positif

https://emedicine.medscape.com/article/175667-clinical#b3
Pemeriksaan Penunjang
• USG: sangat sensitif (95%)
Terdapat 2 jenis USG: transabdominal USG dan endoskopik USG.
1. Transabdominal USG  lebih praktis dan efektif, namun untuk batu yang sangat kecil
dan terdapat di saluran empedu disarankan menggunakan endoskopik USG
2. Endoskopik USG  lebih cocok untuk melihat batu < 1 cm,memiliki sensitivitas dan
prediktif sangat tinggi setara dengan ERCP

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
• Endoscopic ultrasonography (EUS)
Suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop dengan echoprobe di ujung
skop yang dapat terus berputar. Di badingkan ultrasound transabdominal,EUS lebih memberikan
gambaran pencitraan yang jauh lebih jelas sebab echoprobenya di taruh di dekat organ yang di
periksa
• Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
Teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,instrumen dan radiasi
ion. Pada MRCP saluran empedu terlihat sebagai struktur yang terang,karena mempunyai
intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluram empedu terlihat sebagai intensitas sinyal rendah
yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi,sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu
Komplikasi
• Kolesistisis
Kolesistisis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu,
menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
• Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran
dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
• Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak
ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
• Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan
kolesistektomi darurat segera.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34994/Chapter%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
Diagnosis Banding
• Pankreatitis akut
• Radang usus buntu
• Tumor saluran empedu
• Kolangiosarkoma
• Kolesistitis
• Kanker kandung empedu
• Kanker pankreas
• Peptic ulcer

https://emedicine.medscape.com/article/175667-differential
Tatalaksana
• Pasien asimtomatis:
• Intervensi gaya hidup
• Olahraga
• Menurunkan berat badan
• Diet rendah kolesterol

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, 2014
• Pasien simtomatis:
• Intervensi bedah  direkomendasikan untuk pasien dengan gejala berat, ukuran batu sangat besar
> 3cm, disertai komplikasi/penyulit.
• Kolesistektomi
• Terbuka
• Laparoskopi  minimaly invasive
Non operatif
• Endoscopic Retrograde Cholangiopanreatography (ERCP) dengan sfingterotomi endoskopik 
mengeluarkan batu saluran empedu dengan balon ekstraksi melalui muara yang sudah dilebarkan
menuju duodenum  batu empedu akan keluar bersama tinja atau melalui mulut bersama
instrument ERCP
• Farmakologis
Asam ursodeksikolat 10-15mg/kg/hari

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing, 2014
KOLESISTITIS
Definisi Inflamasi dari kantung empedu yang disebabkan oleh obstruksi
pada duktus sistikus karena adanya batu dari kantung empedu
(kolelitiasis)
Faktor resiko • Umur yang semakin tua
• Wanita
• Obesitas atau penurunan BB dengan cepat
• Obat-obatan
• Kehamilan

Epidemiologi • Pria : wanita = 1:3


Komplikasi • Perforasi
• Gangren
Prognosis • Kolesistitis tanpa komplikasi baik
• Akut remisi komplit dalam 1-4 hari
Patogenesis
• Belum jelas
• Batu kantung empedu pd duktus sistikus statis cairan empedu
• Dipengaruhi faktor: kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin
merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi inflmasi dan supurasi
• Kolesistis akut akalkulus
• Timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral
• Sumbatan karena keganasan kandung empedu
• Batu di sal empedu
• Komplikasi dari penyakit lain (demam tifoid dan diabetes melitus)
PF • Demam
• Takikardi
• Nyeri tekan pada RUQ atau daerah epigastrium biasanya terdapat nyeri lepas
• Murphy sign +
• Kantung empedu palpable
Pemeriksaan • Leukositosis
Laboratorium • Peningkatan kadar ALT dan AST
• Alkaline fosfatase meningkat
Pemeriksaan • USG : Sensitivitas 90-95 %, spesifitas 78-80%
radiologi • Sonografi
• CT scan dengan atau tanpa kontras
• MRI dengan atau tanpa kontras
DD • Aneurisma aorta abdominal
• Gastritis akut
• Iskemia mesentrika akut
• Apendisitis
• Cholangiocarcinoma
• Kolangitis
• Kanker kantung empedua
• Tumor kantung empedu
• Batu empedu/ Kolelitiasis
• Peptic ulcer
Kolesistitis Akut
Definisi Reaksi inflamasi akut dinding kantung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam
Etiologi Batu kantung empedu yang terletak di duktus sistikus
Gejala klinis • Kolik perut sebelah kanan atas epigastrium
• Nyeri tekan
• Kenaikan suhu tubuh
• Nyeri kadang menjalar hingga ke pundak atau skapula kanan dapat berlangsung hingga 60 menit tanpa
reda
Epidemiologi Amerika : perempuan , gemuk, usia >40 tahun
Pemeriksaan Fisik • Teraba masa kandung empedu
• Murphy sign +
• Ikterus pada 20% kasus biasanya ringan (<4 mg/dL)
Pemeriksaan • Leukositosis
laboratorium • Peningkatan serum transaminase dan fosfatase alkali
Pemeriksaan • USG besar, bentuk , penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra heaptik. Bilai
radiologi kepekaan 90-95%.
• Skintigrafi saluran empedu
• CT Scan
Pengobatan • Istirahat total
• Nutrisi parenteral
• Diet ringan
• Obat penghilang rasa nyeri: Petidin dan antispasmodik
• Pemberian antibiotik (ampisilin, sefalosporin, metronidazol) pada
fase awal mencegah komplikasi
• Kolesistektomi
Komplikasi • Peritonitis
• Kolangitis
• Septisemia
Prognosis • Perforasi dan gangrenprognosis buruk
• Tindakan bedah untuk pasisen >75 tahun prognosisnya buruk
Kolesistitis Kronik
• Sering dijumapi erat hubugannya dengan litiasis
• Timbul secara perlahan-lahan
Gejala klinis • Sangat minimal dan tidak menonjol
• Dispepsia
• Rasa penuh pada epigastrium
• Nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi yang kadang-
kadang hilaang setelah bersendawa
Anamnesis • Riwayar penyakit batu empedu di keluarga
dan PF • Ikteris dan kolik berulang
• Nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai Murphy sign +
Pemeriksaan • Kolesistografi oral
penunjang • USH
• Kolangiografi
DD • Intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma kolon kanan,
pankreatitis kronik, kelainan duktus koledokus
Pengobatan • Kolesistektomi
EMPIEMA
GALL-BLADDER
 Lanjutan dari kolesistitis akut
 Kolesistitis akut  keadaan dimana cairan empedu mengandung
banyak bakteri sehingga dapat berkembang menjadi infeksi
supuratif dan kantong empedu menjadi terisi dengan bahan
purulen
 Bakteri tersering penyebab kolesistitis akut: Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis
Etiologi Akut kolesistitis yang tidak diobati
Faktor Risiko  Diabetes
 Imunosupresi
 Obesitas
 Hemoglobinopati
Patofisiologi kolesistitis akut mengisi lumen kandung empedu
dengan bahan eksudatif terutama nanah→ jika tidak
ditangani komplikasi dapat terjadi seperti patchy
gangren, mikroperforasi, makroperforasi, atau fistula
cholecystoduodenal → Sepsis.
Gejala Mirip dengan kolesistitis akut disertai nyeri hebat,
demam, menggigil, dan bahkan kekakuan
Gejala sering tidak muncul pada orang diabetes dan
imunokompromais

https://emedicine.medscape.com/article/174012-overview#a2
Pemeriksaan o Demam
Fisik o Takikardi ringan
o Nyeri kemerahan ringan sampai sedang di perut kanan atas
dan tanda Murphy positif ( mirip kolesistitis akut)
o Jika sudah sampai perforasi bisa ditemukan hipotensi,
kekakuan, takikardi berat
o kantung empedu teraba pada palpasi superfisial ( jika sudah
progresif)
Gambaran  Kantong empedu berisi nanah, dengan atau tanpa kalkuli, dan
Histologi supurasi akut di dinding empedu, dengan atau tanpa area
gangren dan perforasi
Pemeriksaan  Leukositosis > 15000 → pertanda dimulainya terapi antibiotik
Laboratorium  Kenaikan kadar alkaline phospatase dan bilirubin → karena
penekanan duktus biliaris komunis
 USG pembesaran dan pelebaran kantung empedu dan cairan
pericholecystic sebagai petunjuk adanya proses inflamasi akut
 CT scan

https://emedicine.medscape.com/article/174012-overview#a2
Tatalaksana  Antibiotik
• Second-generation cephalosporins (anaerob dan gram-
negative bacilli)
• Extended-spectrum penicillins
 Dekompresi atau reseksi kantung empedu → goal of
therapy
 Drainase transhepatik kandung empedu di bawah
bimbingan radiologis pada pasien kontraindikasi operasi
 Laparoscopic cholecystectomy
Komplikasi  Luka infeksi, pendarahan, abses subhepatik, cedera
duktus biliaris komunis
Diagnosis Kolelitiasis
Diferensial Kolesistitis
Laparoscopic cholecystectomy
Komplikasi Bila ditangani dengan cepat dapat sembuh sempurna
https://radiologykey.com/emergencies-of-the-biliary-tract/
https://emedicine.medscape.com/article/174012-overview#a2
HIDROPS
GALL-BLADDER
 Empedu sangat besar karena terlalu banyak diisi dengan
kandungan mukoid atau cairan bening dan berair.
 Biasanya noninflammatory, diakibatkan oleh obstruksi pada
kantong empedu dan biasanya disebabkan oleh batu di leher
kandung empedu atau di duktus cysticus
Etiologi  Batu di leher kandung empedu atau duktus cystikus
 kolesistitis akut yang tiba-tiba sembuh spontan
 Tumor - Polip atau keganasan kantong empedu
 Kompresi ekstrinsik pada leher atau duktus cystikus oleh kelenjar getah
bening, fibrosis atau keganasan yang berasal dari hati, duodenum, atau
kolon
 Terapi parenteral atau terapi ceftriaxone berkepanjangan
 Penyempitan duktus cystikus kongenital
 Parasit (misalnya, Ascaris)
Faktor  Kawasaki syndrome
Risiko  Streptococcal pharyngitis
 Mesenteric adenitis
 Typhoid
 Leptospirosis
 Hepatitis
 Familial Mediterranean fever
 Nephrotic syndrome
 Fibrocystic disease

https://emedicine.medscape.com/article/
Tanda & Gejala o Nyeri kuadran-kanan-atas (RUQ) atau nyeri
epigastrik dan rasa tidak nyaman
o Nausea dan muntah
o gallstone ileus
Gambaran  Mukosa rata dilapisi oleh sel kolumnar atau kuboid
Mikroskopik rendah
 Peningkatan tekanan intraluminalsehingga tampak
gambaran sinus Rokitansky-Aschoff yang
berlimpah.
 Sel inflamasi mungkin ada, baik dalam jumlah kecil
atau melimpah.

https://emedicine.medscape.com/article/
Pemeriksaan  Tanda-tanda peradangan akut minimal
Fisik  Teraba massa besar dan lunak
Pemeriksaan • Leukositosis ringan
Laboratorium • Kadar alkaline phospatase dan bilirubin naik sedikit
• USG → sensitif mendeteksi batu empedu dan
dilatasi dari duktus bilier intrahepatik
• HIDA scan & CT scan→ plihan bila tidak dapat
ditemukan saat USG
• Foto polos abdomen menunjukkan bayangan
globular jaringan lunak di daerah subhepatik

https://emedicine.medscape.com/article/
Tatalaksana
• Laparoscopic cholecystectomy – prosedur standard
• Open cholecystectomy – pilihan untuk pasien dengan gallbladder yang sangat
besar, penebalan dinding yang masif
• Laparoscopic subtotal cholecystectomy – pillihan bila terjadi inflamasi berat
terutama di bagian leher dari kandung empedu

https://emedicine.medscape.com/article/195165-treatment#d10
Komplikasi  Acute cholecystitis
 Empyema gallbladder
 Perforasi gallbladder
 Pseudomyxoma peritonei (karena rupturnya
mucocele pada gallbladder)
Diagnosis • Hepatomegaly, choledochal cyst
Diferensial • Courvoisier gallbladder (obstruksi simultan pada
gallbladder)
• Pseudocyst of the pancreas
• Renal mass
• Right suprarenal gland mass
• Mesenteric cysts
• Parasitic cysts - Hydatid cyst
• Ascending colon mass

https://emedicine.medscape.com/article/195165-treatment#d10
KOLESTASIS
= penurunan aliran empedu
akibat terganggunya sekresi oleh hepatosit
penyumbatan aliran empedu melalui saluran empedu intra
atau ekstrahepatik
Etiologi

https://clinicalgate.com/wp-content/uploads/2015/04/B9780729537759500329_t0010.jpg
Tanda & Gejala
 Kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik, dan urin yang
berwarna kuning tua seperti teh.

 Apabila proses berjalan lama dapat muncul berbagai manifestasi klinis lainnya misalnya
pruritus, gagal tumbuh, dan lain-lain akibat dari penumpukan zat-zat yang seharusnya
diangkut oleh empedu untuk dibuang melalui usus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Bilirubin meningkat(jaundice) 5. ↑ Alkalin Fosfatase,aminotransferase(ALT,AST), gamma-
glutamyl transferase (GGT), 5’ Nucleotidase

2. Peningkatan total serum konsentrasi garam 6.Masa protombin memanjang


empedu
3. Peningkatan total serum kolesterol(obstruktif
kolestasis)
4. Peningkatan lipoprotein-X level

IMAGING
1.USG liver dan empedu
2.Abdominal CT- SCAN
3. Biliary nuclear medicine study
(hepatoiminodiacetic acid [HIDA] scanning) Kolestasis obstruktif(choledocal cyst ,gallstone)

4. Endoscopic retrograde cholangiography

5. Percutaneous transhepatic cholangiography


Pemeriksaan serologis mendeteksi infeksi toksoplasma, rubella, cytomegalovirus dan
khusus herpes (TORCH), hepatitis B (pemeriksaan pada bayi dan ibu),
kultur darah dan urin, serta kadar alfa-1-antitripsin dan
fenotipenya sebaiknya dikerjakan

Biopsi Hati tes tunggal yang paling berguna untuk menentukan penyebab
kolestasis namun memerlukan keahlian dalam penafsiran yang
tinggi
Gambaran histologis khas kolestasis hepatoseluler adanya empedu di dalam
hepatosit dan ruang kanalis, yang berhubungan dengan cedera
kolat centrilobular.
Khas kolestasis obstruktif (penyumbatan empedu dari
saluran empedu interlobular) perluasan portal, dan proliferasi
saluran empedu yang berhubungan dengan cedera kolat
centrilobular.
Exploratory Surgery u/ mendiagnosis kolestasis neonatal
Kolangiografi surgery operatif sederhana, mudah, hemat waktu, dan pasti.
Tatalaksana
Tujuan Terapi
1. Memperbaiki aliran empedu dengan cara:
a. Mengobati etiologi kolestasis (tabel 20.5 dibawah)
b. Menstimulasi aliran empedu dengan (next slide):
Stimulasi asam empedu
Asam meningkatkan pembentukan empedu dan antagonizes efek asam empedu hidrofobik
Ursodeoxycholat pada membran biologis.
D:20-30 mg/kg/d(medscape)
10-20 mg/kgBB/hari. Efek samping : diare, hepatotoksik (idaii anak)
Fenobarbital antipruritus dan dapat mengurangi kuning.
meningkatkan aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-glukuronil
transferase, sitokrom P-450 dan Na+K+ATP-ase
D :5 mg/kg/d(medscape)
3-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam dua dosis (idaii anak)
Kolestiramin menyerap asam empedu yang toksik sehingga juga akan menghilangkan gatal.
menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu serta meningkatkan ekskresinya.
Selain itu, kolestiramin dapat menurunkan umpan balik negative ke hati, memacu
konversi kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan sebagai koleretik.
0,25-0,5 g/kgBB/hari. Efek samping: konstipasi, steatorrhea, asidosis metabolik
hiperkloremik (idaii Anak)
Rifampicin meningkatkan aktivitas mikrosom serta menghambat ambilan asam empedu oleh sel
hati dan mengubah metabolismenya, sehingga dapat menghilangkan gatal pada 50%
kasus. Dosis: 5 -10 mg/kgBB/hari (idaii anak)
ES : trombositopenia dan hepatotoksisitas
2. Nutrisi

1. Formula MCT (medium chain karena relatif lebih larut dalam air sehingga
triglyceride) tidak memerlukan garam empedu untuk
absorpsi dan menghindarkan makanan yang
banyak mengandung cuprum (tembaga). b
2. Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi normal sesuai
dengan berat badan ideal. Kebutuhan protein :2-3 gr/kgBB/ hari. c
3. Vitamin yang larut dalam lemak A : 5000-25000 U/hari
D3 : Calcitriol: 0,05 –0,2 ug/kgBB/hari
E : 25-50 IU/kgBB/hari –
K : Kl 2,5-5 mg/2-7x/minggu
4. Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
CHOLANGITIS
Kolangitis Akut
Klasifikasi Longmire :
Pasien dengan 3 karakteristik : demam intermiten + menggigil, nyeri perut kanan atas, icterus 
kolangitiss supurativa akut
Pasien dengan letargi dan syok + 3 hal diatas : kolangitis supurativa obstruktif akut
5 bentuk kolangitis akut :
1. Kolangitis akut yang berkembang dari kolesistitis akut
2. Kolangitis akut non-supuratif
3. Kolangitis akut supuratif
4. Kolangitis akut supuratif obstruktif
5. Kolangitis akut supuratif disertai dengan abses hati
Patofisiologi

Translokasi
Meningkatnya
bakteri /
Obstruksi sal tekanan Kolangitis
endotoksin ke
empedu intraductal + akut
dalam system
bakteri ↑↑
vaskular
Etiologi
Diperlukan kehadiran 3 factor :
• Obstruksi bilier
• Pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi)
• Peningkatan tekanan intraductal
Pemeriksaan Penunjang
• Leukositosis (WBC > 10.000)
• Hiperbilirubinemia
• Peningkatan alkali fosfatase serta transaminase
Tatalaksana
• Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan koreksi elektrolit, terapi
antibiotic parenteral, drainase empedu yang tersumbat.
• ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis
akut yang tidak respons terhadap terapi konservatif.
TERIMA KASIH

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah FK Untar


Periode 20 Mei – 4 Agustus 2019
RSUD Ciawi Kabupaten Bogor

Anda mungkin juga menyukai