Anda di halaman 1dari 50

BEA PEROLEHAN HAK

ATAS
TANAH DAN BANGUNAN
( BPHTB )

Oleh: Faried Adi Gunawan


Bea dan bukan Pajak….
BPHTB dinamai Bea, bukan Pajak ?
• Tidak banyak yang tahu mengapa BPHTB dinamai dengan bea dan bukan
pajak. Ternyata ada beberapa ciri khusus yang membuatnya dinamai bea.

• Ciri pertama, dalam BPHTB, saat pembayaran pajak terjadi lebih dahulu
daripada saat terutang. Contohnya, pembeli tanah bersertifikat sudah
diharuskan membayar BPHTB terutang sebelum terjadi saat terutang (sebelum
akta dibuat dan ditandatangani). Hal ini terjadi juga dalam Bea Meterai.
Siapapun pihak yang membeli meterai tempel berarti ia sudah membayar Bea
Meterai, walaupun belum terjadi saat terutang pajak.

• Ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan


secara insidentil ataupun berkali-kali dan tidak terikat dengan waktu.
Misalnya membeli (membayar) meterai tempel dapat dilakukan kapan saja,
demikian pula membayar BPHTB terutang. Hal ini tentunya berbeda dengan
pajak, yang harus dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
DAN BANGUNAN (BPHTB)

Pada masa lalu diberlakukan pungutan dengan nama Bea Balik


Nama (BBN) berdasarkan Staatsblad 1924 Nomor 291,
dikenakan terhadap setiap perjanjian yang di-AKTA-kan atas :

1. Pemindahan hak atas harta tetap yang diatur dalam


KUH Perdata (Hak dengan titel Hukum Barat)
2. Peralihan harta karena hibah wasiat yang
ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat
tinggal terakhir di Indonesia
DUALISME HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

1. Hak atas harta tetap dengan titel Hukum Barat, diatur


dalam KUH Perdata
2. Hak atas harta tetap Orang Indonesia Asli/Hak Pribumi,
diatur dalam Hukum Adat tiap daerah.

Hak Pribumi tidak dikenakan BBN, karena Hak pribumi TIDAK


DIATUR dalam KUH Perdata
Peralihan Hak Pribumi dicatat dalam Buku Wira-wiri Desa, untuk
pemungutan Pajak Bumi (Pajak Bumi Bangunan)
UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
UU No. 5 TAHUN 1960 (UUPA)

1. Menghapus DUALISME Hukum Pertanahan di Indonesia, dengan


Mem-FUSI-kan atau melebur Hak atas tanah menurut Hukum
Barat dan Hukum Adat Indonesia.
2. Tidak lagi mengakui hak-hak kebendaan sebagaimana diatur
dalam Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27.

Hak Atas Harta Tetap, sesuai Pasal 16 UUPA antara lain :


• Hak Milik (HM)
• Hak Guna Usaha (HGU)
• Hak Guna Bangunan (HGB)
• Hak Pakai
Sejalan dengan diberlakukannya UU Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, Bea Balik Nama atas harta tetap
berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi.

Terjadinya ketidak-adilan mengingat peralihan harta gerak


seperti kendaraan bermotor dikenakan bea balik nama.

Sebagai pengganti Bea Balik Nama


atas harta tetap berupa hak atas tanah,
diberlakukan lagi pungutan pajak atas
pihak yang memperoleh hak atas tanah
dan bangunan dengan nama BPHTB
berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1997.
Ordonansi UUPA
1924 / 291 UU No. 5/1960
(Objek pajaknya terbatas ( tidak mengenal hak-hak
pada hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dengan titel hukum barat) dalam Ordonansi 1924 /
291)

Tidak dapat dipungut sejak th. 1961 s/d sekarang (1997)

UU BPHTB
Prinsip-prinsip dasar yang dianut
UU BPHTB :

1. Self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan


menyetorkan pajak terutang dan melaporkannya ke Dinas
Pendapatan Daerah Tingkat II;
2. Tarif ditetapkan paling tinggi 5% dari nilai perolehan objek pajak
(NPOP);
3. Dikenakan sanksi kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau
tidak melaksanakan kewajiban;
4. Hasil penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada
Daerah 100% untuk Daerah Tingkat II;
5. Tidak diperkenankannya ada pungutan lain atas pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan sejak peraturan
BPHTB berlaku.
UU TENTANG BPHTB

1. UU No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah
2. Peraturan Daerah Kota/Kabupaten, tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Contoh: Kota Surabaya


Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010, tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Berdasarkan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009:

BPHTB adalah Pajak atas Perolehan Apa itu


Hak atas Tanah dan/atau Bangunan BPHTB ???
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
DAN / ATAU BANGUNAN
( Pasal 1 )

PERBUATAN atau PERISTIWA HUKUM


yang mengakibatkan diperolehnya
HAK ATAS TANAH dan/atau BANGUNAN
oleh orang PRIBADI atau BADAN
OBJEK PAJAK
Pasal 85 ayat (2)

PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

G Pemindahan Hak
A Pemberian Hak Baru
Jenis Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Pasal 85 ayat (2)

G Pemindahan Hak, karena :


ujual beli; v tukar-menukar;
whibah (pemilik msh. Hidup);
x hibah wasiat (pemilik sdh meninggal) → tdk ada hub. waris;
5. waris(pemilik sdh meningal) → ada hub. waris;
zpemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
{pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
|penunjukan pembeli dalam lelang;
}pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. penggabungan usaha 12. pemekaran usaha
11. peleburan usaha 13. hadiah.

A Pemberian Hak Baru, karena :


 kelanjutan pelepasan hak;
 di luar pelepasan hak.
Perolehan hak karena
WARIS dan HIBAH WASIAT
Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris,
yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

Perolehan hak karena hibah wasiat adalah perolehan


hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku
setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia
• Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya →
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari OP atau
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya tersebut.

• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan → pemindahan


sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh OP
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.

• Penunjukan pembeli dalam lelang → penetapan pemenang


lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang.
• Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari OP atau badan hukum sebagai
salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim
tersebut.

• Penggabungan usaha (merger) → Penggabungan dari dua atau lebih badan


usaha dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha
dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung

• Peleburan usaha → Penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang
bergabung tersebut

• Pemekaran usaha → Pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan


usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
• Hadiah → Suatu perbuatan hukum berupa
penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang
dilakukan oleh OP atau badan hukum kepada
penerima hadiah
• Pemberi hak baru karena kelanjutan pelepasan hak
→ pemberian hak baru kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal
dari pelepasan hak.
• Pemberian hak baru di luar pelepasan hak →
Pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi
atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang
hak milik menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Jenis hak-hak atas tanah
Pasal 85 ayat (3)

 hak milik
 hak guna usaha Diatur dlm UUPA
 hak guna bangunan (UU No. 5 / 1960)

 hak pakai
Diatur dalam
 hak milik atas satuan UU Rumah Susun
(UU No. 16 / 1985)
rumah susun
 hak pengelolaan Diatur dlm PP No.
8 Tahun 1953
• Hak milik → hak turun temurun, terkuat, dan
terpenuh yang dapat dipunyai OP atau badan-badan
hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
• Hak guna usaha → hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka
waktu sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku.
• Hak guna bangunan → Hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
• Hak pakai → Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjajian dengan pemilik tanahnya,
• Hak milik atas satuan rumah susun → hak milik atas satuan
yang bersifat perseorangan dan terpisah.Hak milik atas satuan
rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama,benda
bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
• Hak pengelolaan → Hak menguasai dari negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain, berupa perencnaan peruntukan
dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan
pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga
Objek Pajak
yang Tidak Dikenakan BPHTB
Pasal 85 ayat (4)

Objek Pajak yang diperoleh :


 perwakilan diplomatik/konsulat (asas timbal balik)
 negara guna kepentingan umum
 badan/perwakilan organisasi internasional (dg PMK)
 orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan
hukum lain tanpa perubahan nama
 karena wakaf
 digunakan untuk kepentingan ibadah
SUBJEK PAJAK (Pasal 86)
“Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan”

dikenakan kewajiban membayar pajak

Wajib Pajak
TARIF PAJAK
Pasal 88

Ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Paling Tinggi

5%
Dasar pengenaan BPHTB adalah:
Nilai Perolehan Objek Pajak
DASAR PENGENAAN
Pasal 87 ayat (2) dan (3)

Nilai Perolehan Objek Pajak


(NPOP)

Apabila harga transaksi


atau nilai pasar tidak
diketahui atau lebih rendah
Harga dari NJOP PBB
Transaksi Nilai Pasar
- jual beli - tukar-menukar NJOP PBB
- penunjukan pembeli - hibah
dlm lelang - pemberian hak baru, dll
Pasal 87 ayat (3) :

Apabila NPOP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih
rendah daripada NJOP yang digunakan dalam
pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan ,
dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

NPOP = Rp 70.000.000,00
NJOP = Rp 75.000.000,00
Mana yang dipakai
Sebagai dasar
pengenaan ?

taofik-inc.2006
Contoh :
Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan
harga transaksi sejumlah Rp 70.000.000,00. NJOP
PBB berdasarkan Perwali/Perbup yang tertera dalam
SPPT sebesar Rp 75.000.000,00 maka yang dipakai
sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah:

- Rp 75.000.000,00 dan
- bukan Rp 70.000.000,00.
Apabila NJOP PBB belum ditetapkan, besarnya
NJOP PBB ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP)
Pasal dengan
Ditetapkan 87 ayat (4) dan (5) Daerah
Peraturan

Min Rp300.000.000,00
dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah (ortu ke anak & anak ke ortu (ayah/ibu))
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami ke istri atau
sebaliknya

Besarnya ditetapkan
(UU No. 28 Tahun 2009):

Min Rp60.000.000,00
Dalam hal lainnya. 29
Pasal 87 ayat (4) dan (5):
NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp 60.000.000,00 ,
kecuali dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri,
NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar
Rp 300.000.000,00.

NPOPTKP
min. Rp 60 juta
min. Rp 300 juta ,-
karena waris
Pasal 85 ayat (6):

PENETAPAN NPOPTKP dilakukan oleh masing-masing


KABUPATEN/KOTA dengan PERATURAN DAERAH.

NPOPTKP
Contoh 1.
Pada tgl 28 Februari 2015, WP A membeli tanah yang terletak di
Kabupaten B dengan NPOP Rp 50.000.000,00. NPOPTKP untuk
perolehan hak selain karena waris, hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri, untuk kabupaten B
ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 Mengingat NPOP lebih kecil
dibandingkan dengan NPOPTKP maka perolehan hak tersebut tidak
terutang BPHTB.
Contoh 2.

Pada tgl 1 Juni 2015 , WP C membeli tanah dan


bangunan yang terletak di Kabupaten D dengan

NPOP Rp 100 juta ,-


NPOP TKP Rp 60 juta ,-
NPOP KP Rp 40 Juta ,-

maka perolehan hak tersebut terutang BPHTB.


Contoh 3.

Pada tgl 2 Juli 2015, WP E mendaftarkan warisan


berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota
F dengan NPOP Rp 400.000.000,00. Sedangkan
NPOPTKP untuk perolehan karena waris untuk
Kota F adalah Rp 300.000.000,00. Maka besarnya
NPOPKP adalah Rp 100.000.000,00.

Sehingga terhadap perolehan hak tersebut


terutang BPHTB .
Contoh 4.

Pada tgl 14 Mei 2015, WP Y mendaftarkan hibah wasiat


dari orang tua kandung , sebidang tanah yang terletak di
Kota Z dengan NPOP sebesar Rp 250.000.000,00.
NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kota Z ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00.

Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP,


maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB.
Uhu, uhu, uhu Mat! ayahku Kalo kamu daftar ke Kantor
barusan meninggal. Uhu! Pertanahan, kamu kena BPHTB
aku dapat tanah nih! 5% x (500 jt – 400 jt)
NJOPnya= Rp500 juta = Rp5 jt aja, karena NPOPTKP
di daerah kita 400 jt.
Gue dpt hibah wasiat tanah dr Engkong
Gue, kalo gue daftar skrg nilai pasarnya
Rp1,5 M, gue cuman dapet NPOPTKP
sebesar Rp75 juta, berarti gue hrs bayar
BPHTB = 5%x (1,5 M – 75 jt)
Emmm, berarti = Rp 71.250.000,-
Ihh! Lumayan gede !!
Saat Pajak Terutang ( Pasal 90 )
 jual beli
 tukar-menukar
 hibah
 pemasukan dlm perseroan/
badan hukum lainnya sejak tgl dibuat
 pemisahan hak yang dan ditandatanganinya
mengakibatkan peralihan akta
 hadiah
 penggabungan usaha
 peleburan usaha
 pemekaran usaha

sejak tgl penunjukan


 lelang pemenang lelang

 putusan hakim sejak tgl putusan


pengadilan yg tetap
 waris
 hibah wasiat sejak tgl pendaftaran hak

 pemberian hak baru sbg sejak tgl diterbitkannya


kelanjutan pelepasan hak & surat keputusan
di luar pelepasan hak pemberian hak
Cara Penghitungan BPHTB
Pasal 89 ayat (1)

BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif

atau
bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
BPHTB = ( NJOP - NPOPTKP ) x Tarif

Besarnya BPHTB terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak


(paling tinggi 5%) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Besarnya
NPOP adalah NPOP/NJOP – NPOPTKP.
CONTOH PERHITUNGAN

Ini aku jual


sama kamu Weleh, weleh! Kalo NPOPTKP-nya
Rp 800 jt aja! Rp 75 juta, aku harus bayar:
5% x (Rp 900 jt – Rp 75 jt) =
Rp 41.250.000,-. Gede banget!

Nih! SPPT PBB-nya,


NJOP = Rp 900 jt

SPPT
PBB
Pasal 89 ayat (2) :

BPHTB yang terutang dipungut di wilayah daerah

Kota/Kabupaten
tempat tanah dan/atau bangunan berada
Pembayaran……Pasal 90 ayat (2) :

Pajak yang terutang dilunasi ke kas negara


melalui Bank Badan Usaha Milik Daerah atau
Tempat Pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Derah
dengan Surat Setoran Pajak Daerah.

SSPD
TATA CARA PEMBAYARAN

bayar
ssb = 4 lbr

ssb: 1,3,4
Bank/K.Pos Bank/K.Pos
WP,ssb:1
Persepsi Oper. III
(ssb:4)
ssb:2 ssb:3

Pejabat
Dispenda Tk. II
PENGURANGAN
Pasal 20 UU;PerMenKeu: 91/PMK.03/06; 13-10-06

Atas permohonan WP,


pengurangan pajak dapat
diberikan karena :

Kondisi tertentu WP yang ada


hubungannya dengan OP
Tanah & bangunan di NAD yg Slm masa
Tanah dan atau bangunan yang rehab utk kepentingan sosial/
digunakan untuk kepentingan sosial pendidikan, tdk utk keuntungan (100%)
atau pendidikan yang semata-mata
tidak untuk mencari keuntungan
(50%)

Kondisi WP yang ada hubungannya


dengan sebab-sebab tertentu
A. Kondisi tertentu WP yg ada hubnya dg OP:
1.WP pribadi memperoleh hak baru melalui
program Pemerintah di bid .Pertanahan ( 75% )
2.WP pribadi menerima hibah dr keluarga sedarah
satu derajat keatas/kebawah ( 50% )
3. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak
Pengelolaan ( 50% )
4. WP Pribadi memperoleh Hak atas tanah dan atau
bangunan RS/RSS ( 25% )
B. Kondisi WP yg ada hubnya dg sebab2 tertentu:
1. WP memperoleh Hak dari hasil pembelian uang
ganti rugi yg nilainya dibawah NJOP PBB ( 50% )
2. WP memperoleh Hak atas tanah sbg penggantian
dr tanah yg dibebaskan pemerintah utk kepent.
umum ( 50% )
3. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi sehing
ga hrs melakukan restrukturisasi usaha / utang
usaha ( 75% )
4. WP Badan melakukan merger/konsolidasi dg
menggunakan nilai buku yg telah disetujui Dirjen
Pajak ( 50% )
BPHTB

Menurut UU Nomor 28 tahun 2009


UU BPHTB UU PDRD
Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
Sama
Subjek atas tanah dan atau bangunan
(Pasal 86 Ayat 1)
(Pasal 4)
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Sama
Objek (Pasal 2 Ayat 1) (Pasal 85 ayat 1)
Sebesar 5% Paling Tinggi 5%
Tarif (Pasal 5) (Pasal 88 ayat 1)
Paling banyak Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Paling rendah Rp300 Juta untuk Waris
Wasiat dan Hibah Wasiat
(Pasal 7 ayat 1) (Pasal 87 Ayat 5)
NPOPTKP Paling banyak Rp60 Juta untuk Selain Waris dan Paling rendah Rp60 Juta untuk Selain
Hibah Wasiat Waris dan Hibah Wasiat
(Pasal 7 Ayat 1) (Pasal 87 Ayat 4)

BPHTB 5% x (NPOP – NPOPTKP) 5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP)


(Pasal 8) (Pasal 89)
Terutang
DJP masih melaksanakan BPHTB untuk TA 2010, selanjutnya mulai tahun 2011
BPHTB menjadi tanggung jawab Kab/Kota. (Pasal 182 Ayat 2, UU nomor 28/2009)
100%
Hasil Penerimaan
BPHTB

20% 100%
80%
untuk Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Daerah

16% 64%
100%
untuk Provinsi untuk
untuk Kab/Kota
Kab/Kota

Anda mungkin juga menyukai