Anda di halaman 1dari 59

KEBUTUHAN

ELIMINASI
ELIMINASI FEKAL

BY: LOVELY G. SEPANG, BSN, M.K.M


FISIOLOGI DEFEKASI
USUS BESAR
• Kolon pada orang dewasa: 125-150 cm. memiliki tujuh bagian: sekum, kolon asendens,
transversal, dan kolon desendens, kolon sigmoid, rectum dan anus.
• Merupakan saluran otot yang dilapisi membrane mukosa. Mempunyai kemampuan
berkontraksi melebar dan memanjang.
• Fungsi utama: absorpsi air dan zat gizi, perlindungan mukosa dinding usus, dan eliminasi
fekal.
• Isi kolon: 1500 mL kime setiap hari, semua kecuali 100 mL diabsorbsi kembali. 100 mL
cairan diekskresikan di dalam feses.
• Mensekresikan lendir yang mengandung ion bikarbonat. Meindungi dinding usus besar
dari traua akibat pembentukan asam di dalam feses dan berperan sebagai pengikat
untuk menyatukan materi fekal. Melindungi juga dinding usus dari aktivitas bakteri.
• Produk flatus dan feses. Flatus terdiri dari udara dan produk pencernaan karbohidrat.
Tipe pergerakan pada usus besar haustral churning, peristalsis kolon dan peristalsis
massa.
REKTUM DAN SALURAN ANUS
• Rektum pada orang dewasa: 10-15 cm. di dalam rectum terdapat
lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertikal. Setiap lipatan
berisi sebuah vena dan arteri. Lipatan ini membantu menahan feses
di dalam rectum.
• Jika vena distensi ( terdapat tekanan berulang), maka terjadilah
hemoroid.
• Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal dan eksternal.
• Sfingter internal dikontrol involunter, dan sfingter eksternl
dikontrol volunteer.
DEFEKASI
• Pengeluaran feses dari anus dan rectum. Sering disebut dengan bowel movement.
Frekuensi dan jumlah bersifat individual.
• Jika gelombang peristaltic menggerakkan feses ke kolon sigmoid dan rectum, saraf
sensorik di rectum distimulasi dan individu menjadi ingin defekasi.
• Jika sfingter anal internal rileks, feses berbgerak ke saluran anus. Setelah dudul di
toilet atau pispot, sfingter eksternal rileks secara volunteer.
• Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot abdomen dan diafragma, yang
meningkatkan tekanan abdomen, dan oleh kontraksi dari otot dasar panggul, yang
memindahkan feses ke saluran anus.
• Defekasi normal difasilitasi oleh: (a) fleksi paha yang meningkatkan teknan di dalam
abdomen, (b) posisi duduk yang meningkatkan tekanan ke bawah rectum.
FESES
• Tersusun atas 75% air dan 25% materi padat. Lunak, tetapi memiliki bentuk.
• Bila feses didorong dengan sangat cepat maka tidak ada waktu untuk menyerap air dalam
kime, sehingga feses memiliki lebih banyak cairan.
• Feses normal memerlukan asupan cairan normal; feses yang mengandung sedikit air
mungkin keras dan sulit dikeluarkan.
• Feses normalnya berwarna cokelat, karena keberadaan sterkobilin dan urobilin, berasal
dari bilirubin (pigmen merah dalam empedu). Keberadaan Escherichia coli atau
stafilokokus, yang normalnya ada di usus besar. Kerja mikroorganisme oada usus besar
juga mempengaruhi bau feses.
• Flatus: 7-10 L di dalam usus besar setiap 24 jam. Terdiri dari: karbon dioksida, metan,
hydrogen, oksigen dan nitrogen.
• Tertelan bersama makanan dan minuman, dibentuk dari kerja bakteria pada kime di usus
besar, berdifusi dari darah ke saluran pencernaan.
FAKTOR YANG
MEMENGARUHI DEFEKASI
1) PERKEMBANGAN
BAYI BARU LAHIR
• Mekonium: materi feses pertama yang dikeluarkan oleh bayi dalam waktu 24 jam
pertama setelah lahir. Berwarna hitam, seperti ter, tidak berbau, dan lengket.
• Feses transisional: 1 minggu setelah lahirl berwarna kuning kehijauan; mengandung
lender dan encer.
• Bayi sering mengeluarkan feses, apalagi setelah makan. Usus belum matur, sehingga
air tidak dapat diserap dengan baik, feses menjadi lunak, cair dan sering dikeluarkan.
• Bila usus telah matur, flora dalam usus meningkat.
• Setelah makanan padat diperkenalkan, feses menjadi lebih keras dn frekuensi
berkurang.
• Bayi yang diberi asi: feses berwarna kuning terang sampai kuning keemasan, pada
bayi yang diberi susu formula: feses berwarna kuning gelap atau cokelat dan sudah
lebih terbentuk.
1) PERKEMBANGAN
PADA BATITA
• Usia 1,5 – 2 thn sudah ada sedikit kontrol defekasi. Karena
anak telah belajar berjalan dan system saraf dan system otot
telah terbentuk cukup baik untuk memungkinkan kontrol
defekasi.
• Anak siap dilatih menggunakan toilet bila: (a)
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh popok yang kotor;
(b) sensasi yang menunjukkan kebutuhan untuk defekasi.
1) PERKEMBANGAN
• Pada anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi yang sama dengan
kebiasaan mereka saat dewasa.
• Beberapa anak usia sekolah dapat menunda defekasi karena ingin bermain lama.
LANSIA
• Konstipasi adalah masalah umum, akibat pengurangan tingkat aktivitas, ketidakcukupan
jumlah asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot.
• Cukup serat, cukup latihan, dan asupan cairan yang cukup adalah upaya pencegahan.
• Secangkir air hangat di pagi hari dapat membantu bagi beberapa orang.
• Diperingati akan penggunaan laksatif secara konsisten akan menghambat reflex defekasi
alamiah. Bila sudah terbiasa pada akhirnya butuh dosis yang lebih besar karena
penggunaan secara kontinu.
• Perubahan kebiasaan defekasi setelah beberpa minggu dengan atau tanpa penurunan berat
badan, nyeri atau demam harus dirujuk ke dokter.
2) DIET
• Bagian massa (selulosa, serat) dibutuhkan untuk memberikan volume fekal.
• Diet lunak dan diet rendah serat kurang memiliki massa sehingga menghasilkan
sisa dalam produk buangan untuk menstimulasi reflex defekasi.
• Makanan rendah sisa: nasi, telur, daing tanpa lemak, bergerak lebih lambat di
dalam saluran usus. Harus meningkatkan asupan cairan.
• Makanan tertentu yang tidak dapat dicerna dapa mengakibatkan diare.
• Pola makan yang tidak teratur juga dapat mengganggu keteraturan pola
defekasi *
• Makanan pedas dapat menyebabkan diare dan flatus pada beberapa individu.
• Gula berlebih juga dapat menyebabkan diare.
2) DIET

• Makanan penghasil gas: kubis, bawang merah, kembang kol, pisang dan apel.
• Makanan penghasil laksatif: kulit gandum, biah prem, ara, cokelat, dan
alcohol.
• Makanan penghasil konstipasi: keju, pasta, telur, dan daging tanpa lemak.
3) CAIRAN
• Tubuh terus menyerap kembali cairan dari kime saat bergerak di
sepankang kolon. Kime menjadi lebih kering dibandingkan normal,
sehingga feses keras.
• Penguranan cairan memperlambat perjalanan kime di sepankang
susu, makin meningkatkan penyerapan kembali cairan dari kime.
• Eliminasi fekal yang sehat biasanya memerlukan asupan cairan
sebanyak 2000 mL – 3000 mL.
• Bila kimer bergerak terlalu cepat, penyerapan kembali cairan ke
dalam darah menjadi singkat, akibatnya feses menjadi lunak
bahkan cair/encer.
4) AKTIVITAS
• Menstimulasi peristalsis, memfasilitasi pergerakan kime
sepanjang kolon.
• Otot abdomen dan otot panggul yang lemah sering kali
tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra abdomen
selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi.
• Otot yang lemah dapat terjadi akibat kurangnya latihan,
imobilitas, atau gangguan fungsi neurologi.
• Klien bedrest (tirah baring) dapat mengalami konstipasi.
5) FAKTOR PSIKOLOGI

• Emosi cemas atau marah mengakibatkan peningkatan


aktivitas peristaltic dan selanjutnya mual atau diare.
• Individu yang mengalami depresi mengalami perlambatan
motilitas usus, yang menyebabkan konstipasi.
6) KEBIASAAN DEFEKASI
• Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan defekasi
pada waktu teratur.
• Banyak melakukan defekasi setelah sarapan, saaf reflex gastrokolik
menyebabkan gelombang peristaltic massa di usus besar.
• Bila diabaikan desakan defekasi, air akan terus menerus diserap
menjadikan feses mengeras dan sulit dikeluarkan. Bila terus
diabaikan akan cenderung melemah secara progresif dan akhirnya
akan menghilang.
• Orang dewasa dapat mengabaikan karena tekanan kerja. Pasien di
rumah sakit menekan keinginan karena merasa malu
menggunakan pispot, kurang privacy, atau karena defekasi sangat
tidak nyaman.
7) OBAT-OBATAN
• Memiliki efek samping yang dapat mengganggu eliminasi normal.
(diare atau konstipasi).
• Tablet zat besi mengakibatkan konstipasi.
• Laksatif: obat yang menstimulasi aktivitas usus dan membantu
eliminasi fekal.
• Obat tertentu menekan aktivitas peristaltic dan dapat digunakan
untuk mengobati akan diare.
• Juga mempengaruhi tampilan feses . Perdarahan menyebabkan
feses berwarna merah atau hitam, demikian juga dengan garam zat
besi mengakibatkan warna hitam. Antibiotik menyebabkan warna
abu-abu, antacid menyebabkan warna keputihan atau becak putih
di dalam feses.
8) PROSEDUR DIAGNOSTIK
• Visualisasi kolon (kolonoskopi atau sigmoidoskopi), klien
akan dilarang untuk makan dan minum.
• Bilas enema dapat dilakukan pada pasien sebelum
prosedur
• Defekasi normal biasanya tidak akan terhadi sampai klien
mengonsumsi makanan kembali.
9) ANESTESIA DAN
PEMBEDAHAN

• Anestesi umum: pergerakan koln berhenti atau melambat


• Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara
langsung dapat menyebabkan penghentian pergerakan
usus secara sementara. Kondisi ini disebut ileus, biasanya
berlangsung 24-48 jam.
• Mendengarkan bising usus yang merefleksikan motilitas
usus merupakan pengkajian keperawatan paling penting
setelah pembedahan.
10) NYERI

• Ketidaknyamanan saat defekasi sering kali menekan


keinginan defekasinya untuk menghindari nyeri.
• Klien yang minum analgesic narkotik untuk mengatasi
nyeri dapat juga mengalami konstipasi sebagai efek
samping obat tersebut.
MASALAH ELIMINASI FEKAL
KONSTIPASI
• Adalah defekasi kurang dari 3x/minggu. Pengeluaran feses yang kering, keras atau tanpa
pengeluaran feses. Terjadi jika pergerakan feses di usus besar berjalan lambat, sehingga
memungkinkan bertambahya waktu reabsobsi cairan di usus besar.
• Mengakibatkan sulitnya pengeluaran feses dan bertambanya upaya atau otot-otot volunteer
defekasi.
• Seseorang bisa juga merasa fesesnya tidak keluar secara komplet setelah defekasi.
• Faktor-faktor yang menyebabkan: tidak cukup serat; tidak cukup asupan cairan; tidak cukup
aktivitas atau imobilitas; kebiasaan defekasi yang tidak teratur; perubahan nutrisi harian;
kurang privasi; penggunaan laksatif atau enema kronis; gangguan emosional seperti depresi
atau kebingungan mental; medikasi seperti opiate atau zat besi.
• Bahaya bagi beberapa pasien. Mengejan akibat konstipasi sering kali disertai dengan
menahan napas. Valsava maneuver menyebabka masalah serius pada penderita penyakit
jantung, cedera otak, atau penyakit pernapasan.
• Menahan napas meningkatkan tekanan intratoraks dan intracranial.
IMPAKSI FEKAL
• Suatu massa atau pengumpulan feses yang keras didalam lipatan
rektum. Akibat retensi dan akumulasi materi fekal yang berkepanjangan.
Pada kasus yang berat meluas sampai ke kolon sigmoid dan sekitarnya.
• Dapat dikenali dengan keluarnya rembesan pada cairan fekal (diare) dan
tidak ada feses normal. Dapat juga dikaji dengan pemeriksaan rektum
menggunakan jari tangan, yaitu mempalpasi massa yang mengeras.
• Gejala umum: keinginan yang sering namun bukan dkeinginan yang
produktif untuk melakukan defekasi dan sering mengalami nyeri pada
fekal.
• Penyebab: kebiasaan defekasi yang buruk dan konstipasi.
• Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus dilakukan
secara lembut dan hati-hati.
DIARE
• Feses encer dan adanya peningkata frekuensi defekasi.
• Cepatnya pergerakan isi fekal di susu besar, sehingga susah untuk menyerap
kembali air dan elektrolit.
• Sulit atau tidak mungkin mengendalikan keinginan untuk defekasi dalam waktu
yang sangat lama.
• Merupakan sumber kekhawatiran dan malu.
• Sering kram spasmodik dikaitkan dengan diare. Bising usus meningkat.
• Pada diare persisten, iritasu terjadi di sekitar anus yang bisa meluas ke daerah
perineum dan bokong. Pada diare yang berkepanjangan dapat terjadi keletihan,
kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah).
• Bila diare dikarenakan adanya iritan di saluran usus, diare diduga sebagai mekanisme
pembilasan pelindung. Namun mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit
berlebih dari dalam tubuh yang terjadi dalam waktu singkat, bahaya bagi bayi, anak
kecil, dan lansia.
DIARE
• Feses bersifat asam dan mengandung enzim pencernaan
yang sangat mengiritasi kulit. Oleh sebab itu area di
sekitar anus harus dijaga tetap bersih dan kering dan
dilindungi dengan zink oksida atau salep lain.
• Penyebab utama diare: stress psikologis, obat-obatan
(antibitoik, zat besi, katartik), alergi terhadap makanan-
cairan, intoleransi terhadap makanan-cairan, penyakit
kolon (Cron’s disease).
INKONTINENSIA ALVI (INKONTINENSIA
FEKAL)
• Hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran fekal
dan gas dari sphincter anal.
1. Inkontinensia parsial: ketidakmampuan untuk mengontrol flatus
atau mencegah pengotoran minor.
2. Inkontinesia mayor: ketidakmampuan mengontrol feses pada
konsistensi normal.
• Dihubungkan dengan gangguan fungsi sphincter anat atau suplai
sarafnya, seperti dalam beberapa penyakit neuromuskular, trauma
medula spinalis, tumor pada otot sphincter anal eksternal.
• Merupakan masalah yang membuat distres emosional dan pada
akhirnya menyebabkan isolasi sosial.
• Penatalaksanaan meliputi perbaikan sphincter dan diversi fekal atay
kolostomi.
FLATULENS

• 3 sumber utama: kerja bakteria daloam kime di usus besar; udara


yang tertelan; gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.
• Flatulens adalah keberadaan flatus yang berlebihan di usus dan
menyebabkan peregangan dan inflasi usus (distensi usus).
• Terjadi di kolon dengan beragam penyebab: makanan (kol, bawang
merah); bedah abdomen; atau narkotik.
• Bila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon sebelum
gas tersebut dapat diabsorbsi, gas dapat dikeluarkan melalui anus.
Bila tidak, mungkin perlu slang rektal untuk mengeluarkannya.
OSTOMI DIVERSI USUS
• Ostomi adalah pembuatan lubang pada kulit yang menuju
saluran pencernaan, perkemihan, atau pernapasan.
• Gastrostomi, yeyunostomi, ileostomi, kolostomi.
• Klasifikasi dipisah menjadi: (a) menurut statusnya,
permanen atau temporer, (b) menurut lokasi anatomu, (c)
pembuatan stoma (lubang di dinding abdomen dengan
ostomi).
STATUS

• Kolostomi temporer: kondisi cedera traumatik atau


inflamasi pada usus. Memungkinkan bagian distal usus
yang terkena penyakit untuk beristirahat dan pulih.
• Kolostomi permanen: cara eliminasi saat rektum atau anus
tidak berfungsi akibat defek saat lahir atau penyaklit
seperti kanker usus.
LETAK ANATOMIK
• Semakin panjang usus, feses semakin terbentuk (karena usus besar
menyerap kembali air dari massa fekal), dan semakin besar
pengendalian frekuensi pengeluaran stomal yang dapat dibentuk.
• Ilestomi: menghasilkan drainase fekal cair. Drainase ini konstan dan
tidak dapat diatur. Drainase mengandung beberapa enzim
pencernaan, yang merusak kulit. Oleh karena itu ileostomi harus
menggunakan perlengkapan secara terus menerus dan melakukan
tindakan pencegahan khusus untuk mencegah kerusakan kulit. Bau
minimal, karena lebih sedikit mengandung bakteria.
• Kolostomi asendens: serupa dengan ileostomi dalam hal drainase
yang cair dan tidak dapat diatur, serta mengandung enzim
pencernaan. Namun masalah ada pada bau, yang harus
dikendalikan.
LETAK ANATOMIK

• Kolostomi transversal: drainase yang berbau dan


berbentuk seperti bubur karena sedikit cairan telah
diserap kembali. Biasanya tidak dapat dikontrol.
• Kolostomi desendens: drainase fekal yang semakin padat.
Feses sigmoidostomi adalah feses normal atau memiliki
konsistensi yang telah memiliki bentuk, frekuensi
pengeluaran dapat diatur. Mungkin tidak harus memakai
perlengkapan ostomi di setiap saat, dan bau biasanya
dapat dikontrol.
PEMBUATAN STOMA
• Stoma tunggal, lengkung, terbagi atau kolostomi bersilinder ganda.
• Stoma tunggal dibuat jika salah satu ujung usus dikeluarkan ke lubang di
dinding anterior. Sering disebut sebagai kolostomi akhir atau terminal karena
stoma ini bersifat permanen.
• Pada kolostomi lengkung: lengkung usus dikeluarkan ke dinding abdomen dan
disangga oleh sebuah batang plastik, sebuah batang transparan (kaca), atau
sepotong slang karet. Memiliki dua lubang ( ujung proksimal yang aktif dan
ujung distal yang tidak aktif). Dilakukan pada proisedur darurat, sering pada
kolon transversal kanan. Stoma yang besar yang lebih sulit ditangani.
• Kolopstomi terbagi: 2 ujung usus yang dibawa ke abdomen tetapi terpisah
satu sama lain.
• Kolotomi bersilinder ganda: lengkung proksimal dan lengkung distal dijahit
menyatu kira-kira sepanjang 10 cm dan kedua ujung ini dibawa ke dinding
abdomen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a)RIWAYAT KEPERAWATAN
b)PEMERIKSAAN FISIK
c)MENGINSPEKSI FESES
d)STUDI DIAGNOSTIK
DIAGNOSIS

1.INKONTINENSIA ALVI
2.KONSTIPASI
3.RISIKO KONSTIPASI
4.PERSEPSI KONSTIPASI
5.DIARE
a) RISIKO KEKURANGAN VOLUME CAIRAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN DIARE BERKEPANJANGAN/
KEHILANGAN CAIRAN ABNORMAL MELALUI OSTOMI.
PERENCANAAN

a.Mempertahankan atau memulihkan pola


elimniasi feses yang normal.
b.Mempertahankan atau mendapatkand
kembali konsistensi feses yang normal.
c.Mencegah risiko penyerta seperti
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
kerusakan kulit, distensi abdomen, dan nyeri.
IMPLEMENTASI
1)Meningkatkan defekasi yang
teratur: pemberian privasi;
pemberian waktu; nutrisi dan
cairan; olahraga; dand mengatur
posisi tubuh.
IMPLEMENTASI

2) Mengajarkan tentang medikasi:


katartik dan laksatif, obat antidiare,
obat antiflatulens
IMPLEMENTASI

3) Mengurangi flatulens
IMPLEMENTASI
4) Pemberian enema
Enema adalah suatu larutan yang dimasukkan ke dalam
rektum dan usus besar. Kerja enema adalah untuk
mendistensikan usus dan kadang kala untuk mengiritasi
mukosa usus, sehingga meningkatkan peristalsis dan
ekskresi feses dan flatus.
Tipe enema: enema pembersih, enema karminatif,
enema retensi, enema aliran balik.
IMPLEMENTASI

5) Pengeluaran impaksi fekal secara digital.


IMPLEMENTASI

6) Program latihan defekasi


IMPLEMENTASI

• 7) KANTUNG INKONTINENSIA FEKAL


IMPLEMENTASI

• 8) penatalaksanaan ostomi
• Perawatan stoma dan kulit
• Irigasi kolostomi

Anda mungkin juga menyukai